Category: Tribunnews.com Internasional

  • Sosok 4 Capres Ukraina yang Disodorkan AS Usai Zelensky Bertengkar dengan Donald Trump – Halaman all

    Sosok 4 Capres Ukraina yang Disodorkan AS Usai Zelensky Bertengkar dengan Donald Trump – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertengkar dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di ruang oval gedung putih AS pada Jumat, 28 Februari 2025.

    Trump yang tersulut emosi menuduh pemimpin Ukraina itu tidak berterima kasih dan tidak menghormati Amerika Serikat.

    Pertemuan Trump dengan Zelensky terkait penyelesaian perang Ukraina dengan Rusia yang sudah berlangsung 3 tahun.

    AS minta Zelensky diganti

    Buntut dari pertengkaran Zelensky dengan Trump, AS lalu meminta diadakan pemilihan calon presiden (capres) yang baru pengganti Zelensky.

    Penasihat keamanan nasional Presiden Donald Trump, Mike Waltz, mengatakan AS  Ukraina untuk kepemimpinan baru setelah konfrontasi di Ruang Oval.

    “Kita membutuhkan seorang pemimpin yang dapat bekerja sama dengan kita, bekerja sama dengan Rusia dan mengakhiri perang ini.

    ” Dan jika menjadi jelas bahwa motif pribadi atau politik Zelensky menyimpang dari tujuan untuk mengakhiri perang di negara ini, maka saya pikir kita punya masalah serius,” kata Tn. Waltz dalam acara “State of the Union” di CNN.

    Waltz mengatakan pemimpin Ukraina perlu menjelaskan secara terbuka dan tertutup bahwa dia “siap untuk bergerak menuju perdamaian”.

    Fox News umumkan daftar 4 kandidat presiden Ukraina

    Media yang selama ini dianggap berafiliasi dengan Trump yakni Fox News menyebut Zelensky menghadapi tekanan besar untuk mengundurkan diri dari jabatan presiden AS.

    Adu mulut yang panas dengan Trump telah mendorong banyak politisi Republik AS – bahkan Senator Lindsey Graham, untuk menyarankan agar pemimpin Ukraina itu mengundurkan diri, atau setidaknya tak mencalonkan diri kembali.

    “Entah dia harus mengundurkan diri dan menunjuk seseorang yang bisa bekerja sama dengan kita atau dia harus berubah,”  kata Graham.

    Merujuk pada kemungkinan bahwa  Zelensky tidak akan meneruskan jabatan Presiden Ukraina, Fox News (AS) telah merilis daftar 4 calon presiden potensial yang dapat menduduki jabatan tersebut:

    Vitali Klitschko

    Ia telah menjadi wali kota Kyiv sejak 2014 dengan dukungan kuat dari warga ibu kota Kiev.

    Dia telah membuktikan kemampuannya di panggung internasional.

    Keterampilan komunikasi yang baik dalam bahasa Inggris dan Jerman, serta kekayaan sebesar 300 juta USD.

    Mantan juara dunia tinju kelas berat Vitali Klitschko kini jadi wali kota Kiev. (kyivpost.com)

    Dianggap sebagai keunggulan Klitschko dalam perlombaan untuk menjadi Presiden Ukraina.

    Vitali Klitschko yang juga menentang Zelensky beberapa kali selama perang.

    Klitschko, mantan petinju profesional, memangku jabatan pada tahun 2014 setelah dua periode menjabat sebagai wakil dewan kota Kyiv.

    Pada tahun 2023, Klitschko menjadi berita utama ketika ia menuduh Zelensky tidak jujur ​​tentang keadaan perang, yang menurutnya bukanlah “jalan buntu” yang dijelaskan di media.

    Ia menuduh Zelensky berbohong “dengan gembira” sambil memuji Zaluzhny karena mengatakan “kebenaran.”

    Ruslan Stefanchuk

    Stefanchuk – juru bicara parlemen Ukraina – juga dianggap sebagai kandidat potensial untuk posisi kepemimpinan puncak di Ukraina.

    Namun, ia baru-baru ini dengan keras menolak saran internasional bahwa Ukraina harus menyelenggarakan pemilihan umum.

    Dalam sebuah posting Facebook awal bulan ini, ia mencatat bahwa saat ini Ukraina membutuhkan “amunisi bukan suara.”

    Ruslan Stefanchuk telah menjadi sekutu utama Zelensky sepanjang konflik.

     Stefanchuk disebut-sebut sejak awal perang sebagai politisi yang paling tepat untuk menggantikan Zelensky.

    Terpilih sebagai ketua pada tahun 2021, ia memiliki latar belakang sebagai sarjana hukum dan anggota Akademi Ilmu Hukum Nasional di Ukraina, menurut media Inggris i News .

    Stefanchuk baru-baru ini menentang keras usulan Trump agar Ukraina menggelar pemilu di masa perang, dengan mengatakan bahwa negaranya membutuhkan “peluru, bukan surat suara.”

    “Jika ada yang perlu dipaksa mengikuti pemilu yang nyata, bebas, dan adil, orang itu adalah [Putin],” tulisnya dalam posting Facebook .

    Kyrylo Budanov

    Kyrylo Budanov, kepala badan intelijen Ukraina.

    Menurut Fox News, Budanov  memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi daripada  Zelensky di Ukraina.

    Kepala Intelijen Pertahanan Ukraina (DIU) Kyrylo Budanov (Pravda)

    Ia baru-baru ini menyatakan keyakinannya bahwa Ukraina akhirnya dapat mencapai kesepakatan damai setelah tiga tahun perang.

    “Saya rasa itu akan terjadi. Sebagian besar unsurnya sudah ada untuk mewujudkannya,”  kata Budanov dalam sebuah wawancara.

     “Namun, berapa lama itu akan berlangsung, seberapa efektif itu, adalah pertanyaan lain . “

    Jenderal Valery Zaluzhny

    Jenderal Valery Zaluzhny – mantan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Ukraina.

    Saat ini duta besar negara itu untuk Inggris.

    Dia dianggap sebagai penerus yang dapat diandalkan untuk posisi Presiden Ukraina.

    Zaluzhny dan  Zelensky sempat berselisih pendapat, yang menyebabkan Jenderal tersebut dicopot dari jabatan Panglima Tertinggi pada tahun 2024.

    Panglima perang Ukraina Valery Zaluzhny (AFP)

    Akan tetapi, Zaluzhny sangat populer di kalangan rakyat Ukraina dengan 80 persen rakyat mengatakan mereka sangat memercayainya.

    Jajak pendapat internal yang diperoleh The Economist menunjukkan bahwa meskipun Zelensky tetap menjadi politisi paling populer di Ukraina.

    Dia akan kalah dalam pemilihan mendatang dari Zaluzhny dengan selisih 30 hingga 65 persen.

     

  • Buntut Cekcok Trump-Zelensky, Pemimpin Eropa Ambil Alih Negosiasi Perdamaian Perang Ukraina – Halaman all

    Buntut Cekcok Trump-Zelensky, Pemimpin Eropa Ambil Alih Negosiasi Perdamaian Perang Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Para pemimpin di Uni Eropa sepakat untuk mengambil alih penyusunan rencana negosiasi perdamaian perang Ukraina usai menggelar pertemuan di London, Inggris

    Rencana tersebut diungkap Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dua hari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terlibat cekcok dengan Presiden AS Donald Trump.

    Trump yang tersulut emosi menuduh pemimpin Ukraina itu tidak berterima kasih dan tidak menghormati Amerika Serikat.

    Ketegangan ini yang kemudian mendorong para pemimpin di Eropa untuk mengambil kendali negosiasi perang Rusia-Ukraina dari Amerika Serikat di tengah memburuknya hubungan antara Kyiv dan Washington.

    Starmer mengatakan dirinya sedang bekerja sama dengan Prancis dan beberapa negara lainnya untuk menyusun rencana penghentian pertempuran, yang nantinya akan diajukan kepada AS.

    “Ini bukan saatnya untuk lebih banyak bicara. Sekarang waktunya bertindak,” kata Starmer setelah pertemuan diplomatik penting di London.

    Meski negosiasi perdamaian perang Ukraina akan diambil alih Eropa, namun Starmer menegaskan bahwa upaya ini tetap membutuhkan dukungan AS

    Ia juga menolak anggapan AS adalah “sekutu yang tidak dapat diandalkan,” menyusul pertengkaran sengit antara Trump dan Zelensky yang mengguncang Eropa.

    Oleh karenanya setelah Inggris, Prancis dan beberapa negara lainnya selesai menyusun rencana penghentian pertempuran, proposal itu nantinya akan diajukan kepada AS.

