Category: Tribunnews.com Internasional

  • Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina
     
    TRIBUNNEWS.COM – Situs berita Axios mengutip juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS),  Mark Waltz yang mengatakan kalau Presiden AS, Donald Trump mendukung Israel dengan jalan apa pun yang dipilihnya untuk melawan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.

    Situs web Amerika itu menambahkan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS itu menilai keputusan Israel untuk menunda pembebasan tahanan Palestina merupakan respons yang tepat.

    Menurutnya, Hamas memperlakukan para sandera secara brutal, lewat prosesi dan seremoni penyerahan sandera yang dibuat meriah dalam beberapa kesempatan.

    Sebelumnya pada Minggu, Penasihat Keamanan Nasional AS Mark Waltz mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa Hamas tidak dapat memerintah Jalur Gaza dan tidak akan diizinkan untuk melakukannya di masa mendatang, katanya.

    “Perilaku Hamas minggu lalu dalam menyerahkan jenazah dua anak dan cara mereka membebaskan para sandera merupakan propaganda yang tentu saja memengaruhi prospek negosiasi,” imbuh Waltz.

    “Kita akan melihat bagaimana keadaannya minggu depan, dan mungkin akan ada semacam perpanjangan gencatan senjata. Hamas harus mengubah cara mereka membebaskan para sandera. Hal itu tidak dapat diterima, tidak hanya oleh Israel, tetapi juga oleh seluruh dunia,” katanya.

    Pernyataan Amerika tersebut merupakan dukungan terhadap posisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memutuskan untuk menunda pembebasan ratusan tahanan Palestina pada gelombang ketujuh perjanjian tahap pertama, karena apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran berulang oleh Hamas.

    Media Israel mengutip sumber, mengatakan kalau sejatinya para tahanan Palestina tersebut sudah dinaikkan ke dalam bus.

    Namun, seiring perintah penundaan pembebasan, ratusan tahanan Palestina itu lalu diturunkan lagi dari bus dan dikembalikan ke penjara mereka.

    Kantor Netanyahu mengklaim kalau penundaan pembebasan itu karena “Hamas sengaja mempermalukan para sandera Israel dan mengeksploitasi mereka untuk mencapai tujuan politik.”

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan sandera Israel, Omer Shem Tov, mencium kening anggota Brigade Al-Qassam dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Argumen Lemah

    Sebaliknya, Hamas menganggap dalih Israel kalau upacara penyerahan sandera Israel itu memalukan adalah klaim palsu dan argumen lemah yang ditujukan untuk menghindari kewajiban perjanjian pertukaran sandera-Palestina.

    Hamas juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Israel melalui mediator (Mesir dan Qatar) mengenai langkah apa pun, sebelum pembebasan tahanan Palestina yang disepakati akan dibebaskan pada hari Sabtu.

    Pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi mengatakan, “Tidak akan ada pembicaraan dengan musuh melalui mediator dalam langkah apa pun sebelum pembebasan tahanan yang disepakati akan dibebaskan sebagai ganti enam tahanan Israel (yang dibebaskan pada hari Sabtu dan 4 mayat).”

    Ia menambahkan, “Para mediator harus memaksa musuh (Israel) untuk melaksanakan perjanjian tersebut.”

    Selama hari Kamis dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerahkan 10 tahanan Israel, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Palang Merah Internasional untuk diserahkan ke Tel Aviv, sebagai bagian dari perjanjian yang menetapkan bahwa Israel membebaskan 602 tahanan Palestina dari penjaranya.

    Meskipun Hamas memenuhi janjinya berdasarkan perjanjian, Israel belum membebaskan tahanan Palestina.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. IDF dilaporkan terindikasi melanjutkan perang di Gaza (khaberni/tangkap layar)

    Dua Wajah, AS Mau Gencatan Senjata Lanjut

    Di balik dorongan penundan pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, AS kembali menunjukkan sikap hipokrit dengan mendorong berlanjutnya gencatan senjata seiring datangnya utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada minggu ini.

    Perjalanan Steve Witkoff ke Timur Tengah adalah untuk mendorong perpanjangan gencatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas.

    Perlu diketahui, gencatan senjata tiga tahap yang dimulai pada 19 Januari 2025 kemarin, kini hampir mencapai puncak fase pertamanya.

    “Kami harus mendapatkan perpanjangan tahap pertama. Saya akan pergi ke wilayah tersebut minggu ini, mungkin hari Rabu, untuk merundingkannya dan kami berharap memiliki waktu yang cukup untuk memulai tahap kedua dan menyelesaikannya serta membebaskan lebih banyak sandera,” kata Witkoff kepada CNN.

    Namun, gencatan senjata antara Israel dan Hamas ini menemui banyak rintangan.

    Pertama, baik Hamas atau Israel saling menuduh melanggar perjanjian dan kelompok militan Palestina mengancam akan menunda pembebasan sandera.

    Kemudian yang terbaru, Israel menunda pembebasan 602 warga Palestina dari penjaranya dengan imbalan enam sandera Israel yang digiring oleh militan bersenjata ke panggung di depan khalayak di Gaza sebelum diserahkan ke Palang Merah.

    Upacara penyerahan publik yang digelar Hamas, yang meliputi pertunjukan sandera hidup dan peti mati yang membawa jenazah sandera, telah menuai kritik yang meningkat selama beberapa minggu terakhir, termasuk dari PBB.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tengah menunggu untuk membebaskan tahanan dan tawanan Palestina “sampai pembebasan sandera berikutnya dipastikan, dan tanpa upacara yang memalukan”.

    Hamas membalas dengan menyebut upacara tersebut bermartabat dan Israel menggunakannya sebagai dalih untuk menghindari kewajibannya yang disepakati berdasarkan gencatan senjata.

    Mayat empat sandera lainnya seharusnya dibebaskan oleh kelompok tersebut minggu ini.

    Dengan panasnya kembali hubungan keduanya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikerahkan di wilayah perbatasan Gaza.

    Namun, IDF menyatakan bahwa tidak ada perubahan pada pedoman Komando Front Dalam Negeri saat ini.

    Peningkatan tingkat kewaspadaan ini terjadi di tengah peringatan intelijen dan pertimbangan yang sedang berlangsung mengenai apakah negosiasi gencatan senjata akan berlanjut hingga akhir pekan depan.

