Category: Tribunnews.com Internasional

  • Sosok 7 Pakar Rudal Senior Rusia yang Terbang Misterius ke Iran di Tengah Memanasnya Timteng – Halaman all

    Sosok 7 Pakar Rudal Senior Rusia yang Terbang Misterius ke Iran di Tengah Memanasnya Timteng – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah pakar rudal senior Rusia tercatat berkunjung ke Iran selama setahun belakangan.

    Berdasarkan data perjalanan, Reuters memberitakan ada tujuh pakar rudal yang pergi dari Moskow ke Teheran lewat dua penerbangan tanggal 24 April dan 17 September tahun kemarin.

    Enam dari tujuh insinyur itu menggunakan paspor yang digunakan untuk keperluan resmi negara.

    Kantor berita asal Inggris itu tidak bisa mengetahui dengan pasti apa yang dilakukan ketujuh pakar tersebut di Iran. Tujuan mereka masih misterius.

    Seorang pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Iran mengatakan para pakar rudal Rusia sudah berkunjung beberapa kali ke tempat produksi rudal Iran tahun lalu.

    Beberapa kunjungan dilakukan pada bulan September 2024. Pejabat Iran itu meminta identitasnya dirahasiakan.

    Sementara itu, seorang pejabat pertahanan Barat mengatakan ada sejumlah pakar rudal Rusia yang berkunjung ke pangkalan rudal Iran pada bulan yang sama. Pangkalan itu berada sekitar 15 km dari Pelabuhan Amirabad.

    RUDAL RUSIA – Foto yang diambil dari laman Kementerian Pertahanan Rusia tanggal 4 Maret 2025 memperlihatkan sebuah rudal Rusia ditembakkan tahun 2024.

    Tujuh pakar Rusia itu memiliki latar belakang militer senior. Berdasarkan informasi dari database Rusia, dua orang berpangkat kolonel dan dua orang berpangkat letnan kolonel.

    Dua orang adalah pakar sistem pertahanan rudal. Tiga orang memiliki spesialisasi bidang artileri dan roket. Satu orang memiliki latar belakang pengembangan senjata canggih. Adapun yang lainnya masih bekerja dalam bidang pengujian rudal.

    Penerbangan mereka ke Iran terjadi ketika Iran sedang terlibat perseteruan sengit dengan Israel. Kedua belah pihak saling melancarkan serangan secara langsung pada bulan April dan Oktober 2024.

    Reuters menghubungi ketujuh pakar Rusia itu. Lima di antaranya membantah telah pergi ke Iran dan bekerja untuk militer.

    Kementerian Pertahanan dan Luar Negeri Iran memilih bungkam. Kementerian Luar Negeri Rusia juga menolak buka suara mengenai hal itu.

    Rusia dan Iran telah mempererat kerja sama pertahanan. Pada bulan Januari kemarin kedua negara itu menandatangani perjanjian militer di Moskow.

    Adanya perjanjian dengan Iran itu membuat Rusia bisa mengerahkan banyak drone Shahed rancangan Iran ke medan tempur di Ukraina.

    Identitas pakar rudal

    Kelompok peretas bernama Hooshyaran-e Vatan mengungkapkan informasi tentang kunjungan para pakar rudal Rusia.

    Hooshyaran-e Vatan mengatakan ketujuh orang di atas pergi ke Iran dengan status VIP.

    Reuters berusaha mencocokkan informasi dari kelompok peretas itu dengan data penumpang untuk penerbangan pada bulan September. Data itu disediakan oleh narasumber yang memiliki akses terhadap database Rusia.

    Dua di antara pakar itu adalah Denis Kalko (48) dan Vadim Malov (46) yang memesan kursi pesawat dalam penerbangan bulan April.

    Kalko bekerja di Akademi Pertahanan Antipesawat Militer, Kementerian Pertahanan Rusia. Adapun Malov bekerja di satuan militer yang melatih pasukan rudal antipesawat.

    Andrei Gusev (45), Alexander Antonov (43), dan Marat Khusainov (54) juga memesan kursi dalam penerbangan bulan April.

    Gusev adalah letkol yang bekerja sebagai Wakil Kepala Fakultas Roket Umum dan Amunisi Artileri di Institut Teknik Artileri Penza.

    Antonov bekerja di Direktorat Roket dan Artileri Utama di Kementerian Pertahanan. Khusainov adalah seorang kolonel yang bekerja di area uji coba rudal di Kapustin Yar.

    Adapun dua pakar yang terbang ke Iran pada bulan September adalah Sergei Yurchenko (46) dan Oleg Fedosov (46).

    Yurchenko bekerja di Direktorat Roket dan Artileri, sedangkan Fedosov bekerja di Direktorat Riset Antarlayanan dan Proyek Khusus.

    (*)

  • Pemimpin Druze Lebanon, Walid Jumblatt: Warga Druze Suriah Perlu Waspada Terhadap Rencana Israel – Halaman all

    Pemimpin Druze Lebanon, Walid Jumblatt: Warga Druze Suriah Perlu Waspada Terhadap Rencana Israel – Halaman all

    Pemimpin Druze Lebanon Walid Jumblatt kemarin menyerukan komunitas Druze Suriah untuk tetap berhati-hati terhadap rencana Israel

    Tayang: Selasa, 4 Maret 2025 17:39 WIB

    X/Twitter

    BERSALAMAN- Pemimpin Druze Lebanon Walid Jumblatt bertemu dengan pemimpin HTS Abu Mohammed al-Julani atau Ahmed al-Sharaa di Damaskus pada Minggu (21/12/2024). Pemimpin Druze Lebanon Walid Jumblatt kemarin menyerukan komunitas Druze Suriah untuk tetap berhati-hati terhadap rencana Israel,  Anadolu  melaporkan. 