    Pemimpin Eropa Nyatakan Dukungan ke Ukraina

    Mengutip Euronews, pertemuan yang dihadiri pemimpin Prancis, Jerman, Denmark, Italia, Belanda, Norwegia, Polandia, Spanyol, Kanada, Finlandia, Swedia, Republik Ceko, dan Rumania, serta Menteri Luar Negeri Turki selain membahas negosiasi perang.

    Juga dimaksudkan untuk mendukung Zelensky dan kepentingan rakyat Ukraina. Lantaran insiden tersebut adalah mimpi buruk bagi Eropa.

    “Saya harap Anda tahu bahwa kami semua mendukung Anda dan rakyat Ukraina selama diperlukan. Semua orang ada di meja ini,” katanya kepada pemimpin Ukraina dilansir AFP.

    “Kita perlu menyepakati langkah-langkah apa yang dihasilkan dari pertemuan ini untuk mewujudkan perdamaian melalui kekuatan demi kepentingan semua orang,” sambung Starmer.

    Dukungan serupa juga dilontarkan Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni yang ikut hadir dalam pertemuan di London.

    Dia menekankan pentingnya menjaga hubungan yang baik antara sesama negara-negara di Eropa.

    “Pertemuan tersebut memberikan kesempatan untuk menegaskan kembali dukungan Italia terhadap Ukraina dan rakyatnya, serta komitmennya untuk membangun perdamaian yang adil dan abadi, menjamin masa depan kedaulatan, keamanan dan kebebasan bagi Ukraina,” ujar Meloni.

    Mengikuti yang lainnya Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan di X, “Ukraina dapat mengandalkan Jerman — dan Eropa.

    Sementara Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menulis di media sosial, “Ukraina, Spanyol mendukung Anda.

    Pemimpin Eropa lainnya, termasuk dari Finlandia, Belanda, Republik Ceko, dan Norwegia, juga menggunakan media sosial untuk menyuarakan dukungan bagi Ukraina.

    Termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan bahwa “Rusia adalah agresor, dan Ukraina adalah orang-orang yang diserang.”

    Namun tidak semua pemimpin Eropa mendukung Ukraina.

    Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang telah lama mengkritik bantuan militer Uni Eropa untuk Kyiv justru mendukung upaya Trump.

    “Pria kuat menciptakan perdamaian, pria lemah menciptakan perang. Hari ini Presiden Trump dengan berani memperjuangkan perdamaian. Meskipun sulit diterima oleh banyak orang. Terima kasih, Tuan Presiden!”, tulis Orban di X.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • 6 Hal yang Perlu Diketahui tentang Abdullah Ocalan dan Konflik Turki-PKK – Halaman all

    6 Hal yang Perlu Diketahui tentang Abdullah Ocalan dan Konflik Turki-PKK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Selama lebih dari empat dekade, Turki memerangi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok militan yang memperjuangkan hak-hak minoritas Kurdi di negara tersebut.

    Lebih dari 40.000 orang telah tewas dalam konflik yang berlangsung puluhan tahun ini, baik dalam serangan PKK terhadap target militer dan sipil maupun operasi militer Turki terhadap para militan dan masyarakat yang dianggap melindungi mereka.

    Turki, Amerika Serikat, dan negara-negara lain menganggap PKK sebagai organisasi teroris.

    Saat ini, pendiri PKK yang dipenjara, Abdullah Öcalan, menyerukan kepada para pejuang Kurdi untuk meletakkan senjata dan menyatakan gencatan senjata.

    Namun, belum jelas apakah konflik selama 40 tahun ini akan berakhir dan apa yang ditawarkan pemerintah Turki kepada kelompok tersebut sebagai imbalannya.

    Mengutip The New York Times, berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang PKK dan konfliknya dengan Turki.

    1. Mengenal PKK

    PKK mulai melancarkan perlawanan terhadap negara Turki pada awal 1980-an.

    Awalnya, PKK memperjuangkan kemerdekaan bagi suku Kurdi, yang diperkirakan berjumlah sekitar 15 persen atau lebih dari populasi Turki.

    Dari pegunungan di Turki timur dan selatan, para pejuang PKK menyerang pangkalan militer dan kantor polisi Turki, yang memicu respons keras dari pemerintah.

    Konflik kemudian menyebar ke bagian lain negara itu.

    Pengeboman dahsyat yang dilakukan PKK di kota-kota Turki telah menewaskan banyak warga sipil.

    Selama dekade terakhir, militer Turki telah berhasil memukul mundur pasukan PKK dari kota-kota besar Kurdi di tenggara Turki, menggunakan pesawat tanpa awak untuk menargetkan para pemimpin dan pejuangnya, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk mengatur dan melancarkan serangan.

    Konflik ini terus memanas selama bertahun-tahun, meskipun serangan PKK yang sporadis telah menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas.

    Tahun lalu, sekelompok kecil militan PKK menyerbu kantor pusat perusahaan kedirgantaraan milik negara dengan senjata api dan bahan peledak, menewaskan lima karyawan sebelum pasukan keamanan berhasil mengendalikan situasi.

    2. Sosok Abdullah Öcalan

    Abdullah Öcalan adalah pendiri dan pemimpin PKK.

    Ia telah dipenjara di Turki selama seperempat abad.

    Banyak warga Kurdi di Turki memandang Öcalan sebagai simbol kuat perjuangan hak-hak Kurdi.

    Meskipun dipenjara, ia masih memiliki pengaruh besar terhadap PKK dan milisi afiliasinya di Suriah, Irak, dan Iran.

    Öcalan mendirikan PKK pada akhir 1970-an bersama dengan sekelompok pemberontak lainnya.

    Ia memimpin organisasi tersebut sebagian besar dari negara tetangga Suriah sambil melancarkan serangan di wilayah tenggara Turki dan kemudian di kota-kota besar Turki lainnya.

    Pada tahun 1998, Suriah memaksanya keluar, dan ia mencari suaka di Yunani, Italia, dan Rusia.

    Kemudian, pada 15 Februari 1999, agen intelijen Turki, dengan bantuan dari rekan-rekan mereka di AS, menangkap Öcalan di dalam pesawat di bandara Nairobi, Kenya.

    Setelah ditangkap pada tahun 1999, Öcalan dipenjara di Pulau İmralı di Laut Marmara, sebelah selatan Istanbul, di mana ia menjadi satu-satunya tahanan selama bertahun-tahun.

    Pada tahun yang sama, Turki menjatuhkan hukuman mati kepadanya.

    Hukuman tersebut diubah menjadi penjara seumur hidup setelah Turki menghapus hukuman mati sebagai bagian dari upaya mereka untuk bergabung dengan Uni Eropa.

    Sejak penahanannya, Öcalan mengubah ideologinya dari separatisme menjadi perjuangan hak-hak Kurdi di dalam kerangka negara Turki.

    3. Pandangan Turki terhadap Öcalan

    Bagi sebagian besar warga Turki, Öcalan tetap menjadi tokoh teroris yang paling dibenci di negara itu.

    Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengkritik isolasinya di Pulau İmralı.

    Pada tahun 2009, lima tahanan lainnya dikirim ke fasilitas tersebut, dan Öcalan diizinkan untuk bertemu dengan mereka beberapa kali seminggu, menurut laporan media Turki.

    Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Öcalan dan tahanan lainnya di pulau itu tidak diizinkan menerima kunjungan, termasuk dari pengacara mereka, atau melakukan panggilan telepon dengan anggota keluarga.

    Oktober lalu, seorang sekutu politik Presiden Recep Tayyip Erdoğan membuat pernyataan publik yang mengejutkan mengenai Öcalan.

    Ia meminta Öcalan untuk memerintahkan para pejuangnya agar meletakkan senjata dan mengakhiri konflik.

    Setelah itu, Öcalan menerima kunjungan terbatas dari kerabat dan sekutu politiknya, yang menjajaki kemungkinan proses perdamaian baru antara Turki dan PKK.

    4. Mengenal Suku Kurdi

    Suku Kurdi adalah kelompok etnis yang diperkirakan berjumlah sekitar 40 juta orang.

    Mereka terkonsentrasi di Iran, Irak, Suriah, dan Turki.

    Suku Kurdi berbicara dalam berbagai dialek bahasa Kurdi, bahasa yang tidak terkait langsung dengan bahasa Turki atau Arab.

    Sebagian besar suku Kurdi adalah Muslim Sunni.

    Suku Kurdi pernah dijanjikan negara sendiri oleh negara-negara adidaya setelah Perang Dunia I, tetapi janji itu tidak pernah terwujud.

    Pemberontakan suku Kurdi terjadi di berbagai negara selama beberapa generasi berikutnya, dan suku Kurdi menghadapi penindasan negara terhadap bahasa dan budaya mereka.

    Di Suriah, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh suku Kurdi, yang para pemimpinnya berakar pada PKK dan mengikuti ideologi Öcalan, menguasai bagian timur laut negara tersebut.

