Category: Tribunnews.com Internasional

  • Trump Percaya Putin soal Akhiri Perang di Ukraina: Kenal Sudah Lama, Tak Mungkin Ingkar Janji – Halaman all

    Trump Percaya Putin soal Akhiri Perang di Ukraina: Kenal Sudah Lama, Tak Mungkin Ingkar Janji – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan mematuhi gencatan senjata Ukraina.

    Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, di Gedung Putih pada Kamis (27/2/2025).

    Dalam konferensi pers di Ruang Oval, Trump menegaskan bahwa ia percaya Putin tidak akan melanggar perjanjian gencatan senjata.

    “Saya rasa dia akan menepati janjinya,” ujar Trump, dikutip dari NDTV.

    Ia juga menyebutkan bahwa telah mengenal Putin dalam waktu yang lama dan yakin bahwa pemimpin Rusia tersebut akan memegang komitmennya.

    “Saya sudah bicara dengannya, saya sudah kenal dia sejak lama, saya tidak yakin dia akan mengingkari janjinya,” tambahnya.

    Sebaliknya, Starmer memberikan tanggapan yang lebih berhati-hati. 

    “Saya pikir pandangan saya tentang Putin sudah cukup matang dan diketahui,” kata Starmer ketika dimintai pendapat mengenai pernyataan Trump. 

    Ia menambahkan bahwa jika kesepakatan damai terjadi, maka penting bagi Putin untuk memahami bahwa kesepakatan tersebut harus bersifat permanen dan mencegah Rusia melangkah lebih jauh.

    Hubungan antara Trump dan Starmer terlihat cukup akrab dalam pertemuan tersebut. 

    Trump bahkan memuji Starmer sebagai “orang yang luar biasa” dan “sangat istimewa”, dikutip dari The Guardian.

    Pertemuan ini berlangsung di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat di Eropa, khususnya terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Dalam diskusi bilateral, Starmer menekankan pentingnya memberikan perlindungan keamanan bagi Ukraina jika kesepakatan damai tercapai.

    Ia menegaskan bahwa Inggris siap mengerahkan pasukan darat dan pesawat udara untuk mendukung perjanjian tersebut, bekerja sama dengan sekutu-sekutu Eropa lainnya.

    “Bekerja sama dengan sekutu-sekutu kami, karena itulah satu-satunya cara agar perdamaian dapat bertahan lama,” ujar Starmer.

    Sementara itu, Trump menyatakan bahwa menjaga perdamaian adalah “bagian yang mudah”.

    Sedangkan menurutnya, tantangan terbesar adalah menyelesaikan kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.

    Starmer dan Emmanuel Macron dari Prancis datang ke Washington minggu ini setelah Eropa dan Ukraina tidak diundang dalam pembicaraan damai antara AS dan Rusia di Arab Saudi.

    Pertemuan Starmer dan Trump menghasilkan kesepakatan untuk membawa perdamaian di Ukraina.

    “Kami sepakat bahwa sejarah harus berpihak pada pembawa damai, bukan penjajah,” kata Starmer tegas dalam konferensi pers bersama Trump, dikutip dari ABC News.

    Starmer menekankan bahwa keduanya akan bekerja sama demi mencapai perdamaian.

    “Jadi, taruhannya sangat tinggi. Dan kami bertekad untuk bekerja sama untuk menghasilkan kesepakatan yang baik,” tegasnya.

    PM Inggris memanfaatkan pertemuan tersebut, hanya 24 jam sebelum Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, melakukan perjalanan ke Washington untuk menandatangani perjanjian mineral penting.

    Zelensky diperkirakan akan melakikan perjalanan ke Kyiv pada hari Jumat (28/2/2025).

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Keir Starmer, Donald Trump dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Rusia: Tindakan Israel di Dataran Tinggi Golan Melanggar Perjanjian Pemisahan Pasukan Tahun 1974 – Halaman all

    Rusia: Tindakan Israel di Dataran Tinggi Golan Melanggar Perjanjian Pemisahan Pasukan Tahun 1974 – Halaman all

    Rusia: Tindakan Israel di Dataran Tinggi Golan Melanggar Perjanjian Pemisahan Pasukan Tahun 1974

    TRIBUNNEWS.COM- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa tindakan Israel di Dataran Tinggi Golan melanggar ketentuan perjanjian Suriah-Israel tahun 1974 tentang pemisahan pasukan.

    Maria Zakharova menegaskan kembali sikap Rusia terhadap Suriah, menekankan perlunya menghormati kedaulatan, persatuan, dan integritas teritorial negara tersebut.

    Ia mendesak semua anggota masyarakat internasional untuk bertindak secara bertanggung jawab, mematuhi hukum internasional secara ketat, dan menghindari langkah-langkah yang dapat meningkatkan ketegangan di Suriah.

    “Hal ini berlaku bagi Israel, yang tindakannya di Dataran Tinggi Golan melanggar ketentuan perjanjian Suriah-Israel tahun 1974 tentang pemisahan pasukan.”

    “Dan tentu saja, serangan Angkatan Udara Israel terhadap sasaran sipil dan militer di Suriah menjadi perhatian serius. Tindakan agresif seperti itu jelas tidak berkontribusi pada stabilitas tetapi malah memperburuk situasi yang sudah buruk di negara itu,” tegasnya.

    Beralih ke krisis kemanusiaan di Gaza, Zakharova menyoroti tantangan yang sedang berlangsung dalam penyaluran bantuan, dan meminta semua pihak untuk mematuhi perjanjian yang dicapai antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 15 Januari.

    Mengomentari rencana terkini Presiden AS Donald Trump untuk secara paksa memindahkan warga Palestina dari Gaza dan mengubahnya menjadi “ Riviera Timur Tengah ”, ia menekankan pentingnya tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki, bukan memperburuk, situasi.