    Pemimpin Druze Lebanon, Walid Jumblatt: Warga Druze Suriah Perlu Waspada Terhadap Rencana Israel

    TRIBUNNEWS.COM- Pemimpin Druze Lebanon Walid Jumblatt kemarin menyerukan komunitas Druze Suriah untuk tetap berhati-hati terhadap rencana Israel,  Anadolu  melaporkan.

    Berbicara dalam sebuah konferensi pers, mantan pemimpin Partai Sosialis Progresif mengatakan: “Orang-orang bebas di Jabal Al-Arab [Druze] harus waspada terhadap rencana Israel di Suriah.”

    “Ada rencana untuk merusak keamanan nasional Arab,” tegasnya.

    Ia menyebutkan rencana untuk meninjau kembali Suriah guna mengatasi perkembangan yang sedang berlangsung dan mengonfirmasi bahwa ia telah meminta pertemuan dengan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa minggu depan.

    Mengomentari komunitas Druze, Jumblatt berkata: “Mereka yang menyatukan Suriah selama era Sultan Pasha Al-Atrash tidak akan mengindahkan seruan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.”

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Ancaman Israel ke Hamas: Beri Waktu 10 Hari untuk Terima Usulan AS atau Perang Berkobar Lagi – Halaman all

    Ancaman Israel ke Hamas: Beri Waktu 10 Hari untuk Terima Usulan AS atau Perang Berkobar Lagi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Hamas dan Israel kembali terhenti.

    Terhentinya negosiasi ini akibat dari Hamas yang menolak usulan utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff terkait gencatan senjata di Gaza.

    Usulan tersebut melibatkan pembebasan separuh sandera yang masih hidup dan pengembalian separuh jenazah pada hari pertama kesepakatan yang dilanjutkan.

    Sisa sandera dan jenazah akan dikembalikan pada hari ke-42, yang akan menjadi hari terakhir gencatan senjata.

    Namun, beberapa pihak mengklaim bahwa organisasi perlawanan Palestina itu tidak menolak usulan tersebut.

    “Saat ini tidak ada kemajuan dalam hal ini (negosiasi),” kata seorang sumber Israel kepada The Jerusalem Post.

    Para pejabat memperkirakan bahwa jika tidak ada kesepakatan yang dicapai antara Israel dan Hamas, Israel akan kembali berperang di Gaza dalam waktu sekitar satu setengah minggu.

    “Sangat sulit untuk membuat kemajuan,” kata salah seorang pejabat Israel.

    Sumber lain mengatakan bahwa saat ini belum ada harapan bagi Witkoff untuk mengunjungi Israel.

    Tanpa kesepakatan mengenai pembebasan sandera tambahan dalam beberapa hari mendatang, sumber mengatakan Israel tengah bersiap untuk meningkatkan tindakannya terhadap Hamas.

    Setelah keputusan pada Minggu (2/3/2025) untuk menghentikan bantuan kemanusiaan, Israel tengah bersiap untuk memutus aliran air dan listrik ke Jalur Gaza, serta memulai kembali pertempuran paling cepat minggu depan.

    Para pejabat menyarankan bahwa bahkan tanpa menerima inisiatif Witkoff, Hamas mungkin setuju untuk membebaskan sandera tambahan dalam waktu dekat dengan imbalan pembebasan tawanan Palestina dari penjara dan masuknya karavan dan bantuan kemanusiaan, tetapi mereka menambahkan bahwa ini juga tergantung pada isu-isu lain.

    “Pemerintah Israel perlu memutuskan apa yang akan dinegosiasikan dengan Hamas dan apa yang akan mereka terima sebagai imbalan atas pembebasan sandera dalam beberapa minggu mendatang,” kata seorang sumber.

    “Kesepakatan Hamas untuk membebaskan lebih banyak sandera bergantung pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini,” lanjutnya.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengatakan pada hari Senin bahwa Israel menanggapi permintaan mediator untuk memberikan waktu beberapa hari lagi untuk negosiasi.

    “Jika Hamas tidak segera membebaskan para sandera, gerbang Gaza akan terkunci, dan gerbang neraka akan terbuka – kami akan kembali berperang, dan mereka akan menghadapi IDF dengan kekuatan dan metode yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya,” kata Katz, dikutip dari Times of Israel.

    Hamas mengatakan pada hari Senin bahwa Israel mencoba mengembalikan keadaan ke titik awal dengan meminta perpanjangan tahap pertama perjanjian gencatan senjata Gaza mereka.

    “Pendudukan berusaha mengembalikan keadaan ke titik awal dan membatalkan perjanjian melalui alternatif yang diusulkannya,” kata pejabat senior Hamas, Osama Hamdan.

    Menurut pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, Israel dan Netanyahu berupaya melanjutkan agresi dan kejahatan terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

    Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Hamdan mencatat bahwa pelanggaran Israel belum berhenti sejak saat pertama gencatan senjata.

    “Pelanggaran perjanjian pada tahap pertama membuktikan tanpa keraguan bahwa pemerintah pendudukan (Israel) berkepentingan dalam runtuhnya perjanjian tersebut dan bekerja keras untuk mencapai tujuan ini,” katanya, dikutip dari Al Mayadeen.

    Pejabat Palestina tersebut menggambarkan keputusan Netanyahu baru-baru ini untuk mengadopsi usulan AS guna memperpanjang tahap pertama perjanjian tersebut—melalui pengaturan yang bertentangan dengan ketentuan awal—sebagai “upaya terang-terangan untuk menghindari perjanjian dan menghindari perundingan untuk tahap kedua”.

    “Pendudukan berusaha mengembalikan keadaan ke titik awal dan membatalkan perjanjian melalui alternatif yang diusulkannya,” Hamdan memperingatkan.

    Dalam konteks ini, ia mencantumkan pelanggaran utama yang dilakukan “Israel” selama fase pertama perjanjian gencatan senjata.

