Category: Tribunnews.com Internasional

  • Hamas Serahkan Jenazah 4 Sandera Israel Tanpa Upacara, Al-Qassam: Agar Zionis Tak Cari Alasan Lagi – Halaman all

    Hamas Serahkan Jenazah 4 Sandera Israel Tanpa Upacara, Al-Qassam: Agar Zionis Tak Cari Alasan Lagi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Abu Ubaida, mengumumkan mereka menyerahkan jenazah empat sandera Israel pada Rabu (26/2/2025) sekitar pukul 11 malam waktu setempat.

    Berbeda dengan penyerahan sebelumnya, Hamas tidak melakukan upacara besar untuk menyerahkan jenazah empat sandera Israel kali ini.

    “Penyerahan akan berlangsung tanpa kehadiran publik untuk mencegah pendudukan menemukan dalih apa pun untuk menunda atau menghalangi perjanjian,” kata sumber Brigade Al-Qassam, Rabu, merujuk pada tuduhan Israel pada penyerahan sebelumnya.

    Israel sebelumnya menuduh Hamas melakukan upacara serah terima yang “memalukan”, yang membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menunda pembebasan 620 tahanan Palestina pada pertukaran tahanan pekan lalu, yang membebaskan 6 sandera Israel.

    Adapun identitas jenazah empat sandera Israel yang diserahkan kemarin adalah Itzik Elgarat (68), Shlomo Mansour (85), Tsachi Idan (49), dan Ohad Yahalomi (49) yang ditahan oleh Hamas saat meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

    Tsachi Idan, warga negara Israel, ditahan oleh Hamas dari Nahal Oz.

    Shlomo Mansour merupakan warga Israel kelahiran Iraq yang ditahan Hamas dari pemukiman Zionis, Kibbutz Kissufim.

    Ohad Yahalomi merupakan warga negara ganda, Prancis-Israel, yang ditahan oleh Hamas dari pemukiman Zionis, Kibbutz Nir Oz.

    Selain itu, Itzik Elgarat yang merupakan warga negara ganda, Denmark-Israel, juga ditahan dari Kibbutz Nir Oz.

    Penyerahan Jenazah 4 Sandera Israel

    Surat kabar Israel, Israel Hayoum, melaporkan penyerahan tersebut terjadi sekitar pukul 11 malam waktu setempat.

    Menjelang waktu penyerahan, Palang Merah Internasional (ICRC) menuju lokasi di Jalur Gaza untuk mengambil empat jenazah dari Hamas.

    Jenazah-jenazah tersebut nantinya akan diserahkan ke Israel untuk diidentifikasi.

    “Jenazah keempat sandera yang akan dibebaskan malam ini akan menjalani identifikasi awal di perbatasan Kerem Shalom saat mereka meninggalkan Gaza,” menurut laporan Jerusalem Post.

    Kementerian Kesehatan Israel mengatakan identifikasi awal terhadap jenazah keempat sandera di penyeberangan Kerem Shalom akan dilakukan secepat mungkin dengan tetap memperhatikan kepentingan keluarga.

    “Tim dari Pusat Kedokteran Forensik Nasional Kementerian Kesehatan sedang bersiap malam ini untuk membantu mengidentifikasi para sandera yang tewas… dan kemudian mengidentifikasi penyebab kematian,” kata juru bicara Shira Solomon dalam sebuah pernyataan.

    Sementara itu, Israel mulai membebaskan 620 tahanan Palestina yang sebelumnya ditunda pada pertukaran tahanan gelombang ke-7.

    Jumlah tersebut termasuk anak-anak di bawah umur, 400 orang yang ditahan oleh tentara Israel sejak 7 Oktober 2023 dan 50 orang yang dijatuhi hukuman seumur hidup di penjara Israel.

    Sebuah kereta yang menurut Reuters membawa tahanan Palestina, telah meninggalkan Penjara Ofer di Tepi Barat yang diduduki, setelah Hamas menyerahkan jenazah empat sandera Israel.

    Penyerahan empat jenazah tersebut merupakan pertukaran terakhir untuk tahap pertama perjanjian gencatan senjata.

    Sesuai perjanjian yang disepakati pada 19 Januari 2025, Hamas akan menyerahkan 33 sandera Israel, termasuk delapan jenazah, dan Israel akan membebaskan ribuan tahanan Palestina.

    Setelah tahap pertama selesai, Hamas dan Israel melalui mediator Mesir dan Qatar akan melanjutkan perundingan untuk tahap kedua.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Mesir Tolak Tawaran Israel, Tegaskan Ogah Pimpin Gaza Meski Dijanjikan Hadiah Fantastis – Halaman all

    Mesir Tolak Tawaran Israel, Tegaskan Ogah Pimpin Gaza Meski Dijanjikan Hadiah Fantastis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Mesir menolak keras perintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, untuk memerintah Jalur Gaza seperti yang diminta Israel

    Mesir menegaskan bahwa pihaknya akan teguh pada pendiriannya untuk tidak mengambil alih Gaza, lantaran tanggung jawab tersebut merupakan tanggung Palestina untuk memerintah Gaza.

    Penolakan itu diungkap setelah Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid mengatakan bahwa Mesir harus memerintah Jalur Gaza setidaknya selama delapan tahun, setelah perang berakhir.

    Menurut Lapid, Mesir memiliki pengaruh yang lebih besar di wilayah tersebut.

    Jika Mesir terlibat, diharapkan dapat membantu menciptakan kestabilan yang lebih besar.

    Mengingat Mesir juga memiliki kepentingan langsung dalam mencegah kekerasan di perbatasannya.

    Alasan tersebut yang mendorong Lapid untuk menunjuk Mesir agar negara tersebut mau memimpin pasukan perdamaian dan masyarakat internasional untuk mengelola serta membangun kembali Gaza.

    Dengan kepemimpinan Mesir selama periode tersebut akan menciptakan kondisi pemerintahan Gaza yang sehat serta tercapainya proses demiliterisasi Gaza.

    “Solusinya adalah Mesir akan bertanggung jawab atas pengelolaan Jalur Gaza selama delapan tahun dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun,” kata Lapid kepada lembaga pemikir Foundation for Defense of Democracies (FDD) yang berhaluan agresif di Washington, seperti dilansir AFP.

    Israel Janjikan Utang Mesir Lunas

    Untuk memikat Mesir agar negara tersebut mau memerintah Jalur Gaza seperti yang diminta Israel, Lapid menjanjikan imbalan yang fantastis.

    Adapun hadiah yang ditawarkan berupa imbalan untuk keringanan utang Mesir.