    “Ini adalah pendekatan Gedung Putih saat ini – terkadang provokatif, bahkan keterlaluan. Kita lihat saja ke mana arahnya dan apa dampaknya. Saya berharap ada perbaikan dalam situasi ini,” katanya.

    Zakharova juga mencatat bahwa masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang arah kebijakan Trump, mengingat ia baru menjabat sejak bulan lalu.

    “Mari kita tunggu lebih lama sebelum membuat penilaian definitif. Sejauh ini, pemerintahan baru AS baru berkuasa selama dua bulan. Kita harus menunggu sedikit lebih lama sebelum berkomentar secara rinci. Namun, yang pertama dan terutama, tentu saja, Palestina harus menyampaikan pendapat mereka tentang perkembangan ini,” katanya.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • 8 Fakta Kesepakatan Mineral AS-Ukraina, Mengapa Trump Tertarik pada Mineral Ukraina? – Halaman all

    8 Fakta Kesepakatan Mineral AS-Ukraina, Mengapa Trump Tertarik pada Mineral Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kesepakatan mineral tanah jarang yang dicapai Amerika Serikat-Ukraina menimbulkan kontroversi dan ketegangan.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky akan mengunjungi Washington, AS untuk menemui Presiden Donald Trump pada Jumat (28/2/205).

    Dikutip dari BBC, kunjungan itu dilakukan Zelensky untuk menandatangani perjanjian pembagian sumber daya mineral negaranya.

    Adapun sumber daya alam yang dimaksud, termasuk mineral yang dianggap harta karun, yakni rare earth atau logam tanah jarang (LTJ).

    Ketika AS berusaha memperoleh keuntungan dari mineral Ukraina sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan, Ukraina masih menghadapi tantangan besar dalam hal keamanan dan jaminan perlindungan dari ancaman Rusia.

    Eropa, khususnya Prancis dan Jerman, memiliki pandangan yang beragam mengenai kebijakan ini.

    Mereka tampaknya khawatir kepentingan jangka panjang Ukraina bisa terlupakan gara-gara kesepakatan ini.

    Simak fakta-fakta terkait kesepakatan mineral AS-Ukraina yang Tribunnews.com rangkum berikut ini.

    1. Kesepakatan Mineral AS-Ukraina Bisa Mencapai $1 Triliun

    Pada Rabu (26/2/2025), Trump mengungkapkan bahwa Amerika dan Ukraina mencapai kesepakatan terkait mineral, yang menurut Trump bisa bernilai hingga $1 triliun.

    Kesepakatan ini merupakan upaya Trump mengeruk mineral dari Ukraina, yang ia klaim sebagai imbalan atas miliaran dolar bantuan yang telah digelontorkan ke negara tersebut untuk melawan invasi Rusia.

    2. Penolakan Sebelumnya oleh Presiden Zelensky

    Dikutip dari Al Jazeera, Zelensky sebelumnya sempat menolak rancangan kesepakatan yang diajukan oleh AS.

    Sebab, ia menilai perjanjian tersebut tidak mencakup jaminan keamanan yang cukup untuk Ukraina.

    Selain itu, Zelensky merasa Ukraina tidak diikutsertakan dalam perundingan antara AS dan Rusia di Arab Saudi untuk mengakhiri perang Ukraina.

    Pada saat yang sama, Zelensky menuntut agar Ukraina diberikan jaminan keamanan, termasuk keanggotaan di NATO, yang dianggap oleh Washington sebagai “tidak realistis”.

    3. Fokus pada Mineral Tanah Jarang

    Kesepakatan ini mencakup ekstraksi mineral, terutama mineral tanah jarang, yang sangat bernilai di pasar global.

    Mineral tanah jarang, seperti neodymium, lanthanum, dan cerium, digunakan dalam pembuatan produk berteknologi tinggi, seperti hard drive komputer, layar televisi, ponsel, dan lensa kamera.

    Menurut laporan, Ukraina akan menyumbangkan 50 persen dari pendapatan ekstraksi sumber daya alam seperti logam, minyak, gas, dan mineral lainnya ke dana ini.

    Menurut Forbes, nilai total semua mineral di Ukraina diperkirakan mencapai $15 triliun, dengan sebagian besar berada di wilayah Donetsk, Dnipropetrovsk, dan Luhansk, yang kaya akan batu bara, garam, dan bijih.

    4. Mengapa Trump Tertarik pada Mineral Ukraina?

    Trump beralasan Amerika Serikat mencari mineral dari Ukraina sebagai pengembalian atas bantuan miliaran dolar yang telah diberikan kepada Ukraina dalam perang melawan Rusia.

    Trump mengklaim AS menghabiskan lebih dari $350 miliar untuk mendukung Ukraina, meskipun data dari pemerintah AS sendiri mencatatkan angka yang lebih rendah, yaitu sekitar $183 miliar.

    Selain itu, Trump ingin memastikan bahwa Amerika Serikat mendapatkan keuntungan dari mineral tanah jarang Ukraina yang diperkirakan bernilai $500 miliar.

    5. Mineral Ukraina yang Sangat Diminati

    Ukraina memiliki cadangan mineral yang sangat berharga, termasuk sekitar 5 persen dari pasokan global bahan baku penting, seperti titanium, grafit, nikel, kobalt, dan mineral tanah jarang.

    Negara ini juga dikenal memiliki cadangan sekitar 7 persen dari produksi titanium dunia dan menjadi pemasok utama mineral penting lainnya yang dibutuhkan dalam berbagai sektor teknologi.

    6. Tanggapan Zelensky Terhadap Kesepakatan

    Zelensky mengonfirmasi bahwa ada kesepakatan di atas meja, namun dia lebih menekankan bahwa ini adalah kerangka kerja ekonomi yang lebih luas, bukan hanya soal ekstraksi mineral.