    Hamdan mengatakan “Israel” melarang masuknya 50 truk pengangkut bahan bakar per hari sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian.

    Selama 42 hari, hanya 978 truk yang diizinkan masuk, dengan rata-rata hanya 23 truk per hari.

    Pendudukan tersebut juga mencegah sektor komersial mengimpor bahan bakar dalam bentuk apa pun, meskipun ada ketentuan yang jelas dalam perjanjian yang mengizinkannya.

    Hanya 15 rumah mobil (karavan) yang diizinkan masuk dari 60.000 yang disepakati, selain sejumlah tenda yang terbatas.

    Israel menghalangi masuknya alat berat yang dibutuhkan untuk membersihkan puing-puing dan mengevakuasi jenazah dari bawah reruntuhan, dengan hanya mengizinkan sembilan buah peralatan, padahal setidaknya 500 buah peralatan dibutuhkan.

    Pendudukan tersebut juga menghalangi masuknya bahan konstruksi dan penyelesaian yang penting untuk membangun kembali infrastruktur dan rumah sakit.

    Peralatan medis yang dibutuhkan untuk rehabilitasi rumah sakit sebagian besar dilarang, hanya lima ambulans yang diizinkan masuk, sementara peralatan pertahanan sipil sama sekali ditolak masuk.

    Israel, kata Hamdan, juga mencegah pengoperasian pembangkit listrik dan memblokir pengiriman pasokan yang diperlukan untuk rehabilitasinya.

    Mereka juga melarang likuiditas uang tunai mencapai bank dan menolak mengganti uang kertas yang sudah usang.

    (*)

  • Ukraina Serasa Dicekik AS, Minta Tolong karena Kurang Pasukan, tapi Washington Ogah Bantu – Halaman all

    Ukraina Serasa Dicekik AS, Minta Tolong karena Kurang Pasukan, tapi Washington Ogah Bantu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menghadapi pertempuran dengan Rusia yang tiada hentinya, Ukraina kini menghadapi masalah kekuarangan pasukan.

    Ukraina pun akhirnya meminta bantuan kepada Amerika Serikat (AS), tetapi langsung ditolak mentah-mentah.

    Penolakan itu terjadi setelah pertemuan menegangkan antara Presiden AS, Donald Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky di Ruang Oval pada Jumat (28/2/2025) lalu.

    Wakil Presiden (Wapres) AS, JD Vance, membeberkan alasan Washington menolak permintaan bantuan Ukraina.

    Tanpa menyinggung ketegangan pada Jumat lalu, Vance menyebut AS saat ini tengah kekurangan dana.

    “Pertumpahan darah, pembunuhan, kehancuran ekonomi, semua orang menjadi semakin menderita,” kata JD Vance, dikutip dari TASS.

    Perlu diketahui, AS secara resmi menghentikan semua bantuan militer ke Ukraina pada Senin (3/3/2025).

    Penghentian sementara ini akan tetap berlaku sampai pejabat Ukraina menunjukkan komitmen itikad baik terhadap perundingan perdamaian, kata seorang pejabat Gedung Putih kepada The Post.

    “Presiden telah menegaskan bahwa ia berfokus pada perdamaian,” kata pejabat tersebut.

    “Kami ingin mitra kami juga berkomitmen pada tujuan itu,” lanjutnya.

    “Kami sedang berhenti sejenak dan meninjau kembali bantuan kami untuk memastikan bahwa bantuan tersebut memberikan kontribusi terhadap solusi,” tambahnya lagi.

    Pejabat itu mencatat, jeda sementara tersebut merupakan respons langsung terhadap perilaku Zelensky selama seminggu terakhir.

    Trump telah memerintahkan Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, untuk melaksanakan arahan tersebut, yang akan menghentikan pengiriman semua peralatan militer AS yang belum berada di Ukraina, termasuk senjata di Eropa yang menuju ke negara yang dilanda perang itu.

    “Ini bukan penghentian bantuan secara permanen, ini jeda,” kata seorang pejabat pemerintahan Trump kepada Fox News.

    “Perintah akan segera dikeluarkan,” tegasnya.

    Trump dijadwalkan bertemu dengan Penasihat Keamanan Nasional, Mike Waltz, dan Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, pada Senin, untuk membahas kemungkinan pembekuan, yang akan memaksa sekutu Eropa untuk mengambil alih sebagai entitas utama yang membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia. 

    “Ini akan menjadi bagian dari peralihan yang lebih besar dari konflik-konflik di Eropa dan peralihan menuju pembentukan aliansi di Amerika Latin dan di Belahan Barat,” kata seorang sumber yang dekat dengan Gedung Putih. 

    AS telah memberikan Ukraina bantuan militer lebih banyak  daripada negara lain mana pun di dunia sejak invasi Rusia Februari 2022.   

    Pelacak Dukungan Ukraina dari Kiel Institute for the World Economy yang berpusat di Jerman mematok dukungan finansial AS sebesar $119 miliar, termasuk sekitar $64 miliar dalam bentuk bantuan militer. 

    Sementara itu, Uni Eropa telah memberikan Ukraina $53 miliar dalam dukungan militer.

    Komitmen besar AS terhadap Ukraina yang sudah ada sebelum pemerintahan Trump, termasuk paket “otoritas penarikan pasukan presiden” senilai $500 juta yang ditandatangani oleh mantan Presiden Joe Biden pada minggu-minggu terakhirnya di Gedung Putih. 

    Paket tersebut mencakup rudal untuk pertahanan udara; amunisi udara-ke-darat; dan peralatan untuk mendukung penggunaan F-16 oleh Ukraina di antara persenjataan dan amunisi lainnya. 