    Lapid mengusulkan utang luar negeri Mesir akan dibayar oleh komunitas internasional dan sekutu regional jika Mesir bersedia memimpin Gaza.

    Diketahui Mesir menjadi salah satu negara yang terlilit utang luar negeri yang besar.

    Per September 2024, utang luar negeri Mesir tercatat sebesar 155,2 miliar dolar AS, meningkat dari 152,9 miliar dolar AS pada Juni 2024.

    Selain itu, Mesir memiliki utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) yang signifikan.

    Pada September 2024, utang Mesir kepada IMF tercatat sebesar 41,88 miliar dolar AS, menjadikannya salah satu negara dengan utang terbesar kepada IMF.

    Dengan total tersebut, maka Utang luar negeri Mesir mewakili sekitar 39,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

    Meski ditawari dengan imbalan yang fantastis, namun hal tersebut tak membuat pendirian Mesir luntur.

    Mesir bersikukuh untuk menolak tawaran Israel memimpin Gaza.

    Mesir khawatir bahwa keterlibatan langsung di Gaza dapat memperburuk situasi keamanan di wilayahnya sendiri.

    Ini karena Hamas memiliki afiliasi dengan kelompok-kelompok ekstremis lainnya. Mesir tidak ingin mengambil alih tanggung jawab atas wilayah yang penuh dengan ketegangan dan potensi kekerasan.  

    Selain itu jika Mesir memimpin Gaza, negara ini bisa menghadapi tekanan internasional, baik dari Israel maupun negara-negara Barat, yang mungkin melihat peran Mesir sebagai pendukung Hamas.

    Mesir juga tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan jika upaya untuk menciptakan perdamaian di Gaza gagal.

    Lantaran hal tersebut bisa merusak hubungan Mesir dengan beberapa negara besar.

    Karena alasan-alasan ini, Mesir memilih untuk tidak mengambil alih pengelolaan Gaza dan lebih memilih untuk berperan sebagai mediator dalam upaya mencapai perdamaian antara Palestina dan Israel.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • 3 Tahun Perang, RDNA4 Perkirakan Biaya Rekonstruksi Ukraina Mencapai 524 Miliar Dolar AS – Halaman all

    3 Tahun Perang, RDNA4 Perkirakan Biaya Rekonstruksi Ukraina Mencapai 524 Miliar Dolar AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Invasi Rusia ke Ukraina telah berlangsung selama tiga tahun sejak 24 Februari 2022.

    Penilaian Cepat Kerusakan dan Kebutuhan (RDNA4) yang dirilis oleh Pemerintah Ukraina, Kelompok Bank Dunia, Komisi Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa total biaya rekonstruksi dan pemulihan Ukraina mencapai 524 miliar dolar Amerika dalam dekade berikutnya (10 tahun ke depan).

    Perkiraan ini sekitar 2,8 kali lipat dari estimasi PDB nominal Ukraina untuk tahun 2024, seperti yang dikutip dari laman resmi PBB.

    Pada 2025, pemerintah Ukraina, dengan dukungan dari donor internasional, telah mengalokasikan 7,37 miliar dolar Amerika untuk sektor-sektor prioritas, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, energi, transportasi, pasokan air, penjinakan ranjau, dan perlindungan sipil.

    Komisaris Uni Eropa untuk Perluasan, Marta Kos, menyatakan bahwa Uni Eropa berperan dalam mendukung rekonstruksi Ukraina dengan memobilisasi investasi swasta melalui Kerangka Investasi Ukraina, serta membantu integrasi negara tersebut ke dalam Pasar Tunggal Uni Eropa.

    Namun, masih ada kesenjangan pembiayaan sebesar 9,96 miliar dolar Amerika yang perlu dipenuhi untuk pemulihan dan rekonstruksi.

    Matthias Schmale, Koordinator Residen dan Kemanusiaan PBB di Ukraina, menekankan bahwa biaya perang sebenarnya tidak hanya diukur dari kerusakan fisik, tetapi juga dari dampaknya terhadap kehidupan dan mata pencaharian rakyat Ukraina.

    Dikutip dari The Guardian, Perdana Menteri Ukraina, Denys Shmyhal, mengungkapkan bahwa meskipun serangan Rusia terus berlanjut, pemulihan tetap menjadi fokus utama pemerintah Ukraina.

    Ia mengapresiasi dukungan dari Bank Dunia, Uni Eropa, dan PBB dalam proses ini.

    Tahun ini, pemerintah akan melanjutkan program pemulihan cepat, dengan fokus pada perbaikan infrastruktur energi dan pembangunan perumahan bagi keluarga Ukraina yang terdampak perang.

    Laporan RDNA4 mencatat bahwa kerusakan yang terjadi di Ukraina hingga 31 Desember 2024 sudah mencapai 176 miliar dolar Amerika.

    Jumlah itu lebih besar dibandingkan dengan 152 miliar dolar Amerika yang tercatat dalam laporan RDNA3 pada Februari 2024. Ini menunjukkan bahwa kerusakan akibat perang di Ukraina terus bertambah.

    Sektor-sektor yang paling terdampak adalah perumahan, transportasi, energi, perdagangan, industri, dan pendidikan.

    Sekitar 13 persen dari total persediaan perumahan telah hancur, yang berdampak pada lebih dari 2,5 juta rumah tangga.

    Sektor energi juga mengalami kerusakan signifikan, dengan peningkatan 70 persen pada pembangkit listrik, transmisi, infrastruktur distribusi, dan pemanas distrik.

    Sektor perumahan menjadi yang paling membutuhkan rekonstruksi, dengan total biaya yang diperkirakan mencapai hampir 84 miliar dolar Amerika, diikuti oleh sektor transportasi (78 miliar dolar Amerika), energi (68 miliar dolar Amerika), perdagangan dan industri (64 miliar dolar Amerika), serta sektor pertanian (55 miliar dolar Amerika).

    Biaya pembersihan dan pengelolaan puing-puing mencapai hampir 13 miliar dolar Amerika.

    Penilaian ini juga menunjukkan kemajuan yang dicapai dalam pemulihan fisik dan ekonomi serta reformasi yang ambisius di Ukraina.

    Lebih dari 13 miliar dolar Amerika dari kebutuhan rekonstruksi telah dipenuhi melalui bantuan dari pemerintah dan sektor swasta.

    Pada 2024, sekitar 1,2 miliar dolar Amerika telah dicairkan untuk pemulihan sektor perumahan, dengan lebih dari 2.000 kilometer jalan yang telah diperbaiki.

    Sektor swasta telah berperan penting dalam proses pemulihan ini, dengan perusahaan-perusahaan mulai berinvestasi dalam perbaikan infrastruktur dan solusi energi terdistribusi, seperti pembangkit listrik tenaga gas dan panel surya.