    Pertengahan Februari lalu, Zelensky mengungkapkan kekhawatirannya bahwa perjanjian ini belum memberikan perlindungan yang cukup terhadap keamanan Ukraina, terutama dari ancaman Rusia.

    Menurutnya, perjanjian tersebut tidak menawarkan jaminan yang memadai bagi Ukraina.

    7. Tanggapan Negara Eropa

    Banyak negara Eropa menunjukkan keprihatinan terhadap kesepakatan ini.

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mendukung langkah ini.

    Kendati begitu, ia memperingatkan agar tidak ada pengorbanan terhadap kedaulatan Ukraina.

    Sebaliknya, Jerman menentang kesepakatan logam tanah jarang ini, dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz mengkritik pendekatan Trump sebagai “egoistis” dan “mementingkan diri sendiri”.

    Scholz menyarankan bahwa Ukraina membutuhkan sumber daya alamnya untuk membangun kembali negara pasca-perang.

    8. Reaksi Kritis dari Pemimpin Eropa

    Beberapa pemimpin Eropa, seperti Friedrich Merz dari Jerman, mengkritik serangan Trump terhadap Zelensky.

    Mereka menganggapnya sebagai tindakan yang lebih mengutamakan kepentingan AS daripada keamanan dan masa depan Eropa.

    Kritik terhadap kebijakan Trump ini menunjukkan ketegangan antara Washington dan sekutu-sekutu Eropa dalam menghadapi kebijakan luar negeri yang semakin transaksional dan mengutamakan kepentingan nasional.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • AS Sebut Lebanon dan Suriah Bisa Segera Berdamai dengan Israel, Arab Saudi Jadi Kunci – Halaman all

    AS Sebut Lebanon dan Suriah Bisa Segera Berdamai dengan Israel, Arab Saudi Jadi Kunci – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Utusan Amerika Serikat (AS) untuk urusan Timur Tengah, Steve Witkoff, mengklaim Lebanon dan Suriah bisa segera menormalisasi hubungan dengan Israel.

    Klaim itu disampaikan Witkoff pada acara yang digelar oleh Komite Yahudi Amerika hari Senin, (24/2/2025).

    Witkoff yang baru saja diangkat oleh Presiden AS Donald Trump itu berujar transformasi politik di Timur Tengah mungkin “meluas hingga Lebanon dan Suriah”.

    Dia lalu menyinggung tantangan yang harus dihadapi, yakni faksi-faksi di kedua negara itu yang terkait dengan Iran.

    “Mengenai bulan sabit Iran, hal itu pada dasarnya sudah dihancurkan. Lihatlah apa yang terjadi di Suriah, kita melihat pemilu yang hebat di Lebanon, dan banyak hal yang terjadi,” katanya dikutip dari The New Arab.

    Bulan sabit Iran yang dimaksud Witkoff adalah wilayah berbentuk bulan sabit di Timur Tengah yang memiliki banyak penganut Islam Syiah atau berada di bawah pengaruh Iran.

    Dia menyebut Lebanon dan Suriah bisa saja dimasukkan ke dalam Abraham Accord atau perjanjian normalisasi antara Israel dan negara-negara Timur Tengah.

    “Jadi, banyak perubahan besar yang sedang terjadi,” katanya.

    Ide tentang normalisasi itu awalnya disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Israel Katz pada bulan Oktober 2024. Dia mengatakan Lebanon bisa memiliki hubungan diplomatik dengan Israel apabila Arab Saudi mengawalinya.

    Hingga saat ini Lebanon tidak mengakui negara Israel. Setiap warga Lebanon juga dilarang pergi ke Israel, sedangkan setiap orang yang punya paspor Israel dilarang memasuki Lebanon.

    Seorang pakar politik Palestina bernama Yasser Zaatreh mengkritik pedas pernyataan Witkoff. Menurutnya, ucapan Witkoff adalah suatu “tragedi”, mengingat Israel belum lama menginvasi Lebanon dan Suriah.

    “Trump dan geng penjahatnya berpikir mereka para dewa di alam semesta, mereka memberikan perintah dan dipatuhi,” kata Zaatreh.

    Lebanon dan Suriah turut terdampak oleh perang yang dikobarkan Israel di Jalur Gaza selama 1,5 tahun belakangan.

    Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon saling menyerang di perbatasan setelah perang Gaza meletus. Konflik Israel-Hizbullah membesar menjadi perang mulai September 2024 dan menewaskan lebih dari 4.000 warga Lebanon.

    Israel menyerbu Lebanon selatan bulan Oktober tahun kemarin. Lalu, gencatan senjata Israel-Hizbullah disepakati tanggal 27 November.

    Sementara itu, pasukan Israel di Suriah menyerang target yang disebutnya terkait dengan Hizbullah dan Iran.

    Israel juga menduduki zona penyangga di Suriah selatan yang berdekatan dengan Dataran Tinggi Golan setelah rezim Bashar Al Assad tumbang akhir tahun lalu.

    Pemerintahan sementara di Suriah sudah berulang kali meminta Israel untuk menarik pasukannya dari Suriah dan berhenti menyerang. Namun, rezim baru itu tidak bisa membalas Israel karena tidak mempunyai militer kuat dan masih berada dalam masa transisi.

    Sementara itu, Arab Saudi sudah lama dirumorkan ingin menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Maroko, Uni Emirat Arab, dan Bahrain melakukannya.

    Namun, Arab Saudi juga berulang kali berkata tak ingin menormalisasi hubungan dengan Israel jika negara Palestina yang merdeka belum didirikan.