    Gedung Putih Tuntut Permintaan Maaf Zelensky

    Salah seorang pejabat AS yang tak mau menyebutkan namanya mengatakan, Gedung Putih menuntut Zelensky untuk meminta maaf secara terbuka atas sikapnya selama pertemuan dengan Trump dan JD Vance pada Jumat lalu.

    “Saya telah diberitahu oleh seorang pejabat senior di sini bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan kesepakatan mineral ini sampai Zelensky tampil di depan kamera dan membuat permintaan maaf publik yang eksplisit atas cara ia berperilaku di Ruang Oval,” kata koresponden Fox News, Peter Doocy.

    Sementara itu, pemimpin Ukraina sendiri mengatakan kepada BBC pada Minggu, ia bersedia untuk melanjutkan “dialog konstruktif” dengan Washington dan menandatangani perjanjian tersebut.

    Beberapa jam setelah episode konfrontatif pada hari Jumat, Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, juga menyarankan Zelensky untuk meminta maaf “karena telah membuang-buang waktu kita”.

    Pemimpin Ukraina, pada gilirannya, mengatakan kepada Fox News, ia merasa tidak berutang permintaan maaf kepada Trump dan Vance.

    Berbicara kepada media yang sama pada hari Senin, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz menggambarkan Zelensky sebagai “masalah” karena penolakannya untuk “membicarakan perdamaian.”

    “Waktu tidak berpihak padanya. Waktu tidak berpihak pada kelanjutan konflik ini selamanya,” kata pejabat itu.

    Pada Minggu, Waltz menyampaikan pernyataan serupa dalam wawancaranya dengan CNN.

    “Jika menjadi jelas bahwa motivasi pribadi atau politik Presiden Zelensky berbeda dengan upaya mengakhiri pertempuran di negaranya, maka saya rasa kita menghadapi masalah yang nyata,” ungkap Waltz.

    “Kita memerlukan pemimpin yang mampu berurusan dengan kita, akhirnya berurusan dengan Rusia, dan mengakhiri perang ini,” jelasnya.

    (*)

  • Tokoh Reformis Iran, Mohammad Javad Zarif Mengundurkan Diri – Halaman all

    Tokoh Reformis Iran, Mohammad Javad Zarif Mengundurkan Diri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Presiden Iran Mohammad Javad Zarif mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya.

    Mantan Menteri Luar Negeri Iran dan penasihat kebijakan luar negeri bagi Presiden Iran itu dikenal sebagai wajah negosiasi Iran dengan Barat.

    Dia dianggap sebagai tokoh kunci dalam kesepakatan nuklir Iran pada 2015.

    Pria itu mengungkapkan pengunduran dirinya terjadi setelah menghadapi “era paling pahit” dalam 40 tahun karier politiknya.

    Zarif menyatakan keputusan ini juga diambil atas saran dari kepala kehakiman Iran, Gholamhossein Mohseni Ejei.

    Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan lebih lanjut terhadap pemerintah Iran di tengah situasi yang sulit, serta untuk kembali mengajar di universitas.

    Pengunduran diri ini juga terkait dengan undang-undang Iran yang melarang pejabat dengan kewarganegaraan ganda.

    Diketahui, kedua anak Zarif adalah warga negara Amerika Serikat.

    Pemecatan Abdolnaser Hemmati

    Beberapa jam setelah pengunduran diri Zarif, tokoh reformis lainnya, Abdolnaser Hemmati, dipecat dari jabatannya sebagai Menteri Ekonomi.

    Hemmati sebelumnya menjabat sebagai kepala bank sentral dan menjadi calon presiden yang gagal.

    Ia dianggap bertanggung jawab atas penurunan ekonomi Iran.

    Para penentang mengkritik Hemmati karena mereka menilai ia telah melemahkan mata uang nasional Iran untuk menutupi defisit anggaran.

    Meskipun Hemmati membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa kebijakan yang ia terapkan adalah untuk memerangi sistem mata uang asing yang penuh korupsi, pemecatannya tetap terjadi.

    Ketegangan semakin meningkat menjelang perayaan Tahun Baru Nowruz, dengan inflasi yang mencapai 35 persen dan nilai rial Iran yang jatuh drastis.

    Ketegangan Sosial dan Ancaman Kerusuhan

    Situasi sosial dan ekonomi di Iran semakin tegang. Pemerintah Iran khawatir akan terjadinya kerusuhan sosial yang lebih besar akibat ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi.

    Inflasi yang tinggi, turunnya nilai mata uang, dan meningkatnya ketidakstabilan sosial meningkatkan potensi konflik di dalam negeri.

    Pejabat-pejabat Iran, yang menganggap AS dan Israel sebagai “musuh” utama, memperingatkan bahwa kerusuhan ini bisa merusak stabilitas negara.

    Kebijakan Luar Negeri dan Ketegangan dengan Barat

    Sementara itu, kebijakan luar negeri Iran juga sedang berada di titik kritis.

    Iran menegaskan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi dengan AS setelah Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018.

    Ketegangan antara Iran dan Barat semakin memburuk, terutama setelah AS menerapkan kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran.

    Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan bahwa tidak ada pembicaraan dengan Washington, meskipun Iran terus berupaya mengembangkan program nuklirnya.

    Ancaman Perang dan Keamanan Iran

    Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, yang merupakan sekutu lama Zarif dan tokoh penting dalam kesepakatan nuklir, memperingatkan akan terjadinya perang habis-habisan jika AS dan Israel mewujudkan ancaman mereka untuk menyerang fasilitas nuklir Iran.

