Category: Tribunnews.com Internasional

  • Yoon Suk Yeol Dibebaskan: Reaksi Partai dan Implikasinya – Halaman all

    Yoon Suk Yeol Dibebaskan: Reaksi Partai dan Implikasinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Pada hari Jumat, 7 Februari 2025, Presiden Korea Selatan yang telah dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, dibebaskan dari penjara setelah pengadilan membatalkan surat perintah penangkapannya.

    Berita ini mengguncang jagat politik Korea Selatan yang tengah dilanda berbagai kontroversi.

    Mengapa Pengadilan Membatalkan Penangkapan Yoon?

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul menyatakan bahwa pembatalan penangkapan Yoon didasarkan pada waktu dakwaan yang diajukan setelah masa penahanannya berakhir.

    Pengadilan mempertanyakan keabsahan penyelidikan yang dilakukan oleh Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi terkait tuduhan pemberontakan yang dialamatkan kepada Yoon.

    Dokumen pengadilan menyebutkan, “Wajar untuk menyimpulkan bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan terdakwa berakhir.” Ini menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum yang menimpa Yoon.

    Pengadilan menegaskan pentingnya kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi.

    Mereka menganggap bahwa keputusan untuk membatalkan penahanan adalah langkah yang tepat dalam konteks hukum yang ada.

    Reaksi dari Partai Politik Setelah Pembebasan

    Kantor kepresidenan menyambut baik keputusan tersebut dan menegaskan bahwa mereka menantikan Yoon untuk segera kembali menjalankan tugasnya.

    Kwon Youngse, pemimpin sementara Partai Kekuatan Rakyat (PKR) yang berkuasa, juga memberikan sambutan positif terhadap keputusan pengadilan.

    Dia menyatakan, “Kami menyambut baik bersama dengan rakyat bahwa pengadilan membuat keputusan yang bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hati nurani.” Kwon berharap Mahkamah Konstitusi juga akan membuat putusan yang adil.

    Bagaimana dengan Oposisi?

    Namun, tidak semua partai politik merespon dengan positif.

    Partai Demokrat, oposisi utama, menunjukkan kemarahan atas pembebasan Yoon dan meminta jaksa untuk segera mengajukan banding.

    Ketua DP, Lee Jaemyung, menegaskan bahwa meskipun ada kesalahan dalam perhitungan jaksa, itu tidak meniadakan fakta bahwa Yoon telah melanggar konstitusi.

    Sebelum penangkapan, Yoon Suk Yeol terlibat dalam deklarasi militer yang disertai pengerahan pasukan, yang mengakibatkan kerusuhan di gedung parlemen.

    Penyidik Korea Selatan menuduhnya melakukan pemberontakan.

    Meski status darurat militer telah dicabut, Yoon harus menghadapi penyelidikan lebih lanjut dari Lembaga Tinggi Investigasi Korupsi dan Kejaksaan Korea Selatan.

    Apa Yang Menjadi Penyebab Ketegangan?

    Ketegangan ini berakar dari perselisihan antara Yoon dan parlemen yang dikuasai oleh oposisi mengenai anggaran dan sejumlah tindakan lain.

    Majelis Nasional Korea Selatan menganggap deklarasi Yoon sebagai tindakan ilegal dan tidak konstitusional.

    Dalam hal ini, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat juga menyatakan bahwa tindakan Yoon merupakan langkah yang salah.

    Apa Arti Pembebasan Ini untuk Masa Depan Politik Korea Selatan?

    Pembebasan Yoon Suk Yeol menimbulkan banyak pertanyaan mengenai masa depan politik di Korea Selatan.

    Apakah Yoon akan kembali berkuasa dengan dukungan dari para pendukungnya, ataukah ketegangan politik akan semakin meningkat di tengah protes dan penolakan dari partai oposisi?

    Hasil dari situasi ini akan sangat menentukan arah kebijakan dan stabilitas politik di negara tersebut ke depannya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    Dmitry Peskov: Rusia Tidak Akan Terlibat Perlombaan Senjata Dengan UE – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Rusia mengungkapkan ketidakminatannya untuk terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa.

    Dalam pernyataan resmi, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa Rusia tidak akan mengikuti permainan ini dan akan lebih fokus pada kepentingan nasionalnya.

    Menurut Peskov, Rusia tidak merasa perlu untuk bersaing dengan Uni Eropa dalam konteks militer. “Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa,” ungkapnya, seperti yang dilaporkan oleh Russian Today.

    Pendapat ini didukung oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang menegaskan kembali bahwa Rusia tidak berminat untuk berpartisipasi dalam perlombaan senjata tersebut.

    Meski demikian, Putin menggarisbawahi komitmen Rusia untuk menjaga keamanan nasional dan keamanan sekutunya.

    Tudingan Perdana Menteri Polandia Memicu Ketegangan

    Seruan untuk perlombaan senjata berasal dari cuitan Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, yang menyebut Rusia telah memulai kembali perlombaan senjata.

    Cuitan Tusk berkorespondensi dengan pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang mengidentifikasi Rusia sebagai ancaman bagi Uni Eropa.

    Rusia merespon dengan menyesalkan komentar Tusk.

    Peskov menyatakan bahwa pernyataan konfrontatif seperti itu hanya akan memperburuk hubungan antara Rusia dan Uni Eropa. “Kami menyesalkan pernyataan konfrontatif bahkan militeristik yang datang dari Warsawa dan Paris, yang menunjukkan Eropa belum menyesuaikan diri dengan dinamika baru antara Moskow dan Washington,” papar Peskov.

    Dapatkah Rusia Mengalahkan Uni Eropa dalam Perang?