    Dikutip dari Yedioth Ahronoth, sebagai tanggapan, IDF menyesuaikan penempatan pasukan di zona penyangga dan memperkuat posisi pertahanan di Negev bagian barat.

    Sementara itu, brigade tempur terus mempersiapkan kemungkinan serangan darat berskala besar jika negosiasi gagal.

    Meskipun aktivitas militer meningkat, IDF mengklarifikasi bahwa “tidak ada pendekatan ke pagar perbatasan yang terdeteksi”.

    “Menyusul laporan media, kami menekankan bahwa tidak ada peristiwa infiltrasi di wilayah perbatasan Gaza — hanya peningkatan kesiapan.”

    “Tidak ada perubahan pada arahan sipil. Kami terus berhubungan dengan militer dan akan memberikan informasi terbaru jika diperlukan,” tulis Dewan Daerah Eshkol untuk meyakinkan warga.

    Pengumuman ini menyusul insiden dua minggu lalu ketika, hanya beberapa jam setelah IDF mundur dari koridor Netzarim, puluhan penduduk Gaza terlihat dalam jarak beberapa ratus meter dari pagar perbatasan dekat Nahal Oz.

    Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel seharusnya mempertahankan kendali atas zona penyangga selebar 700 meter.

    Namun, penduduk komunitas perbatasan Israel melaporkan bahwa warga Gaza terlihat jauh lebih dekat ke pagar.

    Sebagai tanggapan, pasukan Israel melepaskan tembakan, menewaskan tiga warga Palestina dan melukai sedikitnya enam lainnya.

    IDF mengatakan mereka menggunakan pesawat nirawak dan tembakan langsung untuk memukul mundur kelompok itu, menggambarkan mereka sebagai warga sipil tak bersenjata yang mengais-ngais di dekat reruntuhan koridor Netzarim.

    Sementara orang-orang itu mundur setelah tembakan, mereka tampaknya tidak berusaha untuk menyerbu pagar.

    Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Langgar Kesepakatan

    Seorang pemimpin oposisi Israel menuduh Benjamin Netanyahu melanggar gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan setelah menunda pembebasan tahanan Palestina.

    “Netanyahu memerintahkan penundaan pembebasan tahanan, yang secara terang-terangan melanggar perjanjian dan menyabotase tahap pertama, sebagaimana yang telah kami peringatkan,” kata pemimpin Partai Demokratik Israel, Yair Golan, dikutip dari Anadolu Agency.

    “Tidak ada negosiasi sebenarnya untuk tahap kedua, yang ada hanya penipuan dan pengabaian nyawa para tawanan,” lanjutnya.

    Golan, seorang kritikus vokal pemerintahan Netanyahu, bersumpah bahwa oposisi Israel tidak akan membiarkan Perdana Menteri tetap menjabat “dengan mengorbankan saudara-saudari kita”.

    “Saya katakan kepadamu, Bibi (Netanyahu -red), jika kamu menyabotase kesepakatan ini, kekacauan akan terjadi,” ucap Golan. (*)

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka – Halaman all

    Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka – Halaman all

    Ungkap Peta Langka, Mantan Orang Nomor Satu Israel Pernah Beri Peluang Palestina Merdeka  

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert mengungkapkan peta ‘langka’ yang dia tunjukkan pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara.

    Rencana tersebut, yang pertama kali diungkapkan oleh Olmert, akan memberikan 95,1 persen wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina sebagai sebuah negara merdeka, dengan pertukaran tanah yang sama di wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1948.

    “Ini adalah pertama kalinya saya mengungkapkan peta ini ke media,” kata Olmert dalam dokumenter BBC “Israel dan Palestina: Jalan Menuju 7 Oktober”, dikutip dari Khaberni, Senin (24/2/2025).

    Olmert mengenang apa yang dia katakan kepada Abbas selama pertemuan tersebut.

    Dia mengisyaratkan kalau peta solusi dua negara, Palestina-Israel yang dia usulkan tersebut adalah ‘peta langka’ lantaran dia tahu akan sangat jarang ada pemimpin Israel yang akan menawarkan usulan tersebut.  

    “Dalam 50 tahun ke depan, Anda tidak akan menemukan satu pun pemimpin Israel yang akan menawarkan apa yang saya tawarkan kepada Anda sekarang. Tandatangani! Tandatangani dan mari kita ubah sejarah!” kata Olmert mengenang kata-katanya ke Abbas. 

    SOLUSI DUA NEGARA – Tangkap layar Khaberni, Senin (24/2/2025) yang menunjukkan peta langka yang diusulkan mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara. Abbas menolak usulan ini.

    Wilayah Palestina dalam Peta Langka Olmert

    Pada bulan September 2008, Olmert memberikan Abbas sebuah peta resmi berukuran besar yang menunjukkan usulannya mengenai penetapan batas-batas negara Palestina sebagai bagian dari perjanjian perdamaian permanen.

    Olmert meminta Abbas untuk menandatangani usulan tersebut pada prinsipnya sebelum menyerahkannya kepada pimpinan Palestina di Ramallah. 

    Namun Abbas menolak melakukannya.

    Peta tersebut memperlihatkan bahwa Olmert secara umum siap untuk kembali ke perbatasan sebelum tahun 1967, tetapi ingin mempertahankan blok pemukiman Gush Etzion di sebelah selatan Yerusalem, kota pemukiman Ma’ale Adumim di sebelah timur, dan sebagian Tepi Barat yang mencakup pemukiman besar Ariel di wilayah Tepi Barat.

    Sebagai imbalannya, pendudukan akan menyerahkan sebagian tanah di wilayah pedalaman yang diduduki demi negara Palestina baru.

    Olmert juga mengusulkan pembangunan terowongan yang menghubungkan Gaza dan Tepi Barat untuk memastikan kesinambungan geografis antara kedua wilayah.

    Selain itu, Olmert siap membagi Yerusalem menjadi beberapa kawasan di bawah kendali Israel dan kawasan lainnya di bawah kendali Palestina, dan “menyerahkan kedaulatan Israel atas Masjid Al-Aqsa dan Kota Tua sepenuhnya.”

    Ia mengusulkan agar apa yang disebut “Cekungan Suci” ditempatkan di bawah administrasi badan perwalian internasional non-berdaulat yang terdiri dari pemerintah pendudukan, Otoritas Palestina, Yordania, Amerika Serikat, dan Arab Saudi.