    Adapun pada bulan Januari lalu Trump sudah mengaku bakal membuat Arab Saudi menormalisasi hubungan.

    (*)

  • Inggris Siap Kirim Militer untuk Jamin Keamanan Ukraina, AS Ogah Bantu jika Bentrok dengan Rusia – Halaman all

    Inggris Siap Kirim Militer untuk Jamin Keamanan Ukraina, AS Ogah Bantu jika Bentrok dengan Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan AS enggan membantu Inggris jika Inggris mengerahkan pasukan ke Ukraina sebagai bagian dari perjanjian perdamaian dengan Rusia.

    Perdana Menteri Inggris Keir Starmer bertemu dengan Donald Trump di Gedung Putih pada hari Kamis (27/2/2025), di mana mereka membahas rencana untuk mencapai apa yang disebutnya sebagai perdamaian yang tangguh dan adil.

    “Saya bekerja sama erat dengan para pemimpin Eropa lainnya dalam hal ini, dan saya yakin bahwa Inggris siap mengerahkan pasukan darat dan pesawat udara untuk mendukung kesepakatan ini, bekerja sama dengan sekutu-sekutu kami, karena itulah satu-satunya cara agar perdamaian dapat bertahan lama,” kata Keir Starmer kepada wartawan.

    Namun, Donald Trump mengabaikan pertanyaan mengenai apakah AS akan memberikan bantuan jika pengerahan pasukan tersebut menyebabkan bentrokan dengan pasukan Rusia, dan mengatakan Inggris tidak membutuhkan banyak bantuan.

    “Mereka dapat mengurus diri mereka sendiri dengan sangat baik… Kedengarannya seperti mengelak, tetapi sebenarnya tidak mengelak. Anda tahu, Inggris adalah tentara yang luar biasa, militer yang luar biasa, dan mereka dapat mengurus diri mereka sendiri,” kata Trump.

    “Jika mereka membutuhkan bantuan, saya akan selalu bersama Inggris, oke? Saya akan selalu bersama mereka – tetapi mereka tidak membutuhkan bantuan,” lanjutnya, seperti diberitakan Pravda.

    Keir Starmer kemudian memuji hubungan AS-Inggris sebagai aliansi terbesar di dunia untuk kesejahteraan dan keamanan.

    “Kapan pun diperlukan, kami benar-benar saling mendukung…” kata Keir Starmer.

    “Bisakah kalian melawan Rusia sendirian?” sela Donald Trump sambil menoleh ke Keir Starmer sambil tersenyum.

    Keir Starmer kemudian tertawa kecil dan disambut tawa hadirin sebelum Donald Trump beralih ke pertanyaan lain.

    Sebelumnya, Rusia mengomentari usulan Donal Trump untuk mengirim pasukan perdamaian jika Rusia-Ukraina mencapai perjanjian damai dan menolak jika ada pasukan negara Eropa terutama negara anggota NATO yang dikerahkan ke Ukraina.

    Rusia mengatakan pasukan tersebut akan diperlakukan sebagai kombatan reguler.

    “Kehadiran pasukan bersenjata dari negara-negara NATO, bahkan di bawah bendera Uni Eropa atau sebagai bagian dari kontingen nasional sama sekali tidak dapat diterima oleh Moskow,” kata Vassily Nebenzia, utusan Moskow untuk PBB, pada awal bulan ini.

    Rusia telah berulang kali menentang pengerahan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina, dengan memperingatkan bahwa tanpa mandat PBB, mereka akan dianggap sebagai target yang sah.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Penyelidikan Terbaru: Blunder Besar Israel, IDF Abaikan 5 Sinyal Serangan Hamas 7 Oktober – Halaman all

    Penyelidikan Terbaru: Blunder Besar Israel, IDF Abaikan 5 Sinyal Serangan Hamas 7 Oktober – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hasil penyelidikan terbaru oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengungkap. militer Israel melakukan blunder besar menjelang serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023.

    IDF sebenarnya sudah melihat lima tanda aktivitas tak biasa yang dilakukan Hamas pada malam sebelum serangan. Namun, IDF justru memilih untuk mengabaikannya karena meyakini aktivitas itu bukanlah sinyal akan adanya serangan Hamas dalam waktu dekat.

    Menurut hasil penyelidikan, keputusan yang diambil IDF pada malam antara 6 dan 7 Oktober didasarkan pada kajian yang salah tentang Hamas selama bertahun-tahun. Akibatnya begitu besar, yakni para pejabat di semua tingkat gagal memberikan peringatan serangan.

    The Times of Israel melaporkan setidaknya ada lima sinyal yang menunjukkan aktivitas tak biasa Hamas. 

    Beberapa aktivitas itu juga punya alternatif penjelasan dan tidak dianggap cukup kuat untuk memberikan tanda bahwa akan ada serangan.

    Namun, di samping itu ada pula sinyal, Hamas sedang mempertahankan aktivitas rutinnya seperti biasa.

    Salah satu hal yang tak biasa atau anomali adalah adanya beberapa SIM card Israel di tangan pasukan Nukhba milik Hamas. Empat lainnya masih dirahasiakan.

    Masing-masing tanda tidak mengindikasikan hal yang sangat penting di IDF. Sebelumnya, beberapa di antaranya sudah pernah muncul.

    Namun, banyaknya kemunculan tanda itu merupakan hal yang tidak biasa. Oleh karena itu, para perwira intelijen Israel melakukan banyak pengecekan pada malam sebelum serangan.

    Setelah ada pengecekan, sejumlah tanda itu diabaikan, sedangkan yang lainnya tetap terbuka untuk diselidiki. Tidak ada satu pun perwira Israel yang menafsirkan tanda-tanda itu sebagai sinyal serangan dalam waktu dekat.