    Sektor swasta diperkirakan dapat memenuhi sepertiga dari total kebutuhan pemulihan, memberikan pelengkap yang penting bagi investasi publik.

    Pemulihan harus memperhatikan penciptaan peluang kerja yang bermartabat, pendidikan, perawatan kesehatan, dan inklusi sosial untuk kelompok rentan.

    RDNA4 juga menyoroti pentingnya investasi dalam pemulihan dan rekonstruksi untuk mendukung Aksesi Ukraina ke Uni Eropa dan ketahanan jangka panjang.

    Pemulihan ini bukan hanya untuk mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh invasi Rusia, tetapi juga untuk membangun kembali negara dengan solusi dan reformasi inovatif yang sesuai dengan standar Uni Eropa.

    Temuan RDNA4 ini sejalan dengan Rencana Reformasi Ukraina untuk tiga tahun ke depan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Suhu Udara Jalur Gaza 10 Derajat Celcius, Bayi-bayi Meninggal Akibat Hipotermia – Halaman all

    Suhu Udara Jalur Gaza 10 Derajat Celcius, Bayi-bayi Meninggal Akibat Hipotermia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Suhu udara di Jalur Gaza telah menurun drastis dalam beberapa hari terakhir hingga mencapai di bawah 10 derajat Celsius pada malam hari.

    Sedikitnya enam bayi baru lahir meninggal dunia akibat hipotermia dalam dua minggu terakhir, VOA melaporkan.

    Dr Ahmed al-Farah, Kepala Departemen Anak-Anak di Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, melaporkan pada Selasa (25/2/2025), seorang bayi perempuan berusia dua bulan meninggal akibat penurunan suhu yang tajam di tenda pengungsi.

    “Bayi tersebut tidak memiliki riwayat penyakit atau masalah kesehatan sebelumnya,” ungkap Dr al-Farah.

    Ayah bayi tersebut, Yusuf al-Shinbari, menemukan bayinya sudah tidak bernapas dan membeku di tengah malam.

    Selain itu, Dr al-Farah mencatat bahwa dua bayi lainnya sedang dirawat di rumah sakit karena radang dingin, dengan salah satunya berada di ruang perawatan intensif.

    Dr Saeed Salah dari Rumah Sakit Patients Friends di Kota Gaza melaporkan lima bayi lainnya yang berusia satu bulan atau lebih muda juga meninggal akibat kedinginan dalam dua minggu terakhir.

    “Sebagian besar dari mereka tinggal di kamp pengungsi dan sekolah yang dijadikan tempat penampungan.

    “Suhu yang sangat dingin dan tidak adanya alat penghangat memperburuk kondisi mereka,” jelasnya.

    Pemerintah Gaza mencatat setidaknya 15 kematian akibat hipotermia, semuanya melibatkan anak-anak.

    Permohonan Bantuan

    Dikutip dari AP News, tidak ada aliran listrik di Gaza sejak beberapa hari pertama perang, dan bahan bakar untuk generator sangat langka.

    Ratusan ribu orang yang tinggal di tenda pengungsian dan reruntuhan gedung yang rusak akibat perang antara Israel dan Hamas kini terpapar suhu ekstrem.

    Banyak keluarga terpaksa bertahan di atas pasir lembap atau reruntuhan beton tanpa perlindungan dari cuaca ekstrem.

    Pejabat kesehatan di Gaza meminta bantuan lebih lanjut, termasuk rumah mobil untuk menampung lebih dari 280.000 keluarga yang kehilangan tempat tinggal dan bahan bakar untuk pemanas.

    Gencatan senjata yang ditandatangani oleh Israel dan Hamas memberi harapan untuk penyelesaian sementara, namun kedua belah pihak masih saling menuduh melakukan pelanggaran.

    Hamas mengkritik Israel karena menghalangi masuknya bantuan, termasuk rumah mobil, yang disebutnya sebagai kebijakan kriminal.

    Israel belum memberikan komentar terkait laporan kematian bayi tersebut.

    Sementara itu, pegiat bantuan internasional mengonfirmasi bahwa meskipun ada tantangan logistik, bantuan tetap masuk ke Gaza.

    Namun, mereka menekankan bahwa lebih banyak bantuan masih diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang terus berlangsung.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Wamenlu RI Ungkap Rencana Pendirian Kampung Indonesia di Gaza Palestina – Halaman all

    Wamenlu RI Ungkap Rencana Pendirian Kampung Indonesia di Gaza Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Anis Matta mengungkap soal rencana pembangunan kampung Indonesia di Gaza, Palestina, dengan harapan tak ada lagi konflik berujung perang dengan Israel.

    Anis mengatakan, pembangunan kampung Indonesia yang merupakan bagian dari upaya rekonstruksi Gaza pasca perang, merupakan rencana bersama dari lembaga filantropi dan badan amil zakat.

    “Jadi kita akan membuat rencana bersama. Jadi koordinasi ini salah satu tujuannya adalah kita akan membuat rencana bersama. Salah satunya ini adalah kampung Indonesia,” kata Anis usai meluncurkan kampanye penggalangan dana bagi Gaza, di Kantor Kemlu RI, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Seluruh lembaga filantropi dan badan amil zakat yang tergabung dalam kampanye penggalangan dana bagi Gaza ini akan ambil peran dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tersebut.

    Di mana salah satu alokasi bantuannya juga untuk membangun sejumlah fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, masjid, dan apartemen di wilayah Gaza yang masuk dalam program rekonstruksi Gaza. Kementerian Luar Negeri kata Anis, sebatas menjadi fasilitator dari kerja sama ini.

    “Nanti semua NGO ini, lembaga-lembaga ini ikut mengambil share dalam program bersama itu tadi. Jadi mereka ikut dalam perencanaannya, ikut dalam pelaksanaannya, ikut dalam pengawasannya bersama. Dalam hal ini Kemlu hanyalah fasilitator ya. Memfasilitasi kerjasama ini,” kata Anis.

    Anis sendiri berharap tak ada lagi eskalasi antara Israel dengan Hamas, Palestina pada masa mendatang, serta berharap kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera bisa berlanjut pada tahapan – tahapan berikutnya demi terciptanya perdamaian di Timur Tengah.

    “Kita tidak berharap ada eskalasi lagi ya,” ungkap Anis.

    Adapun rencana pembangunan kampung Indonesia di Gaza ini disampaikan oleh Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Noor Achmad. 

    Ia mengatakan pembangunan kampung Indonesia di Gaza jadi bentuk dukungan bagi Palestina sampai merdeka.