    SDF didukung selama bertahun-tahun oleh Amerika Serikat dan memainkan peran penting dalam mengalahkan ISIS.

    Namun, perubahan politik di Suriah telah membuat status masa depan mereka tidak jelas.

    SDF terlibat bentrok dengan pemberontak Arab Suriah yang didukung Turki, dan tetap berada di luar kendali pemerintah Suriah di Damaskus.

    Sejak Perang Teluk 1991, wilayah utara Irak yang sebagian besar dihuni oleh suku Kurdi telah menjadi semi-otonom.

    Kepemimpinan PKK sekarang bermarkas di Pegunungan Qandil di Irak utara.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Turki telah melancarkan serangan terhadap kelompok tersebut dan milisi afiliasinya di Irak dan Suriah, sambil melobi pemerintah Irak untuk mengusir mereka.

    5. Upaya Damai Sebelumnya

    Berbagai upaya telah dilakukan untuk membekukan atau mengakhiri konflik Turki-PKK, dimulai dengan gencatan senjata pada tahun 1993.

    Namun, semua upaya tersebut gagal, sering kali berujung pada pertumpahan darah yang lebih besar.

    Kekerasan terus berlanjut hingga putaran baru perundingan perdamaian dimulai pada tahun 2011.

    Saat itu, perwira intelijen Turki bertemu dengan Öcalan di penjara untuk merancang rencana bagi para pejuangnya untuk melucuti senjata.

    Politisi Kurdi menyampaikan pesan antara Öcalan dan rekan-rekannya di Irak utara.

    Namun, proses tersebut gagal pada pertengahan 2015, dengan masing-masing pihak saling menyalahkan atas kegagalan tersebut.

    Salah satu fase konflik yang paling mematikan terjadi setelahnya, dengan pertempuran sengit di kota-kota di tenggara Turki yang menewaskan lebih dari 7.000 orang, menurut International Crisis Group.

    6. Perbedaan dengan Gencatan Senjata Kali Ini

    Meskipun Turki masih menganggap PKK sebagai kelompok teroris separatis yang tidak mewakili masyarakat Kurdi, Turki telah mengakui beberapa pelanggaran hak-hak Kurdi di masa lalu dan memperluas batasan bahasa dan budaya Kurdi.

    Turki telah memberikan izin untuk siaran televisi dan radio berbahasa Kurdi dan mengizinkan bahasa Kurdi sebagai mata pelajaran pilihan di beberapa sekolah.

    Namun, pada saat yang sama, pemerintah telah mencopot lebih dari 150 wali kota Kurdi terpilih dari jabatan mereka sejak 2015, menurut Partai Kesetaraan Rakyat dan Demokrasi, yang mewakili gerakan pro-Kurdi secara politik dan memiliki kursi di Parlemen.

    Sebagian besar wali kota yang dicopot dituduh, dan beberapa di antaranya dihukum, atas kejahatan yang terkait dengan PKK.

    Human Rights Watch menyebut pencopotan wali kota Kurdi bermotif politik dan merupakan pelanggaran hak pemilih.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • 39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) telah sepakat mengirimkan senjata ke Israel, senilai sekitar $3 miliar, atau dalam rupiah sekitar Rp49,7 Miliar.

    Pentagon menyebut senjata-senjata tersebut berupa bom, peralatan pembongkaran, dan senjata lainnya.

    Kongres AS diberitahu tentang potensi penjualan senjata dalam keadaan darurat ke Israel ini pada Jumat (28/2/2025).

    Langkah ini melewati praktik lama yang memperbolehkan pimpinan dan anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR dan Komite Hubungan Luar Negeri Senat meninjau kesepakatan dan meminta informasi tambahan sebelum secara resmi memberitahu Kongres.

    Penjualan senjata tersebut meliputi 35.529 bom serba guna yang beratnya masing-masing sekitar 1.000 kilogram dan 4.000 bom penghancur bunker dengan berat yang sama, yang diproduksi oleh General Dynamics.

    Sementara Pentagon menyatakan bahwa pengiriman akan dimulai pada tahun 2026.

    “Ada kemungkinan bahwa sebagian dari pengiriman senjata ke Israel ini berasal dari persediaan AS,” ujar sumber dari AS, mengutip Palestine Chronicle.

    Paket kedua (pengiriman senjata) bernilai $675 juta dan terdiri dari 5.000 bom, masing-masing seberat sekitar 500 kilogram, beserta perlengkapan yang diperlukan.

    Paket ini targetnya akan dikirimkan pada tahun 2028.

    Pemberitahuan ketiga mencakup buldoser yang diproduksi oleh Caterpillar, senilai $295 juta.

    Ini adalah kedua kalinya dalam satu bulan pemerintahan Donald Trump mengumumkan keadaan darurat untuk mempercepat persetujuan penjualan senjata ke Israel.

    Pemerintahan mantan Presiden Joe Biden sebelumnya telah menggunakan wewenang darurat untuk menyetujui penjualan senjata ke Israel tanpa tinjauan kongres.

    Senin lalu, pemerintahan Trump mencabut perintah yang dikeluarkan selama era Biden, yang mengharuskannya melaporkan potensi pelanggaran hukum internasional terkait senjata yang disediakan oleh Amerika Serikat kepada sekutu, termasuk Israel.

    Diketahui perjanjian gencatan senjata di Gaza dicapai setelah perang Israel selama 15 bulan dan genosida terhadap Jalur Gaza.

    Serangan zionis Israel ini mengakibatkan terbunuhnya dan terlukanya lebih dari 160.000 orang serta kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II.

    Tahap pertama perjanjian pertukaran tahanan, yang mulai berlaku sejak tanggal 19 Januari 2025 lalu setelah mediasi yang berhasil dipimpin oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, diselesaikan pada Kamis (27/2/2025).

    Sementara tahap pertama pertukaran tahanan, yang berlangsung selama enam minggu, berakhir, Sabtu (1/3/2025).

    Israel telah menahan diri untuk tidak memasuki perundingan mengenai tahap kedua dan berupaya untuk memperpanjang tahap pertama guna membebaskan lebih banyak tahanannya di Gaza tanpa berkomitmen untuk mengakhiri perang.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa
     

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel Aati, Minggu (2/3/2025) menyatakan kalau para menteri luar negeri dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar rapat di Arab Saudi setelah pertemuan puncak darurat Arab pada Selasa, 4 Maret 2025.

    Ia mengatakan kalau rencana rekonstruksi Gaza telah selesai dan akan disampaikan pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) darurat Arab pada Selasa untuk disetujui.

    Abdel-Ati menambahkan, negaranya akan melanjutkan upaya intensif untuk memulai negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Dia juga menyinggung soal manuver Israel yang memblokir semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dalam rangka menekan Hamas untuk menyetujui perpanjangan tahap pertama gencatan senjata.

    “Penggunaan bantuan sebagai senjata hukuman kolektif dan kelaparan di Gaza tidak dapat diterima dan tidak diperbolehkan,” katanya merujuk pada aksi Israel memblokir bantuan ke Gaza.

    Tolak Kelola Gaza Dengan Imbalan Keringanan Utang

    Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2025), Mesir menyatakan, menolak usulan untuk mengelola Gaza karena mengganggap wacara itu sebagai hal yang ‘tidak dapat diterima’

    Mesir tidak mau mengambil alih pemerintahan Gaza, dengan menyebut gagasan tersebut bertentangan dengan sikap posisi Mesir dan negara-negara Arab yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.

    Mesir dan negara-negara Arab ingin masalah Palestina dikendalikan oleh faksi dan entitas Palestina dan terus mendorong ‘Solusi Dua Negara’ dengan Israel.

    “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab [tentang Gaza]… ditolak dan tidak dapat diterima,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tamim Khalaf seperti dikutip kantor berita negara, MENA.

    Pernyataan ini dilontarkan sehari setelah pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid melontarkan gagasan tersebut.

    Mantan perdana menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran negara yang akan datang, di Tel Aviv pada 16 Mei 2023. (JACK GUEZ / AFP)

    Imbalan Keringanan Utang

    Yair Lapid, Selasa, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza hingga 15 tahun dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mengusulkan  Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama delapan tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun.

    Lapid mengumumkan rencana tersebut saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, DC dan kemudian mengunggahnya di X, menurut surat kabar Maariv, Israel.

    “Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza,” tulisnya.

    “Inti dari rencana tersebut: Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar $155 miliar akan dibatalkan oleh masyarakat internasional.”

    “Setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, dunia terkejut mengetahui bahwa Hamas masih menguasai Gaza,” tambahnya.

    Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membangun “pemerintahan efektif di Gaza yang akan mengusir Hamas,”.

    Lapid juga mengatakan kalau Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.

    Masalah pertama Israel menurut dia adalah, “Dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza: Israel tidak dapat setuju Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.”