    Penyelidikan mendapati ada data intelijen lainnya yang sebenarnya bisa digunakan untuk melakukan penyelidikan. Data itu sudah sampai kepada para perwira senior, sedangkan yang lainnya tidak mengetahuinya.

    Seandainya gambaran besar data intelijen itu sudah dilihat oleh para perwira tertinggi, barangkali mereka akan meningkatkan level peringatan tentang serangan Hamas.

    IDF kemudian menyebutkan alasan peringatan itu tidak disampaikan meski sudah ada tanda-tanda serangan.

    1. Anggapan Israel sedang dalam periode tenang dengan Hamas di Gaza. Hamas dianggap memfokuskan serangan di Tepi Barat.

    2. Kurangnya rapat untuk kajian intelijen tentang perkembangan situasi.

    3. Tanggung jawab penyelidikan bidang peringatan dini tidak dibagi-bagi dengan tepat. Hal itu menyebabkan tumpang tindih di antara satuan intelijen. Akibatnya, tidak ada mekanisme pengawasan dan beberapa satuan kehilangan informasi penting.

    4. Berlimpahnya data di Direktorat Intelijen memunculkan situasi ketika tidak ada satu perwira yang memiliki gambaran penuh tentang semua informasi yang relevan.

    5. Budaya kerja yang di dalamnya pusat komando berfokus pada sistem komunikasi terenkripsi yang canggih untuk mengumpulkan informasi, ketimbang melakukan kerja intelijen nyata.

    6. Kesalahpahaman tanda-tanda itu tidak mengindikasikan sesuatu yang akan terjadi dalam waktu dekat. Hal itu membuat tindakan dan kajian dijadwalkan dilakukan pada pagi hari, bukan pada saat itu juga.

    Serangan terjadi dalam tiga gelombang

    Berdasarkan hasil penyelidikan IDF, terdapat tiga gelombang dalam serangan Hamas. Pada setiap gelombang terdapat roket yang ditembakkan.

    1. Gelombang pertama terjadi pukul 06.20 hingga 07.00 dan melibatkan 1.175 personel pasukan Nukhba milik Hamas. Pada saat yang bersamaan terdapat 1.406 roket yang ditembakkan. Kebanyakan menyasar pangkalan militer Israel dan kota-kota di perbatasan.

    Hamas berfokus menyerang pos perbatasan IDF lalu berupaya menuju fasilitas penting di Israel selatan, termasuk Pangkalan Reim yang menjadi markas Divisi Gaza.

    2. Gelombang dua berlangsung antara pukul 07.00 dan 09.00 dan melibatkan sekitar 600 personel Nukhba. Pada saat itu ada 937 roket yang ditembakkan. Hamas memfokuskan pemukiman di perbatasan Israel, kemudian berencana masuk lebih dalam ke fasilitas militer penting, termasuk Pangkalan Udara Israel.

    3. Gelombang ketiga terjadi antara pukul 09.00 dan 16.00. Terdapat sekitar 435 personel Nukhba. Ada 1.084 roket yang ditembakkan. Mereka berada di sana untuk membantu dua gelombang sebelumnya.

    Sebanyak 1.200 orang di Israel tewas dalam serangan itu. Lalu, ada 251 orang yang diculik oleh Hamas.

    (*)

  • ADMM Retreat Malaysia, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Bicara Pentingnya Solidaritas dan Diplomasi – Halaman all

    ADMM Retreat Malaysia, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Bicara Pentingnya Solidaritas dan Diplomasi – Halaman all

    TRIBUNNEWSCOM JAKARTA – Menteri Pertahanan Republik Indonesia Menhan RI Sjafrie Sjamsoeddin berbicara tentang pentingnya mengutamakan solidaritas dan diplomasi untuk mewujudkan kawasan yang aman, damai, serta sejahtera saat menghadiri acara ASEAN Defence Ministers Meeting Retreat (ADMM Retreat) di Penang, Malaysia, Rabu, 26/2/2025.

    Sjafrie juga menekankan ASEAN harus tetap solid, adaptif, dan proaktif dalam menjaga keamanan sebagai fondasi kemakmuran kawasan.

    Menurut dia, tantangan seperti sengketa teritorial, ancaman siber, dan ketegangan geopolitik hanya bisa dihadapi dengan kerja sama yang kuat dan berbasis kepentingan kolektif, bukan pengaruh eksternal.

    Selain itu, pemanfaatan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI) dalam pertahanan, harus dilakukan secara bertanggung jawab demi keamanan yang lebih inovatif dan berkelanjutan.

    “Dengan mengutamakan diplomasi, solidaritas, serta hubungan yang erat antara negara dan masyarakat, ASEAN dapat terus menjadi pilar stabilitas global dan memastikan kawasan yang aman, damai, serta sejahtera,” kata Sjafrie dalam keterangan resmi Biro Infohan Kemhan yang dikonfirmasi Jumat (28/2/2025).

    ADMM RETREAT – Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Sjafrie Sjamsoeddin menghadiri acara ASEAN Defence Ministers’ Meeting Retreat (ADMM Retreat), di Penang, Malaysia, Rabu (26/2/2025). Dalam pertemuan itu Sjafrie berbicara pentingnya mengutamakan solidaritas dan diplomasi untuk mewujudkan kawasan yang aman, damai, serta sejahtera. (HO/Tim Media Menhan Sjafrie)

    Pertemuan tersebut dihadiri seluruh Menteri Pertahanan se-ASEAN atau yang mewakili.

    Turut hadir perwakilan dari Timor Leste sebagai observer dan Deputy Secretary General of ASEAN.

    Sedangkan delegasi Myanmar diwakili oleh non-political representative Myanmar.