    Secara teori, Rusia memiliki kekuatan militer yang signifikan, termasuk kemampuan nuklir dan sistem pertahanan udara canggih seperti S400.

    Dengan kekuatan militer yang besar, Rusia mampu memberikan kerusakan yang signifikan kepada negara-negara Eropa.

    Namun, potensi konflik langsung dengan Uni Eropa akan menghadapi banyak tantangan.

    Apa Tantangan Utama Jika Rusia Terlibat dalam Perang dengan Uni Eropa?

    Uni Eropa memiliki aliansi yang kuat dengan NATO, yang mencakup negara-negara dengan kemampuan militer besar seperti Amerika Serikat dan Kanada.

    Jika terjadi eskalasi menuju perang, baik Rusia maupun negara-negara Eropa akan menghadapi kerugian besar, terutama jika melibatkan senjata nuklir.

    Di samping itu, meskipun Rusia mungkin dapat meraih kemenangan dalam pertempuran konvensional, dampak jangka panjang dari perang tersebut sangat merugikan.

    Rusia akan berisiko menjadi terisolasi di pasar internasional, yang akan mengurangi investasi dan perdagangan.

    Situasi ini diperkirakan akan semakin memperburuk kondisi ekonomi Rusia, yang sudah menghadapi sanksi internasional akibat konflik di Ukraina.

    Apa yang Bisa Kita Harapkan ke Depan?

    Rusia tampaknya berkomitmen untuk tidak terlibat dalam perlombaan senjata dengan Uni Eropa, terlepas dari tudingan dan provokasi.

    Meskipun memiliki kemampuan militer yang kuat, tantangan dari aliansi internasional yang kokoh dan risiko kerugian ekonomi membuat keterlibatan dalam konflik bersenjata menjadi pilihan yang sangat berisiko.

    Perkembangan hubungan antara Rusia dan Uni Eropa ke depan akan sangat ditentukan oleh dinamika geopolitik yang terus berubah.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Meski Dibatasi Israel, 90.000 Jemaah Hadiri Salat Jumat Pertama Bulan Ramadan di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    Meski Dibatasi Israel, 90.000 Jemaah Hadiri Salat Jumat Pertama Bulan Ramadan di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pembatasan ketat oleh Israel tidak membuat warga Palestina meruntuhkan niatnya untuk melaksanakan salat Jumat pertama di bulan Ramadhan di Masjid Al-Aqsa.

    Direktur jenderal Wakaf Islam di Yerusalem, Sheikh Azzam al-Khatib mengatakan bahwa sekitar 90.000 warga Palestina berbondong-bondong untuk melaksankan salat Jumat di Masjid Al-Aqsa.

    “Sekitar 90.000 jemaah menghadiri salat Jumat di Masjid Al-Aqsa,” kata Sheikh Azzam al-Khatib, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Seperti diketahui, Israel telah memberlakukan pembatasan akses masjid Al-Aqsa.

    Sehingga yang diperbolehkan masuk ke kompleks Masjid Al-Awsa hanyalah pria di atas usia 55 tahun, wanita di atas 50 tahun dan anak-anak di bawah 12 tahun, dikutip dari Palestine Chronicle.

    Tidak hanya itu, pasukan polisi Israel dikerahkan secara besar-besaran di sekitar masjid dan di seluruh Kota Tua Yerusalem.

    Hal tersebut telah diumumkan oleh pihak berwenang Israel pada hari Kamis (6/3/2025).

    Di mana sekitar 3.000 petugas dikerahkan di kota tua dan di pos pemeriksaan menuju kompleks Al-Aqsa.

    Seorang saksi mata mengatakan bahwa tentara Israel mencegah puluhan ribu warga Palestina melintasi pos pemeriksaan militer untuk menuju Masjid Al-Aqsa.

    Meski pembatasan dan pengerahan ribuan pasukan Israel telah diumumkan sehari sebelumnya, ini tidak membuat semangat warga Palestina untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa runtuh.

    Warga Palestina yang ingin menuju ke Masjid Al-Aqsa dibantu oleh kelompok relawan, termasuk penjaga Al-Aqsa, pramuka, dan tim keamanan.

    Atas semangat warga Palestina ini, khatib Jumat Masjid Al-Aqsa, Muhammad Salim Muhammad Ali memberikan pujian pada para jemaah.

    Setelah salat Jumat selesai, jemaah melanjutkan melaksanakan salat jenazah bagi warga Palestina yang meninggal akibat agresi Israel.

    Netanyahu Setujui Pembatasan Masjid Al-Aqsa

    Sebelum adanya pengumuman pembatasan tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyutujui usulan tersebut pada Kamis (6/3/2025).

    Dalam surat pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Netanyahu, pemerintah mengikuti aturan pembatasan tahun lalu dengan hanya mengizinkan sejumlah jemaah untuk memasuki Masjid Al-Aqsa.

    Berdasarkan aturan pada tahun lalu, hanya laki-laki di atas usia 55 tahun, perempuan di atas usia 50 tahun, dan anak-anak di bawah usia 12 tahun yang boleh memasuki kompleks masjid.

    Namun mereka harus memiliki izin keamanan terlebih dahulu dan telah menjalani pemeriksaan keamanan menyeluruh di titik penyeberangan yang ditentukan.

    Masjid Al-Aqsa memiliki makna keagamaan dan spiritual yang sangat penting bagi umat Islam, terutama selama Ramadan.

    Ribuan jemaah berkumpul setiap hari untuk menjalankan salat Tarawih dan Jumat, dengan jumlah yang meningkat pesat menjelang akhir bulan suci.

    Biasanya, lebih dari 200.000 orang hadir di Masjid Al-Aqsa pada Jumat terakhir Ramadan.