    Guna merealisasikan rencana ini, BAZNAS juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI dan Wamenlu RI Anis Matta.

    Katanya, langkah membangun kampung Indonesia di Gaza ini menyusul terjadinya gencatan senjata antara Palestina dengan Israel.

    “Anggaran yang dibutuhkan sementara Rp500 miliar sudah cukup,” kata Noor pada peringatan Isra Mi’raj di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang, Jumat (7/2/2025).

    Selain itu lembaga kemanusiaan, International Networking for Humanitarian (INH) juga mengemukakan program serupa.

    Gagasan untuk melahirkan kota Indocity atau kampung Indonesia di Gaza, merupakan wilayah yang dibangun dengan konsep Indonesia.

    Di mana nantinya direncanakan pembangunan kawasan perumahan terpadu yang berisi apartemen, hotel bagi tamu, gedung sekolah, rumah ibadah dan pasar bergaya nusantara dalam satu kawasan.

    “Jadi ini adalah seperti satu ruang tertutup saling berkaitan terdiri dari berbagai tower bangunan apartemen untuk warga Gaza yang rumahnya rusak hancur disertai dengan fasilitas umumnya,” kata Founder INH, Muhammad Husein. (*)

  • Respons Mesir yang Diminta Israel Kelola Gaza Selama 15 Tahun dengan Imbalan Keringanan Utang – Halaman all

    Respons Mesir yang Diminta Israel Kelola Gaza Selama 15 Tahun dengan Imbalan Keringanan Utang – Halaman all

    Respons Mesir yang Diminta Israel Kelola Gaza Selama 15 Tahun dengan Imbalan Keringanan Utang

    TRIBUNNEWS.COM – Mesir, Rabu (26/2/2025) menyatakan, menolak usulan untuk mengelola Gaza karena mengganggap wacara itu sebagai hal yang ‘tidak dapat diterima’

    Mesir tidak mau mengambil alih pemerintahan Gaza, dengan menyebut gagasan tersebut bertentangan dengan sikap posisi Mesir dan negara-negara Arab yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.

    Mesir dan negara-negara Arab ingin masalah Palestina dikendalikan oleh faksi dan entitas Palestina dan terus mendorong ‘Solusi Dua Negara’ dengan Israel.

    “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab [tentang Gaza]… ditolak dan tidak dapat diterima,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tamim Khalaf seperti dikutip kantor berita negara, MENA.

    Pernyataan ini dilontarkan sehari setelah pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid melontarkan gagasan tersebut.

    Mantan perdana menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran negara yang akan datang, di Tel Aviv pada 16 Mei 2023. (JACK GUEZ / AFP)

    Imbalan Keringanan Utang

    Yair Lapid, Selasa, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza hingga 15 tahun dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mengusulkan  Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama delapan tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun.

    Lapid mengumumkan rencana tersebut saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, DC dan kemudian mengunggahnya di X, menurut surat kabar Maariv, Israel.

    “Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza,” tulisnya.

    “Inti dari rencana tersebut: Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar $155 miliar akan dibatalkan oleh masyarakat internasional.”

    “Setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, dunia terkejut mengetahui bahwa Hamas masih menguasai Gaza,” tambahnya.

    Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membangun “pemerintahan efektif di Gaza yang akan mengusir Hamas,”.

    Lapid juga mengatakan kalau Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.

    Masalah pertama Israel menurut dia adalah, “Dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza: Israel tidak dapat setuju Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.”

    Masalah kedua, kata Lapid, adalah “ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah: utang luar negeri sebesar $155 miliar tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.”

    Ia mengusulkan “satu solusi: Mesir akan memikul tanggung jawab pengelolaan Jalur Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negerinya akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya.”

    Selama 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka.

    Genosida baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk daerah kantong itu mengungsi.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Mesir Pemain Utama Pembangunan Gaza

    Lapid mengklaim bahwa selama 15 tahun, “Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang selanjutnya akan memperkuat ekonominya.”

    “Solusi ini memiliki preseden historis,” katanya.

    “Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu. Ini dilakukan dengan dukungan Liga Arab, dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Mesir melindungi Jalur Gaza atas nama Palestina. Inilah yang perlu terjadi lagi hari ini.”

    Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, ketika milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Hamas sebelumnya menolak rencana untuk melucuti senjata atau dipindahkan dari Gaza, dengan menyatakan bahwa masa depan daerah kantong itu harus ditentukan melalui konsensus nasional Palestina.

    Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza sejak bulan lalu, menghentikan perang Israel, yang telah menewaskan hampir 48.350 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    (oln/thntnl/anadolu/*)

  • Jelang Batas Gencatan Senjata, Media Israel: Hamas Tata Ulang Pasukan, Belum Gunakan Semua Kekuatan – Halaman all

    Jelang Batas Gencatan Senjata, Media Israel: Hamas Tata Ulang Pasukan, Belum Gunakan Semua Kekuatan – Halaman all

    Jelang Berakhirnya Gencatan Senjata, Media Israel: Hamas Tata Ulang Pasukan, Belum Gunakan Seluruh Kekuatan

     

    TRIBUNNEWS.COM – Media Israel, surat kabar Yedioth Ahronoth, Selasa (25/2/2025) mengutip pejabat Israel dan sumber militer Israel (IDF), melaporkan kalau militan Hamas di Jalur Gaza telah mengatur ulang barisan mereka menjadi unit tempur baru.

    Laporan ini dilansir menjelang batas gencatan senjata tahap pertama (Fase I) yang akan berakhir pada Sabtu (28/2/2025).

    Bertabur banyak halangan, kedua kubu dikabarkan akhirnya bersiap melanjutkan negosiasi ke tahap dua.

    Meski ada sinyalemen positif, potensi kembali pecahnya perang Gaza dinilai sangat besar dan bisa pecah kapan pun.

    Terkait hal tersebut, surat kabar Israel itu mengatakan – mengutip sumber yang sama – kalau ribuan pejuang gerakan itu masih ada di lokasi pertempuran dan tidak meninggalkan Jalur Gaza utara.

    Sejak awal Oktober lalu hingga gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari 2025, wilayah utara Gaza menjadi sasaran serangan Israel yang mengakibatkan tewasnya sedikitnya 4.000 warga Palestina dan puluhan ribu orang mengungsi.

    Melalui serangan itu, Israel berusaha melaksanakan apa yang dikenal sebagai ‘Rencana Jenderal’, yang bertujuan untuk mengosongkan Jalur Gaza utara dari penduduknya dengan dalih menghilangkan milisi perlawanan bersenjata di sana.