    Menteri Pertahanan Malaysia Dato Seri Mohamed Khaled bin Nordin selaku Chair of ADMM Retreat mengapresiasi pandangan yang dibagikan para Menhan ASEAN dalam menghadapi tantangan ke depan.

    Selain itu, di sela-sela rangkaian acara tersebut, Sjafrie menggelar lima pertemuan bilateral yakni dengan pejabat Malaysia, Timor Leste, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

    Malaysia

    Sjafrie melaksanakan pertemuan bilateral dengan Menhan Malaysia HE Dato Seri Mohamed Khaled bin Nordin di sela-sela kegiatan tersebut.

    Dalam pertemuan bilateral tersebut, kedua negara menyatakan akan terus memperkuat kerja sama pertahanan melalui berbagai inisiatif strategis.

    Inisiatif strategis dimaksud mulai dari Forum GBC Malindo untuk pengelolaan perbatasan, pendidikan, dan latihan militer bersama hingga kolaborasi dalam industri pertahanan yang tecermin dari kepercayaan Malaysia terhadap produk pertahanan Indonesia.

    Selain itu, partisipasi Malaysia dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2025 juga menegaskan komitmen bersama dalam menjaga stabilitas kawasan.

    “Dengan semangat persaudaraan dan kepentingan bersama, Indonesia optimis bahwa kerja sama pertahanan dengan Malaysia akan terus berkembang dan memberikan manfaat strategis bagi kedua negara serta kawasan ASEAN secara keseluruhan,” kata Sjafrie.

    Timor Leste

    Usai pertemuan bilateral dengan Menhan Malaysia, Sjafrie menggelar pertemuan bilateral dengan Menhan Timor Leste HE Donaciano do Rosario da Costa Gomes.

    Kedua negara menyatakan terus memperkuat kerja sama pertahanan melalui berbagai inisiatif.

    Inisiatif dimaksud termasuk menjaga stabilitas perbatasan melalui Technical Sub-Committee on Border Security (TSCBS), meningkatkan kapasitas militer Timor Leste melalui pendidikan dan pelatihan, serta memperluas kerja sama di bidang industri pertahanan dan interoperabilitas.

    “Indonesia juga menegaskan dukungan penuh bagi keanggotaan penuh Timor Leste di ASEAN sejalan dengan komitmen bersama untuk membangun kawasan yang aman dan damai,” ungkap Sjafrie.

    Thailand

    Sjafrie juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menhan Thailand HE Phumtham Wechayachai.

    Kementerian Pertahanan RI menyatakan kedua negara terus memperkuat kerja sama pertahanan melalui berbagai inisiatif strategis termasuk pendidikan dan pelatihan militer, industri pertahanan, serta riset dan teknologi.

    Sjafrie juga menyatakan dengan komitmen bersama, kerja sama ini diharapkan semakin erat dan memberikan manfaat bagi keamanan serta kemajuan kedua negara.

    Saya sangat mengapresiasi hubungan yang solid antara kedua negara dan mengajak Thailand untuk memperluas kolaborasi tidak hanya di sektor pertahanan tetapi juga dalam teknologi agraria, ungkap Sjafrie.

    Kamboja

    Sjafrie juga turut melakukan pertemuan bilateral dengan Menhan Kamboja HE Jenderal Tea Seiha di sela-sela kegiatan ADMM Retreat.

    Sjafrie mengungkapkan dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas kerja sama pertahanan kedua negara khususnya dalam pengembangan pasukan khusus dan peningkatan keamanan maritim.

    Kementerian Pertahanan RI menyatakan dukungan Indonesia terhadap peningkatan kapabilitas militer Kamboja menjadi bukti komitmen kuat dalam membangun stabilitas kawasan.

    Sjafrie juga mengungkapkan rasa terima kasih atas partisipasi Kamboja dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2025 di Bali.

    Saya juga mengucapkan terima kasih atas partisipasi Kamboja dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2025 di Bali.

    Semangat kebersamaan ini semakin memperkuat solidaritas ASEAN dalam menghadapi tantangan keamanan di masa depan, ungkapnya.

    Vietnam

    Sjafrie juga turut melakukan pertemuan bilateral dengan Wamenhan Vietnam HE Jenderal Nguyen Tan Cuong.

    Kementerian Pertahanan RI menyatakan kedua negara terus memperkuat kemitraan strategis di bidang pertahanan melalui peningkatan kapasitas militer, pendidikan, pelatihan, serta pengembangan industri pertahanan sebagai upaya menghadapi tantangan bersama di kawasan.

    Sjafrie mengatakan dengan komitmen bersama, Indonesia dan Vietnam siap membangun pertahanan yang lebih tangguh demi stabilitas dan keamanan kawasan.

    Dalam pertemuan di sela-sela ADMM Retreat ini, kami menegaskan pentingnya kerja sama yang lebih erat termasuk dalam interoperabilitas angkatan bersenjata, keamanan maritim, serta kolaborasi industri pertahanan, ungkapnya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Trump Tak Percaya Pernah Juluki Presiden Ukraina Zelensky ‘Diktaktor’: Saya Mengatakan Itu? – Halaman all

    Trump Tak Percaya Pernah Juluki Presiden Ukraina Zelensky ‘Diktaktor’: Saya Mengatakan Itu? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik kembali kritik tajamnya yang mengatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai diktaktor.

    Sebelumnya, Trump menulis di unggahan media sosial Truth Social pada 19 Februari, di mana ia menyebut Zelensky sebagai “diktaktor tanpa pemilu”.

    Dalam unggahannya, Trump menuduh Zelensky menolak menyelenggarakan pemilu.

    Ia juga mengulangi klaim Rusia tentang ketidakabsahan Zelensky sebagai presiden karena masa jabatannya resmi berakhir pada Mei tahun 2024.