    PETA LANGKA – Tangkap layar Khaberni, Senin (24/2/2025), mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert menunjukkan peta langka yang diusulkannya pada tahun 2008 kepada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas sebagai bagian dari usulannya untuk solusi dua negara. Abbas menolak usulan ini.

    Olmert Pemimpin Lemah, Tersandung Korupsi

    Dalam film dokumenter tersebut, Rafiq al-Husseini, yang saat itu menjabat kepala staf kepresidenan Palestina, mengatakan bahwa Palestina tidak menanggapi tawaran tersebut dengan serius karena Olmert terlibat dalam skandal korupsi dan hendak mengundurkan diri.

    “Sangat disayangkan bahwa Olmert, terlepas dari kebaikannya… adalah seorang politikus lemah yang tidak memiliki pengaruh, dan karena itu, kami tidak akan mencapai hasil apa pun,” kata Rafiq menjelaskan alasan di balik pihak Palestina tidak meneken usulan tersebut.

    Disiratkan, lemahnya pengaruh Olmert ini akan membuat usulannya akan mudah dipatahkan entitas Israel dalam proses perwujudan solusi dua negara seperti yang digambarkan dalam peta tersebut.

    Para Pemimpin Arab Berencana Membangun Kembali Gaza

    Terkait situasi di Palestina, negara-negara Arab diperkirakan akan membahas rencana untuk membangun kembali Gaza setelah perang Israel selama 15 bulan di wilayah tersebut, yang mencakup kontribusi keuangan dari negara-negara regional yang jumlahnya mencapai $20 miliar.

    Setelah mengakhiri kunjungannya ke ibu kota Spanyol , kepresidenan Mesir mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis bahwa Presiden Abdel Fattah el-Sisi akan menuju Arab Saudi.

    Televisi Mesir mengisyaratkan bahwa “perjalanan ini kemungkinan akan difokuskan pada rencana pembangunan kembali Gaza, menyusul usulan Amerika untuk merelokasi penduduk wilayah Palestina ke negara-negara Arab, termasuk Mesir dan Yordania.”

    Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengundang para pemimpin negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC), bersama dengan Presiden Mesir dan Raja Yordania, ke pertemuan informal pada hari Jumat di Riyadh, menurut Saudi Press Agency .

    Reuters melaporkan bahwa negara-negara Arab diperkirakan akan membahas rencana untuk membangun kembali Gaza setelah perang Israel selama 15 bulan di Jalur Gaza, yang mencakup kontribusi keuangan dari negara-negara regional hingga mencapai $20 miliar . Prakarsa ini bertujuan untuk melawan usulan Presiden AS Donald Trump untuk merebut Gaza dan menggusur paksa penduduknya.

    Kantor Berita Saudi melaporkan bahwa pertemuan yang dijadwalkan besok di Riyadh akan membahas “aksi bersama Arab dan keputusan terkait dengannya,” yang akan dimasukkan dalam agenda pertemuan puncak Arab mendatang .

    Sebelumnya, Reuters mengutip beberapa sumber yang mengindikasikan bahwa Arab Saudi “Arab Saudi mempelopori upaya Arab yang mendesak untuk mengembangkan rencana bagi masa depan Gaza sebagai penyeimbang ambisi Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Riviera Timur Tengah dari penduduk Palestina.”

    Usulan Arab, yang sebagian besar didasarkan pada rencana Mesir, menyarankan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas, dan menyerukan keterlibatan internasional dalam membangun kembali wilayah tersebut tanpa menggusur penduduknya.

    Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, selama kunjungannya ke wilayah Palestina yang diduduki, Netanyahu memuji apa yang disebutnya “visi berani” Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza, dan mencatat bahwa pertemuan tersebut membahas cara mengubah visi ini menjadi kenyataan praktis.

     

     

    (oln/khbrn/tc/*)

     

  • 150 Ribu Warga Kanada Gelar Petisi Desak Pemerintah Depak Elon Musk, Cabut Kewarganegaraannya – Halaman all

    150 Ribu Warga Kanada Gelar Petisi Desak Pemerintah Depak Elon Musk, Cabut Kewarganegaraannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Lebih dari 150 ribu warga Kanada kompak menandatangani petisi yang berisi desakan agar pemerintah mendepak bos Tesla, Elon Musk, dari negara itu.

    Petisi yang diinisiasi oleh Qualia Reed, seorang penulis asal Nanaimo, British Columbia dan disponsori oleh Charlie Angus, anggota parlemen Kanada dari partai New Democrat ditujukan kepada Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau.

    Adapun petisi tersebut berisi desakan agar Justin Trudeau mencabut kewarganegaraan Elon Musk usai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) AS itu merilis kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan Kanada.

    Para warga Kanada juga menuding Musk menggunakan kekayaan dan kekuasaannya untuk mempengaruhi pemilu Kanada.

    Tak hanya itu, Musk disebut masuk dalam jajaran pemerintah yang berupaya “menghapus kedaulatan Kanada.”

    Ini karena Musk sering kali menyuarakan pandangan politik yang dapat dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar warga Kanada. 

    Misalnya, tindakannya yang mendukung kebijakan atau keputusan yang dipandang kontroversial, baik di dalam atau luar negeri.

    Mengutip dari The Guardian, bulan lalu Musk secara terang-terangan melontarkan cuitan di media sosial X, mendukung Pemimpin Konservatif Pierre Poilevre dan menyebut PM Kanada “alat yang tidak dapat ditoleransi.”

    Musk juga merupakan orang dalam pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang belakangan mengancam untuk mengenakan tarif impor tinggi ke produk-produk Kanada.

    Serta mengolok negara Amerika Utara itu dengan menyebutnya sebagai negara bagian ke-51 AS.

    Hal ini membuat beberapa pihak mengecam Elon Musk, menyebutnya sebagai warga negara yang tidak mencerminkan nilai-nilai positif warga negara Kanada.

    “Upaya Elon Musk untuk menyerang kedaulatan Kanada harus diatasi,” bunyi petisi tersebut.

    “Kami, masyarakat Kanada yang bertandatangan di bawah ini, mendesak Perdana Menteri untuk mencabut status kewarganegaraan ganda Elon Musk dan mencabut paspor Kanada nya segera,” lanjut petisi.

    PM Trudeau hingga kini belum memberikan respon apapun terkait munculnya petisi ini.

    Akan tetapi jika petisi elektronik telah ditandatangani 500 atau lebih orang maka petisi tersebut berpotensi mendapat sertifikasi guna dipresentasikan ke House of Commons. 