    Namun, kebijakan Israel yang membatasi jumlah jemaah setiap tahunnya telah menjadi sumber ketegangan yang berulang.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Masjid Al-Aqsa dan Konflik Palestina vs Israel

  • Ukraina Tertekan: Veto Hungaria dan Kebijakan AS Hambat Bantuan – Halaman all

    Ukraina Tertekan: Veto Hungaria dan Kebijakan AS Hambat Bantuan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan bantuan militer dari Uni Eropa setelah Hungaria memveto kesepakatan pengiriman paket bantuan senilai 30 miliar euro (sekitar Rp529 triliun).

    Kegagalan ini terjadi dalam pertemuan darurat Dewan Eropa di Brussels, Belgia, pada 6 Maret 2025.

    Veto Hungaria

    Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, menolak usulan yang telah didukung oleh 26 negara anggota Uni Eropa lainnya.

    Ia beralasan bahwa dukungan militer untuk Ukraina bertentangan dengan posisi politik Hungaria yang lebih mengutamakan perdamaian. “Hungaria tentu saja tidak mendukungnya karena hal ini sepenuhnya bertentangan dengan posisi kami yang mendukung perdamaian,” ujar Orban.

    Dewan Eropa mengumumkan bahwa keputusan final mengenai dukungan militer untuk Ukraina ditunda hingga pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa berikutnya yang dijadwalkan pada 20 Maret 2025.

    Meskipun ada keberatan dari Hungaria, Presiden Dewan Eropa Antonio Costa menyatakan bahwa Uni Eropa tetap berusaha mencari jalan untuk melanjutkan bantuan militer kepada Ukraina.

    Rencana Alternatif

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengusulkan kemungkinan pembentukan koalisi negara-negara yang bersedia memberikan bantuan militer kepada Ukraina tanpa memerlukan persetujuan bulat dari semua negara Uni Eropa.

    Ini mencerminkan pendekatan yang berbeda dari Hungaria, yang terisolasi di antara 27 negara anggota UE.

    Kebijakan AS dan Dampaknya

    Keputusan Uni Eropa juga dipengaruhi oleh kebijakan baru Presiden AS Donald Trump, yang baru-baru ini membekukan bantuan militer untuk Ukraina.

    Trump mendesak Uni Eropa untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam mendukung Ukraina, terutama dalam upaya pertahanan negara tersebut.

    Meskipun keputusan mengenai bantuan militer Ukraina tertunda, Uni Eropa sepakat untuk meningkatkan anggaran pertahanan Eropa hingga 800 miliar euro (sekitar Rp14 kuadriliun) dalam inisiatif yang dikenal sebagai ReArm Europe.

    Referendum Keanggotaan Ukraina di Uni Eropa

    Orban juga mengumumkan rencana untuk mengadakan referendum mengenai keanggotaan Ukraina di Uni Eropa.

    Situasi Terkini Konflik Rusia-Ukraina

    Sementara itu, pada 7 Maret 2025, Rusia melancarkan serangan rudal balistik di Ukraina, mengakibatkan empat orang tewas dan 18 lainnya terluka di kota Dobropillia.

    Serangan ini terjadi di tengah persiapan delegasi Ukraina untuk bertemu mitranya dari AS di Arab Saudi untuk membahas kemungkinan akhir perang.

    Dengan perkembangan ini, Ukraina kini harus menghadapi tantangan besar dalam memperoleh dukungan internasional, baik dari Uni Eropa maupun negara-negara besar lainnya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Zelensky Gigit Jari, Veto Hungaria Gugurkan Janji Uni Eropa Gelontorkan Bantuan Militer – Halaman all

    Zelensky Gigit Jari, Veto Hungaria Gugurkan Janji Uni Eropa Gelontorkan Bantuan Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina kini menghadapi hambatan besar dalam upayanya mendapatkan bantuan militer dari Uni Eropa.

    Setelah Amerika Serikat sebelumnya memutuskan untuk menangguhkan bantuan, kini Ukraina harus gigit jari setelah Uni Eropa gagal mencapai kesepakatan mengenai pengiriman paket bantuan militer senilai €30 miliar atau setara dengan Rp529 triliun.

    Kegagalan ini terjadi dalam pertemuan darurat Dewan Eropa yang digelar di Brussels, Belgia, pada Kamis (6/3/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Hungaria memveto keputusan yang telah didukung oleh 26 negara anggota Uni Eropa lainnya.

    Dikutip dari Russia Today, kesepakatan yang diusulkan mencakup lima poin utama.

    Antara lain, jaminan keamanan bagi Ukraina, komitmen bahwa tidak akan ada perundingan dengan Rusia tanpa kehadiran Kyiv, dan janji untuk menegakkan integritas teritorial Ukraina.

    Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban menolak usulan tersebut.

    Ia beralasan bahwa usulan tersebut bertentangan dengan posisi politik Hungaria yang lebih mengutamakan perdamaian.

    “Ia berbicara tentang perlunya Ukraina diperkuat agar dapat bertempur lebih jauh. Hungaria, tentu saja, tidak mendukungnya karena hal ini sepenuhnya bertentangan dengan posisi kami yang mendukung perdamaian,” jelas Orban.

    Menurut pernyataan Dewan Eropa, keputusan final mengenai dukungan militer untuk Ukraina ditunda hingga pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa berikutnya yang dijadwalkan pada 20 Maret 2025.

    Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, menyatakan meskipun ada keberatan dari Hungaria, Uni Eropa tetap berusaha mencari jalan agar bantuan militer untuk Ukraina dapat dilanjutkan.