    Namun, Trump membantah pernah mengatakan hal tersebut ketika ditanya oleh wartawan selama pertemuannya dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di Ruang Oval pada Kamis (27/2/2025).

    “Apakah saya mengatakan itu? Saya tidak percaya saya mengatakan itu. Pertanyaan berikutnya,” kata Trump ketika ditanya apakah dia masih percaya Zelensky adalah seorang diktator.

    “Kami ingin bekerja sama dengannya, Presiden Zelensky … dan kami akan bekerja sama dengannya,” lanjutnya. 

    “Saya pikir presiden dan saya sebenarnya memiliki hubungan yang sangat baik. Mungkin sedikit sulit karena kami ingin memiliki sedikit dari apa yang dimiliki negara-negara Eropa,” tambahnya, seperti diberitakan Kyiv Independent.

    Konstitusi Ukraina melarang pemilihan umum selama darurat militer dan keadaan perang.

    Selain itu, Trump berulang kali mengkritik Ukraina, termasuk tentang bantuan Eropa untuk Ukraina dalam bentuk pinjaman, sedangkan AS memberikan bantuan yang tidak dikembalikan.

    Ia juga mengklaim Ukraina tidak memberi laporan yang jelas tentang penggunaan bantuan dari AS selama perang sejak tahun 2022.

    Dalam pertemuannya kemarin, Keir Starmer menyela Trump dengan mengatakan sebagian besar bantuan Eropa untuk Ukraina adalah hadiah.

    Jelang Kunjungan Presiden Ukraina ke AS, Trump Bantah Pernah Sebut Zelensky ‘Diktaktor’

    Bantahan Trump muncul setelah Zelensky dikabarkan akan mengunjungi Gedung Putih pada Jumat (28/2/2025).

    Dalam kunjungan tersebut, Zelensky akan membahas tentang perjanjian mineral dengan AS.

    Sebelumnya, Trump ingin Ukraina mengembalikan bantuan senilai 500 miliar dolar dalam bentuk perjanjian mineral, sementara Zelensky mensyaratkan AS untuk memberi jaminan keamanan kepada Ukraina.

    Pada 12 Februari lalu, Trump mengatakan AS berupaya menjadi penengah dalam perundingan Rusia dengan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Israel Akui Gagal Total, Hasil Investigasi 7 Oktober Ungkap Cara Hamas Lumpuhkan IDF – Halaman all

    Israel Akui Gagal Total, Hasil Investigasi 7 Oktober Ungkap Cara Hamas Lumpuhkan IDF – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) mengungkap hasil investigasi sementara mengenai Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.

    Seorang pejabat militer Israel mengakui kegagalan total untuk mencegah serangan tersebut.

    “Tanggal 7 Oktober (2023) adalah kegagalan total dan tentara gagal melaksanakan misinya untuk melindungi warga sipil Israel,” kata pejabat IDF kepada wartawan, Kamis (27/2/2025).

    “Banyak warga sipil terbunuh hari itu sambil bertanya pada diri sendiri atau dengan lantang, di manakah tentara Israel?” tanyanya.

    Investigasi yang diterbitkan oleh militer Israel menyoroti kegagalan strategis dan intelijen utama yang memungkinkan Hamas melancarkan serangan terbesar terhadap Israel dalam sejarahnya.

    Militer Israel mengatakan dalam ringkasan laporan kepada media bahwa pasukannya gagal melindungi warga Israel.

    “Divisi Gaza (Israel) kalah dalam beberapa jam pertama perang, dengan teroris menguasai (wilayah tersebut), dan melakukan pembantaian di masyarakat dan di jalan-jalan di daerah tersebut,” menurut laporan IDF yang diberitakan oleh Yedioth Ahronoth.

    Sementara itu pejabat IDF mengakui tentara Israel terlalu percaya diri dan salah menilai kemampuan Hamas sebelum melancarkan serangan.

    Penyelidikan Israel menemukan serangan itu dilakukan dalam 3 kelompok, yang melibatkan hampir 5.000 pejuang Hamas.

    “Gelombang pertama mencakup lebih dari 1.000 pejuang dari unit elit Hamas yang menyusup di bawah perlindungan tembakan gencar,” katanya.

    “Gelombang kedua mencakup 2.000 pejuang, sementara gelombang ketiga mencakup masuknya ratusan pejuang,” lanjutnya.

    Investigasi militer Israel menyatakan Divisi Gaza berhasil ditundukkan pada jam-jam pertama serangan dan perlawanan dimulai pada sore hari.

    Hamas menyerang pasukan dan perwira senior militer Israel yang dikirim, serta mengganggu sistem komando dan kontrol.

    Militer Israel mengakui harga yang mereka bayar pada tanggal 7 Oktober 2023 tidak tertahankan dalam hal korban tewas dan luka-luka.

    “Hamas mengejutkan angkatan udara Israel dengan kemampuannya mengangkut militannya dengan parasut terbang, dan angkatan udara Israel tidak memiliki rencana darurat untuk skenario invasi darat,” lapor Yedioth Ahronoth, mengutip seorang pejabat IDF.

    “Kekacauan yang terjadi setelah serangan 7 Oktober menyebabkan insiden tembakan dari kawan sendiri, tetapi jumlahnya tidak banyak,” kata pejabat itu.

    “Para pemimpin militer memperkirakan invasi darat dari delapan titik perbatasan, tetapi Hamas menyerang dari lebih dari 60 titik, dan intelijen kami menunjukkan bahwa perencanaan serangan dimulai pada tahun 2017,” tambahnya.

    Surat kabar itu melaporkan Hamas menunda penyerbuan wilayah Gaza pada tahun 2023 untuk mempersiapkan pasukan elit dengan lebih baik dan berencana menyerbu selama hari raya Paskah Yahudi pada tahun 2023.