    Angkatan bersenjata Iran, termasuk Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), telah mengadakan latihan militer besar-besaran untuk menunjukkan kesiapan mereka dalam mempertahankan negara dari potensi ancaman luar.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Israel Memblokir Bantuan ke Gaza Saat Ramadan Dimulai adalah Tindakan yang Sembrono, Kata Oxfam – Halaman all

    Israel Memblokir Bantuan ke Gaza Saat Ramadan Dimulai adalah Tindakan yang Sembrono, Kata Oxfam – Halaman all

    Israel Memblokir Bantuan ke Gaza Saat Ramadan Dimulai adalah Tindakan yang Sembrono, Kata Oxfam

    TRIBUNNEWS.COM- LSM internasional Oxfam menggambarkan keputusan Israel untuk memblokir bantuan kepada lebih dari dua juta warga Palestina di Jalur Gaza saat Ramadan dimulai sebagai “tindakan hukuman kolektif yang gegabah, yang secara tegas dilarang berdasarkan hukum humaniter internasional.”

    Sebagai kekuatan pendudukan, kata Oxfam dalam siaran pers, pemerintah Israel memiliki tanggung jawab hukum untuk memastikan bahwa bantuan kemanusiaan dapat menjangkau penduduk di Gaza.

    “Bantuan kemanusiaan bukanlah alat tawar-menawar untuk memberikan tekanan pada pihak-pihak, tetapi hak dasar warga sipil yang mengalami kebutuhan mendesak dalam situasi yang menantang dan mengancam jiwa,” 

    LSM tersebut menegaskan. “Ketika tim kami menilai kondisi di Gaza setelah pengumuman gencatan senjata sementara pada 19 Januari, mereka menemukan pemandangan apokaliptik berupa kehancuran total dan kondisi seperti kelaparan.”

    Warga Palestina di Gaza, jelas Oxfam, sangat membutuhkan segalanya: air bersih, makanan, sanitasi, dan kebutuhan lainnya, serta peralatan yang sangat dibutuhkan untuk memulihkan pasokan air dan listrik. 

    “Barang-barang yang dapat masuk selama minggu-minggu gencatan senjata telah membawa sedikit kelegaan, tetapi tetap saja hanya setetes air di lautan.”

    Mengingat Mahkamah Internasional telah memerintahkan Israel untuk memastikan pengiriman bantuan dalam skala besar ke seluruh Gaza, LSM tersebut menambahkan, “Masyarakat internasional harus segera memberikan tekanan kepada Israel untuk memastikan bantuan penting segera masuk ke Gaza.”

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir Terhadap Rencana Pembersihan Etnis di Gaza akan ‘menyingkirkan Hamas’

    TRIBUNNEWS.COM- Inisiatif Mesir yang sangat dinanti-nantikan untuk melawan rencana Presiden AS Donald Trump untuk Gaza bertujuan untuk “menyingkirkan” Hamas dan mengganti pemerintahannya dengan “badan sementara” yang dipimpin barat dan Arab, menurut rancangan rencana yang dilihat oleh Reuters . 

    Rencana tersebut akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Arab di ibu kota Mesir, Kairo, pada tanggal 4 Maret. 

    Rencana tersebut kabarnya bertujuan untuk membentuk badan ‘sementara’ yang dipimpin oleh negara-negara Barat dan Arab untuk menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut.

    Dokumen ini menyerukan “Misi Bantuan Pemerintahan” yang akan menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 

    Komite ini akan bertanggung jawab untuk memulai rekonstruksi dan memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan. 

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” demikian bunyi rancangan rencana Mesir tersebut. 

    Keamanan akan diawasi oleh “dewan pengarah” yang dipimpin oleh negara-negara Arab, anggota Organisasi Kerjasama Islam (OIP), AS, Inggris, dan negara-negara anggota UE. 

    Otoritas Palestina (PA) yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa Gaza berada di bawah yurisdiksi PA, dan bahwa otoritas tersebut telah sepakat dengan Kairo mengenai komite ahli yang dikelola Palestina yang akan berkoordinasi dengan Ramallah.

    “Kami sepakat dengan Mesir mengenai pembentukan komite yang terdiri dari para ahli Palestina yang akan membantu Otoritas Palestina dalam mengelola Jalur Gaza selama enam bulan. Komite tersebut terdiri dari para ahli Palestina dan berkoordinasi dengan Otoritas Palestina, dan tidak bertanggung jawab kepada badan-badan non-Palestina,” kata pejabat anonim tersebut.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa dia belum mendengar adanya rencana semacam itu. 

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina. Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza,” kata Abu Zuhri. 

    Al-Araby al-Jadeed  melaporkan bulan lalu bahwa alternatif Mesir untuk rencana Trump di Gaza akan mencakup pendistribusian kembali penduduk Palestina di Gaza dan meluncurkan inisiatif rekonstruksi berskala luas yang akan berlangsung beberapa tahun. 

    Menurut laporan tersebut, persenjataan Hamas dan faksi-faksi perlawanan lainnya akan ditangani sedemikian rupa sehingga pengaturan dapat dilakukan untuk memberlakukan “pembatasan dan kontrol” pada depot-depot senjata tanpa pelucutan senjata secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan berbagai kekhawatiran dan tuntutan para pemodal dan donor, sementara juga mempertimbangkan penolakan faksi-faksi bersenjata untuk menyerahkan senjata sampai negara Palestina terbentuk.

    Ini juga mencakup jalan menuju pembentukan solusi dua negara. 

    Presiden AS mengumumkan pada bulan Februari bahwa Washington bermaksud mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya. Ia mengklaim inisiatif tersebut bertujuan untuk menemukan lokasi yang lebih aman bagi warga Palestina sementara tim pembangunan internasional mengambil alih tugas membangun kembali jalur yang hancur dan terkepung itu.

    Trump menarik kembali pernyataannya pada tanggal 21 Februari, dengan mengatakan bahwa meskipun idenya “benar-benar berhasil,” ia tidak akan memaksakannya dan akan “menimbang dan merekomendasikannya.”