    “Hungaria memiliki pendekatan yang berbeda terhadap Ukraina, artinya, Hungaria terisolasi di antara 27 negara anggota UE, dan 26 negara lainnya mendukung langkah ini,” ujar Costa.

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, juga menyarankan kemungkinan adanya rencana alternatif, termasuk pembentukan “koalisi yang bersedia”.

    Nantinya, negara-negara anggota dapat memberikan bantuan militer kepada Ukraina tanpa memerlukan persetujuan bulat dari semua negara Uni Eropa.

    Pertemuan darurat ini diadakan di tengah ketegangan yang meningkat.

    Sebuah laporan menunjukkan bahwa kebijakan baru Presiden AS Donald Trump, yang baru-baru ini membekukan bantuan militer untuk Ukraina, turut memengaruhi keputusan Uni Eropa.

    Trump juga mendesak Uni Eropa untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam mendukung Ukraina, terutama dalam upaya pertahanan negara tersebut.

    Meski keputusan mengenai bantuan militer Ukraina tertunda, Uni Eropa setuju untuk melanjutkan inisiatif terpisah, yakni meningkatkan anggaran pertahanan Eropa hingga €800 miliar atau sekitar Rp14 kuadriliun.

    Rencana ini, yang dikenal dengan nama “ReArm Europe”, diluncurkan oleh Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, yang berencana mengajukan proposal hukum dalam dua minggu mendatang.

    Selain itu, pemerintah Hungaria juga berencana mengadakan referendum mengenai apakah Ukraina harus diterima sebagai anggota Uni Eropa.

    Viktor Orban menekankan pentingnya mempertimbangkan masalah ini dengan serius, mengatakan bahwa keputusan tersebut tidak bisa diambil tanpa konsultasi dengan rakyat.

    “Saya pikir kita harus menanggapi masalah keanggotaan Ukraina di Uni Eropa dengan serius,” kata Orban dalam pernyataannya, dikutip dari TASS.

    “Tidak mungkin membuat keputusan yang bertanggung jawab saat ini, dan saya tidak ingin keputusan ini dibuat tanpa sepengetahuan rakyat,” lanjutnya.

    Orban sebelumnya telah menyatakan bahwa penerimaan Ukraina ke Uni Eropa saat ini bisa merugikan sektor pertanian dan ekonomi Eropa secara keseluruhan.

    Ia juga mengkritik kebijakan Ukraina yang dinilai tidak menghormati hak-hak minoritas Hungaria di wilayahnya, serta tindakan Ukraina yang mengancam keamanan energi Hungaria.

    Namun, Orban juga tidak menutup kemungkinan untuk menerima Ukraina ke dalam Uni Eropa jika negara tersebut memenuhi semua persyaratan dan prasyarat yang diperlukan.

    Dengan perkembangan ini, Ukraina kini harus menghadapi tantangan besar dalam memperoleh dukungan internasional, baik dari Uni Eropa maupun negara-negara besar lainnya.

    Situasi Terkini Konflik Rusia vs Ukraina

    Ukraina Dihujani Rudal Balistik

    Pada Jumat (7/3/2025) pagi, Rusia melancarkan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak besar di Ukraina.
    Serangan ini terjadi sehari setelah Amerika Serikat menghentikan berbagi intelijen dengan Kyiv.

    Amerika Serikat sebelumnya memberikan peringatan dini tentang kemungkinan serangan tersebut.

    Serangan ini terjadi saat delegasi Ukraina sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan mitranya dari AS di Arab Saudi minggu depan.

    Pertemuan itu bertujuan untuk membahas kemungkinan akhir dari perang, menurut laporan Luke Harding dan Dan Sabbagh.

    Di sisi lain, dalam sebuah posting di Truth Social, Donald Trump tampaknya mengkritik serangan Rusia terbaru.

    “Berdasarkan fakta bahwa Rusia benar-benar ‘menggempur’ Ukraina di medan perang saat ini, saya sangat mempertimbangkan sanksi bank, sanksi, dan tarif skala besar pada Rusia sampai gencatan senjata dan perjanjian penyelesaian akhir perdamaian tercapai,” tulis Trump, dikutip dari The Guardian.

    Secara terpisah, Trump menyatakan bahwa dia merasa lebih “mudah” untuk berurusan dengan Rusia daripada dengan Ukraina dalam upaya mengakhiri perang.

    Trump menyebutkan bahwa dia mempercayai Vladimir Putin, Presiden Rusia.

    “Saya percaya padanya,” ujar Trump.

    “Jujur saja, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina dan mereka tidak punya kartu,” tambahnya.

    “Mungkin lebih mudah berurusan dengan Rusia.”

    Rusia Gempur Kota Dobropillia

    Pada Jumat (7/3/2025) malam, pasukan Rusia melancarkan serangan di kota Dobropillia, Ukraina timur.

    Serangan tersebut mengakibatkan empat orang tewas dan 18 lainnya terluka, menurut gubernur daerah setempat.

    Vadym Filashki melaporkan melalui Telegram bahwa serangan tersebut terdiri dari tiga serangan malam.

    Serangan itu menargetkan kota di utara Pokrovsk, yang menjadi titik fokus kemajuan pasukan Rusia di Ukraina timur.

    Berdasarkan informasi awal, empat gedung apartemen bertingkat tinggi rusak dalam serangan tersebut.

    Petugas darurat telah diterjunkan ke lokasi kejadian.

    Sebelumnya, jaksa Donetsk menyatakan bahwa lima warga tewas akibat serangan Rusia yang melanda beberapa kota dan desa.

    Di antaranya, satu orang tewas di Pokrovsk, dua lainnya di desa-desa dekat Kostyantynivka, serta satu korban di dekat kota Kurakhove.