    Masalah kedua, kata Lapid, adalah “ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah: utang luar negeri sebesar $155 miliar tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.”

    Ia mengusulkan “satu solusi: Mesir akan memikul tanggung jawab pengelolaan Jalur Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negerinya akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya.”

    Selama 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka.

    Genosida baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk daerah kantong itu mengungsi.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Mesir Pemain Utama Pembangunan Gaza

    Lapid mengklaim bahwa selama 15 tahun, “Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang selanjutnya akan memperkuat ekonominya.”

    “Solusi ini memiliki preseden historis,” katanya.

    “Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu. Ini dilakukan dengan dukungan Liga Arab, dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Mesir melindungi Jalur Gaza atas nama Palestina. Inilah yang perlu terjadi lagi hari ini.”

    Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, ketika milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Hamas sebelumnya menolak rencana untuk melucuti senjata atau dipindahkan dari Gaza, dengan menyatakan bahwa masa depan daerah kantong itu harus ditentukan melalui konsensus nasional Palestina.

    Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza sejak bulan lalu, menghentikan perang Israel, yang telah menewaskan hampir 48.350 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Rekonstruksi Gaza Butuh Rp 327 Triliun

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi wilayah kantung Palestina itu.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    (oln/thntnl/anadolu/*)

     
     

  • Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF – Halaman all

    Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF – Halaman all

    Seputar Komunitas Druze yang Dibela Mati-matian Israel di Suriah: Duduki Posisi Tinggi di IDF

    TRIBUNNEWS.COM – Israel bersiap membuka front perang baru di Suriah.

    Dalil mereka kali ini, selain untuk membentuk selubung keamanan di wilayah perbatasan, juga untuk melindungi komunitas Druze dari ancaman militer pasukan keamanan pemerintahan baru Suriah.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanannya, Israel Katz, bahkan menginstruksikan pasukan pendudukan Israel (IDF) untuk melindungi komunitas Druze ini menyusul terjadinya operasi keamanan pasukan pemerintah Suriah di Jaramana, kota di pinggiran selatan ibu kota Suriah, Damaskus.

    Perintah Netanyahu ke IDF adalah agar militer Israel bersiap “mempertahankan” Jaramana dari pasukan pemerintahan baru Suriah, meski berisiko menimbulkan front baru bagi Israel.

    Lalu siapa komunitas Druze yang dibela mati-matian oleh Israel?

    Seperti sejumlah kelompok etnis lain di Timur Tengah, seperti suku Kurdi, suku Druze tinggal di beberapa negara yang berbeda, dipisahkan oleh batas-batas yang ditetapkan setelah pecahnya Kekaisaran Ottoman pada awal tahun 1920-an.

    Namun tidak seperti suku Kurdi, yang sebagian besar beragama Islam, suku Druze adalah kelompok agama dan etnis yang unik.

    Tradisi mereka sudah ada sejak abad ke-11 dan menggabungkan unsur-unsur Islam, Hinduisme, dan bahkan filsafat Yunani klasik.

    Saat ini, lebih dari 1 juta anggota komunitas ini tinggal terutama di Suriah dan Lebanon dan, dalam jumlah yang lebih sedikit, di Israel dan Yordania.

    Di Israel, Druze adalah komunitas yang erat dan aktif dalam kehidupan publik, menurut studi terbaru Pew Research Center tentang Israel. Mereka merupakan sekitar 2 persen dari populasi negara tersebut dan sebagian besar tinggal di wilayah utara Galilea, Karmel, dan Dataran Tinggi Golan.

    Al Jazeera melansir, suku Druze adalah kelompok minoritas etnoreligius yang sebagian besar mengidentifikasi diri sebagai orang Arab dan berbahasa Arab.

    Agama Druze tumbuh dari Islam Syiah Ismailiyah pada abad ke-11 tetapi telah berkembang hingga mencakup aspek-aspek agama lain, termasuk Hinduisme, serta filsafat kuno. 

    Kepercayaan ini meyakini reinkarnasi sekaligus mengakui tokoh-tokoh tradisional dalam Islam, Kristen, dan Yahudi. 

    Kelompok minoritas tersebut sebagian besar tetap terpisah dari masyarakat sekitar, tidak ada kegiatan proselitisme, dan pernikahan di luar agama tidak dianjurkan.

    KOMUNITAS DRUZE ISRAEL – Tangkap layar Middle East Eye, Minggu (2/3/2025) menunjukkan komunitas Druze di Israel melakukan demonstrasi. Israel menyatakan akan melindungi komunitas ini yang berada di dataran tinggi Golan di bagian Suriah yang diduduki Israel dari ancaman militer pasukan pemerintahan baru Suriah, pimpinan Ahmad Al-Sharaa,

    Di Mana Mereka Tinggal?

    Komunitas ini tersebar di Suriah, Lebanon, Yordania, Israel, dan Dataran Tinggi Golan – wilayah Suriah yang diduduki Israel.

    Hubungan antara Druze di berbagai negara terus terjalin erat.

    Israel merebut sebagian besar Dataran Tinggi Golan dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan kemudian mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1981 meskipun mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan masyarakat internasional.

    Hanya Amerika Serikat yang mengakui kedaulatan Israel atas Golan, yang secara strategis penting karena berbatasan dengan dataran Israel utara dan Suriah barat daya.

    Setelah pendudukan dimulai, banyak warga Suriah dipaksa keluar dari Golan, dan Israel membangun pemukiman ilegal di sana.

    Sekitar 20.000 warga Druze tinggal di sana saat ini.

    Dalam serangan kelompok Hizbullah Lebanon ke Majdal Shams, kota pusat Druze di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada akhir Juli 2024 silam, Israel secara cepat mengatakan bahwa para pemuda yang terbunuh dalam serangan tersebut adalah warga Israel, tetapi banyak orang Druze di Dataran Tinggi Golan tidak memiliki kewarganegaraan Israel.

    Diperkirakan 150.000 orang Druze di Israel memiliki kewarganegaraan.

    Mereka sebagian besar mengidentifikasi diri dengan Israel dan direkrut menjadi militer Israel dengan istilah “perjanjian darah” yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan antara orang Druze Israel dan orang Yahudi Israel.

    Sebagai bagian dari ini, banyak orang Druze telah berjuang untuk Israel dalam perang-perangnya melawan negara-negara tetangga Arab dan Palestina.

    Diperkirakan satu juta orang Druze tinggal di Lebanon dan Suriah.

    Mereka tinggal di sekitar Gunung Lebanon di Lebanon utara  dan di desa-desa serta kota-kota di Suriah selatan sekitar Sweida dan Jabal al-Druze, yang berarti “Gunung Druze” dalam bahasa Arab.

    KOMUNITAS DRUZE – Foto yang diambil dari The Times of Israel tanggal 28 Februari 2025 memperlihatkan Kota Hurfeish di Israel yang ditinggali oleh banyak komunitas Druze. Israel mempertimbangkan untuk menerima warga Suriah dari komunitas Druze untuk bekerja di Israel. (The Times of Israel)

    Apa Peran Komunitas Druze dalam Politik dan Budaya di Wilayah Tersebut?

    Druze memainkan peran penting dalam membangun negara Suriah dan Lebanon modern.

    Di Lebanon, kaum Druze memberikan pengaruh yang signifikan melalui Partai Sosialis Progresif , partai Druze utama di negara itu.

    Di Suriah, kaum Druze merupakan pendukung awal Partai Baath Sosialis Arab yang berkuasa. Tak heran, saat ini mereka diburu oleh rezim pemerintahan baru Suriah yang memerangi Bashar Al-Assad sebelum terguling. 

    Pada tahun 1963, perwira militer Druze bergabung dalam kudeta yang membawa partai tersebut berkuasa untuk pertama kalinya.

    Makram Rabah, asisten profesor sejarah dan arkeologi di Universitas Amerika di Beirut yang telah banyak menulis tentang Druze, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka adalah “salah satu komunitas pendiri Lebanon, Suriah, Yordania, dan Palestina modern” dengan sejarah panjang di wilayah tersebut.

    Rabah menggambarkan peran awal mereka sebagai pejuang perbatasan: “Seiring berjalannya waktu, mereka mengemban banyak tanggung jawab politik dan militer atas nama Khilafah Muslim”, katanya, mengacu pada peran yang dimainkan oleh Druze di Kekaisaran Abbasiyah, yang berdiri dari tahun 750 hingga 1258.

    “Jadi semua ini menjadikan mereka … salah satu suku yang bertahan hidup di Levant,” kata Rabah.

    Sebagai informasi, Levant atau Syam merupakan wilayah Mediterania Timur, atau wilayah besar di Asia Barat yang dibatasi oleh Pegunungan Taurus di utara, Gurun Arab di selatan, Laut Mediterania di barat, dan Pegunungan Zagros di timur. Levant meliputi wilayah Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, dan Palestina.