    Langkah ini membuka pintu untuk ditanggapi secara resmi oleh pemerintah.

    Asal Usul Kewarganegaraan Elon Musk

    Sebagai informasi, Elon Musk memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu kewarganegaraan dari tiga negara yaitu Afrika, Kanada, dan Amerika Serikat.

    Musk lahir dan dibesarkan di Afrika Selatan, tepatnya di wilayah Pretoria pada 28 Juni 1971. Sehingga dia otomatis memperoleh kewarganegaraan Afrika Selatan.

    Kemudian saat masih muda Musk bermigrasi ke Kanada, meskipun dia tidak pernah tinggal di Kanada untuk waktu yang lama.

    Namun Ibunya, Maye Musk, adalah warga negara Kanada. Karena itu, Elon Musk berhak mendapatkan kewarganegaraan Kanada melalui kelahiran ibunya.

    Kemudian di tahun 2002, Elon Musk memutuskan untuk pindah menjadi warga negara Amerika Serikat, untuk mengembangkan bisnisnya, termasuk perusahaan-perusahaan seperti Tesla dan SpaceX.

    Hal tersebut yang membuat Musk mendapatkan kewarganegaraan melalui proses naturalisasi.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Jet Israel Mondar-mandir di Langit Lebanon saat Pemakaman Nasrallah, Menlu Iran: Aksi Teror – Halaman all

    Jet Israel Mondar-mandir di Langit Lebanon saat Pemakaman Nasrallah, Menlu Iran: Aksi Teror – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengecam aksi jet tempur Israel yang terbang rendah di atas stadion Lebanon selama upacara pemakaman pemimpin Hizbullah yang gugur.

    Araghchi menyebut, tindakan tersebut sebagai “teror” yang bertujuan menakut-nakuti para pelayat.

    Pada Minggu (23/2/2025), ratusan ribu orang memadati Stadion Olahraga Camille Chamoun di Beirut serta jalan-jalan di sekitarnya untuk menghadiri pemakaman Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, PressTV melaporkan.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan jet tempur Israel terbang rendah untuk “mengirimkan pesan yang jelas” kepada Hizbullah.

    Araghchi, yang hadir dalam pemakaman tersebut, menyatakan melalui akun X pada hari yang sama bahwa dirinya menjadi saksi pelanggaran Israel terhadap kedaulatan Lebanon.

    “Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran kedaulatan Lebanon oleh jet-jet tempur Israel yang terbang rendah di atas kepala kami.”

    “Upaya menyedihkan ini bertujuan menakut-nakuti orang-orang yang berkumpul untuk berkabung. Jika itu bukan tindakan teror, lalu apa?” ujar Araghchi.

    Ia juga menambahkan, “Pelanggaran ini justru membuat orang-orang di stadion semakin berani berteriak menentang Israel dengan lebih keras.”

    “Orang-orang Israel tidak pernah belajar dari kesalahan mereka.”

    PEMAKAMAN HASSAN NASRALLAH – Postingan Menlu Iran Abbas Araghchi yang mengecam kehadiran jet tempur Israel yang terbang rendah di tengah pemakaman Hassan Nasrallah. Araghchi menyebut aksi tersebut sebagai aksi teror. (Tangkap layar X Abbas Araghchi)

    Diplomat Iran itu, juga merasa terhormat bisa bergabung dengan para pelayat di Beirut.

    Beberapa jam sebelum dan selama pemakaman, militer Israel melancarkan serangkaian serangan di Lebanon Selatan dan Timur, melanggar gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah yang disepakati sejak November 2024.

    Dalam pidato yang ditayangkan melalui televisi di acara pemakaman, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sheikh Naim Qassem, menegaskan bahwa “perlawanan masih kuat dalam jumlah dan senjata” serta menyatakan bahwa “kemenangan tak terelakkan akan segera tiba.”

    Qassem juga bersumpah untuk mengikuti jejak Nasrallah meskipun semua harus gugur.

    Sumber keamanan Lebanon mengungkapkan kepada Reuters bahwa sekitar satu juta orang hadir dalam upacara pemakaman Hassan Nasrallah.

    Butuh waktu lima bulan hingga Hizbullah dapat mengistirahatkan Nasrallah, yang telah memimpin kelompok tersebut selama lebih dari tiga dekade.

    Pria berusia 64 tahun itu, tewas pada 27 September 2024 dalam serangan bom penghancur bunker Israel di pinggiran selatan Beirut, saat ia menghadiri sebuah pertemuan jauh di bawah tanah.

    Seminggu kemudian, sepupunya dan penerus singkatnya, Hashem Safieddine, tewas dalam serangan serupa di lokasi yang berdekatan.

    Pembunuhan keduanya terjadi di tengah meningkatnya bentrokan perbatasan yang berkembang menjadi kampanye pengeboman dan invasi besar-besaran oleh Israel, sebelum gencatan senjata dicapai pada akhir November.

    Menurut Middle East Eye, Nasrallah dan Safieddine dikenal secara internasional sebagai pemimpin kelompok bersenjata non-negara paling kuat di dunia.

    Mereka dipuji oleh pendukungnya karena perlawanan keras terhadap Israel dan Amerika Serikat, namun juga dicerca oleh lawan politik di dalam negeri serta warga Suriah yang menjadi korban dukungan Hizbullah terhadap Bashar al-Assad.

    Namun, pada hari Minggu di Beirut, banyak warga Lebanon menyatakan ikatan pribadi dengan Nasrallah, seorang tokoh yang telah mendominasi politik negara tersebut.

    “Saya merasa Sayyed adalah jiwa rakyat Lebanon,” kata Hoda, seorang wanita Iran yang terbang dari Swedia untuk menghadiri pemakaman.

    Upacara pemakaman dipimpin oleh tokoh-tokoh Hizbullah yang kurang terkenal, yang menyampaikan pidato, puisi, dan doa. 

    Sebagian besar tokoh senior Hizbullah baru-baru ini tewas dalam serangan Israel.

    Naim Qassem, yang kini menjadi sekretaris jenderal Hizbullah, menyampaikan pidatonya.

