Category: Tribunnews.com Internasional

  • Presiden Korsel Resmi Ditahan, Dinyatakan Bersalah Karena Halangi Penahanannya – Halaman all

    Presiden Korsel Resmi Ditahan, Dinyatakan Bersalah Karena Halangi Penahanannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel) yang telah dimakzulkan Yoon Suk Yeol resmi ditahan Kepolisian Korsel, pada Jumat (21/2/2025).

    Penahanan ini dilakukan usai Yoon dinyatakan bersalah karena menghalangi pelaksanaan surat perintah untuk penahanannya pada bulan lalu.

    Mengutip media lokal Korean Herald, Yoon terbukti menginstruksikan Layanan Keamanan Presiden (PSS) untuk menghalangi upaya penyidik penahannya atas pemberlakuan darurat militer yang singkat.

    Adapun instruksi ini dikirimkan Yoon kepada Wakil Kepala PSS, Kim Seong-hoon, melalui aplikasi pesan berbasis AS, Signal pada 3 Januari, saat penyidik berusaha menangkapnya di kediamannya.

    Selanjutnya di tanggal 7 Januari 2025, Yoon kembali memberi instruksi kepada Kim untuk menghalangi upaya kedua untuk menahannya dalam pesan yang dipertukarkan.

    Imbas upaya ini penyidik sempat kesulitan untuk melakukan penangkapan Yoon, karena penyidik dan polisi dihalangi Dinas Keamanan Presiden (PSS), paspampres resmi Yoon. 

    Memicu kerusuhan, hingga beberapa pihak terlibat adu jotos dan dorong-dorongan, menyebabkan satu orang luka-luka.

    Kendati demikian, setelah melewati proses yang panjang pada 15 Januari kemarin penyidik akhirnya berhasil menangkap Yoon, sejak saat itu Yoon ditahan di pusat penahanan.

    Kronologi Drama Penangkapan Presiden Yoon

    Penyidik Korea Selatan menangkap Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol karena tuduhan pemberontakan buntut deklarasi militer, disertai dengan pengerahan pasukan yang mengepung gedung parlemen.

    Meski darurat militer telah dicabut, namun buntut ketegangan tersebut Presiden Yoon harus menghadapi berbagai penyelidikan termasuk dari Lembaga Tinggi Investigasi Korupsi dan Kejaksaan Korsel.

    Dalam pidatonya presiden Yoon menceritakan upaya oposisi yang mencoba menggulingkan pemerintahannya.

    Sebelum ia mengumumkan darurat militer untuk “menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah merusak”.

    Namun belakangan terkuak alasan presiden Yoon memberlakukan status darurat militer lantaran adanya perselisihan antara presiden Yoon dan parlemen yang dikendalikan oposisi mengenai anggaran dan tindakan lainnya.

    Majelis Nasional Korea Selatan  menyebutkan deklarasi Yoon Suk Yeol ilegal dan tidak konstitusional.

    Sementara Pemimpin partai Yoon Suk Yeol, Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, menyebutkan langkah Yoon Suk Yeol adalah “langkah yang salah”.

    Pasca insiden ini mengguncang dunia, enam partai oposisi Korea Selatan secara resmi mengajukan rancangan undang-undang (RUU) pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.

    Tak lama kemudian lebih dari 3.000 petugas polisi dan penyelidik antikorupsi berhasil meringkus Presiden Yoon usai memecah kerumunan para pendukung Yoon yang memenuhi kediamannya.

    Yoon Presiden Korsel Pertama yang Diadili

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul memulai sidang praperadilan pertama dalam kasus pidana terhadap presiden tersebut pada 20 Februari kemarin.

    Sekitar sebulan setelah dia didakwa atas upayanya memberlakukan darurat militer di Korsel pada Desember tahun lalu.

    Hal ini menjadikan Yoon sebagai presiden pertama Korsel yang didakwa saat masih menjabat dan mungkin akan ditahan selama enam bulan ketika kasus pidananya ditinjau ulang. 

    Pengkhianatan dan pemberontakan adalah dua kejahatan yang bisa dikenakan pada Presiden Korsel yang sedang menjabat. 

    Jika terbukti bersalah, Yoon akan menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup. Ada juga kemungkinan hukuman mati.

    Kasus yang menimpa Yoon, lantas membuat publik terbelah mengenai arah masa depan negara ini.

    Jajak pendapat mingguan Gallup menunjukkan 57 persen responden mendukung pemakzulan Yoon, sementara 38 persen menentangnya. 

    Untuk mengatasi kekosongan kursi kepemimpinan pasca Yoon ditahan kepolisian, jabatan presiden diambil alih Perdana Menteri Han Duck-soo, yang menjadi pejabat presiden sementara. 

    Penunjukan dilakukan bukan tanpa alasan, pasalnya Han, yang telah berusia 75 tahun, telah menjabat di posisi kepemimpinan selama lebih dari tiga dekade di bawah lima presiden yang berbeda, baik yang konservatif maupun liberal.