    Punya Posisi Mentereng di IDF

    Di Israel, beberapa anggota minoritas duduk di Knesset.

    Banyak warga Druze juga telah mencapai posisi tinggi di militer Israel (IDF).

    Meskipun komunitas tersebut telah mengabdi kepada Israel, kaum Druze termasuk di antara para pengkritik paling keras undang-undang negara-bangsa tahun 2018.

    Puluhan ribu orang Druze berunjuk rasa di Tel Aviv untuk mengecam undang-undang yang mendefinisikan Israel sebagai ” negara bangsa ” bagi orang-orang Yahudi, dengan alasan bahwa undang-undang tersebut telah menurunkan status komunitas mereka ke status warga negara kelas dua.

    Operasi Keamanan Pasukan Suriah di Jaramana

    Saat ini, pasukan pemerintah Suriah pimpinan Ahmed al-Sharaa (dikenal juga dengan nama Muhammad al-Julani) tengah melancarkan operasi keamanan di Jaramana untuk melacak orang-orang yang dicari menyusul pembunuhan seorang anggota Departemen Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.  

    Al Mayadeen melansir, perburuan oleh pasukan Pemerintahan Baru Suriah ini terjadi menyusul meletusnya bentrokan antara pasukan Keamanan Umum Suriah (rezim pemerintahan baru Suriah) dan kelompok bersenjata di Jaramana, di pedesaan Damaskus, pada Sabtu pagi.

    Sementara itu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan, bentrokan tersebut mengakibatkan satu orang tewas dan 10 orang terluka.  

    Israel Berniat Buka Front Baru

    Komentator urusan Arab di Channel 12 Israel , Ohad Hamo, mengemukakan kalau ancaman baru-baru ini dari Netanyahu menunjukkan indikasi kalau Israel berniat membuka front perang baru di Suriah.

    Terlebih, ancaman Israel soal Jaramana ini datang setelah Netanyahu sebelumnya agar pasukan pemerintah baru menghindari memasuki Suriah selatan, menunjukkan “kemungkinan membuka front tambahan,” yang berpotensi menarik Israel ke dalam konflik baru dengan negara Arab, khususnya Suriah.

    Hamou menyatakan, ” Ketegangan antara Komunitas Druze dan otoritas pusat di Damaskus telah meningkat, khususnya pada Sabtu malam di Jaramana, di mana pasukan al-Joulani berusaha menguasai kota Druze.”

    Media Israel melaporkan kalau Netanyahu dan Katz menginstruksikan tentara Israel untuk “bersiap mempertahankan desa Druze Jaramana, di pinggiran Damaskus, yang saat ini sedang diserang oleh pasukan rezim Suriah.”

    Pernyataan itu juga menambahkan, “Kami berkomitmen kepada saudara-saudara Druze kami di Israel untuk melakukan segala hal yang kami mampu untuk mencegah terjadinya bahaya terhadap saudara-saudara Druze mereka di Suriah, dan kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan mereka.”

    Netanyahu Mau Gambarkan ‘Israel Sebagai Negara Adikuasa’ dibandingkan Suriah yang Baru

    Mengomentari pernyataan Netanyahu dan Katz, Yanon Yateh, koresponden urusan militer untuk saluran News 24 Israel, mengatakan, ” Netanyahu dan Katz mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Druze , dengan menyatakan kalau mereka telah memberikan instruksi kepada tentara IDF untuk bertindak, mungkin melalui serangan peringatan, terhadap rezim baru di Suriah jika Druze diserang.”

    Ia menilai bahwa “ini adalah perkembangan yang sangat penting”, karena “Israel ingin menunjukkan di sini bahwa ini adalah langkah menuju negara adikuasa yang kontras dengan Suriah baru yang sedang berkembang.” 

    Potensi Perang IDF dengan Pasukan Al-Sharaa

    Sementara itu, Amir Bar Shalom, komentator urusan militer untuk Radio Angkatan Darat Israel , menyatakan kalau pernyataan Netanyahu “menunjukkan kalau kita sedang membahas kendali atas wilayah strategis. Kita masih dalam tahap awal tanpa ada gesekan dengan pasukan al-Joulani, tetapi gesekan semacam itu bisa saja terjadi.”

    Ia menjelaskan sikap baru Netanyahu terhadap Suriah dengan mengatakan: “Israel telah berkomitmen untuk bertindak secara militer jika Druze dirugikan, yang berarti Israel sedang mempersiapkan operasi militer di tanah Suriah ,”.

    Analis itu menambahkan bahwa “Netanyahu dapat melakukan ini tanpa mendeklarasikannya secara resmi.”

    Pada hari Sabtu, Jaramana menyaksikan operasi keamanan “untuk mencari orang-orang yang dicari” menyusul terbunuhnya seorang anggota Dinas Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.

     

    (oln/aja/almydn/*)

     

     

     

     
     
     

  • Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Jarah Uang-Emas Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza – Halaman all

    Sambil Perang Jadi Maling, Tentara Israel Curi Uang-Emas Senilai Rp 463 M dari Suriah, Lebanon, dan Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Sambil berperang, para tentara pendudukan Israel (IDF) rupanya memanfaatkan agresi militer yang mereka lakukan untuk menjarah barang-barang dari properti warga di wilayah yang mereka serbu.

    Laporan RNTV, Minggu (2/3/2025), mengutip lansiran media Israel Yedioth Ahronoth menyatakan kalau tentara IDF telah mengumpulkan sejumlah besar uang tunai, emas, barang mewah, dan persenjataan dari operasi mereka di Suriah, Lebanon, dan Gaza.

    Laporan tersebut merinci, penjarahan secara besar yang dilakukan oleh unit tentara khusus dan prajurit perorangan IDF.

    Di antara barang-barang yang disita terdapat uang tunai senilai hampir USD 28 juta, emas batangan, perhiasan mewah, dan sekitar 183.000 senjata.

    “Skala penjarahan itu begitu besar sampai-sampai para tentara IDF dilaporkan bercanda tentang tekanan fisik yang mereka alami (saat mengangkut barang jarahan),” kata laporan tersebut.

    Unit-unit khusus IDF yang terlibat dalam operasi tersebut bertugas untuk “menyita” aset keuangan dan barang berharga lainnya dari area yang ditetapkan sebagai wilayah “musuh”.

    Akan tetapi, banyak prajurit perorangan IDF juga terlibat dalam penjarahan atas inisiatif mereka sendiri.

    PAMER JARAHAN – Tangkap layar dari Euro-Med Monitor, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan seorang Tentara Israel memamerkan benda yang dia jarah saat agresi militer di Gaza. IDF dilaporkan melepaskan tentaranya di Jalur Gaza tidak hanya untuk membunuh, tetapi juga untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan tidak bermoral seperti pencurian properti dan penjarahan selama penggerebekan di rumah-rumah warga sipil Palestina, kata Pemantau Hak Asasi Manusia, Euro-Med.

    Menurut Yedioth Ahronoth, persenjataan curian itu sendiri sudah cukup untuk melengkapi pasukan militer kecil.

    Inventaris tersebut meliputi rudal, pesawat nirawak, sistem antitank canggih, ribuan alat peledak, dan berbagai jenis senjata api—beberapa masih dalam kemasan aslinya.

    Barang-barang sitaan lainnya termasuk senapan runduk, peralatan komunikasi militer, peralatan penglihatan malam, seragam, dan kendaraan.

    Di antara barang-barang yang dijarah tersebut juga terdapat barang-barang koleksi bersejarah, seperti senapan langka Perancis dari tahun 1930-an dan pistol unik yang terkait dengan operasi Hizbullah.

    Seorang perwira Israel, yang diidentifikasi sebagai ‘A’, menceritakan tantangan yang dihadapi para prajurit dalam mengangkut barang curian dari Lebanon selatan.

    “Awalnya, kami membawa rudal, senjata, dan peti amunisi kembali ke Israel di punggung kami pada malam hari, tetapi itu dengan cepat menjadi terlalu berat. Itu benar-benar membuat punggung kami lelah. Tapi orang-orang kami tangguh,” katanya.

    Saat ini, koleksi besar barang-barang jarahan disimpan di berbagai ‘fasilitas aman’ di seluruh Israel.

    Fasilitas aman itu, termasuk gudang-gudang yang dirahasiakan dan tempat penyimpanan bawah tanah di Israel. 

    Pemerintah Pendudukan Israel belum menentukan apa yang akan dilakukan terhadap barang-barang yang disita tersebut.