    Kurakhove direbut Rusia pada Januari lalu.

    Sementara itu, di pelabuhan Laut Hitam selatan Ukraina, Odessa, gubernur daerah Oleh Kiper melaporkan bahwa serangan pesawat tak berawak Rusia kembali merusak infrastruktur energi dan target lainnya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Maxar Technologies Nonaktifkan Akses Citra Satelit untuk Ukraina – Halaman all

    Maxar Technologies Nonaktifkan Akses Citra Satelit untuk Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Konflik antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1109.

    Pada Sabtu, 8 Maret 2025, perusahaan kedirgantaraan Maxar Technologies asal Amerika Serikat dilaporkan menonaktifkan akses Ukraina ke citra satelitnya.

    Tindakan ini dilakukan setelah adanya permintaan dari pemerintahan Presiden Donald Trump.

    Permintaan Trump

    Maxar Technologies mengungkapkan bahwa mereka memiliki kontrak dengan pemerintah AS dan negara-negara sekutu.

    Namun, mereka menegaskan bahwa setiap pelanggan memiliki keputusan independen dalam penggunaan dan pembagian data satelit.

    Serangan Rusia ke Ukraina
    Serangan Rudal Balistik

    Pada Jumat, 7 Maret 2025, Rusia melancarkan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak besar di Ukraina.

    Serangan ini terjadi sehari setelah Amerika Serikat menghentikan berbagi intelijen dengan Kyiv.

    Sementara itu, delegasi Ukraina sedang mempersiapkan pertemuan dengan mitra dari AS di Arab Saudi untuk membahas kemungkinan akhir dari perang.

    Serangan di Dobropillia

    Pada malam yang sama, pasukan Rusia menyerang kota Dobropillia di Ukraina timur, mengakibatkan empat orang tewas dan 18 lainnya terluka.

    Gubernur daerah setempat, Vadym Filashki, melaporkan bahwa tiga serangan malam menargetkan gedung apartemen di kota tersebut.

    Situasi di Kursk

    Ribuan tentara Ukraina yang menyerbu wilayah Kursk pada Agustus lalu kini hampir terjebak oleh pasukan Rusia.

    Menurut laporan Reuters, situasi di Kursk memburuk tajam dalam tiga hari terakhir, dengan pasukan Rusia berhasil merebut kembali wilayah tersebut.

    Upaya Eropa

    Eropa berencana untuk mencoba mengimbangi kekurangan intelijen akibat penghentian pembagian data intelijen oleh AS kepada Ukraina.

    Topik ini menjadi salah satu agenda utama dalam pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels, di mana Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemond, mengonfirmasi pentingnya penggantian data intelijen.

     

    Perang Rusia-Ukraina terus berlanjut dengan dinamika yang semakin kompleks.

    Permintaan Trump kepada Maxar Technologies untuk mencabut akses Ukraina ke citra satelit dan serangan yang terus berlanjut menunjukkan bahwa situasi di lapangan masih sangat genting.

    Sementara itu, upaya Eropa untuk mendukung Ukraina dalam menghadapi tantangan intelijen menjadi sorotan utama dalam konteks geopolitik saat ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Houthi Gertak Israel, Ancam Bakal Hujani Laut Merah Pakai Rudal jika Blokade Gaza Tak Dicabut – Halaman all

    Houthi Gertak Israel, Ancam Bakal Hujani Laut Merah Pakai Rudal jika Blokade Gaza Tak Dicabut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militan Houthi di Yaman mengultimatum Israel, mengancam akan melanjutkan serangan ke kapal-kapal Israel yang melintas di Laut Merah.

    Ancaman itu dilontarkan Houthi jika Israel tidak segera mencabut blokade pangan dan bantuannya ke Gaza dalam waktu empat hari.

    “Jika musuh Israel terus mencegah masuknya bantuan ke Jalur Gaza dan terus menutup sepenuhnya penyeberangan serta mencegah masuknya makanan dan obat-obatan ke Gaza, kami akan melanjutkan operasi angkatan laut kami terhadap musuh Israel, dan kami akan menghadapi pengepungan dengan pengepungan,” tegas Pemimpin kelompok Ansar Allah atau Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, mengutip Palestine Chronicle.

    “Kami umumkan ke seluruh dunia bahwa kami akan memberikan masa tenggang empat hari. Ini adalah masa tenggang bagi para mediator dalam upaya mereka,” imbuhnya.

    Houthi menuding Israel telah menghindari kewajibannya terkait berkas kemanusiaan, bahkan Israel dengan sengaja menggunakan kelaparan sebagai senjata.

    Hal tersebut berbanding terbalik dengan sikap Hamas yang menunjukkan komitmen memenuhi tanggung jawabnya berdasarkan perjanjian tersebut.

    Alasan tersebut yang membuat Houthi murka, hingga mengancam akan menghujani Laut Merah dengan rudal jika Israel tak kunjung mencabut blokade Gaza.

    Merespon tindakan Houthi, Gerakan Perlawanan Palestina Hamas memuji militan Yaman tersebut.

    Hamas mengatakan bahwa keputusan Houthi adalah “perpanjangan dari dukungan dan dukungan yang diberikan selama perang pemusnahan di Jalur Gaza.”

    Netanyahu Gunakan Blokade Untuk Tekan Hamas

    Tindakan keras Houthi diambil di tengah terhentinya negosiasi mengenai tahap selanjutnya dari perjanjian gencatan senjata, yang telah mengakhiri perang 15 bulan yang menghancurkan di Gaza.

    Bersamaan dengan itu Israel mengumumkan keputusannya mencegah bantuan memasuki Gaza pada tanggal 2 Maret, hari yang sama dengan berakhirnya tahap pertama perjanjian gencatan senjata yang telah berlangsung selama 42 hari.