    Meskipun demikian, negara-negara Arab semakin menegaskan penolakannya terhadap pemindahan warga Palestina sebagai bagian dari rencana rekonstruksi dan pengelolaan pascaperang di Gaza. 

     

    Rencana Alternatif Mesir untuk ‘Gaza Riviera’ Donald Trump

    Sebuah rencana untuk Gaza yang disusun oleh Mesir sebagai balasan terhadap upaya Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza secara etnis dan mengubahnya menjadi “Riviera” akan mengesampingkan Hamas dan menggantinya dengan badan-badan sementara yang dikendalikan oleh negara-negara Arab, Muslim dan Barat, menurut rancangan yang dilihat oleh Reuters .

    Visi Mesir untuk Gaza, yang akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Liga Arab besok, tidak menyebutkan secara rinci apakah proposal tersebut akan dilaksanakan sebelum atau sesudah kesepakatan damai permanen untuk mengakhiri perang genosida Israel di daerah kantong tersebut.

    Rencana Trump , yang bertujuan membersihkan Gaza dari penduduk Palestina, tampaknya menjauh dari kebijakan Timur Tengah AS yang sudah berlangsung lama yang berfokus pada solusi dua negara dan memicu kemarahan di kalangan warga Palestina dan negara-negara Arab serta kelompok-kelompok hak asasi manusia yang memperingatkan hal itu akan menjadi kejahatan perang.

    Siapa yang akan memimpin Gaza setelah konflik berakhir masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab dalam negosiasi mengenai masa depan daerah kantong itu. Hamas sejauh ini menolak gagasan tentang usulan yang dipaksakan kepada warga Palestina oleh negara lain.

    Rencana Kairo tidak membahas isu kritis seperti siapa yang akan menanggung biaya pembangunan kembali Gaza atau menguraikan rincian spesifik seputar bagaimana Gaza akan diperintah, atau bagaimana Hamas akan disingkirkan.

    Berdasarkan rencana Mesir, Misi Bantuan Pemerintahan akan menggantikan pemerintah di Gaza untuk periode sementara yang tidak ditentukan dan akan bertanggung jawab atas bantuan kemanusiaan dan memulai rekonstruksi wilayah kantong tersebut, yang telah dihancurkan oleh kampanye pemboman Israel.

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” kata pembukaan yang menguraikan tujuan rancangan rencana Mesir tersebut.

    Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab telah berjuang selama hampir sebulan untuk merumuskan serangan diplomatik guna melawan rencana Trump. Sejumlah ide telah diajukan, dengan Mesir dianggap sebagai yang terdepan.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan menjalankan misi tata kelola. Disebutkan bahwa misi tersebut akan “memanfaatkan keahlian warga Palestina di Gaza dan di tempat lain untuk membantu Gaza pulih secepat mungkin.”

    Rencana tersebut dengan tegas menolak usulan AS untuk pemindahan massal warga Palestina dari Gaza, yang dianggap negara Arab seperti Mesir dan Yordania sebagai ancaman keamanan.

    Draf proposal tersebut dibagikan kepada Reuters oleh seorang pejabat yang terlibat dalam negosiasi Gaza yang ingin tetap anonim karena draf tersebut belum dipublikasikan.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya tidak mengetahui adanya usulan seperti itu dari Mesir.

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina,” katanya. 

    “Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza.”

    Draf Mesir tidak menyebutkan pemilihan umum mendatang.

    Kementerian Luar Negeri Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar, begitu pula kantor Perdana Menteri Israel, yang dukungannya terhadap rencana apa pun dipandang vital untuk mengamankan komitmen bahwa rekonstruksi di masa mendatang tidak akan dihancurkan lagi.

    Visi

    Usulan tersebut membayangkan Pasukan Stabilisasi Internasional yang terutama ditarik dari negara-negara Arab yang akan mengambil alih peran penyediaan keamanan dari Hamas, dengan pembentukan pasukan polisi lokal baru.

    Baik badan keamanan maupun badan pemerintahan akan “diatur, dibimbing, dan diawasi” oleh dewan pengarah. 

    Draf tersebut menyatakan bahwa dewan tersebut akan terdiri dari negara-negara Arab utama, anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, dan lain-lain.

    Rencana tersebut tidak merinci peran pemerintahan pusat bagi Otoritas Palestina (PA), yang menurut jajak pendapat memiliki sedikit dukungan di antara warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan membayar untuk membangun kembali Gaza, sebuah tagihan yang diperkirakan oleh PBB lebih dari $53 miliar . Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara Teluk dan Arab perlu berkomitmen setidaknya $20 miliar pada tahap awal rekonstruksi.

    Usulan Mesir membayangkan bahwa negara-negara di dewan pengarah dapat membentuk dana untuk mendukung badan pemerintahan sementara dan mengatur konferensi donor untuk mencari kontribusi bagi rencana rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang untuk Gaza.

    Rencana tersebut tidak memuat janji keuangan spesifik apa pun.

    Negara-negara Teluk Arab penghasil minyak dan gas seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab dapat menjadi sumber pendanaan penting dari kawasan tersebut.

     

     

    SUMBER: THE CRADLE, MIDDLE EAST MONITOR

  • Mobil Tabrak Kerumunan di Mannheim Jerman, 2 Orang Tewas, 10 Lainnya Terluka  – Halaman all

    Mobil Tabrak Kerumunan di Mannheim Jerman, 2 Orang Tewas, 10 Lainnya Terluka  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah mobil melaju ke arah pejalan kaki di kota Mannheim, Jerman Barat pada Senin (3/3/2025).

    Insiden ini menewaskan 2 orang, yaitu wanita berusia 83 tahun dan seorang pria berusia 54 tahun, dikutip dari BBC.

    Penyelidik mengatakan bahwa 10 orang terluka akibat insiden ini.

    Lima orang mengalami luka parah dan lima lainnya menderita luka ringan.