    Para pejabat Israel mengatakan kepada Yedioth Ahronoth bahwa formasi baru yang dibentuk Hamas masih lebih lemah daripada kemampuan militer gerakan tersebut sebelum perang.

    BERBARIS – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). Hamas memberi hadiah ke sandera Israel pada prosesi pembebasan tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Belum Gunakan Semua Kekuatan

    Surat kabar itu juga mengutip sumber militer Israel yang mengatakan kalau Hamas belum mengerahkan kekuatan penuh sebanyak 30.000 tentaranya selama pertempuran sebelumnya.

    Laporan Ia menjelaskan kalau gerakan yang juga memiliki sayap militer tersebut “mempelajari pelajaran dasar” dari operasi militer darat Israel sebelumnya.

    Sumber-sumber militer IDF mengatakan kalau selama masa gencatan senjata, Hamas mendapatkan kembali kendali atas lembaga-lembaga sipil, membangun kembali sistem perpajakan untuk membiayai gaji para anggotanya, dan menggunakan pemerintahan sipil untuk membangun kembali kekuatan militer dan ekonominya, kata mereka.

    Yedioth Ahronoth mengutip pernyataan seorang pejabat militer Israel yang mengatakan bahwa “memukimkan kembali” ratusan ribu penduduk Gaza di luar Jalur Gaza tidak akan mengarah pada penggulingan Hamas.

    Analis Israel mengatakan kalau parade yang diselenggarakan oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, selama operasi pertukaran tawanan dalam rangka tahap pertama perjanjian gencatan senjata merupakan bantahan tegas atas klaim resmi Israel soal pemberangusan gerakan pembebasan Palestina tersebut.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam membawa salah satu peti mati dari empat jenazah sandera Israel; Kfir Bibas (9 bulan), Ariel Bibas (4), ibu mereka bernama Shiri Bibas (32) dan Oded Lifshitz (83), dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Hamas Serahkan Jenazah Sandera Israel Malam Ini, Tahanan Palestina Dibebaskan Juga Malam Ini

    Dalam laporan perkembangan situasi Gaza, Hamas mengatakan akan menyerahkan jenazah empat sandera Israel malam ini.

    Sayap bersenjata Hamas, Brigade Al Qassam, mengatakan pihaknya akan menyerahkan jenazah empat sandera Israel malam ini sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina.

    Kelompok tersebut menyebut keempat jenazah sandera tersebut sebagai Itzik Elgarat, Shlomo Mansour, Ohad Yahalomi dan Tsachi Idan.

    Sebelumnya, kantor media tahanan Hamas mengatakan persiapan sedang dilakukan di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis di Gaza selatan untuk menerima tahanan Palestina yang akan dibebaskan oleh Israel pada Rabu malam berdasarkan tahap pertama kesepakatan pertukaran sandera. 

    TAHANAN PALESTINA BEBAS – Foto yang diambil dari Telegram Quds News Network pada Sabtu (15/2/2025) memperlihatkan tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel. Para tahanan tiba di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, setelah dibebaskan sebagai bagian dari gelombang keenam kesepakatan pertukaran di bawah fase pertama gencatan senjata. (Telegram Quds News Network)

    Israel telah menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina sejak Sabtu sebagai protes terhadap apa yang disebutnya sebagai perlakuan kejam terhadap sandera oleh Hamas selama pembebasan sebelumnya.

    Kantor media tahanan Hamas mengatakan tahanan Palestina akan dibebaskan oleh Israel malam ini.

    Kantor media tahanan Hamas mengatakan persiapan sedang dilakukan di Rumah Sakit Eropa di Khan Younis di Gaza selatan untuk menerima tahanan yang akan dibebaskan oleh Israel pada hari Rabu nanti berdasarkan kesepakatan pertukaran sandera. 

    Kantor tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tahanan yang dibebaskan diharapkan tiba antara pukul 10 malam dan tengah malam.

     

    (oln/khbrn/thntnl/*)

  • Pelucutan Senjata Hamas Adalah ‘Sangat Mustahil’, Hamas Siap Berbagi Kursi dengan PA di Gaza – Halaman all

    Pelucutan Senjata Hamas Adalah ‘Sangat Mustahil’, Hamas Siap Berbagi Kursi dengan PA di Gaza – Halaman all

    Mau Berbagi Kursi dengan PA di Gaza, Pejabat Hamas: Pelucutan Senjata Adalah ‘Sangat Mustahil’ 
     

    TRIBUNNEWS.COM – Melucuti senjata Hamas adalah “hal yang mustahil” dan tidak dapat dinegosiasikan, kata seorang anggota pimpinan politik kelompok tersebut pada Selasa (25/2/2025).

    Pernyataan itu dilontarkan beberapa hari setelah faksi militan Palestina tersebut menyambut baik wacana “pengawasan terpadu” entitas Palestina atas Gaza.

    Pengawasan terpadu itu berarti Hamas mau berbagi pemerintahan Gaza dengan Otoritas Palestina dan faksi atau partai Palestina lainnya.

    Komentarnya menyusul pernyataan Hamas yang membantah pernyataan yang dikaitkan dengan anggota politbiro gerakan tersebut, Mousa Abu Marzouq dalam sebuah wawancara dengan The New York Times .

    Pernyataan yang dipublikasikan tersebut mengisyaratkan bahwa Abu Marzouq telah menyatakan keberatannya soal serangan 7 Oktober yang dilakukan gerakan tersebut terhadap Israel dan menyiratkan kesediaannya untuk merundingkan masa depan persenjataan Hamas di Gaza.

    “Kemungkinan melucuti senjata Hamas adalah sesuatu yang mustahil,” kata anggota senior Hamas Bassam Khalaf kepada The National.

    “Hamas dengan tegas menolak membahas masalah pelucutan senjata dalam negosiasi apa pun,” katanya

    Perang Israel terhadap Hamas di Gaza telah menewaskan lebih dari 48.300 warga Palestina sejak dimulai setelah serangan di Israel selatan pada Oktober 2023.

    Meskipun skala kerusakannya belum pernah terjadi sebelumnya, Hamas masih menguasai wilayah pesisir tersebut.

    Israel telah menjadikan pemberantasan kelompok tersebut sebagai salah satu tujuan utama perang, tetapi Hamas, yang masih menyandera puluhan warga Israel , belum terkalahkan.

    Dalam sejumlah putaran negosiasi, khususnya menjelang berakhirnya gencatan senjata tahap pertama (Fase I) pada Sabtu (28/2/2025), Israel meminta Hamas dilucuti sebagai bagian dari rencana ‘The Day After’ di Gaza.