    Netanyahu berdalih pemblokiran dilakukan untuk menekan Hamas agar menyetujui usulan utusan Donald Trump, Steve Witkoff terkait perpanjangan gencatan senjata yang diajukan oleh

    Dalam persyaratan tersebut AS dan Israel menginginkan agar tahap pertama gencatan senjata yang berakhir pada 1 Maret 2025 diperpanjang hingga Paskah.

    Namun Hamas menolak perpanjangan sementara yang diusulkan oleh utusan Donald Trump, Steve Witkoff, karena mereka merasa bahwa proposal tersebut tidak memenuhi tujuan utama mereka dalam hal pembebasan Palestina.

    Dalam konteks ini, Hamas lebih memilih untuk melanjutkan perjuangan mereka secara langsung, tanpa kompromi yang dirasa merugikan posisi mereka.

    Hamas bersikeras bahwa negosiasi harus segera berlanjut ke fase kedua.

    Yaitu mencakup penghentian perang secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

    Perselisihan inilah yang membuat kesepakatan gencatan senjata tahap satu berakhir, Israel yang murka lantas menghentikan masuknya semua barang dan pasokan bantuan ke Jalur Gaza mulai dari Minggu (2/3/2025).

    Gaza Kiamat Pangan dan Alat Medis

    Imbas blokade yang dilakukan Israel warga Gaza terancam mengalami kiamat pangan akibat krisis bahan makanan.

    Dalam keterangan resmi PBB yang dikutip dari Arab News, stok bahan makanan yang tersimpan di gudang PBB saat ini hanya cukup untuk menjaga dapur umum selama kurang dari dua minggu, 

    Hal tersebut disampaikan usai Israel memblokade bantuan kemanusiaan dan impor bahan pangan yang  masuk ke Jalur Gaza.

    Tak hanya itu Israel juga turut melakukan pemblokiran akses bahan bakar, obat-obatan, dan persediaan penting lainnya.

    Kelompok bantuan, termasuk CARE, melaporkan bahwa truk yang membawa makanan, pasokan medis, dan material tempat berlindung dijadwalkan mencapai Gaza namun telah dihentikan.

    Membuat seluruh rumah sakit di Gaza hampir tidak berfungsi.

    Dr Mohammed Awad, seorang ahli bedah saraf dari Asosiasi Medis Palestina Australia Selandia Baru (PANZMA), menjadi sukarelawan di Khan Younis, bagian selatan Gaza mengatakan kekurangan pasokan medis dasar terlihat jelas di semua rumah sakit di kota tersebut. 

    “Dalam kasus saya, materi ruang operasi sangat kurang. Kami tidak dapat mencapainya saat ini, dan kami harus bekerja dalam kondisi ekstrem,” kata Awad kepada Al Jazirah.

    “Mereka benar-benar mendapat manfaat dari tingkat layanan yang di bawah standar. Mereka melakukan yang terbaik yang mereka bisa dengan apa yang mereka miliki, menggunakan peralatan yang tidak seharusnya mereka gunakan untuk menutupi kekurangan mereka. Semua bantuan untuk rumah sakit harus tiba,” imbuhnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109: Trump Minta Maxar Technologies Cabut Akses Kyiv ke Citra Satelit – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109: Trump Minta Maxar Technologies Cabut Akses Kyiv ke Citra Satelit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Konflik Rusia vs Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1109 pada Sabtu (8/3/2025).

    Pada 2025, perusahaan kedirgantaraan asal Amerika Serikat (AS), Maxar Technologies, dilaporkan telah menonaktifkan akses Ukraina ke citra satelitnya.

    Langkah ini diambil setelah adanya permintaan dari pemerintahan Presiden Donald Trump, The Guardian melaporkan.

    Maxar mengungkapkan bahwa mereka memiliki kontrak dengan pemerintah AS serta puluhan negara sekutu dan mitra.

    Mereka juga menegaskan bahwa setiap pelanggan memiliki keputusan independen dalam hal penggunaan dan pembagian data satelit tersebut.

    Simak rangkuman peristiwa yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina berikut ini.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1109:

    Ukraina Dihujani Rudal Balistik

    Pada Jumat (7/3/2025) pagi, Rusia melancarkan serangan rudal balistik dan pesawat tak berawak besar di Ukraina.
    Serangan ini terjadi sehari setelah Amerika Serikat menghentikan berbagi intelijen dengan Kyiv.

    Amerika Serikat sebelumnya memberikan peringatan dini tentang kemungkinan serangan tersebut.

    Serangan ini terjadi saat delegasi Ukraina sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan mitranya dari AS di Arab Saudi minggu depan.

    Pertemuan itu bertujuan untuk membahas kemungkinan akhir dari perang, menurut laporan Luke Harding dan Dan Sabbagh.

    Di sisi lain, dalam sebuah posting di Truth Social, Donald Trump tampaknya mengkritik serangan Rusia terbaru.

    “Berdasarkan fakta bahwa Rusia benar-benar ‘menggempur’ Ukraina di medan perang saat ini, saya sangat mempertimbangkan sanksi bank, sanksi, dan tarif skala besar pada Rusia sampai gencatan senjata dan perjanjian penyelesaian akhir perdamaian tercapai,” tulis Trump,

    Secara terpisah, Trump menyatakan bahwa dia merasa lebih “mudah” untuk berurusan dengan Rusia daripada dengan Ukraina dalam upaya mengakhiri perang.

    Trump menyebutkan bahwa dia mempercayai Vladimir Putin, Presiden Rusia.

    “Saya percaya padanya,” ujar Trump.