    Tak hanya itu, Han juga menduduki jabatan-jabatan penting dalam urusan negara semata-mata karena pengakuan atas keterampilan dan keahliannya, tidak terkait dengan faksi politik.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Hizbullah Gelar Upacara Pemakaman Eks Bos Hassan Nasrallah Minggu Ini di Beirut – Halaman all

    Hizbullah Gelar Upacara Pemakaman Eks Bos Hassan Nasrallah Minggu Ini di Beirut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan sayap kanan Lebanon, Hizbullah bakal menggelar upacara pemakaman mendiang pemimpinnya, Hassan Nasrallah pada hari Minggu (23/2/2025),

    Pemakaman Hassan Nasrallah bakal diselenggarakan secara di Stadion Camille Chamoun Sports City di pinggiran pinggiran selatan yang dikuasai Hizbullah.

    Upacara pemakaman digelar  hampir lima bulan setelah ia tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon, pada 27 September 2024.

    Adapun pemakaman masal ini akan dibuka untuk publik yang bisa dihadiri semua orang.

    Termasuk diantaranya ada Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi akan hadir.

    Kemudian politisi senior Syiah dan komandan milisi yang juga ikut terbang ke Beirut untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mantan pemimpin Hizbullah itu.

    Untuk mengantisipasi lonjakan perjalanan ke Beirut, Iraqi Airways bahkan menambah penerbangan untuk memenuhi permintaan tambahan dari warga Irak yang ingin menghadiri pemakaman.

    “Pemakaman ini merupakan landasan peluncuran untuk fase berikutnya. Upacara pemakaman besar yang dihadiri ratusan ribu orang adalah cara untuk memberi tahu semua orang bahwa Hizbullah masih ada, bahwa mereka masih menjadi aktor utama Syiah di Lebanon,” ungkap Mohanad Hage Ali dari Carnegie Middle East Centre.

    Selain jenazah mendiang Hassan Nasrallah, dalam pemakaman massal ini Hizbullah turut memakamkan Hashem Safieddine, yang memimpin Hizbullah selama satu pekan setelah kematian Nasrallah sebelum dia juga dibunuh Israel. 

    Mengutip dari Middle Eat Monitor setelah pemakaman tersebut digelar, nantinya Nasrallah akan dimakamkan sementara di samping putranya, Hadi, yang tewas saat berperang untuk Hizbullah pada tahun 1997.

    Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, dilaporkan tewas dalam serangan udara besar yang dilancarkan oleh militer Israel di Beirut, Lebanon.

    Serangan udara yang menargetkan Nasrallah terjadi di pinggiran selatan Beirut, tepatnya di kawasan Dahiyeh yang dikenal sebagai basis kekuatan Hizbullah. 

    Menurut pernyataan militer Israel, serangan tersebut awalnya menargetkan markas pusat Hizbullah yang tersembunyi di bawah gedung apartemen di daerah padat penduduk.

    Media Israel melaporkan sekitar 85 bom jenis “penghancur bunker” dikerahkan dalam serangan pada Jumat, 27 September 2024. 

    Sedangkan para ahli senjata dan amunisi menyebut jet tempur Israel menggunakan bom seberat 2 ribu pon (900 kg) buatan Amerika Serikat untuk menyerang markas Hassan Nasrallah. 

    Pasca serang dilakukan,  Hizbullah akhirnya mengonfirmasi kematian Hassan Nasrallah. Hizbullah menyebut serangan Israel sebagai “aksi berbahaya Zionis di pinggiran selatan Beirut.”

    Serangan ini menjadi pukulan telak bagi kelompok Hizbullah, serta memperburuk situasi di wilayah tersebut.

    Ini karena Hassan Nasrallah, merupakan pemimpin kelompok milisi Hizbullah di Lebanon yang  paling terkenal dan berpengaruh.

    Karismanya dan kecerdasannya menjadikan dia salah satu pemimpin yang paling disegani dan ditakuti  di Timur Tengah.

    Ia bahkan dianggap sebagai kunci yang dapat mengubah Hizbullah menjadi kekuatan politik dan militer seperti sekarang ini.

    Di bawah kepemimpinan Nasrallah, Hizbullah menjadi pemegang kekuasaan dalam politik Lebanon, penyedia utama layanan kesehatan, pendidikan dan sosial, serta bagian penting dari dukungan Iran dalam upaya meraih supremasi regional.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Autopsi Yahya Sinwar: Bebas Narkoba Hanya Kafein – Halaman all

    Autopsi Yahya Sinwar: Bebas Narkoba Hanya Kafein – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hasil otopsi yang dilakukan oleh militer Israel terhadap jenazah Yahya Sinwar, pemimpin Hamas, memberikan penjelasan penting mengenai keadaan kesehatan Sinwar sebelum kematiannya.

    Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh media Israel, Maariv, ditemukan fakta menarik yang mengejutkan banyak pihak.

    Menurut laporan otopsi, tidak ditemukan bukti bahwa Yahya Sinwar menggunakan narkoba, meskipun sebelumnya Israel sempat menuduhnya mengonsumsi Captagon, sejenis amfetamin.

    Hasil uji forensik yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam darah Sinwar tidak ada jejak narkoba yang ditemukan.