    “Saya tidak dapat membayangkan pejabat, pemimpin, atau pejuang mana pun dalam gerakan perlawanan yang bersedia meletakkan senjata, terutama di dalam Hamas, yang telah kita lihat menghadapi agresi dan terus melakukannya,” kata pejabat Hamas lainnya.

    “Perlawanan ini telah memaksa Israel untuk bernegosiasi meskipun pendudukan telah menolak selama berbulan-bulan selama perang – bagaimana mungkin Israel sekarang membahas penyerahan senjatanya?” kata dia.

    OGAH DILUCUTI – Pejuang bersenjata dari Hamas di Gaza. Para anggota mengatakan sangat tidak mungkin kelompok itu akan menyerahkan senjata mereka namun bersedia berbagi kekuasaan dengan Otoritas Palestina (PA) di Jalur Gaza.

    Mau Berbagi Kursi dengan PA

    Pemerintahan Gaza di masa depan tetap menjadi isu utama dalam upaya mediasi yang berkelanjutan, karena pihak-pihak yang bertikai dan negosiator mencari solusi jangka panjang yang dapat mengubah gencatan senjata yang rapuh menjadi proses perdamaian yang lebih luas.

    Salah satu jalan yang mungkin untuk mengakhiri perang adalah dengan menyerahkan kekuasaan Hamas dan kemungkinan melucuti senjata di Gaza.

    Minggu lalu, kelompok itu menyatakan terbuka untuk berbagi pemerintahan Gaza dengan Otoritas Palestina dan faksi-faksi Palestina lainnya tetapi menolak penyerahan kekuasaan sepenuhnya, setidaknya untuk saat ini.

    Ayman Shannaa, seorang anggota pimpinan politik Hamas di Lebanon, menegaskan kelompoknya belum memberikan sinyal kesediaan untuk menyerahkan kendali wilayah tersebut kepada Otoritas Palestina (PA) atau Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

    Namun, ia menekankan bahwa Hamas, yang telah memerintah Gaza selama hampir dua dekade, terbuka terhadap perjanjian pembagian kekuasaan yang dapat membantu “menyatukan” warga Palestina melawan apa yang ia gambarkan sebagai usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk “memiliki” Gaza dan menggusur penduduknya .

    “Jika ada orang di dunia ini yang dapat menjamin berdirinya negara Palestina dan pembebasan warga Palestina, mereka dipersilakan untuk melangkah maju,” tegas sumber Hamas.

    “Namun hingga saat itu tiba, warga Palestina tidak dapat meninggalkan satu-satunya cara mereka untuk membela diri,” imbuhnya, merujuk pada senjata.

     

    (oln/thntnl/*)

  • AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov telah mengonfirmasi bahwa diplomat Rusia dan Amerika Serikat akan mengadakan pembicaraan tingkat tinggi di Istanbul pada hari Kamis (27/2/2025), besok.

    Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara kedua negara, khususnya terkait dengan cara kerja kedutaan besar mereka.

    Sejak menjabat bulan lalu, Presiden AS Donald Trump telah mengubah arah kebijakan luar negeri AS.

    Ia telah menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin dan memulai kembali pembicaraan tingkat tinggi dengan Moskow, yang merupakan yang pertama dalam lebih dari tiga tahun.

    Fokus Pertemuan Diplomatik

    Lavrov mengatakan pembicaraan akan difokuskan pada penciptaan kondisi yang lebih baik bagi diplomat Rusia di AS dan mitranya di Rusia, setelah serangkaian pertikaian mengenai tingkat staf dan properti kedutaan. 

    Ia menyalahkan situasi ini pada pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden.

    “Para diplomat tingkat tinggi dan pakar kami akan bertemu dan mempertimbangkan masalah sistemik yang telah terakumulasi sebagai akibat dari aktivitas ilegal pemerintahan sebelumnya yang menciptakan hambatan buatan bagi aktivitas kedutaan Rusia.”

    “Tentu saja, kami membalasnya dan juga menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi aktivitas kedutaan Amerika di Moskow,” kata Lavrov, dikutip dari The Guardian.

    Pertemuan ini juga akan membahas penyelesaian masalah diplomatik yang telah berlangsung lama, termasuk pengusiran staf kedutaan dari masing-masing negara selama pemerintahan Biden. 

    Langkah ini diharapkan Lavrov dapat menjadi titik balik dalam hubungan bilateral yang lebih baik antara kedua negara.

    Pendekatan Baru dalam Hubungan Rusia-AS

    Sebelumnya, Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah bertemu pada 18 Februari di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. 

    Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk memulai pembicaraan terkait perang Ukraina, meskipun tanpa melibatkan Kyiv, dikutip dari Al-Arabiya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio setelah pertemuan tersebut mengatakan kepada The Associated Press bahwa kedua pihak telah menetapkan tiga tujuan utama.

    Salah satunya adalah membentuk tim tingkat tinggi untuk mendukung perundingan damai Ukraina.

    Kedua tujuan lainnya adalah staf di kedutaan masing-masing dipulihkan kembali, kerja sama ekonomi akan berjalan lagi.

    Meski telah ada kesepakatan tersebut, Rubio menjelaskan bahwa ini barulah awal proses yang panjang dari upaya perdamaian mereka.

    Rubio menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk dapat mencapai tiga tujuan utama di atas.

    Setelah Rubio, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberikan tanggapannya terkait pertemuan Washington-Moskow ini.

    Menurut Lavrov, pertemuan AS-Rusia ini merupakan pertemuan penting yang membicarakan banyak hal bermanfaat.

    “Kami tidak hanya mendengarkan, tetapi juga mendengar satu sama lain,” kata Lavrov kepada wartawan.

    Kesepakatan ini menandai pergeseran signifikan dari kebijakan pemerintahan Biden yang sebelumnya berupaya mengisolasi Moskow. 

    Sejak saat itu, hubungan antara Rusia dan AS terlihat semakin dekat, dengan menyingkirkan peran Ukraina dalam diskusi mereka.

    Di sisi lain, Amerika Serikat mengambil langkah mengejutkan pada Senin lalu dengan berpihak pada Rusia dalam dua pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

    Langkah ini dipandang sebagai upaya Washington untuk menghindari kecaman lebih lanjut terhadap invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Lavrov mengatakan kemajuan dalam hubungan diplomatik sejak Donald Trump kembali ke Gedung Putih menunjukkan “seberapa cepat dan efektifnya kita dapat bergerak.