    “Jujur saja, saya merasa lebih sulit untuk berurusan dengan Ukraina dan mereka tidak punya kartu,” tambahnya.

    “Mungkin lebih mudah berurusan dengan Rusia.”

    Rusia Gempur Kota Dobropillia

    Pada Jumat (7/3/2025) malam, pasukan Rusia melancarkan serangan di kota Dobropillia, Ukraina timur.

    Serangan tersebut mengakibatkan empat orang tewas dan 18 lainnya terluka, menurut gubernur daerah setempat.

    Vadym Filashki melaporkan melalui Telegram bahwa serangan tersebut terdiri dari tiga serangan malam.

    Serangan itu menargetkan kota di utara Pokrovsk, yang menjadi titik fokus kemajuan pasukan Rusia di Ukraina timur.

    Berdasarkan informasi awal, empat gedung apartemen bertingkat tinggi rusak dalam serangan tersebut.

    Petugas darurat telah diterjunkan ke lokasi kejadian.

    Sebelumnya, jaksa Donetsk menyatakan bahwa lima warga tewas akibat serangan Rusia yang melanda beberapa kota dan desa.

    Di antaranya, satu orang tewas di Pokrovsk, dua lainnya di desa-desa dekat Kostyantynivka, serta satu korban di dekat kota Kurakhove.

    Kurakhove direbut Rusia pada Januari lalu.

    Sementara itu, di pelabuhan Laut Hitam selatan Ukraina, Odesa, gubernur daerah Oleh Kiper melaporkan bahwa serangan pesawat tak berawak Rusia kembali merusak infrastruktur energi dan target lainnya.

    Pasukan Ukraina Hampir Dikepung di Kursk

    Ribuan tentara Ukraina yang menyerbu wilayah Kursk, Rusia, pada Agustus lalu hampir dikepung oleh pasukan Rusia.
    Hal ini menciptakan pukulan besar bagi Kyiv.

    Sebelumnya, Ukraina berharap kehadirannya di wilayah tersebut bisa menjadi alat pengaruh terhadap Moskow dalam pembicaraan damai.

    Namun, menurut laporan Reuters yang mengutip peta sumber terbuka, situasi di Kursk memburuk tajam dalam tiga hari terakhir.

    Pasukan Rusia berhasil merebut kembali wilayah itu, The Guardian melaporkan.

    Serangan balik Rusia hampir memotong pasukan Ukraina menjadi dua.

    Hal ini memisahkan kelompok utama dari jalur pasokan utama mereka.

    Kondisi ini muncul setelah AS menghentikan pembagian intelijen dengan Kyiv.

    Keputusan tersebut meningkatkan kemungkinan pasukan Ukraina terpaksa mundur atau menghadapi risiko ditangkap atau dibunuh.

    “Situasi [untuk Ukraina di Kursk] sangat buruk,” kata Pasi Paroinen, analis militer dari Black Bird Group.

    Analis lainnya, Yan Matveev, mengatakan Ukraina kini dihadapkan pada pilihan yang sulit.

    Eropa Berupaya ‘Tambal’ Intelijen Ukraina

    Eropa berencana untuk mencoba mengimbangi kekurangan intelijen yang mungkin terjadi akibat penghentian pembagian data intelijen oleh AS kepada Ukraina.

    Hal ini dibahas dalam pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels, Suspilne melaporkan.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemond, mengonfirmasi bahwa penggantian data intelijen AS menjadi salah satu topik utama dalam pembicaraan tersebut.

    Lemond juga menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Donald Trump merupakan masalah penting.

    Amerika Serikat telah memainkan peran besar dalam mendukung Ukraina sejak dimulainya invasi Rusia pada Februari 2022.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Ahmad al-Sharaa Kerahkan Kendaraan Lapis Baja Serbu Desa-desa Kelompok Minoritas Alawite Suriah – Halaman all

    Ahmad al-Sharaa Kerahkan Kendaraan Lapis Baja Serbu Desa-desa Kelompok Minoritas Alawite Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS – Dalam dua hari terakhir, bentrokan antara pasukan keamanan Pemerintah Suriah yang dimotori oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan kelompok oposisi di Suriah telah menyebabkan ratusan orang tewas.

    Kejadian ini merupakan bagian dari kampanye keamanan yang lebih luas untuk menargetkan sisa-sisa Angkatan Bersenjata Arab Suriah (SAA) di wilayah pesisir negara tersebut.

    Pasukan Pemerintah Suriah di bawah kepemimpinan Ahmad al-Sharaa, mantan komandan Al-Qaeda di Irak, disebut melakukan serangkaian pembunuhan massal dan eksekusi di luar hukum terhadap anggota minoritas Alawite.

    Menurut laporan dari Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), 69 dari korban yang tewas adalah anggota minoritas Alawite, sementara sisanya termasuk anggota keamanan pemerintah dari sekte Sunni, anggota SAA yang merupakan sekte Alawite, dan warga sipil yang terjebak dalam bentrokan.

    Kejadian ini berlangsung di berbagai lokasi, termasuk desa al-Muktariyya dan Al-Haffeh di pedesaan Latakia, serta kota Waroud di pedalaman utara Damaskus.

    Di Al-Haffeh, 20 orang dilaporkan dibunuh oleh militan HTS, sementara di Waroud, sumber lokal melaporkan bahwa keluarga Alawite diserang di rumah mereka.

    Bentrokan ini terjadi setelah serangkaian serangan oleh sisa-sisa SAA (tentara era Assad) terhadap anggota Komando Operasi Militer Suriah awal pekan ini.

    HTS kemudian mengerahkan pasukan tambahan untuk operasi keamanan besar-besaran di wilayah pesisir Latakia dan Tartous.