    Sebagai gantinya, diketahui bahwa Sinwar hanya mengonsumsi kafein dalam jumlah besar sebelum kematiannya.

    Kematian Sinwar terjadi dalam pertempuran dengan pasukan Israel pada bulan Oktober lalu, di mana sebuah tank menyerang gedung tempat ia berlindung di Kota Rafah, Gaza.

    Laporan otopsi awal yang dirilis pada November 2024 menyebutkan bahwa Sinwar tidak makan selama tiga hari sebelum kematiannya dan sempat bertahan hidup beberapa jam setelah ditembak di kepala.

    Meskipun ditemukan peluru di kepalanya, para ahli patologi memilih untuk tidak mengeluarkannya.

    Saat ini, jenazah Yahya Sinwar disimpan oleh Israel di lokasi yang dirahasiakan.

    Adik laki-laki Sinwar, Mohammed Sinwar, meminta agar Israel menyerahkan jenazah kakaknya sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata untuk mengakhiri konflik secara permanen.

    Namun, hingga saat ini, permintaan tersebut ditolak oleh pihak Israel.

    Bagaimana Update Pertukaran Tahanan Antara Israel dan Hamas?

    Pada tanggal 22 Februari 2025, rencana pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas akan kembali dilaksanakan.

    Dalam pertukaran ini, Hamas akan memulangkan enam sandera Israel dari Gaza, sementara Israel berjanji akan membebaskan ratusan warga Palestina yang saat ini ditahan di penjara-penjara Israel.

    Hamas telah merilis nama enam sandera Israel yang akan dibebaskan, yang terdiri dari Eliya Cohen, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, Tal Shoham, Avera Mengistu, dan Hisham al-Sayed.

    Hisham al-Sayed dan Avera Mengistu telah ditahan oleh Hamas selama hampir satu dekade setelah masuk ke Gaza dalam kondisi yang tidak dijelaskan.

    Sebagai imbalan, Israel akan membebaskan total 602 tahanan Palestina.

    Sebagian besar dari mereka telah ditahan selama beberapa dekade, dengan sekitar 445 di antaranya ditangkap setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.

    Menurut pejabat Hamas, penyerahan sandera Israel akan dilakukan sekitar pukul 08:30 waktu setempat (13:30 WIB).

    Lokasi serah terima belum diumumkan, tetapi penyerahan sebelumnya dilakukan di Khan Younis, Gaza selatan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Hamas Bantah Tuduhan Israel Soal Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas – Halaman all

    Hamas Bantah Tuduhan Israel Soal Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok pejuang Palestina, Hamas, secara tegas menolak tuduhan yang dilontarkan oleh Israel mengenai penyebab kematian dua sandera muda, Kfir dan Ariel Bibas.

    Keduanya dilaporkan tewas di Jalur Gaza, dan jenazah mereka diserahkan kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Kamis, 20 Februari 2025.

    Menurut juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, Hamas dituduh sebagai penyebab kematian kedua sandera tersebut.

     “Ini adalah upaya putus asa untuk menghindari tanggung jawab atas peran tentara kriminal dalam meninggalnya keluarga tersebut,” ungkap Hamas dalam pernyataannya, yang dikutip dari Al Mayadeen.

    Tuduhan Palsu dan Pengalihan Isu

    Hamas menyebut Israel sengaja menyebarkan klaim palsu untuk mengalihkan perhatian dari tindakan mereka yang dianggap sebagai genosida terhadap rakyat Palestina.

    Mereka menegaskan bahwa Israel ingin menutupi kejahatan yang dilakukan selama konflik di Gaza.

    “Militer Israel dan medianya berusaha mengalihkan perhatian publik global dari kejahatan brutal genosida dan pembersihan etnis yang mereka lakukan,” jelas Hamas.

    Penyerahan Jenazah dan Nasib Sandera

    Hamas telah menyerahkan empat jenazah sandera Israel kepada ICRC pada hari yang sama.

    Dalam proses penyerahan, terdapat spanduk yang bertuliskan “Kembalinya perang, kembalinya tahanan dalam peti mati,” yang merujuk pada nasib yang mungkin menanti tahanan Israel jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memutuskan untuk melanjutkan konflik.

    Seorang komandan Palestina menyatakan bahwa keluarga Bibas telah mendapatkan perlindungan, tetapi mereka tewas akibat serangan udara Israel.

    “Kelompok perlawanan Palestina telah memberikan tempat berlindung yang aman kepada sandera Israel, tetapi tentara mereka membunuh mereka,” ujar komandan tersebut, dikutip dari Middle East Monitor.

    Gencatan Senjata dan Pertukaran Sandera

    Gencatan senjata di Gaza telah berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Pertukaran sandera antara Israel dan Hamas akan memasuki tahap ketujuh pada 22 Februari 2025, di mana Israel akan membebaskan 602 tahanan Palestina sebagai imbalan atas pembebasan enam sandera Israel oleh Hamas.