    Yedioth Ahronoth mengutip hasil penyelidikan yang mengatakan kegagalan intelijen Israel adalah akibat dari masalah mendalam pada inti sistem intelijen.

    Selain itu, pejabat IDF menjelaskan kegagalan Hizbullah Lebanon untuk bergabung dalam pertempuran bersama Hamas sejak awal disebabkan oleh kurangnya koordinasi.

    Sementara itu, The Times of Israel melaporkan bahwa sebagian besar perwira angkatan udara tidak berada di wilayah selatan karena sedang libur.

    Namun, angkatan udara Israel kemudian melancarkan operasi ‘Pedang Damocles’ untuk menyerang beberapa pemimpin Hamas dan markas besarnya. 

    Sementara itu, Kepala Staf IDF yang akan lengser, Herzi Halevy mengakui kegagalannya.

    “Kami tidak memiliki masalah untuk mengatakan bahwa kami telah melakukan kesalahan pada tanggal 7 Oktober dan saya bertanggung jawab,” kata Herzi Halevy mengomentari penyelidikan itu.

    Hasil penyelidikan menyimpulkan perlu untuk merekomendasikan penerapan kebijakan pertahanan ofensif dan meningkatkan kekuatan dan sumber daya tentara untuk melindungi perbatasan Israel.

    Tentara Israel juga harus selalu siap menghadapi serangan besar-besaran dan mendadak.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Analisis – di Bawah Trump, Amerika Punya Teman Baru: Rusia, Korea Utara, dan Belarus – Halaman all

    Analisis – di Bawah Trump, Amerika Punya Teman Baru: Rusia, Korea Utara, dan Belarus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Langkah terbaru Presiden AS Donald Trump mungkin menunjukkan siapa saja sekutu barunya dalam masa jabatan keduanya, menurut analisis dari The New York Times.

    Dalam sebuah keputusan yang tak biasa, Trump meminta Amerika Serikat untuk memberikan suara menentang resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina pada peringatan tiga tahun perang tersebut.

    Beberapa negara yang berpihak kepada Rusia dalam hal ini antara lain Korea Utara, Belarus, dan Sudan.

    Sebaliknya, negara-negara seperti Inggris, Prancis, Jerman, Kanada, Italia, Jepang, dan mayoritas dunia, mendukung resolusi tersebut.

    Hanya sebulan setelah menjabat, Trump mulai menggeser posisi Amerika di panggung internasional.

    AS kini berada di kubu negara-negara yang dianggap terisolasi oleh dunia, dan menjauh dari negara-negara sahabat tradisionalnya sejak Perang Dunia II.

    Pegeseran hubungan dengan sekutu lama ini memiliki dampak besar bagi kebijakan luar negeri Amerika di masa depan. 

    Meski para pemimpin Eropa seperti dari Polandia, Prancis, dan Inggris berusaha mendekati Trump, mereka kini menghadapi kenyataan bahwa nilai-nilai Trump berbeda dengan mereka, atau bahwa prioritas AS kini tidak sejalan dengan kepentingan mereka.

    Jika Amerika Serikat terus merangkul negara-negara yang terisolasi secara internasional seperti Rusia, maka Eropa, Kanada, dan sekutu Asia seperti Jepang dan Korea Selatan mungkin terpaksa mencari aliansi baru.

    Sementara itu, kedekatan Trump dengan Rusia memberikan kesempatan bagi Moskow untuk keluar dari isolasi diplomatik yang berusaha dibangun oleh Barat sejak invasinya ke Ukraina.

    Susan E. Rice, mantan duta besar PBB di bawah Barack Obama, menuduh Trump terang-terangan menuruti kehendak Rusia.

    “Trump menyelaraskan Amerika dengan musuh-musuh kita dan melawan sekutu-sekutu perjanjian kita,” kata Rice.

    “Kita semua harus bertanya mengapa?”

    Langkah Amerika untuk menentang resolusi PBB pada hari Senin (24/2/2025) mengejutkan para pemimpin Eropa.

    AS, bersama China dan Rusia, memberikan suara mentang resolusi, sementara Inggris, Prancis, dan sebagian besar negara Eropa lainnya abstain.

    Bahkan di dalam Partai Republik, beberapa anggota terpaksa menyuarakan ketidakpuasan mereka secara terbuka.

    Senator John Curtis dari Utah mengungkapkan kekhawatirannya.

    “Saya sangat prihatin dengan hasil pemungutan suara di PBB hari ini yang menempatkan kita di pihak yang sama dengan Rusia dan Korea Utara,” katanya di media sosial.

    Penasihat Trump berargumen bahwa sang presiden sedang melakukan negosiasi rumit untuk mengakhiri perang.

    Mereka mengklaim bahwa pendekatan Trump, yang berbeda dari presiden sebelumnya, pasti akan menghasilkan kesepakatan yang lebih baik.

    “Presiden Trump tahu cara membuat kesepakatan lebih baik dari siapa pun yang pernah memimpin negara ini,” kata Karoline Leavitt, juru bicara Gedung Putih.

    Namun, Trump tampaknya lebih memilih untuk mendekati Putin, bahkan menyalahkan Ukraina atas perang tersebut, dan menyebut Presiden Zelensky sebagai “diktator tanpa pemilihan umum.”

    Sikap Trump yang lebih ramah terhadap otokrat seperti Putin dan Kim Jong Un semakin jelas ketika ia mengabaikan kritik terhadap Rusia.

    Sementara Trump dengan ramah menjamu Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, harapan Eropa untuk meyakinkan Trump tetap rendah.

    Pada akhirnya, Trump terlihat lebih tertarik pada aliansi dengan Rusia dan Korea Utara, daripada mempertahankan hubungan dengan sekutu tradisional Amerika.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)