    Kekerasan ini dipicu oleh serangan mendadak dari sisa-sisa SAA yang melakukan penyergapan terhadap pasukan pemerintah.

    Sebagai respons, HTS melakukan mobilisasi pasukan untuk mempertahankan kendali atas wilayah yang strategis.

    SOHR melaporkan bahwa pasukan pemerintah melancarkan serangan besar-besaran di Qardaha, kota asal mantan Presiden Bashar al-Assad, setelah para pejuang dari pemerintah sebelumnya mengambil alih beberapa desa.

    Tank dan kendaraan lapis baja dikerahkan untuk mengembalikan kontrol atas wilayah tersebut.

    Sebelumnya, pasukan pemerintah berhasil merebut kembali Baniyas, sebuah kota pesisir strategis, sementara Jableh masih berada di bawah kendali hampir total pemerintah meskipun perlawanan bersenjata masih terjadi di daerah pegunungan di sepanjang garis pantai.

    Laporan ini didasarkan pada informasi dari Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah dan sumber lokal yang melaporkan situasi di lapangan.

    Seperti diketahui, milisi Pemberontak yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham melancarkan serangan kilat yang menggulingkan al-Assad pada tanggal 8 Desember.

    Setelah menggulingkan Assad, para milisi itu kini direkrut menjadi pasukan keamanan Suriah di bawah rezim baru.

    Pasukan keamanan baru negara itu sejak itu telah melancarkan kampanye ekstensif untuk berusaha mengusir loyalis al-Assad dari bekas bentengnya.

    Warga dan organisasi telah melaporkan pelanggaran selama kampanye tersebut, termasuk penyitaan rumah, eksekusi lapangan, dan penculikan.

    Pemerintah baru Suriah menggambarkan pelanggaran tersebut sebagai “insiden terisolasi” dan berjanji akan mengejar mereka yang bertanggung jawab.

    Sementara itu, Pemerintah setempat di kota Tartus, Suriah, mengumumkan jam malam di seluruh kota mulai Kamis malam hingga pemberitahuan lebih lanjut, menyusul kerusuhan baru-baru ini di beberapa wilayah pesisir, yang mencakup insiden kerusuhan dan kekerasan.
    Tindakan tersebut bertujuan untuk menjaga ketertiban umum dan memastikan keselamatan penduduk dan warga negara – kata pernyataan pihak berwenang.

    Jam malam akan berlaku mulai pukul 10 malam hingga pukul 10 pagi.

  • Trump Siapkan Sanksi Tambahan untuk Rusia Jika Damai Tak Segera Terwujud – Halaman all

    Trump Siapkan Sanksi Tambahan untuk Rusia Jika Damai Tak Segera Terwujud – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengejutkan terkait kemungkinan penerapan sanksi tambahan berskala besar terhadap Rusia.

    Ini merupakan respons langsung terhadap situasi yang semakin memanas di Ukraina, di mana pasukan Rusia terus melakukan serangan, menghancurkan infrastruktur dan menimbulkan banyak kerugian bagi Ukraina.

    Dalam sebuah unggahan di media sosialnya, Truth Social, Trump mendesak kedua negara, Rusia dan Ukraina, untuk segera duduk di meja perundingan demi mencapai kesepakatan damai.

    Dia menekankan pentingnya negosiasi secepatnya sebelum keadaan semakin parah, “Untuk Rusia dan Ukraina, duduklah di meja perundingan sekarang juga sebelum terlambat,” tulis Trump.

    Trump menganggap situasi di medan perang sangat serius. “Berdasarkan fakta bahwa Rusia saat ini benar-benar menghancurkan Ukraina di medan perang, saya sedang mempertimbangkan secara serius pemberlakuan sanksi perbankan berskala besar terhadap Rusia,” katanya.

    Langkah ini diambil hanya beberapa hari setelah AS menangguhkan bantuan militer dan dukungan intelijen kepada Ukraina, yang menunjukkan ketegangan yang meningkat di antara semua pihak yang terlibat.

    Apa yang Terjadi di Kursk?

    Kondisi pasukan Ukraina di wilayah Kursk terlihat memburuk, dengan serangan balasan Rusia yang telah memisahkan pasukan Ukraina dari jalur suplai utama mereka.

    Analis militer, Pasi Paroinen dari Black Bird Group, menyatakan, “Kondisi bagi Ukraina di Kursk sangat buruk.” Ini menunjukkan bagaimana strategi militer Rusia berhasil membelah kekuatan Ukraina menjadi dua bagian, meningkatkan kesulitan bagi mereka dalam mempertahankan diri.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, merespons serangan Rusia dengan menyerukan gencatan senjata yang mencakup udara dan laut.

    Namun, upaya tersebut tidak berjalan mulus.

    Moskow menolak gagasan gencatan senjata sementara yang diusulkan oleh Inggris dan Prancis, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengizinkan pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara NATO masuk ke Ukraina.

    Apa Dampak Sanksi terhadap Ekonomi Rusia?

    Rusia, yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia, sudah dikenakan sanksi luas oleh AS dan sekutunya sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022.

    Sanksi tersebut termasuk langkah-langkah yang bertujuan membatasi pendapatan minyak dan gas Rusia, seperti batas harga $60 per barrel untuk ekspor minyak.

    Seiring meningkatnya ketegangan, pemerintah AS kini sedang mempertimbangkan cara untuk melonggarkan sanksi terhadap sektor energi Rusia, jika Moskow setuju untuk mengakhiri perang.

    Ini menunjukkan adanya ruang untuk diplomasi meskipun kondisi di lapangan terus menghangat.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).