    Ia berharap dengan adanya pertemuan di Istanbul ini, hubungan antara Rusia dan AS dapat semakin membaik, serta memberikan dampak positif bagi stabilitas geopolitik global.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Amerika Serikat dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Tanda-Tanda Nyata Israel Akan Bangun Negara Khusus Yahudi di 100 Persen Wilayah Palestina – Halaman all

    Tanda-Tanda Nyata Israel Akan Bangun Negara Khusus Yahudi di 100 Persen Wilayah Palestina – Halaman all

    Tanda-Tanda Nyata Israel Akan Bangun Negara Khusus Yahudi di 100 Persen Wilayah Palestina

     

    TRIBUNNEWS.COM – Kekhawatiran akan hilangnya peluang mewujudkan ‘Solusi Dua Negara’ meningkat seiring makin intensifnya serangan pasukan Israel ke Tepi Barat.

    Pengerahan peralatan berat tempur, macam tank dan lapis baja, khususnya di bagian Tepi Barat utara, dianggap sebagai tanda-tanda nyata Israel mewujudkan rencana besar mereka mendirikan negara khusus Yahudi di wilayah Palestina.

    “Operasi militer besar-besaran ini meningkatkan kekhawatiran atas tujuan Israel yang lebih luas dari agresi tersebut, yaitu perluasan wilayah lebih lanjut (pembangunan pemukiman baru Yahudi), pemindahan paksa warga Palestina , dan aneksasi bertahap wilayah Palestina yang diduduki,” tulis Anews, dikutip Rabu (26/2/2025).

    Pasukan Israel telah menewaskan lebih dari 60 warga Palestina, menangkap sedikitnya 365 orang, menggusur lebih dari 40.000 orang, dan menghancurkan sejumlah rumah dan properti di Tepi Barat yang diduduki sejak melancarkan operasi, yang disebut “Tembok Besi,” pada 21 Januari, beberapa hari setelah gencatan senjata berlaku di Jalur Gaza.

    Pada Minggu (23/2/2025) kemarin, Israel mengerahkan tank di Tepi Barat untuk pertama kalinya dalam lebih dari 20 tahun, sementara Menteri Pertahanan Israel Katz mengatakan tentara akan tetap berada di beberapa kamp pengungsi “selama tahun depan.”

    IDF KERAHKAN BULDOSER – Buldoser militer dan kendaraan tempur Israel mengobrak-obrik kawasan Tepi Barat bagian Utara dalam agresi militer terbesar sejak 2002 silam per Rabu (28/8/2024). (rntv/tangkap layar)

    Rencana Israel Caplok Tepi Barat Kini Jelas Terlihat

    Ketika operasi militer IDF, yang dimulai di kota Jenin dan kamp pengungsi Jenin yang berdekatan, menyebar ke beberapa kota Tepi Barat, para analis mengatakan tujuan lama Israel untuk mencaplok wilayah Palestina yang diduduki kini lebih jelas dari sebelumnya.

    “Israel punya rencana untuk mencaplok Tepi Barat dan menjepit warga Palestina ke wilayah sekecil mungkin, khususnya untuk mengusir mereka dari Area C,” kata akademisi Palestina asal Inggris Kamel Hawwash kepada Anadolu, merujuk pada pembagian Tepi Barat yang mencakup sekitar 60 persen wilayah Palestina.

    “Israel juga mempersenjatai para pemukim sehingga mereka dapat meneror, membakar, dan menghancurkan rumah dan mobil (warga Palestina),” kata penjelasan tersebut.

    Hawwash juga mengungkapkan kekhawatirannya kalau Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mungkin mengakui aneksasi Israel atas Tepi Barat, seperti yang dilakukannya sebelumnya terhadap Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan.

    Abdaljawad Omar, seorang dosen di Universitas Birzeit, mengemukakan kalau pencaplokan akan menjadi langkah simbolis yang ditujukan untuk mengamankan pengakuan Amerika atas kendali de facto Israel atas Tepi Barat, tempat Israel telah menjalankan kekuasaan atas 62 persen wilayah tersebut.

    Aneksasi, katanya, akan menandakan berakhirnya solusi dua negara, sekaligus menunjukkan bahwa AS “sepenuhnya berada di pihak Israel dalam hal perluasan koloni ilegal di Tepi Barat.”

    “Dalam konteks aneksasi, dalam jangka panjang, apa yang benar-benar dimasukkan dalam agenda – khususnya melalui Trump – adalah gagasan pembersihan etnis Palestina dan mengusir mereka dari tanah Palestina,” kata Omar.

    PERLUASAN PEMUKIMAN YAHUDI DI TEPI BARAT – Dua pasukan pendudukan Israel terlihat dengan latar belakangan pemukiman Yahudi Israel di kawasan Tepi Barat. Israel dilaporkan menyetujui perluasan pemukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem dan Betlehem, dalam serangkaian pembangunan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. (File Photo/JN)

    Memperluas Permukiman Ilegal

    Saat operasi Israel meningkat, akademisi Palestina Muhannad Ayyash memperingatkan kalau pemukim ilegal juga diperkirakan akan terus merangsek ke wilayah Palestina.

    Sebagai catatan, PBB menyatakan aksi pembangunan pemukiman apa pun di Tepi Barat di luar batas yang sudah ditetapkan, sebagai sebuah langkah ilegal.

    “Area C pada dasarnya adalah apa yang dilihat oleh gerakan pemukim Israel dan negara Israel sebagai milik mereka. Itu lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat. Mereka juga merayap ke Area B, yang merupakan sekitar 22% wilayah Tepi Barat,” kata Ayyash, seorang profesor sosiologi di Universitas Mount Royal di Calgary.

    Para pemukim ilegal Yahudi, jelasnya, tidak bertindak secara independen tetapi didukung oleh negara Israel, yang memberi mereka dukungan militer, ekonomi, dan politik di seluruh spektrum politik—bukan hanya dari faksi sayap kanan.

    “Mereka adalah orang-orang dari seluruh dunia, dari Rusia, dari AS, yang datang ke Palestina dan mengklaim bahwa tanah itu milik mereka. Klaim mereka semata-mata didasarkan pada kekuatan dan kemampuan mereka untuk mencuri tanah dari Palestina dengan kekerasan,” katanya kepada Anadolu.

    Pada bulan Januari, kelompok anti-permukiman Israel Peace Now memperingatkan bahwa otoritas Israel berencana untuk menyetujui pembangunan 2.749 unit permukiman baru di Tepi Barat yang diduduki.

    Kelompok itu mengatakan tahun 2025 dapat menyaksikan “jumlah rekor” perluasan pemukiman—rata-rata 1.800 unit per bulan.

    Para pemukim yang didukung oleh negara Israel percaya bahwa seluruh wilayah Tepi Barat harus menjadi milik mereka, dan bahwa mereka adalah pemilik “sah” atas tanah tersebut, jelas Ayyash.