    Sebelumnya dikenal sebagai wajah publik Hizbullah, Qassem kini berpidato melalui video, sama seperti Nasrallah yang terpaksa melakukan hal serupa karena takut dibunuh.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Jawab Pancingan Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu Manut – Halaman all

    Jawab Pancingan Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu Manut – Halaman all

    Jawab ‘Pancingan’ Israel Lanjut Perang di Gaza, Hamas: Kami Punya Kartu As untuk Paksa Netanyahu

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Hamas, Sami Abu Zuhri merespons aksi Israel yang belum membebaskan sebanyak 602 tahanan Palestina sebagai bagian dari putaran ketujuh pertukaran pembebasan sandera-tahanan di tahap pertama gencatan senjata.

    Abu Zuhri menyatakan kalau hal ini membuktikan kalau Perdana Menteri Pendudukan Israel Benjamin Netanyahu berusaha untuk mengulur-ulur dalam negosiasi tahap dua perjanjian gencatan senjata.

    Dengan kata lain, aksi Israel mengulur pembebasan ratusan tahanan Palestina dianggap sebagai ‘pancingan’ bagi Hamas untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza.

    Membalas ‘pancingan’ perang dari Israel, dia mewanti-wanti kalau Hamas punya ‘Kartu As’, pengaruh yang memungkinkan gerakan pembebasan Palestina itu untuk memaksa Netanyahu untuk mematuhi perjanjian tersebut.

    Ia menegaskan kalau dengan tidak menepati pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, Netanyahu tidak hanya merusak kesepakatan tersebut tetapi juga mempermainkan nasib para tawanan Israel.

    Sementara itu, pemimpin Hamas Basem Naim mengatakan kepada Reuters kalau mengadakan pembicaraan dengan pendudukan melalui mediator mengenai langkah selanjutnya dalam perjanjian gencatan senjata bergantung pada pembebasan tahanan Palestina seperti yang telah disepakati sebelumnya.

    Naim menegaskan, “Tidak akan ada pembicaraan dengan pihak musuh melalui mediator sebelum pembebasan tahanan yang disepakati dalam kesepakatan pertukaran tahanan.”

    Pemerintah Pendudukan Israel telah mengumumkan penundaan pembebasan ratusan tahanan Palestina yang dijadwalkan dibebaskan pada gelombang ketujuh.

    Israel mengaitkan keputusannya dengan kondisi Hamas yang masih mengendalikan Jalur Gaza.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), (atas, kiri-kanan): sandera Israel, Omer Shem Tov cium kening Al-Qassam dan Al-Qassam pamer senjata. (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan 2 sandera (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan. Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel pertukaran tahanan gelombang ke-7, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Hamas Minta Mesir-Qatar Tekan Israel Agar Patuhi Kesepakatan

    Kepala Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina, Raed Abu Al-Hummus, pada Senin menyerukan intervensi Mesir-Qatar yang mendesak untuk menekan otoritas Israel agar menghentikan pelanggaran perjanjian pertukaran tahanan.

    Dia meminta kedua negara mediator itu untuk menekan Israel agar memastikan pembebasan kelompok tahanan ketujuh, yang seharusnya dilakukan pada Sabtu malam.

    Abu Al-Hummus mengecam keterlambatan Israel dalam melaksanakan perjanjian tersebut, dan menyatakan bahwa penundaan yang disengaja tersebut mencerminkan kebijakan sistematis yang bertujuan untuk menciptakan ketegangan dan kecemasan di kalangan tahanan politik dan keluarga mereka.

    Ia menambahkan, “Israel berupaya menghindari komitmennya tetapi tidak akan berhasil dalam mematahkan keinginan rakyat Palestina, yang tetap teguh dalam tuntutan mereka untuk pembebasan semua tahanan politik.”

    Abu Al-Hummus menekankan perlunya mengendalikan tim negosiasi Pendudukan Israel dan memaksa mereka untuk menegakkan ketentuan perjanjian, sambil memperingatkan terhadap pelanggaran berulang yang mengungkap kelemahan sistem ‘Israel’.

    Ia juga mencatat bahwa Israel tidak hanya menunda pembebasan tetapi juga mengintensifkan tindakan lapangannya dengan memperketat cengkeramannya di Tepi Barat.

    Israel dilaporkan mendirikan lebih dari 900 pos pemeriksaan dan gerbang besi, serta mencegah warga mencapai Ramallah dan Al-Bireh pada hari pembebasan tahanan—yang semakin menunjukkan kebijakan represifnya.

    Abu Al-Hummus menegaskan, berbagai upaya tengah dilakukan dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan terlaksananya kesepakatan tersebut, seraya menyoroti tekanan signifikan dari Mesir untuk memaksa Israel merilis gelombang ketujuh dalam beberapa jam atau hari mendatang.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    Alasan Israel Tunda Pembebasan Ratusan Tahanan

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan keputusan untuk menunda pembebasan tahanan Palestina sampai Hamas menjamin kalau tidak akan ada upacara yang diadakan untuk penyerahan sandera Israel di masa mendatang.

    Menurut kantor Netanyahu, upacara yang diadakan Hamas selama pertukaran tawanan dipandang sebagai “ritual yang memalukan.”

    Komisi Urusan Tahanan Palestina dan Klub Tahanan Palestina mengonfirmasi kalau pembebasan tahanan Palestina oleh otoritas “Israel” telah ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.

    Radio Angkatan Darat Israel, melaporkan kalau para tahanan yang dijadwalkan untuk dibebaskan diturunkan dari bus dan dikembalikan ke sel mereka.

    Sumber yang dekat dengan kantor Netanyahu mengatakan kepada media Ibrani bahwa penundaan pembebasan akan terus berlanjut hingga tawanan yang tersisa dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan.

    Sebelumnya, sumber-sumber Israel telah mengindikasikan bahwa pembebasan tahanan Palestina diharapkan akan segera terjadi, dengan penundaan yang disebabkan oleh pertukaran jenazah sandera Israel Shiri Bipas.

    Komisi Urusan Tahanan Palestina telah bersiap menerima tahanan Palestina yang dibebaskan, dan Bulan Sabit Merah Palestina juga telah siap memindahkan tahanan Kazem Zawahira dari rumah sakit Hadassah Israel ke sebuah rumah sakit di Tepi Barat sebagai bagian dari perjanjian pertukaran.

    Pernyataan kantor Netanyahu telah menunda pembebasan tahanan Palestina sampai Hamas memastikan bahwa tidak ada upacara pertukaran yang akan dilakukan di masa mendatang.