    Dari jumlah tersebut, tiga korban luka yang merupakan 2 orang dewasa dan seorang anak dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Mannheim.

    Pengemudi mobil SUV hitam ini, telah ditangkap oleh pihak berwenang.

    Menurut pihak berwenang, pengemudi adalah seorang pria Jerman berusia 40 tahun.

    Ia diyakini tidak terkait ekstremisme tetapi menunjukkan “indikasi konkret penyakit mental”.

    Saat ini, pengemudi yang merupakan seorang tukang kebun, masih dirawat di rumah sakit.

    Pria berusia 40 tahun ini, diketahui menembak dirinya sendiri dengan pistol berisi peluru hampa.

    Sebagai informasi, insiden itu terjadi di Paradeplatz, alun-alun utama di pusat kota pada pukul 12:15 siang, waktu setempat.

    Dalam rekaman CCTV, mobil tersebut, telah melaju kencang di sepanjang jalan perbelanjaan Planken di Mannheim, menuju ke barat.

    Saat ini, polisi tengah memeriksa mobil yang mengalami kerusakan parah di bagian depan.

    Menurut foto-foto yang beredar di media sosial, mobil tersebut, kehilangan penutup roda depan kiri.

    Menteri dalam negeri negara bagian Baden-Wurttemberg, Thomas Strobl mengatakan, saat ini polisi tengah menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut.

    “Polisi bekerja keras untuk mengklarifikasi apa yang terjadi, latar belakang kejahatan, dan motivasi pelaku,” kata Strobl, dikutip dari Al Jazeera.

    Kejadian hari ini, menyusul beberapa kejadian serupa dalam beberapa minggu terakhir.

    Bulan lalu, seorang pria mengendarai mobil ke demonstrasi serikat pekerja di kota selatan Munich, menewaskan seorang gadis berusia dua tahun dan ibunya.

    Pada bulan Desember, serangan penabrakan mobil menargetkan pasar Natal di kota Magdeburg bagian timur, menewaskan enam orang dan melukai ratusan lainnya.

    (Tribunnews.com/Farrah)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1105: Trump Beri Sinyal Lanjutkan Kesepakatan Mineral tapi Stop Bantuan – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1105: Trump Beri Sinyal Lanjutkan Kesepakatan Mineral tapi Stop Bantuan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina telah memasuki hari ke-1105 pada Selasa (4/3/2025).

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump lagi-lagi bikin heboh.

    Pada Selasa (4/3/2025), Trump mengisyaratkan bahwa kesepakatan mineral antara AS dan Ukraina masih akan dilanjutkan.

    Di saat bersamaan, pemerintahan Trump baru saja menyatakan kalau bantuan militer AS ke Ukraina dihentikan.

    Bantuan-bantuan tersebut, mencakup senjata yang sedang dalam perjalanan atau di Polandia, akan dihentikan sementara hingga Ukraina menunjukkan komitmen lebih kuat terhadap negosiasi perdamaian.

    Selengkapnya simak situasi terkini perang Rusia-Ukraina yang Tribunnews.com rangkum berikut ini.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1105: 

    Trump sebelumnya mengisyaratkan bahwa kesepakatan mineral dengan Ukraina belum berakhir.

    Kesepakatan tersebut, tidak ditandatangani pada Jumat (28/2/2025) gara-gara Trump dan JD Vance debat panas dengan Zelenskyy di Gedung Putih.

    Penangguhan Bantuan Militer AS ke Ukraina

    Pemerintahan Trump mengumumkan penangguhan bantuan militer AS ke Ukraina beberapa jam setelah Keir Starmer, Perdana Menteri Inggris, mengatakan bahwa negara-negara Barat harus terus menyalurkan bantuan tersebut.

    Perdana Menteri Inggris menyatakan kepada anggota parlemen pada Senin, bahwa Ukraina akan membutuhkan uang dan senjata dari negara-negara sekutu bahkan setelah kesepakatan damai tercapai.

    Pada Selasa malam, Gedung Putih mengatakan, jeda ini akan berlangsung hingga Trump memutuskan bahwa para pemimpin Ukraina menunjukkan komitmen yang tulus terhadap perdamaian.

    “Ini bukan penghentian bantuan secara permanen, ini jeda,” kata seorang pejabat pemerintahan Trump, yang dikutip oleh Fox News.

    Bantuan sedang ditinjau untuk “memastikan bahwa bantuan tersebut berkontribusi pada solusi.”

    Demokrat mengkritik Trump karena memblokir bantuan yang telah disetujui oleh Kongres secara bipartisan.

    Negara-Negara Eropa Sepakat untuk Menyita Aset Rusia Senilai €200 Miliar

    Kekuatan-kekuatan besar Eropa tengah mempertimbangkan untuk menyita lebih dari €200 miliar aset Rusia yang dibekukan.

    Langkah ini diambil bersamaan dengan upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Ukraina, seperti yang dilaporkan oleh Financial Times.

    Prancis dan Jerman, yang sebelumnya menentang penyitaan penuh aset yang disimpan di Uni Eropa, kini sedang berdiskusi dengan Inggris dan negara-negara lain mengenai kemungkinan opsi untuk menggunakan aset-aset tersebut.

    Menurut tiga sumber yang mengetahui jalannya negosiasi, pejabat Prancis sedang mempertimbangkan proposal yang memungkinkan negara-negara Eropa menyita aset Rusia jika Moskow melanggar perjanjian gencatan senjata di masa depan.

    Langkah ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menciptakan mekanisme jaminan keamanan bagi Ukraina setelah perang berakhir.

    Ukraina Mungkin Kehilangan 30 persen Persenjataannya akibat Penghentian Bantuan AS

    Jika bantuan militer dari Amerika Serikat benar-benar dihentikan, Ukraina berisiko kehilangan hingga 30 persen dari seluruh persenjataan yang saat ini digunakan oleh Angkatan Bersenjata Ukraina.