    Dalam konteks yang lebih luas, konflik ini terus menjadi sorotan internasional, dengan berbagai pihak mendesak untuk menghentikan kekerasan dan mencari solusi damai.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Jenazah Sandera Israel Shiri Bibas Telah Teridentifikasi – Halaman all

    Jenazah Sandera Israel Shiri Bibas Telah Teridentifikasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Otoritas telah mengidentifikasi jenazah sandera Israel Shiri Bibas (32), yang dilaporkan sempat tertukar dengan jenazah lain.

    Mengutip Al Jazeera, dalam sebuah unggahan di akun Instagram Bring Bibas Back, keluarga Bibas menyatakan bahwa para ahli dari Institut Kedokteran Forensik Israel telah berhasil mengidentifikasi jenazah Shiri Bibas secara positif, Sabtu (22/2/2025).

    Sebelumnya, Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah pada Kamis (20/2/2025).

    Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Hamas menyerahkan peti jenazah lainnya melalui Palang Merah.

    Institut Kedokteran Forensik Israel segera melakukan pemeriksaan begitu jenazah tersebut tiba di Israel.

    Keluarga Bibas tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan forensik tersebut.

    Mereka hanya meminta waktu untuk berduka dan menyampaikan bahwa jadwal pemakaman Shiri Bibas dan kedua anaknya akan diumumkan kemudian.

    Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas

    Penyerahan sandera dan jenazah menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Namun, pada Kamis (20/2/2025), perjanjian tersebut hampir runtuh setelah Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah — bukan sandera Israel Shiri Bibas.

    Mengutip Al Jazeera, berikut kronologi kontroversi terkait kesalahan identifikasi jenazah tersebut:

    Kamis: Hamas menyerahkan empat jenazah warga Israel.

          Jenazah tersebut adalah Oded Lifshitz (83), Shiri Bibas (32), serta kedua anaknya, Ariel dan Kfir Bibas.

          Peti jenazah diserahkan kepada Palang Merah dalam sebuah upacara di Khan Younis, Gaza selatan.

    Tim forensik Israel kemudian memeriksa keempat jenazah itu.

          Mereka berhasil mengidentifikasi Lifshitz dan kedua anak Shiri Bibas, tetapi menyatakan bahwa jenazah wanita yang diserahkan bukanlah Shiri Bibas.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuduh Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata dan mengancam akan membalas dengan tindakan keras.
    Jumat: Hamas mengakui kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penyerahan jenazah dan berjanji akan menyelidiki lebih lanjut.

         Tetapi Hamas juga menyalahkan militer Israel atas kekacauan ini, menyatakan bahwa pemboman oleh Israel di tempat keluarga Bibas berada telah menyebabkan pencampuran jenazah.

    Palang Merah kemudian menerima jenazah baru dari Hamas, yang diklaim merupakan Shiri Bibas.
    Tim forensik Israel langsung memeriksa jenazah baru tersebut.
    Hasil pemeriksaan mengonfirmasi identitas jenazah Shiri Bibas, menurut pernyataan keluarga.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1095: Trump Salahkan Biden dan Zelensky terkait Invasi Moskow – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1095: Trump Salahkan Biden dan Zelensky terkait Invasi Moskow – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut update perang Rusia vs Ukraina hari ke-1095.

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengubah pernyataannya, mengakui Rusia yang menyerang Ukraina terlebih dahulu, namun tetap menyalahkan Joe Biden dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

    Sementara itu, Trump mengatakan akan segera meneken perjanjian mineral dengan Ukraina.

    Para negosiator AS mengancam Ukraina apabila tidak segera menyetujui kesepakatan mineral langka, maka akan memutus akses ke Starlink.

    Selengkapnya, berikut update perang Rusia vs Ukraina hari ke-1095 dikutip dari TheGuardian:

    Trump Mengubah Sikap, Akui Rusia Invasi Ukraina

    Dalam wawancara dengan Fox News pada Jumat (21/2/2025), Donald Trump mengakui bahwa Rusia menginvasi Ukraina atas perintah Vladimir Putin. 

    Meski telah mengakui hal tersebut, Trump tetap menyalahkan Presiden AS saat itu, Joe Biden dan Presiden Ukraina, Zelensky karena tidak mencegat invasi tersebut.

    Ia juga mengatakan bahwa Ukraina seharusnya tidak pernah memulai perang tiga tahun lalu, yang menuai kritik internasional.

    Perjanjian Mineral Ukraina-AS

    Trump memperkirakan perjanjian mineral dengan Ukraina akan segera ditandatangani.

    Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, menyebutkan Zelensky diharapkan menandatangani kesepakatan dalam waktu dekat.

    Sementara itu, Zelensky mengatakan bahwa perjanjian itu sedang dibicarakan.

    “Saya berharap, hasil yang adil,” katanya.

    Ancaman Pemutusan Starlink

    Negosiator AS dalam kesepakatan mineral mengancam akan memutus akses Ukraina ke Starlink apabila Zelensky tidak segera menekan perjanjian tersebut.

    Ancaman ini disampaikan dalam pertemuan antara Keith Kellogg dan Zelensky pada Kamis (20/2/2025).

    Perlu diketahui, Starlink sangat penting bagi komunikasi internet Ukraina, termasuk untuk keperluan militer.

    Zelensky menyerukan kepada negara-negara Eropa untuk lebih aktif dalam memastikan perdamaian di Ukraina.