    Pasukan IDF Siap Perang Lagi di Gaza

    Pada hari Minggu, tentara Israel mengumumkan kalau mereka telah memutuskan untuk “meningkatkan kesiapan operasional di wilayah sekitar Gaza.

    Tentara Pendudukan menyatakan bahwa setelah melakukan penilaian situasi, mereka telah mengambil keputusan ini untuk meningkatkan kesiapannya di wilayah tersebut.

    Langkah ini sejalan dengan pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menekankan “kesiapan negaranya untuk melanjutkan pertempuran melawan Hamas kapan saja.”

    Keputusan untuk meningkatkan operasi militer bertepatan dengan pembatasan yang terus dilakukan oleh pasukan Israel di Gaza, di samping pelanggaran yang sering terjadi yang meningkatkan kekhawatiran tentang potensi eskalasi yang dapat mengancam gencatan senjata yang rapuh.

    Dalam perkembangan terkait, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengindikasikan bahwa militer “Israel” telah memperluas operasinya di Tepi Barat utara, khususnya di sekitar kota Qabatia, sebagai bagian dari apa yang disebut sebagai “Operasi Tembok Besi.”

    Israel Katz juga mengklaim bahwa militer tidak akan mengizinkan warga sipil kembali ke kamp pengungsian dan tidak akan mengizinkan terorisme menyebar.

     

    (oln/rntv/*)

  • Netanyahu Siaga, Kerahkan Tentara IDF ke Perbatasan Gaza, Setop Pertukaran Sandera Lanjutan – Halaman all

    Netanyahu Siaga, Kerahkan Tentara IDF ke Perbatasan Gaza, Setop Pertukaran Sandera Lanjutan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mulai meningkatkan kesiapan operasionalnya dengan mengerahkan pasukan pertahanan Israel (IDF) di sekitar Gaza.

    Hal itu diketahui publik usai Netanyahu sesumbar, mengatakan bahwa Israel siap untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza kapan saja.

    “Setelah penilaian situasional, diputuskan untuk meningkatkan kesiapan operasional di area sekitar Jalur Gaza,” kata militer Israel dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Anadolu.

    “Di Gaza, kami telah melenyapkan sebagian besar pasukan terorganisir Hamas, namun tidak ada keraguan-kami akan menyelesaikan tujuan perang sepenuhnya-baik melalui negosiasi atau dengan cara lain,” tambahnya.

    Pengerahan pasukan dilakukan Netanyahu sebagai tanggapan atas sikap Hamas yang menangguhkan semua perundingan gencatan senjata lanjutan dengan Israel.

    Kesepakatan gencatan senjata di Gaza dimulai pada 19 Januari dan berakhir pada awal Maret.

    Israel sebelumnya diperkirakan akan membebaskan lebih dari 600 tahanan Palestina pada hari Sabtu (22/2/2025) sebagai imbalan atas enam sandera Israel yang dibebaskan oleh militan Hamas di Gaza.

    Namun, Netanyahu secara mengejutkan menunda pembebasan tahanan Palestina.

    Israel Stop Pertukaran Sandera

    Israel mengumumkan akan menangguhkan pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang dijadwalkan dibebaskan kemarin sebagai bagian dari pertukaran tahanan ketujuh antara Hamas dan Israel.

    Mengutip dari sumber terdekat Netanyahu, penundaan ini disinyalir karena upacara serah terima yang ‘merendahkan martabat’.

    Di mana pada akhir pekan kemarin, setelah Hamas menggelar upacara serah terima tawanan Israel di Gaza, seorang tentara Israel mencium kepala dua pejuang Hamas.

    Tindakan tersebut sontak memicu amarah Netanyahu, hingga pimpinan tertinggi Israel ini menangguhkan pembebasan ratusan tahanan Palestina.

    Tak dirinci sampai kapan penangguhan akan dilakukan, Dinas Penjara Israel mengatakan bahwa mereka belum menerima instruksi dari pemerintah Israel untuk membebaskan tawanan Palestina

    Namun menurut informasi yang beredar penangguhan bakal dilakukan hingga mendapat jaminan bahwa tawanan Israel yang tersisa akan dibebaskan “tanpa ritual yang merendahkan martabat”.

    Mengacu pada upacara serah terima yang diselenggarakan oleh Hamas sepanjang fase pertama gencatan senjata yang sering kali meliputi pengambilan foto tawanan Israel di depan podium dan penerimaan plakat dan kenang-kenangan dari Brigade Qassam, sayap bersenjata Hamas.

    Hamas Kecam Netanyahu

    Merespon keputusan Netanyahu yang secara mendadak menunda pembebasan sandera lanjutan, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan Netanyahu didasarkan pada “dalih yang buruk,”.

    Hamas bersikeras bahwa upacara tersebut tidak merendahkan atau menghina tawanan Israel, tetapi justru mencerminkan “perlakuan manusiawi” mereka. 

    Hamas menuding penundaan pembebasan sandera merupakan dalih untuk menghindari kewajiban Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.

    “Keputusan Netanyahu mencerminkan upaya yang disengaja untuk mengganggu perjanjian, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap ketentuannya, dan menunjukkan kurangnya keandalan pendudukan dalam melaksanakan kewajibannya,” kata anggota Hamas bidang politik, Ezzat El Rashq, dalam pernyataannya, dilansir Al Arabiya.

    “Upacara penyerahan tahanan tidak termasuk penghinaan terhadap mereka, tetapi justru mencerminkan perlakuan manusiawi yang mulia terhadap mereka”, imbuhnya.

    Sementara itu, keluarga tahanan Palestina mengaku kecewa dan marah atas tindakan Netanyahu yang membatalkan pembebasan tahanan dari penjara Israel.

    “Keluarga para tawanan perang berada dalam keadaan marah, sedih, dan dendam, dan para mediator harus melakukan bagian mereka saat mereka mulai menyelesaikannya sehingga keluarga para tawanan perang dapat bersukacita atas pembebasan tawanan perang mereka yang seharusnya dibebaskan hari ini,” kata salah satu warga, Bassam al-Khatib.