    MENYUSURI BUKIT – Tangkap Layar dari LCBI, Jumat (14/2/2025) menunjukkan pasukan infanteri Israel menyusuri kontur berbukit di perbatasan Lebanon. IDF memperpanjang kehadiran mereka di Lebanon Selatan dalam invasi darat melawan milisi Hizbullah. (LCBI/Tangkap Layar)

    Mau Oper Senjata Jarahan ke Ukraina

    Belakangan, muncul ide untuk mengoper senjata-senjata jarahan itu ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan Rusia.

    “Telah ada diskusi tentang penyediaan sejumlah senjata ke Ukraina, tetapi rencana ini dilaporkan dibatalkan karena posisi strategis Israel dalam menjaga netralitas, terutama mengingat kepentingan Rusia di Suriah. Selain itu, volume senjata yang dijarah dianggap minimal(kecil) dibandingkan dengan skala upaya perang Ukraina yang sedang berlangsung, yang terus menerima dukungan besar dari Barat,” kata laporan tersebut

    Meskipun IDF belum secara resmi mengonfirmasi penggunaan kembali bahan peledak yang disita, mereka telah menjajaki kemungkinan menggunakannya untuk memenuhi permintaan IDF akan alat peledak.

    Letnan Kolonel Sharon-Katzler, yang mengawasi berbagai aspek operasi ini, menekankan urgensi pemanfaatan bahan-bahan tersebut.

    “Contohnya, setelah invasi Hamas ke wilayah barat Negev pada 7 Oktober, kami mempelajari alat peledak yang mereka gunakan dan memperkuat tank dan APC kami,” ungkapnya.

     

    (oln/rntv/euromed/*)

     

  • Buka Perang Baru di Suriah, Israel Perintahkan IDF Lindungi Jaramana dari Serangan Pasukan Al-Sharaa – Halaman all

    Buka Perang Baru di Suriah, Israel Perintahkan IDF Lindungi Jaramana dari Serangan Pasukan Al-Sharaa – Halaman all

    Buka Perang Baru di Suriah, Israel Perintahkan IDF Lindungi Jaramana dari Serangan Pasukan Al-Sharaa

    TRIBUNNEWS.COM – Israel, yang mendapat gelontoran bantuan persenjataan baru dari Amerika Serikat (AS) baru-baru ini, dilaporkan bersiap membuka front baru di Suriah, negara Arab yang tengah bergejolak dalam transisi kepemimpinan.

    Indikasi itu datang saat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanannya, Israel Katz, menginstruksikan pasukan pendudukan Israel (IDF) untuk bersiap “mempertahankan” Jaramana di pinggiran ibu kota Suriah, Damaskus.

    Pada Sabtu, sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Netanyahu mengklaim bahwa “Jaramana diserang oleh pasukan rezim Suriah,” yang saat ini dikendalikan oleh pemimpin baru, Ahmed al-Sharaa sejak 29 Januari 2025.

    Pernyataan itu menambahkan, “Kami tidak akan membiarkan rezim baru di Suriah menyakiti komunitas Druze. Jika mereka disakiti, maka kami akan membalas dendam terhadap mereka [rezim].” 

    Kantor media Menteri Keamanan Israel juga mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan:

    “Kami berkomitmen kepada saudara-saudara Druze kami di Israel untuk melakukan segala daya upaya guna mencegah terjadinya bahaya terhadap saudara-saudara Druze mereka di Suriah, dan kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjamin keamanan mereka.”

    KOMUNITAS DRUZE – Foto yang diambil dari The Times of Israel tanggal 28 Februari 2025 memperlihatkan Kota Hurfeish di Israel yang ditinggali oleh banyak komunitas Druze. Israel mempertimbangkan untuk menerima warga Suriah dari komunitas Druze untuk bekerja di Israel. (The Times of Israel)

    Operasi Keamanan Pasukan Suriah di Jaramana

    Saat ini, pasukan pemerintah Suriah pimpinan Ahmed al-Sharaa (dikenal juga dengan nama Muhammad al-Julani) tengah melancarkan operasi keamanan di Jaramana untuk melacak orang-orang yang dicari menyusul pembunuhan seorang anggota Departemen Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.  

    Al Mayadeen melansir, perburuan oleh pasukan Pemerintahan Baru Suriah ini terjadi menyusul meletusnya bentrokan antara pasukan Keamanan Umum Suriah (rezim pemerintahan baru Suriah) dan kelompok bersenjata di Jaramana, di pedesaan Damaskus, pada Sabtu pagi.

    Sementara itu, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan, bentrokan tersebut mengakibatkan satu orang tewas dan 10 orang terluka.  

    Israel Berniat Buka Front Baru

    Komentator urusan Arab di Channel 12 Israel , Ohad Hamo, mengemukakan kalau ancaman baru-baru ini dari Netanyahu menunjukkan indikasi kalau Israel berniat membuka front perang baru di Suriah.

    Terlebih, ancaman Israel soal Jaramana ini datang setelah Netanyahu sebelumnya agar pasukan pemerintah baru menghindari memasuki Suriah selatan, menunjukkan “kemungkinan membuka front tambahan,” yang berpotensi menarik Israel ke dalam konflik baru dengan negara Arab, khususnya Suriah.

    Hamou menyatakan, ” Ketegangan antara Komunitas Druze dan otoritas pusat di Damaskus telah meningkat, khususnya pada Sabtu malam di Jaramana, di mana pasukan al-Joulani berusaha menguasai kota Druze.”

    Media Israel melaporkan kalau Netanyahu dan Katz menginstruksikan tentara Israel untuk “bersiap mempertahankan desa Druze Jaramana, di pinggiran Damaskus, yang saat ini sedang diserang oleh pasukan rezim Suriah.”

    Pernyataan itu juga menambahkan, “Kami berkomitmen kepada saudara-saudara Druze kami di Israel untuk melakukan segala hal yang kami mampu untuk mencegah terjadinya bahaya terhadap saudara-saudara Druze mereka di Suriah, dan kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan mereka.”

    Netanyahu Mau Gambarkan ‘Israel Sebagai Negara Adikuasa’ dibandingkan Suriah yang Baru

    Mengomentari pernyataan Netanyahu dan Katz, Yanon Yateh, koresponden urusan militer untuk saluran News 24 Israel, mengatakan, ” Netanyahu dan Katz mengumumkan bahwa mereka akan melindungi Druze , dengan menyatakan kalau mereka telah memberikan instruksi kepada tentara IDF untuk bertindak, mungkin melalui serangan peringatan, terhadap rezim baru di Suriah jika Druze diserang.”

    Ia menilai bahwa “ini adalah perkembangan yang sangat penting”, karena “Israel ingin menunjukkan di sini bahwa ini adalah langkah menuju negara adikuasa yang kontras dengan Suriah baru yang sedang berkembang.” 

    Potensi Perang IDF dengan Pasukan Al-Sharaa

    Sementara itu, Amir Bar Shalom, komentator urusan militer untuk Radio Angkatan Darat Israel , menyatakan kalau pernyataan Netanyahu “menunjukkan kalau kita sedang membahas kendali atas wilayah strategis. Kita masih dalam tahap awal tanpa ada gesekan dengan pasukan al-Joulani, tetapi gesekan semacam itu bisa saja terjadi.”

    Ia menjelaskan sikap baru Netanyahu terhadap Suriah dengan mengatakan: “Israel telah berkomitmen untuk bertindak secara militer jika Druze dirugikan, yang berarti Israel sedang mempersiapkan operasi militer di tanah Suriah ,”.

    Analis itu menambahkan bahwa “Netanyahu dapat melakukan ini tanpa mendeklarasikannya secara resmi.”

    Pada hari Sabtu, Jaramana menyaksikan operasi keamanan “untuk mencari orang-orang yang dicari” menyusul terbunuhnya seorang anggota Dinas Keamanan Umum di Kementerian Dalam Negeri Suriah.

     

    (oln/almydn/*)

     

     
     

     

     

     

  • Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza – Halaman all

    Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza – Halaman all

    Houthi Arahkan Semua Meriam ke Israel, IDF Berjudi dengan Nyawa Sandera di Tangan Hamas di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Houthi Yaman, Abdul-Malik al-Houthi memperingatkan, setiap dimulainya kembali serangan Israel terhadap Gaza akan ditanggapi pihaknya dengan eskalasi militer berskala besar.

    Pernyataan pimpinan kelompok Ansarallah Houthi Yaman ini merujuk pada situasi perkembangan runtuhnya gencatan senjata di Gaza.

    Houthi menyatakan, kelompok tersebut akan mengerahkan persenjataan militer yang mereka miliki untuk diarahkan ke seluruh entitas pendudukan Israel.

    “Jika perang di Gaza kembali terjadi, seluruh entitas musuh akan menjadi sasaran tembakan,” ancam Houthi dilansir RNTV, Minggu (2/3/2025).

    Al-Houthi menambahkan bahwa kelompoknya akan memberikan dukungan “melalui berbagai cara militer” jika Tel Aviv melanjutkan operasinya terhadap Gaza.