    Oleg Katkov, pemimpin redaksi portal analisis militer Defence Express, menyatakan hal tersebut dalam komentarnya kepada Suspilny.

    Katkov menjelaskan, sekitar 40 persen senjata di gudang senjata Angkatan Bersenjata Ukraina merupakan senjata buatan Ukraina atau senjata yang sudah ada sebelum dimulainya invasi Rusia.

    Sedikit lebih dari 10 persen dari senjata yang berasal langsung dari Amerika Serikat, baik yang dikirimkan langsung maupun melalui sekutu Eropa dengan izin Washington.

    Sementara hampir 30 persen lainnya merupakan persenjataan yang dipasok oleh negara-negara Eropa, yang sebagian besar juga bergantung pada izin ekspor ulang dari Amerika Serikat.

    Katkov menekankan bahwa dalam skenario terburuk, ketika Amerika Serikat sepenuhnya memblokir pasokan senjata dan melarang ekspor ulang, Ukraina dapat kehilangan hingga sepertiga dari persenjataan yang mereka miliki.

    Hal ini tidak hanya akan memengaruhi peralatan asal Amerika, tetapi juga sebagian besar senjata Eropa yang dikirimkan dengan persetujuan Washington.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Bantuan Militer yang Dihentikan AS untuk Ukraina Termasuk Senjata yang Sedang Dalam Perjalanan – Halaman all

    Bantuan Militer yang Dihentikan AS untuk Ukraina Termasuk Senjata yang Sedang Dalam Perjalanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden AS Donald Trump memerintahkan penangguhan semua bantuan militer ke Ukraina, ujar seorang pejabat senior Departemen Pertahanan kepada Bloomberg.

    Menurut pejabat tersebut, seluruh bantuan militer AS ke Ukraina ditangguhkan hingga Trump yakin bahwa para pemimpin Ukraina telah melakukan upaya sungguh-sungguh untuk mencapai perdamaian.

    Arahan ini berlaku segera, dan berdampak pada lebih dari 1 miliar dolar AS dalam bentuk senjata dan amunisi.

    Seorang pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada New York Times bahwa keputusan tersebut diambil setelah serangkaian pertemuan antara Trump dan para penasihat keamanan nasional seniornya.

    “Presiden Trump telah menegaskan bahwa fokusnya adalah pada perdamaian. Kami juga membutuhkan mitra kami untuk berkomitmen pada tujuan itu. Kami menghentikan sementara dan meninjau bantuan kami untuk memastikan bahwa bantuan tersebut berkontribusi pada solusi,” kata seorang pejabat Gedung Putih pada Senin (3/3/2025) malam waktu setempat, seperti yang dilaporkan oleh CNN.

    Penangguhan sementara bantuan militer ini tidak hanya memengaruhi bantuan di masa mendatang, tetapi juga senjata yang sedang dalam perjalanan, termasuk pengiriman melalui pesawat dan kapal, serta peralatan yang sedang transit di Polandia.

    AS telah memberikan bantuan senilai 119,8 miliar dolar AS sejak dimulainya invasi skala penuh Rusia pada tahun 2022.

    Bantuan tersebut mencakup 67,1 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan militer, 49 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan keuangan, dan 3,6 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan kemanusiaan, menurut Kiel Institute for the World Economy.

    Keputusan ini diambil setelah pertemuan yang penuh ketegangan antara Trump dan Zelensky, di mana ketidaksepakatan mengenai bantuan militer dan sikap strategis Ukraina memicu ketegangan.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump mengatakan bahwa Zelensky “belum siap untuk perdamaian.”

    “Dia tidak menghormati Amerika Serikat di Ruang Oval yang disayanginya. Dia bisa kembali ketika dia siap untuk perdamaian,” tulis Trump di Truth Social pada 28 Februari.

    Gedung Putih belum menentukan langkah apa yang harus diambil Ukraina untuk memulihkan aliran bantuan militer, sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai jadwal dan ketentuan untuk dimulainya kembali bantuan tersebut.

    Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan kepada Associated Press bahwa Trump mengharapkan Zelensky untuk “berkomitmen” untuk merundingkan kesepakatan damai guna mengakhiri perang.

    Selain itu, AS menunda dan meninjau bantuan militernya untuk memastikan bahwa bantuan tersebut memberikan kontribusi pada solusi.

    AS Berupaya Libatkan Rusia dalam Perundingan Damai

    Setelah laporan penghentian sementara bantuan ke Ukraina, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengisyaratkan bahwa langkah tersebut terkait dengan upaya diplomatik terhadap Rusia, dilansir Financial Times.

    “Kami ingin membawa Rusia ke meja perundingan. Kami ingin menjajaki kemungkinan terwujudnya perdamaian,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, tanpa secara langsung menyebutkan penangguhan bantuan tersebut.

    Keputusan Presiden Trump ini diperkirakan akan meningkatkan urgensi upaya di berbagai ibu kota Eropa untuk memperkuat dukungan militer mereka untuk Ukraina. 

    Pasalnya, jeda yang berkepanjangan dalam bantuan AS berpotensi memberikan keuntungan signifikan bagi pasukan Rusia di medan perang.

    Institut Studi Perang (ISW) mengeluarkan peringatan bahwa keputusan untuk menghentikan bantuan AS secara langsung akan merusak tujuan yang dinyatakan oleh Trump, yaitu mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Ukraina.

    “Rusia akan memanfaatkan penghentian bantuan AS ke Ukraina untuk merebut lebih banyak wilayah Ukraina dan berusaha melemahkan dukungan Eropa—pendekatan yang telah digariskan oleh Putin dalam teorinya tentang kemenangan,” tambah ISW.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)