    Ia yakin bahwa perang dapat diakhiri dengan strategi yang jelas bersama mitra Eropa dan Amerika.

    “Adalah mungkin untuk mengakhiri perang dengan Rusia karena Ukraina dan mitranya di Eropa memiliki “proposal yang jelas,” kata Zelensky.

    Resolusi PBB Mengenai Ukraina

    Sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa As telah memberikan usulan resolusi ke PBB.

    Usulan ini menjelaskan bahwa wilayah Ukraina yang telah diduduki Rusia tidak perlu disebutkan.

    Namun resolusi ini berbeda dari rancangan Ukraina dan sekutunya di Eropa yang menekankan upaya diplomatik untuk mengakhiri perang.

    Merasa mendapatkan dukungan dari Trump, resolusi AS mendapat sambutan positif dari duta besar Rusia untuk PBB.

    Serangan Drone Rusia Tewaskan 1 Pekerja

    Rusia melancarkan serangan drone ke arah Kyiv.

    Serangan tersebut menewaskan seorang pekerja kereta api di luar Kyiv.

    Tidak hanya itu, serpihan drone jatuh di gedung-gedung di Kyiv, menyebabkan kebakaran dan kerusakan.

    Pasukan Rusia mengebom kota Huliaipole.

    Serangan ini membuat 3 warga kota tersebut luka-luka.

    Serangan bom berpemandu Rusia tampaknya tidak hanya menghantam tengah kota, desa dekat lokasi kejadian juga terkena dampaknya.

    Di mana satu orang tewas akibat serangan bom Rusia.

    Dalam pertemuan di hari Kamis (20/2/2025), Keith Kellog melontarkan pujian untuk Presiden ukraina.

    Ia memuji Zelensky sebagai pemimpin yang tangguh dan berani.

    Hal ini berbeda dari pernyataan Trump yang menyebut Zelensky sebagai “diktator”.

    Sempat membela Zelensky atas tuduhan yang dilontarkan Trump, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, keduanya akan bertemu minggu depan.

    Starmer akan bertemu Trump dalam kunjungannya ke AS untuk membahas perang Ukraina.

    Rusia bersedia menggunakan 300 miliar USD asetnya yang dibekukan di Eropa untuk rekonstruksi Ukraina.

    Namun, Rusia ingin sebagian dana digunakan di wilayah yang dikuasai pasukan Moskow.

    (Tribunnews.com/Farrah Putri)

    Artikel Lain Terkait Perang Rusia vs Ukraina

  • Rincian Terbaru Hasil Autopsi Buktikan Yahya Sinwar Bebas Narkoba: Kopi, Bukan Captagon – Halaman all

    Rincian Terbaru Hasil Autopsi Buktikan Yahya Sinwar Bebas Narkoba: Kopi, Bukan Captagon – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hasil autopsi yang dilakukan oleh militer Israel terhadap jenazah Yahya Sinwar tidak menunjukkan adanya bukti bahwa pemimpin Hamas tersebut menggunakan narkoba.

    Tidak disebutkan kapan dan di mana autopsi ini dilakukan.

    Namun rincian terbaru hasil autopsi ini baru dirilis oleh media Israel Maariv pada Jumat ( 21/2/2025).

    Laporan tersebut menyebut uji forensik mengonfirmasi bahwa dalam darah Sinwar tidak ditemukan jejak narkoba.

    Sinwar hanya mengonsumsi kafein dalam jumlah besar sebelum kematiannya.

    Sebelumnya, Israel sempat menuduh Yahya Sinwar serta pejuang Hamas lainnya menggunakan captagon, sejenis amfetamin yang sering digunakan pejuang di Suriah dan Irak untuk meningkatkan performa tempur.

    Yahya Sinwar tewas dalam pertempuran dengan pasukan Israel pada Oktober lalu setelah sebuah tank menghantam gedung tempat ia berlindung di Kota Rafah, Gaza.

    Laporan autopsi awal yang dirilis pada November 2024, mengungkapkan bahwa Sinwar tidak makan selama tiga hari sebelum kematiannya.

    Sinwar sempat bertahan hidup beberapa jam setelah ditembak di kepala.

    Meski demikian, para ahli patologi memutuskan untuk tidak mengeluarkan peluru yang ditemukan di kepala Sinwar.

    Jenazah Yahya Sinwar saat ini disimpan oleh Israel di lokasi yang dirahasiakan.

    Adik laki-laki Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di Gaza, Mohammed Sinwar, meminta agar Israel menyerahkan jenazah kakaknya sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata untuk mengakhiri konflik secara permanen.

    Namun, hingga saat ini, permintaan tersebut masih ditolak oleh Israel.

    Update Pertukaran Tahanan Israel-Hamas

    Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas akan memulangkan enam sandera Israel dari Gaza.

    Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan ratusan warga Palestina yang saat ini ditahan di penjara-penjara Israel.

    Pertukaran ini adalah kali ketujuh dari tahap pertama gencatan senjata Israel-Hamas.

    Gencatan senjata, yang berlaku sejak 19 Januari 2025, diharapkan terdiri dari tiga tahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang secara permanen.