    Sementara itu, sumber-sumber Palestina melaporkan bahwa beberapa warga Palestina tewas atau terluka pada hari Minggu ketika pasukan Israel mengebom beberapa wilayah di Gaza setelah berakhirnya gencatan senjata.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), (atas, kiri-kanan): sandera Israel, Omer Shem Tov cium kening Al-Qassam dan Al-Qassam pamer senjata. (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan 2 sandera (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan. Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel pertukaran tahanan gelombang ke-7, dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Israel Berjudi dengan Nyawa Sanderanya di Tangan Hamas

    Sebelum serangkaian serangan udara ke sejumlah titik wilayah sipil di Gaza, juga pada Minggu (2/3/2025), Israel telah memberlakukan pemblokiran semuan bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah kantung Palestina tersebut.

    Berbagai laporan mengindikasikan kalau pemblokiran bantuan ini telah dikoordinasikan Israel dengan Amerika Serikat (AS).

    Israel menyatakan, menerima usulan AS akan proposal Gencatan Senjata Sementara yang diajukan, namun Hamas disebutkan belum menerimanya.

    Pemblokiran bantuan ini, sejalan niat Israel yang bermaksud menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai ‘senjata’, dimaksudkan untuk menekan Hamas untuk menyetujui usulan AS tersebut. 

    Bagi Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, penghentian bantuan ke Gaza sampai Hamas dihancurkan atau menyerah, dan semua sandera Israel dikembalikan, merupakan langkah “ke arah yang benar.”

    “Gerbang neraka harus dibuka secepat dan sekeras mungkin hingga kemenangan penuh tercapai,” kata Smotrich.

    Sementara itu, mantan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menyambut baik keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan menyatakan bahwa ia mendukungnya jika dilaksanakan sepenuhnya.

    Ben Gvir menambahkan bahwa tindakan seperti itu harus terus dilakukan hingga semua tawanan dibebaskan. “Sekarang saatnya membuka gerbang neraka, memutus aliran listrik dan air, dan kembali berperang,” ungkapnya.

    Hanya, laporan Al Jazeera menyiratkan kalau manuver Israel ini sebagai langkah perjudian dengan taruhan nyawa sandera Israel sendiri yang masih di tangan Hamas di Gaza.

    Hamas menyatakan, sebanyak 59 sandera Israel masih berada di Gaza.

    Selain merupakan kejahatan perang, memblokir bantuan ke Gaza justru membahayakan nyawa sandera Israel itu sendiri.

    Terlepas dari pemblokiran itu, serangan udara Israel yang berlanjut juga menjadi ancaman langsung bagi nyawa sandera Israel.

    Ratusan orang berdemo menuntut pemerintah Israel membebaskan keluarga dan kerabat mereka yang disandera Hamas di Gaza. Aksi demo ini digelar di Hostage Square di Tel Aviv untuk merayakan ulang tahun sandera Tamir Nimrodi, yang ditahan oleh teroris Hamas di Gaza. 15 November 2024. (Avshalom Sassoni/Flash90)

    Demo Besar di Tel Aviv

    Langkah pemerintah Israel ini sontak mendapat penentangan dari sejumlah entitas di Israel, khususnya para keluarga sandera.

    Di Tel Aviv, demonstrasi bergelombang terjadi di jalan-jalan utama. Para pihak oposisi menuding Netanyahu lebih mementingkan pengamanan posisinya ketimbang menyelamatkan sandera Israel yang tersisa.

    Sebelum memutuskan untuk memblokir bantuan masuk ke Gaza, Netanyahu memang dibayangi oleh ancaman perpecahan koalisi dari sayap kanan pemerintahannya yang menganggap kalau item-item pembahasan di negosiasi Tahap Dua gencatan senjata Gaza ‘tidak bisa diterima’.

    Menurut para pihak di koalisi Netanyahu, pemberian akses bantuan kemanusiaan serta penarikan mundur pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza, adalah harga yang terlalu mahal untuk ditebus dengan pembebasan para sandera.

    Karena itu lah mereka mengancam Netanyahu dengan ancaman perpecahan kabinet dan penarikan dukungan yang bisa melengserkan Netanyahu dari jabatannya saat ini.

    BRIGADE HAMAS – Para petempur gerakan Hamas yang tergabung dalam Brigade Al Qassam saat parade bersenjata di Gaza beberapa waktu lalu. Hamas menyatakan akan menyerahkan 4 jenazah sandera Israel pada Kamis (20/2/2025) dan membebaskan 6 sandera hidup Israel pada Sabtu (22/2/2025) dalam fase pertama kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Israel. (RNTV/TangkapLayar)

    Respons Hamas

    Gerakan Hamas mengatakan kalau pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel adalah upaya terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan menghindari memasuki negosiasi untuk tahap kedua perjanjian tersebut.

    Hamas menilai, Israel berusaha mengulur-ulur negosiasi Tahap II tapi ingin tetap sandera Israel dibebaskan.

    Pada akhirnya, kata Hamas, Israel akan melanjutkan gempuran mereka ke Gaza jika sandera-sandera sudah dibebaskan.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas menganggap keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan sebagai pemerasan murahan, kejahatan perang, dan kudeta terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata yang dijadwalkan tiga tahap tersebut. 

    Hamas meminta para mediator dan masyarakat internasional harus bergerak untuk menekan Israel dan menghentikan tindakan hukuman dan tidak bermoralnya terhadap lebih dari dua juta orang di Jalur Gaza.

    “Penjahat perang Netanyahu berusaha memaksakan fakta politik di lapangan, yang gagal diwujudkan oleh tentara fasisnya selama lima belas bulan genosida brutal, berkat keteguhan, keberanian, dan perlawanan rakyat kami. Ia berusaha menggulingkan perjanjian yang ditandatangani untuk melayani kalkulasi politik internalnya yang sempit, dengan mengorbankan tahanan pendudukan di Gaza dan nyawa mereka,” kata pernyataan Hamas.

    Hamas menjelaskan, tuduhan Israel mengenai pelanggaran perjanjian gencatan senjata oleh gerakan tersebut menyesatkan dan tidak berdasar.

    “Tuduhan Israel ini merupakan upaya yang gagal untuk menutupi pelanggaran harian dan sistematis terhadap perjanjian tersebut, yang menyebabkan tewasnya lebih dari seratus orang rakyat kami di Gaza, selain itu juga mengganggu protokol kemanusiaan, mencegah masuknya tempat berlindung dan pasokan bantuan, serta memperdalam bencana kemanusiaan di Gaza,” tambah pernyataan Hamas.

    Ia menekankan kalau perilaku Netanyahu dan pemerintahannya jelas melanggar apa yang dinyatakan dalam Pasal 14 perjanjian, yang menetapkan bahwa semua tindakan yang terkait dengan tahap pertama berlanjut pada tahap kedua, dan bahwa para penjamin akan melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa negosiasi terus berlanjut hingga tercapai kesepakatan mengenai persyaratan pelaksanaan tahap kedua.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam memamerkan senjata selama pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Serukan AS Berhenti Berpihak ke Israel

    Hamas juga menyerukan pemerintah AS untuk menghentikan bias dan keberpihakannya pada, “Rencana fasis penjahat perang Netanyahu, yang menargetkan rakyat kami dan keberadaan mereka di tanah mereka. Kami menegaskan bahwa semua proyek dan rencana yang mengabaikan rakyat kami dan hak-hak mereka yang telah ditetapkan di tanah mereka, penentuan nasib sendiri, dan pembebasan dari pendudukan ditakdirkan untuk gagal dan kalah.”

    Hamas memperbarui komitmennya untuk melaksanakan perjanjian yang ditandatangani dalam tiga tahap, dengan menambahkan:

    “Kami telah berulang kali mengumumkan kesiapan kami untuk memulai negosiasi untuk tahap kedua perjanjian tersebut.”

    Hamas mengimbau para mediator untuk menekan pendudukan agar melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian, dalam semua tahapannya, melaksanakan protokol kemanusiaan, dan mendatangkan peralatan tempat berlindung dan penyelamatan ke Jalur Gaza.

    Hamas menganggap, “Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya bertanggung jawab penuh atas penghalangan penerapan perjanjian tersebut, atau kebodohan apa pun yang mungkin dilakukannya dengan menggulingkannya, termasuk konsekuensi kemanusiaan yang terkait dengan tahanan pendudukan di Jalur Gaza.”

    Hamas meyakini kalau satu-satunya cara untuk memulangkan sandera Israel adalah dengan menaati perjanjian, segera mengadakan perundingan untuk memulai tahap kedua, dan agar pendudukan berkomitmen untuk melaksanakan janjinya.