    Situasi di Desa Jit, Kota Qalqilya, Tepi Barat saat seratus pemukim Yahudi Israel, 50 di antaranya bertopeng, menyerbu kota Palestina tersebut. (khaberni)

    Menghapus Entitas Palestina

    Hawwash menyoroti bahwa serangan agresif Israel terhadap kamp-kamp pengungsi, khususnya di Jenin dan Tulkarm, sejalan dengan tujuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu “untuk mengakhiri konsep pengungsi Palestina.”

    “Itulah sebabnya serangan saat ini benar-benar terfokus pada kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat, tetapi juga pada UNRWA,” katanya, merujuk pada badan PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Palestina.

    “Mereka ingin menghapus anggapan bahwa ada, pertama-tama, pengungsi yang tinggal di wilayah Palestina yang bersejarah, tetapi bahkan istilah ‘Palestina’ … Mereka terus menggunakan kata-kata seperti ‘Arab’. Mereka tidak ingin mengakui kelompok etnis yang disebut Palestina,” katanya.

    Artinya, Israel berupaya secara sistematis untuk menghilangkan apa pun yang terkait entitas Palestina.

    Ketika muncul laporan bahwa Israel sedang mempersiapkan diri untuk mendirikan pangkalan militer di kamp Jenin, Hawwash yakin bahwa ini adalah bagian dari strategi Israel untuk menghilangkan identitas pengungsi.

    “Di Jenin, mereka telah menginstruksikan walikota Palestina untuk mengganti nama kamp tersebut menjadi bagian dari kota dan bukan sebagai kamp pengungsi,” katanya.

    “Saya pikir mereka akan melakukan hal yang sama di semua wilayah lain tempat terdapat kamp pengungsian, mulai dari Ramallah, Bethlehem, dan Nablus.”

    ISRAEL KERAHKAN TANK – Foto yang diambil Tribunnews.com melalui Telegram Quds News Agency pada Selasa (25/2/2025) memperlihatkan tentara Israel melanjutkan agresinya terhadap Jenin dengan mengerahkan tank. Warga Palestina takut Tepi Barat akan menjadi Gaza kedua setelah Israel mengerahkan tank untuk pertama kalinya di sana. (Telegram Quds News Agency)

    ‘Kebijakan yang Disengaja untuk Memiskinkan Warga Palestina’

    Di tengah serangan Israel yang terus berlanjut, warga sipil Palestina menghadapi situasi kemanusiaan yang semakin mengerikan.

    “Lebih banyak warga Palestina akan terbunuh, dipenjara, dan lebih banyak lagi yang akan kehilangan seluruh tabungan, mata pencaharian, dan rumah mereka. Infrastruktur di kota dan lingkungan mereka akan hancur total, dan Israel tidak dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya,” kata Ayyash.

    Omar, yang berbasis di Ramallah, berpendapat bahwa tindakan Israel merupakan bagian dari strategi yang lebih luas yang ditetapkan oleh pemerintah sayap kanan, yang bertujuan untuk mengisolasi warga Palestina secara ekonomi dan sosial.

    Tujuan mereka adalah “memisahkan Israel dari wilayah Palestina di Tepi Barat dengan mencegah masuknya tenaga kerja Palestina ke Israel – sebuah kebijakan yang disengaja untuk memiskinkan warga Palestina yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang lebih keras di Tepi Barat,” katanya.

    “Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan kondisi ekonomi yang lebih sulit dalam kehidupan sehari-hari, membatasi perjalanan di Tepi Barat untuk mencekik penduduk Palestina dan, perlahan tapi pasti, membersihkan warga Palestina dari tanah Palestina,” tambahnya.

    Hawwash mencatat kalau Israel telah meningkatkan pembatasan terhadap pergerakan warga Palestina dengan memasang gerbang baru di pintu masuk desa dan memperluas jumlah pos pemeriksaan militer.

    “Jumlah pos pemeriksaan telah meningkat hingga lebih dari 900. Orang-orang dapat menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mencoba berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain … Hal ini juga berdampak pada bisnis dan ekonomi,” katanya.

    “Pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat menyusut dan mereka tidak dapat membeli barang dan jasa. Harga barang juga meningkat, yang berarti bahwa barang-barang tersebut tidak terjangkau oleh masyarakat.”

    Selain itu, Israel juga menahan pendapatan pajak dari Otoritas Palestina, yang melumpuhkan kemampuannya untuk membayar gaji dan menyediakan layanan dasar.

    Hawwash menunjukkan bahwa tidak seperti Gaza, di mana lembaga-lembaga bantuan masih diizinkan beroperasi, Tepi Barat sebagian besar telah terputus dari bantuan kemanusiaan.

    “UNRWA merupakan badan utama yang menyediakan kebutuhan bagi warga Palestina di kamp-kamp pengungsi, tetapi Israel telah melarangnya beroperasi di Yerusalem Timur dan membuatnya hampir mustahil untuk beroperasi di Tepi Barat,” katanya.

    “Hal ini berdampak besar pada kesejahteraan masyarakat, tetapi juga pada situasi ekonomi.”

    Wujudkan Greater Israel di 100 Persen Wilayah Palestina

    Operasi Tembok Besi IDF di Tepi Barat yang sedang berlangsung juga dipandang sebagai bagian dari rencana Israel untuk mendirikan negara khusus Yahudi.

    “Kita telah melihat hal ini di seluruh spektrum politik di Israel selama beberapa dekade,” kata Ayyash, yang merupakan analis kebijakan di lembaga pemikir Palestina Al-Shabaka.

    “Tujuan utama mereka adalah untuk menjadikan Israel sebagai otoritas kedaulatan eksklusif dari sungai hingga laut. Itu akan menjadi kedaulatan eksklusif Israel-Yahudi … atas 100 persen wilayah Palestina yang bersejarah.”

    Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah warga Palestina menjadi minoritas dari total populasi, yang pada akhirnya akan berada di bawah kekuasaan Israel, ungkapnya.

    “Saat ini, jumlahnya sekitar 50%. Mereka tidak menginginkan itu. Mereka ingin mengurangi jumlah warga Palestina menjadi sekitar 15% atau 20%, sehingga mereka menjadi minoritas di tanah mereka sendiri dan kehilangan semua klaim kedaulatan,” kata Ayyash.

    “Pada akhirnya, semua tindakan dan kebijakan Israel selama beberapa dekade terakhir telah diarahkan menuju tujuan akhir untuk menciptakan Israel Raya di seluruh wilayah Palestina yang bersejarah.”

     

    (oln/anews/*)