    Mengutip Al Jazeera, berikut rincian pertukaran tahanan yang berlangsung hari ini:

    Sandera Israel yang akan dibebaskan

    Hamas telah merilis nama enam sandera Israel yang akan dibebaskan.

    Mereka adalah Eliya Cohen, Omer Shem-Tov, Omer Wenkert, Tal Shoham, Avera Mengistu, dan Hisham al-Sayed.

    Hisham al-Sayed dan Avera Mengistu telah ditahan oleh Hamas sejak mereka memasuki Gaza dalam kondisi yang tidak dijelaskan sekitar satu dekade lalu.

    Enam sandera ini adalah yang terakhir dari total 33 sandera yang disepakati untuk dibebaskan dalam tahap pertama gencatan senjata.

    Menurut pejabat Hamas, sandera Israel tersebut akan diserahkan sekitar pukul 08:30 pagi waktu setempat (13:30 WIB).

    Lokasi serah terima belum diumumkan, tetapi penyerahan sebelumnya dilakukan di Khan Younis, Gaza selatan.

    Tahanan Palestina yang dibebaskan

    Sebagai imbalan, Israel akan membebaskan total 602 tahanan Palestina pada hari Sabtu.

    Sebagian besar tahanan ini telah ditahan selama beberapa dekade.

    Di antara 602 tahanan tersebut, sekitar 445 adalah warga Palestina dari Gaza yang ditangkap setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.

    Sebanyak 50 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Israel Sebar Pamflet di Gaza, Ancaman Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    Israel Sebar Pamflet di Gaza, Ancaman Pemindahan Paksa Warga Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Israel menyebarkan selebaran di Jalur Gaza yang merupakan ancaman bagi warga Palestina agar menyetujui usulan Presiden AS Donald Trump yaitu pemidahan paksa.

    Tentunya apa yang dilakukan Israel ini menjadi ancaman dan merupakan taktik perang psikologis.

    Dalam selebaran yang disebarkan baru-baru ini, terlihat foto Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Dalam pesan tersebut, Israel mengatakan bahwa memberikan kesempatan terakhir sebelum warga Gaza dipindah paksa.

    “Kepada warga Gaza, setelah peristiwa yang terjadi, gencatan senjata sementara, dan sebelum pelaksanaan rencana wajib Trump—yang akan memaksa Anda mengungsi, suka atau tidak suka—kami memberikan satu kesempatan terakhir bagi mereka yang ingin menerima bantuan dengan syarat bekerja sama dengan kami,” tulis pesan tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Israel juga mengancam bahwa keberadaan Gaza tidak lagi diakui oleh peta dunia.

    “Peta dunia tidak akan berubah jika semua orang Gaza lenyap. Tidak ada yang akan peduli, tidak ada yang akan bertanya tentang Anda. Anda telah ditinggalkan untuk menghadapi takdir yang tak terelakkan. Iran bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri, apalagi melindungi Anda, dan Anda telah melihat sendiri akibatnya.”

    Tidak hanya itu, Israel juga mengklaim bahwa nantinya Palestina tidak lagi mendapat dukungan Internasional, termasuk negara-negara Arab.

    Israel juga mengklaim bahwa nantinya mereka yang pernah mendukung Palestina akan beralih ke Israel.

    “Amerika dan Eropa tidak peduli dengan Gaza. Bahkan negara-negara Arab, yang kini menjadi sekutu kami, memberi kami uang dan senjata, sementara hanya mengirimkan kain kafan untuk Anda.”

    Menurut Israel, saat ini pihaknya memberikan kesempatan bagi warga Palestina untuk menyelamatkan diri.

    “Waktu yang tersisa semakin menipis, permainan hampir berakhir. Jika Anda ingin menyelamatkan diri sebelum terlambat, kami di sini, bertahan hingga akhir.”

    Selebaran ini sejalan dengan usulan Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara lain di Timur Tengah, sebuah ide yang telah menuai penolakan keras dari Palestina, Mesir, dan Yordania.

    Trump, dalam beberapa pernyataannya, menyebutkan bahwa pemindahan permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara seperti Mesir dan Yordania akan menciptakan apa yang ia sebut ‘Riviera Timur Tengah’.

    PAMFLET ISRAEL – Tangkapan layar X/Twitter @tamerqdh yang diambil pada Sabtu (22/2/2025). Foto ini menunjukkan Israel menyebar pamflet di Gaza yang merupakan ancaman pemindahan paksa warga Palestina.

    Meski demikian, gagasan ini tidak mendapat sambutan positif dari negara-negara yang terlibat, yang menolak keras rencana tersebut.

    Mesir dan Yordania menegaskan bahwa mereka tidak bersedia menerima pemukiman warga Palestina dari Gaza.

    Namun, rencana Trump ini mendapat kecaman luas, baik dari negara-negara Arab maupun dari komunitas internasional. 

    Banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan yang sudah sangat sensitif ini.

    Banyak pihak di AS dan luar negeri yang menilai bahwa langkah tersebut berisiko memperburuk kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah.

    Sementara itu, ini bukan pertama kalinya Israel menjatuhkan selebaran di Gaza.