    “Anda telah menerima tawanan perang Anda, jadi mengapa menunda penyerahan tawanan perang Palestina kami? Ini adalah sesuatu yang menyakitkan hati, kurangnya komitmen dan mengabaikan semua standar dan hukum internasional, dan mengabaikan negara-negara yang mensponsori perjanjian ini,” tambahnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Sekjen PBB Menyuarakan Kekhawatiran Serius atas Meningkatnya Kekerasan Israel di Tepi Barat – Halaman all

    Sekjen PBB Menyuarakan Kekhawatiran Serius atas Meningkatnya Kekerasan Israel di Tepi Barat – Halaman all

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hari ini mengatakan dia “sangat prihatin” atas meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki

    Tayang: Senin, 24 Februari 2025 18:47 WIB

    Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English

    TEPI BARAT – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Kamis (6/2/2025) yang menunjukkan tank-tank Israel menyerbu kota Jenin, Tepi Barat pada Rabu (5/2/2025) 

    Sekjen PBB Menyuarakan Kekhawatiran Serius atas Meningkatnya Kekerasan Israel di Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hari ini mengatakan dia “sangat prihatin” atas meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki dan pelanggaran hak asasi manusia di Gaza.

    Guterres, saat berpidato di hadapan sidang ke-58 Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, mengatakan: “Saya sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki oleh pemukim Israel dan pelanggaran lainnya, serta seruan untuk aneksasi.”

    “Di Wilayah Palestina yang Diduduki, pelanggaran hak asasi manusia telah meroket,” katanya.

    Menggambarkan gencatan senjata antara Israel dan kelompok Palestina Hamas sebagai “bersifat genting”, ia mendesak: “Kita harus menghindari dengan segala cara dimulainya kembali permusuhan. Orang-orang di Gaza sudah terlalu menderita.”

    “Sudah saatnya untuk gencatan senjata permanen, pembebasan bermartabat semua sandera yang tersisa, kemajuan yang tidak dapat diubah menuju solusi dua negara, diakhirinya pendudukan, dan pembentukan Negara Palestina yang merdeka, dengan Gaza sebagai bagian integralnya,” tambahnya.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Warga Suriah di Quneitra Menyerukan Persatuan dan Perlawanan terhadap Pendudukan Israel – Halaman all

    Warga Suriah di Quneitra Menyerukan Persatuan dan Perlawanan terhadap Pendudukan Israel – Halaman all

    Warga Suriah di Quneitra Menyerukan Persatuan dan Perlawanan terhadap Pendudukan Israel

    TRIBUNNEWS.COM- Para peserta sesi dialog yang diadakan di Kegubernuran Quneitra, Suriah selatan pada tanggal 22 Februari telah menyerukan untuk menjaga persatuan negara, membebaskan Dataran Tinggi Golan yang diduduki dari Israel, dan melawan serangan Israel ke wilayah Suriah tambahan.

    Seruan itu disampaikan dalam sesi dialog yang digelar sebagai persiapan konferensi nasional untuk membentuk masa depan politik negara ini.

    Sesi dialog tersebut diselenggarakan oleh Komite Persiapan Konferensi Dialog Nasional Suriah, yang bertugas mengumpulkan masukan dari warga Suriah untuk membantu membentuk masa depan negara tersebut, termasuk konstitusi baru.

    Hasil dialog nasional akan berupa rekomendasi tidak mengikat kepada pemerintahan baru Suriah, yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan pemimpinnya, mantan komandan Al-Qaeda Ahmad al-Sharaa.

    Para peserta dialog di Quneitra juga menyerukan penunjukan seorang gubernur untuk mengawasi pemerintahan lokal, penyediaan layanan penting bagi warga, dan pembentukan komite khusus untuk urusan rakyat Quneitra dan Golan.

    Ahmad al-Sharaa, yang mengangkat dirinya sendiri sebagai presiden Suriah akhir bulan lalu, telah menyatakan bahwa diperlukan waktu tiga tahun untuk merancang konstitusi baru dan empat hingga lima tahun untuk menyelenggarakan pemilihan presiden.

    Sebagian warga Suriah khawatir bahwa Sharaa mungkin tidak akan melepaskan kekuasaan dan akan memaksakan rezim agama fundamentalis di negara tersebut berdasarkan doktrin Salafisme.  

    Banyak pula yang khawatir negara itu mungkin terbagi menjadi kantong-kantong etnis yang diperintah secara terpisah oleh Sunni, Druze, dan Kurdi.

    Awal minggu ini, surat kabar Israel Haaretz mengungkap citra satelit yang menunjukkan tentara Israel telah mendirikan 7 pos militer baru di wilayah yang didudukinya secara ilegal di Suriah selatan.

    Tentara Israel menduduki wilayah tambahan di Suriah setelah runtuhnya pemerintahan Suriah Bashar al-Assad pada bulan Desember.

    Militer Israel mendirikan pos-pos baru untuk dijadikan pusat operasional bagi pasukan di wilayah tersebut.

    Militer membangun tempat tinggal, pusat komando, klinik, kamar mandi, dan toilet di pos terdepan.

    Pada tanggal 9 Januari, pejabat Israel mengatakan bahwa mereka berencana untuk menduduki “zona kendali” sepanjang 15 km dan “lingkup pengaruh” sejauh 60 km di wilayah Suriah dalam “jangka panjang”.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Melanggar Kesepakatan, Tolak Pembebasan 600 Warga Palestina

    TRIBUNNEWS.COM- Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan bahwa pihak berwenang tidak akan membebaskan tahanan yang dijadwalkan dibebaskan pada hari Sabtu.

    Pemerintah Israel telah menunda pembebasan tahanan Palestina yang akan dibebaskan pada hari Sabtu berdasarkan perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan.

    Minggu pagi, setelah berjam-jam menunda, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pembebasan tahanan Palestina akan ditunda tanpa batas waktu. 

    Netanyahu merujuk pada acara perayaan yang diselenggarakan oleh Perlawanan sebelum menyerahkan tawanan Israel kepada Komite Internasional Palang Merah (ICRC), sebagai alasan di balik keputusan tersebut. 

    “Mengingat pelanggaran berulang kali oleh Hamas — termasuk upacara yang merendahkan sandera kami dan penggunaan sinis sandera kami untuk tujuan propaganda — telah diputuskan untuk menunda pembebasan teroris yang direncanakan kemarin hingga pembebasan sandera berikutnya dijamin, dan tanpa upacara yang merendahkan martabat,” kata Netanyahu.

    Para tawanan menuntut pemerintah Israel berunding untuk membebaskan mereka
    Dalam sebuah video yang beredar luas, tawanan Israel Omer Shem Tov terlihat mencium dahi dua pejuang Brigade Al-Qassam selama acara di kamp pengungsi al-Nuseirat. Rekaman itu dengan cepat menjadi viral di berbagai platform media sosial.