     

    (oln/RNTV/anews/khbrn/aja/anadolu/*)

     

     

     

  • Gencatan Senjata Runtuh, Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Buka Gerbang Neraka – Halaman all

    Gencatan Senjata Runtuh, Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Buka Gerbang Neraka – Halaman all

    Gencatan Senjata Gaza Kolaps: Jet Israel Bombardir Beit Hanoun-Rafah, Ben Gvir: Saatnya Membuka Gerbang Neraka

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel (IDF) dilaporkan melancarkan serangkaian serangan udara ke sejumlah wilayah di Jalur Gaza menyusul berakhirnya gencatan senjata pada 28 Februari 2025 kemarin. 

    Pada Minggu (2/3/2025), pesawat tempur Israel dilaporkan melakukan serangan udara terhadap sebuah apartemen perumahan di Rafah, yang terletak di Jalur Gaza selatan, khususnya di lingkungan Al-Sultan.

    “Pengeboman itu mengakibatkan beberapa korban jiwa, baik luka-luka maupun kerusakan dilaporkan akibat serangan itu,” tulis laporan RNTV, Minggu.

    Sumber-sumber lokal mengindikasikan kalau serangan udara Israel tersebut menargetkan wilayah sipil.

    “Karena menyasar area sipil, kekhawatiran atas dampak yang semakin besar terhadap infrastruktur Gaza yang sudah hancur semakin meningkat. Tim tanggap darurat berada di lokasi, bekerja untuk membantu yang terluka dan mencari korban selamat di bawah reruntuhan,” kata laporan tersebut.

    Jumlah korban masih belum jelas karena situasi terus berkembang.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    IDF Tembaki Rumah-Rumah Penduduk

    Sebelum serangan di Rafah, laporan Pusat Media Palestina menyatakan, serangan udara Israel juga menyasar Beit Hanoun, sebuah kota di Gaza utara, Minggu.

    Serangan ini mengakibatkan tewasnya dua warga Palestina dan beberapa lainnya terluka.

    Serangan yang terjadi hari ini juga menargetkan rumah-rumah warga Palestina saat pasukan Israel menembaki rumah-rumah warga sipil.

    “Sumber-sumber lokal telah mengonfirmasi kalau pasukan Israel melepaskan tembakan di sekitar rumah-rumah Palestina di lingkungan Shejaiya, yang terletak di sebelah timur Kota Gaza,” tambah laporan RNTV.

    Serangan itu menargetkan kawasan permukiman dan menimbulkan kepanikan di kalangan warga sipil.

    Identitas korban masih belum dapat dipastikan, dan besarnya kerusakan masih ditaksir.

    Serangan IDF ini terjadi setelah fase pertama gencatan senjata berakhir kemarin, meskipun ada kesepakatan mengenai proposal yang didukung AS untuk gencatan senjata sementara selama bulan Ramadan.

    ITAMAR BEN-GVIR – Tangkap layar yang diambil dari akun X Mantan Menhan Israel Itamar Ben-Gvir pada Selasa (11/2/205). Itamar Ben-Gvir menyerukan serangan militer secara besar-besaran terhadap Gaza usai Hamas menunda pembebasan sandera yang telah direncanakan pada Sabtu depan (Tangkap layar yang diambil dari akun X Mantan Menhan Israel Itamar Ben-Gvir)

    Ben Gvir: Sekarang Waktu Tepat untuk Membuka Gerbang Neraka

    Sebagai catatan, serangkaian serangan Israel ini dilakukan setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan memblokir semua bantuan masuk ke Gaza, juga pada Minggu.

    Laporan menyatakan, aksi pemblokiran bantuan untuk Gaza ini dilakukan Israel guna menekan gerakan Hamas agar menyetujui usulan Amerika Serikat (AS) yang menyerukan perpanjangan gencatan senjata sementara dengan sejumlah syarat.

    Atas hal itu, Mantan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir mengomentari keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Ben Gvir menyatakan dukungannya terhadap keputusan tersebut dan menyambut baik penghentian bantuan jika keputusan itu dilaksanakan.

    Dia meminta kebijakan itu tetap berlaku sampai tawanan terakhir dibebaskan, menurut klaimnya.

    Ia menambahkan, “Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuka gerbang neraka, memutus aliran listrik dan air, dan kembali berperang.”

    TRUK BANTUAN – Tangkapan layar YouTube TRT World pada Minggu (2/3/2025) menunjukkan Puluhan truk bantuan memasuki Gaza saat gencatan senjata masih berlaku pada Rabu (22/1/2025). Pemerintah Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang dilanda perang pada hari Minggu (2/3/2025). (Tangkapan layar YouTube TRT World)

    Israel Blokir Semua Bantuan Masuk ke Gaza

    Pada hari Minggu, Pasukan Pendudukan Israel menutup penyeberangan Jalur Gaza dan menghentikan masuknya barang dan bantuan kemanusiaan setelah berakhirnya tahap pertama perjanjian gencatan senjata, menolak untuk melaksanakan tahap kedua, menurut Pusat Media Palestina.

    Kantor Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu menyatakan, dengan selesainya tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan, Netanyahu memutuskan untuk menghentikan masuknya barang dan pasokan ke Gaza mulai Minggu pagi ini.

    Pernyataan itu mengklaim bahwa keputusan ini dibuat karena penolakan Hamas terhadap usulan utusan AS Stephen Wittykov untuk melanjutkan negosiasi, yang mengancam “konsekuensi tambahan.”

    Hamas Bergeming, Kukuh Tahap Dua Gencatan Senjata

    Hari ini, pemimpin Hamas Mahmoud Mardaoui menekankan bahwa satu-satunya jalan menuju stabilitas regional dan pemulangan tawanan adalah penyelesaian perjanjian gencatan senjata, dimulai dengan pelaksanaan tahap kedua.

    Dalam pernyataan pers pada hari Minggu, Mardaoui menyatakan kalau tahap kedua memastikan negosiasi untuk gencatan senjata permanen, penarikan penuh, rekonstruksi, dan pembebasan tahanan dalam kesepakatan yang disepakati.

    “Inilah yang kami tegaskan, dan kami tidak akan mundur,” katanya.

    Ia menunjukkan kalau pernyataan terbaru dari kantor Netanyahu, yang menyebutkan persetujuan untuk perpnajangan gencatan senjata tahap I selama Ramadan dan Idul Fitri, “merupakan konfirmasi yang jelas tentang apa yang telah kami tekankan sejak awal,” mengacu pada penghindaran Israel terhadap perjanjian.

    Mardaoui menekankan bahwa pendudukan berulang kali mengingkari perjanjian yang ditandatangani dan terus bermanuver dalam memenuhi komitmen gencatan senjata.

    Ia memperingatkan kalau “manipulasi yang terus berlanjut ini tidak akan membawa para tawanan kembali ke keluarga mereka; sebaliknya, hal ini akan memperpanjang penderitaan mereka dan membahayakan nyawa mereka kecuali jika tekanan diberikan kepada pendudukan untuk memenuhi kewajibannya.”

    Tadi malam, kantor Netanyahu mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui garis besar rencana gencatan senjata yang diusulkan oleh utusan AS Stephen Wittykov untuk gencatan senjata sementara di Gaza selama bulan Ramadan dan Paskah Yahudi (12-20 April). 

    Rencana ini sebelumnya tidak diungkapkan oleh Wittykov.

    Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan keamanan yang diketuai oleh Netanyahu, dihadiri oleh menteri pertahanan, para pemimpin militer senior, dan tim perunding, dipastikan bahwa, menurut usulan Wittykov, setengah dari tawanan Israel yang ditahan di Gaza, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata yang diusulkan.

    Pernyataan itu menambahkan jika kesepakatan untuk gencatan senjata permanen tercapai, separuh tawanan di Gaza akan dibebaskan.

    Tahap pertama perjanjian gencatan senjata berakhir Sabtu malam, meskipun negosiasi untuk tahap kedua awalnya dijadwalkan akan dimulai pada 3 Februari.

    Netanyahu menghalangi proses ini karena ia ingin memperpanjang tahap pertama kesepakatan pertukaran tahanan untuk membebaskan sebanyak mungkin tawanan Israel tanpa menawarkan konsesi apa pun atau menyelesaikan kewajiban yang diuraikan dalam perjanjian sebelumnya.

    Hamas menolak hal ini dan menuntut agar Israel bertanggung jawab atas ketentuan gencatan senjata, mendesak para mediator untuk segera memulai negosiasi untuk tahap kedua, termasuk penarikan Israel dari Gaza dan penghentian penuh perang.

    Sejak gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, Israel telah melakukan banyak pelanggaran, yang mengakibatkan lebih dari 100 orang gugur, ratusan orang terluka, dan kegagalan dalam melaksanakan protokol kemanusiaan.

     

    (oln/rntv/*)