    Sejak memutus akses komunikasi, Israel sering kali menjatuhkan selebaran di Gaza.

    Dalam beberapa bulan terakhir, isi pesan mereka menjadi semakin agresif.

    Sebelumnya, selebaran menggambarkan keluarga Palestina di tengah reruntuhan dengan nada mengejek “kemenangan perlawanan.”

    Namun, ancaman dalam selebaran terbaru telah memicu kemarahan global yang lebih besar karena menyiratkan genosida dan pemindahan paksa sebagai strategi yang terang-terangan dijalankan oleh Israel.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas, Tim Forensik Kini Periksa Jasad Baru – Halaman all

    Kronologi Kesalahan Identifikasi Jenazah Sandera Shiri Bibas, Tim Forensik Kini Periksa Jasad Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penyerahan sandera dan jenazah menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Namun, pada Kamis (20/2/2025), perjanjian tersebut hampir runtuh setelah Israel menuduh Hamas menyerahkan jenazah yang salah — bukan sandera Israel.

    Mengutip Al Jazeera, berikut kronologi kontroversi terkait kesalahan identifikasi jenazah tersebut:

    Jenazah tersebut adalah Oded Lifshitz (83), Shiri Bibas (32), serta kedua anaknya, Ariel dan Kfir Bibas.

    Peti jenazah diserahkan kepada Palang Merah dalam sebuah upacara di Khan Younis, Gaza selatan.

    JENAZAH SANDERA ISRAEL – Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang tayang pada 20 Februari 2025, memperlihatkan proses penyerahan jenazah sandera Israel oleh Hamas. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

    Tim forensik Israel kemudian memeriksa keempat jenazah itu.

    Mereka berhasil mengidentifikasi Lifshitz dan kedua anak Shiri Bibas, tetapi menyatakan bahwa jenazah wanita yang diserahkan bukanlah Shiri Bibas.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menuduh Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata dan mengancam akan membalas dengan tindakan keras.
    Jumat: Hamas mengakui kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penyerahan jenazah dan berjanji akan menyelidiki lebih lanjut.

    Hamas juga menyalahkan militer Israel atas kekacauan ini, menyatakan bahwa pemboman oleh Israel di tempat keluarga Bibas berada telah menyebabkan pencampuran jenazah.

    Palang Merah kemudian mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima jenazah baru dari Hamas, yang diduga merupakan Shiri Bibas.
    Tim forensik Israel saat ini sedang memeriksa jenazah baru tersebut, dengan hasil pemeriksaan diperkirakan akan diumumkan pada Sabtu.

    Pengamat: Israel Eksploitasi Tragedi Bibas untuk Gagalkan Gencatan Senjata

    Pengamat menuduh Israel menggunakan kematian keluarga Bibas, yang tewas akibat pemboman di Gaza pada November 2023, untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata. 

    Mengutip Palestine Chronicle, klaim bahwa Hamas mengeksekusi Shiri Bibas dan anak-anaknya bertentangan dengan laporan yang menunjukkan bahwa mereka tewas dalam serangan udara Israel.

    Yarden Bibas, suami dari Shiri, menyalahkan pemerintah Benjamin Netanyahu atas kematian istri dan anak-anaknya.

    Dalam pernyataannya pada November 2023, Yarden mengklaim bahwa serangan udara Israel-lah yang menyebabkan tragedi tersebut.

    Pengamat menilai pemerintah Israel mungkin sengaja menyembunyikan fakta kematian keluarga Bibas selama 15 bulan untuk kemudian menggunakan tragedi tersebut sebagai alat politik.

    Sebelumnya, Hamas mengklaim telah menawarkan penyerahan jenazah, tetapi pemerintah Israel menolaknya.

    “Pihak perlawanan menawarkan untuk menyerahkan ketiga jenazah tersebut, tetapi pemerintah pendudukan menolak untuk menerimanya dan masih bermanuver dan berunding,” ujar Hamas.

    Jurnalis Gaza, Muhammad Shehada, menyatakan bahwa Israel telah lama mengetahui nasib keluarga Bibas dan sengaja memanfaatkannya untuk kepentingan politik.

    “Saya sudah bilang ini akan terjadi! Sudah saya katakan sebulan yang lalu! Sudah saya katakan pemerintah Israel dan sekutunya pasti akan menggunakan tragedi Bibas untuk menggagalkan gencatan senjata di akhir fase 1.”

    “Pemerintah Israel telah tahu selama 15 bulan bahwa Bibas sudah mati dan sengaja memilih untuk berpura-pura sebaliknya!”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Hamas: Klaim Israel tentang Penyebab Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas Adalah Kebohongan – Halaman all

    Hamas: Klaim Israel tentang Penyebab Kematian Sandera Kfir dan Ariel Bibas Adalah Kebohongan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok pejuang Palestina, Hamas dengan tegas menolak tuduhan Israel tentang penyebab kematian 2 sandera muda Israel, Kfir dan Ariel Bibas.

    Kfir dan Ariel Bebas tewas di Jalur Gaza dan jenazah keduanya telah diserahkan kepada Komipte Palang Merah Internasional (ICRC) pada Kamis (20/1/2025).