    Dua tawanan Israel lainnya, Eviatar David dan Guy Gilboa-Dalal, juga terlihat dalam upacara tersebut. Kedua tawanan tersebut tidak dijadwalkan untuk dibebaskan pada tahap pertama perjanjian gencatan senjata. Selain itu, status keduanya tidak diketahui selama berbulan-bulan. 

    Baik David maupun Gilbao-Dalal terkejut melihat rekan tawanannya dibebaskan dan mendesak pemerintah Israel untuk menjamin pembebasan mereka. 

    “Netanyahu berhenti! Kau telah menghabisi kami, kau telah membunuh kami!” kata Gilboa-Dalal.

    “Kembalikan kami ke rumah kami, tolong!” kedua tawanan itu mendesak. 

    Gilboa-Dalal juga menuntut agar pemerintah Israel melanjutkan negosiasi dengan Perlawanan Palestina dan mencapai kesepakatan yang akan menjamin pembebasan mereka.

    “Tekanan militer akan membunuh kita semua,” imbuhnya.

    “Anda telah memulai kesepakatan, lanjutkan saja,” kata David. 

    Kedua tawanan itu kemudian mendesak warga Israel untuk melakukan protes hingga mereka dibebaskan. 

    Kerangka kesepakatan tersebut menyatakan bahwa tidak akan ada lagi tawanan Israel yang masih hidup yang dibebaskan pada tahap perjanjian gencatan senjata ini. 

    Pembebasan di masa mendatang bergantung pada tahap-tahap berikutnya, yang bertujuan untuk menetapkan kondisi bagi gencatan senjata yang langgeng dan mengakhiri perang di Gaza—suatu hasil yang secara aktif dicegah oleh Netanyahu.
     
    Media Israel melaporkan bahwa 63 warga Israel masih berada di Jalur Gaza hingga saat ini, dengan sedikitnya 24 di antaranya diperkirakan masih hidup. 

    Kelompok Tahanan Palestina mengecam tindakan Israel

    Menanggapi keputusan Netanyahu, Kelompok Tahanan Palestina mengatakan bahwa penundaan tersebut merupakan “terorisme terorganisasi” yang dilakukan oleh otoritas Israel terhadap tahanan Palestina. 

    Putaran pertukaran terakhir ini akan menyaksikan pembebasan 602 warga Palestina termasuk Nael al-Barghouti, tahanan Palestina yang paling lama menjalani hukuman. 

    “Pendudukan tidak menyisakan alat apa pun dalam kampanye tanpa henti berupa penghinaan, pelecehan, dan penyiksaan terhadap tahanan dan keluarga mereka,” organisasi Palestina tersebut menggarisbawahi.

    Kelompok tersebut juga menunjukkan banyak contoh di mana pasukan pendudukan Israel menyerbu rumah-rumah tahanan yang dibebaskan dan meneror mereka beserta keluarga mereka. 

    Perlu dicatat juga bahwa otoritas Israel secara brutal menghentikan perayaan apa pun yang terkait dengan pembebasan tahanan. 

     

    SUMBER: AL MAYADEEN

  • Benjamin Netanyahu Tunda Pembebasan 600 Warga Palestina dari Penjara Israel, Meski ada Rekomendasi – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Tunda Pembebasan 600 Warga Palestina dari Penjara Israel, Meski ada Rekomendasi – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Tunda Pembebasan 600 Warga Palestina

    TRIBUNNEWS.COM- Hamas menekankan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam negosiasi lebih lanjut dengan “Israel” kecuali 600 tahanan Palestina, yang pembebasannya ditunda oleh Netanyahu pada hari Sabtu, dibebaskan.

    Utusan Gedung Putih Steve Witkoff akan mengunjungi Timur Tengah pada hari Rabu untuk berdiskusi dengan pejabat Israel, Qatar, dan Mesir mengenai potensi perpanjangan fase pertama perjanjian tahanan Gaza dan gencatan senjata, Axios melaporkan pada hari Minggu.

    Tahap awal kesepakatan dijadwalkan berakhir pada hari Sabtu. Berdasarkan kesepakatan tersebut, gencatan senjata tetap berlaku selama negosiasi untuk tahap kedua masih berlangsung.

    AS dan “Israel” berupaya memperpanjang fase ini dengan mengamankan pembebasan tawanan tambahan sebagai imbalan perpanjangan gencatan senjata selama satu hingga dua minggu.

    Pejabat Hamas Mahmoud Mardawi menyatakan di saluran Telegramnya bahwa kelompok itu tidak akan terlibat dalam negosiasi lebih lanjut dengan “Israel” kecuali 600 tahanan Palestina, yang pembebasannya ditunda oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Sabtu, dibebaskan.

    Jika tahap pertama berakhir tanpa perpanjangan, perang di Gaza diperkirakan akan berlanjut.

    “Kami berharap memiliki waktu yang tepat untuk menyelesaikannya — untuk memulai fase kedua dan menyelesaikannya serta membebaskan lebih banyak sandera dan memajukan diskusi,” kata Witkoff dalam sebuah wawancara di acara State of the Union di CNN pada hari Minggu.

    Netanyahu mengadakan konsultasi keamanan pada hari Sabtu untuk menentukan langkah selanjutnya dalam negosiasi tawanan dan gencatan senjata. Menurut pejabat Israel, meskipun ada rekomendasi dari kepala keamanan, perdana menteri Israel memilih untuk menunda pembebasan 600 tahanan Palestina , dengan alasan dugaan pelanggaran perjanjian oleh Hamas.

     

     

    Pejabat keamanan dilaporkan menyarankan Netanyahu untuk menggunakan semua jalur diplomatik untuk merundingkan tahap kedua kesepakatan atau memperpanjang tahap pertama.

    Pada hari Sabtu, Witkoff bertemu di Miami dengan Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer, yang memimpin tim negosiasi “Israel”. Itu adalah pertemuan kedua mereka dalam 48 jam untuk membahas tahap selanjutnya dari perjanjian tersebut.

    Seorang pejabat Israel mengungkapkan bahwa Witkoff berusaha melibatkan Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan kepala intelijen Mesir Hassan Mahmoud Rashad dalam negosiasi, tetapi konflik penjadwalan menghalangi partisipasi mereka.

     

    SUMBER: AL MAYADEEN