    Tuduhan ini berawal dari juru bicara pasukan pendudukan Israel, Daniel Hagari yang menuduh Hamas membunuh Kfir dan Ariel dengan kejam.

    Tidak hanya itu, Hagari juga mengklaim Hamas membunuh kedua sandera tersebut menggunakan tangan, bukan dengan tembakan.

    Mendengar klaim Israel, Hamas membantah tuduhan tersebut.

    Menurut Hamas, klaim Israel adalah kebohongan belaka.

    “Tidak lain hanyalah kebohongan belaka yang menambah serangkaian kebohongan yang disebarkan oleh juru bicara militer Israel selama 15 bulan terakhir dalam konteks genosida terhadap rakyat Palestina,” tegas Hamas, dikutip dari Al Mayadeen.

    Hamas juga menyebut bahwa Israel sengaja membuat klaim palsu agar terhindar dari tanggung jawab.

    “Ini adalah upaya putus asa untuk menghindari tanggung jawab atas peran tentara kriminal dalam kematian keluarga tersebut, di samping kejahatan lainnya terhadap tahanan di Gaza,” tambahnya.

    Selain itu, Hamas juga mengatakan bahwa klaim palsu Israel merupakan pengalihan isu atas perbuatan Israel yang melakukan genosida di Gaza.

    Israel tidak ingin perbuatan kejinya selama di Gaza terus-terusan menjadi sorotan internasional.

    “Militer Israel dan media-medianya berusaha mengalihkan perhatian publik global dari kejahatan brutal, genosida, pembersihan etnis, dan pembantaian yang mereka lakukan terhadap warga sipil tak bersenjata dan seluruh aspek kehidupan di Jalur Gaza, hanya agar dunia kemudian mengungkap kepalsuan narasi mereka dan kengerian kejahatan mereka terhadap kemanusiaan,” jelasnya.

    Sebagai informasi, Hamas telah menyerahkan keempat jenazah tawanan Israel kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada hari Kamis (20/1/2025).

    Setelah menandatangani dokumen dengan perwakilan perlawanan, ICRC menerima empat peti mati, yang masing-masing berisi foto dan nama tahanan Israel, tanggal kematian hingga penyebab tewas.

    Dalam proses penyerahan jenazah sandera, terdapat sebuah spanduk yang dikibarkan.

    Spanduk tersebut bertuliskan “Kembalinya perang = kembalinya tahanan dalam peti mati,” merujuk pada nasib yang menanti tahanan Israel di Gaza jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memutuskan untuk kembali berperang, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Setelah penyerahan jenazah, seorang komandan Palestina mengatakan bahwa keluarga Bibas telah mendapatkan perlindungan, tetapi mereka tewas akibat serangan udara Israel.

    “Kelompok perlawanan Palestina telah memberikan tempat berlindung yang aman kepada sandera Israel Shiri Bibas dan anak-anaknya serta memperlakukan mereka secara manusiawi, tetapi tentara mereka membunuh mereka,” ujar komandan Palestina, dikutip dari Middle East Monitor.

    Hamas menyatakan bahwa keempat tawanan tersebut tewas dalam serangan udara Israel yang membabi buta selama perang di Gaza.

    Menurut seorang komandan Brigade Mujahidin, sayap militer Gerakan Mujahidin, Shiri Bibas adalah mantan personel Komando Selatan tentara Israel yang bekerja di Unit 8200, divisi intelijen elektronik elite Israel.

    Komandan tersebut kemudian menjelaskan kenapa anak-anak Shiri berada bersamanya.

    Menurut komandan Brigade Mujahidin, anak-anak Shiri ini ikut bersamanya agar terhindar lebih aman.

    “Setelah penangkapannya, kami menitipkan anak-anak Shiri kepadanya karena rasa iba, menyediakan tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi mereka, dan memperlakukan mereka secara manusiawi sebagaimana yang diamanatkan agama Islam,” katanya.

    Namun, menurut Hamas, serangan udara Israel mengakibatkan tewasnya sandera tersebut.

    Selama upacara penyerahan jenazah, Brigade Al-Qassam menegaskan bahwa kelompoknya berusaha berhati-hati.

    Ini supaya menjaga kesucian para sandera yang tewas.

    “Brigade al-Qassam dan kelompok perlawanan berhati-hati, selama upacara penyerahan jenazah para tahanan, untuk menghormati kesucian jenazah dan perasaan keluarga mereka, meskipun tentara pendudukan tidak menghormati nyawa mereka saat mereka masih hidup,” jelasnya.

    Sebagai informasi, gencatan senjata telah mulai berlangsung di Gaza sejak 19 Januari 2025.

    Sementara itu, pertukaran sandera Israel-Hamas akan memasuki tahap ketujuh pada hari Sabtu (22/2/2025).

    Israel akan membebaskan 602 tahanan Palestina.

    Termasuk 50 warga Palestina yang telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan 60 lainnya dengan hukuman penjara yang panjang.

    Sebagai imbalan, Hamas akan membebaskan 6 tawanan Israel.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Hamas dan Konflik Palestina vs Israel