Category: Tribunnews.com Internasional

  • Kisah Wanita yang Tak Sadar Hamil, Tiba-tiba Melahirkan Bayi Laki-laki – Halaman all

    Kisah Wanita yang Tak Sadar Hamil, Tiba-tiba Melahirkan Bayi Laki-laki – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, CHINA – Publik terkejut saat seorang wanita Tiongkok melahirkan sehari setelah mengetahui usia kehamilannya 34 minggu.

    Influencer online ini melakukan bungee jumping, naik roller coaster, merokok, namun tidak menyadari bahwa dirinya sedang mengandung bayi laki-laki.

    Seorang blogger tata rias telah menarik perhatian media sosial di China dengan berbagi pengalamannya melahirkan bayi hanya sehari setelah mengetahui ia hamil.

    Kisah influencer berbasis di provinsi Jiangsu timur yang dikenal sebagai @tingtingyupengpeng di platform media sosial utama, telah ditonton 190 juta kali, menurut laporan Litchi News.

    Ia mengaku mengalami pendarahan hebat pada malam hari, 6 November 2024, saat asyik bermain game di ponselnya.

    Keesokan harinya, dia pergi ke rumah sakit dan diberi tahu bahwa dia hamil 34 minggu.

    “Saya tidak percaya pada dokter sampai saya mendengar suara detak jantung dari mesin USG,” kata blogger itu dalam video yang dirilis pada 28 Februari 2025 lalu.

    Pada pagi hari tanggal 8 November, ditemani ibunya, dia kembali ke rumah sakit dan diberi tahu bahwa dia hampir melahirkan.

    Operasi caesar diatur pada sore yang sama dan bayi laki-lakinya lahir.

    Blogger tersebut, yang usia dan namanya tidak diungkapkan dalam laporan tersebut, mengatakan dia sama sekali tidak menyadari kehamilannya.

    Terutama karena dia mengalami menstruasi teratur.

    Ia mengatakan tidak mengalami gejala-gejala kehamilan yang umum seperti mual di pagi hari, perut kembung, ketidakstabilan emosi, atau stretch mark.

    Ia juga tidak merasakan adanya gerakan janin di dalam perutnya.

    “Melihat bayi saya, reaksi pertama saya bukanlah menyambut kedatangannya, tetapi mengkhawatirkan kesehatannya. Saya merasa bersalah atas serangkaian tindakan tidak bertanggung jawab yang saya lakukan saat mengandungnya,” kata blogger itu dalam klip tersebut.

    Dia mengatakan telah menggunakan tiga alat tes kehamilan dan semuanya negatif.

    Karena yakin dirinya tidak hamil, wanita itu tetap menjalani gaya hidupnya seperti sebelumnya.

    Dia tidur larut malam dan sering merokok serta minum kopi dan teh susu untuk menghilangkan tekanan pekerjaan.

    Pada tahap awal kehamilannya yang saat itu belum diketahui, ia bahkan naik roller coaster dan melakukan bungee jumping bersama teman-temannya.

    Ia pernah membawa sebuah kotak seberat 25 kg.

    Bayinya dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (NICU) karena lahir prematur.

    Bayi tersebut dipulangkan dari rumah sakit setelah 10 hari.

    Wanita itu mengatakan putranya kini sehat kembali.

    Dia tidak mengungkapkan identitas ayah bayi tersebut, juga tidak jelas apakah dia sudah menikah.

    “Saya berharap bisa memutar waktu kembali agar terhindar dari perbuatan gila yang saya lakukan saat hamil,” ungkapnya.

    Sumber: SCMP

     

  • Serangan Drone Terbesar Ukraina ke Rusia, Disebut ‘Tamparan’ untuk Trump, Putin Diminta Balas – Halaman all

    Serangan Drone Terbesar Ukraina ke Rusia, Disebut ‘Tamparan’ untuk Trump, Putin Diminta Balas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia mengatakan Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran ke Rusia, Selasa malam, (12/3/2025).

    Serangan itu bahkan diklaim sebagai serangan drone terbesar Ukraina sejak perang Ukraina-Rusia meletus tahun 2022 lalu.

    Dikutip dari ABC News, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya berhasil menembak jatuh 343 drone Ukraina dalam semalam.

    Ratusan drone itu dijatuhkan di sepuluh wilayah Rusia. Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin mengatakan sistem pertahanan udara di Moskow dikerahkan untuk menghadapi gelombang serangan drone.

    Dilaporkan ada 91 drone yang ditembak jatuh di langit Ibu Kota Rusia itu. Sementara itu, ada enam drone yang dijatuhkan di dekat PLTN Kursk.

    Lewat Telegram, Sobyanin mengatakan serangan Ukraina di Moskow sangatlah besar.

    Adapun Gubernur Oblast Moskow, Andrei Vorobyiv menyebut setidaknya ada orang yang tewas. Beberapa gedung tinggi, rumah, dan toko rusak karena serangan itu.

    Mengenai jumlah korban luka, Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan ada 20 lebih, tiga di antaranya adalah anak-anak.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengecam serangan Ukraina dan menyebutnya sebagai “serangan teroris”.

    Sementara itu, menurut Dmitry Peskov selaku juru bicara Kremlin, serangan tersebut sudah dilaporkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia menyebut Ukraina menargetkan fasilitas warga sipil.

    Badan Udara Federal Rusia mengatakan penerbangan ditangguhkan di semua bandara di Moskow.

    Ketika ditanya apakah serangan itu ditujukan untuk mengganggu pembicaraan tentang gencatan senjata, Peskov mengklaim belum ada perundingan.

    “Belum ada negosiasi. Sejauh ini Amerika Serikat, dalam pernyataan mereka, berusaha memahami seberapa siap Ukraina dalam pembicaraan perdamaian. Belum ada negosiasi, jadi tidak ada yang diganggu,” kata Peskov.

    Di sisi lain, militer Ukraina belum buka suara mengenai serangan terbaru ke Moskow itu.

    Serangan itu dilancarkan saat juru runding AS dan Ukraina bersiap melakukan pembicaraan perdamaian di Kota Jeddah, Arab Saudi.

    Hubungan AS dengan Ukraina memburuk dalam beberapa minggu terakhir. Presiden AS Donald Trump mendesak Ukraina untuk membuat konsesi demi kesepakatan damai.

    Trump juga meminta Ukraina menandatangani perjanjian kontroversial tentang akses AS terhadap mineral langka di Ukraina. Perjanjian itu dijadikan imbalan atas bantuan militer AS kepada Ukraina.

    “Tamparan” untuk Trump

    Media Eurasian Times menyebut serangan besar Ukraina itu sebagai “tamparan di wajah Trump”.

    Serangan tersebut terjadi pada malam sebelum pembicaraan antara Ukraina dan AS di Arab Saudi. Menurut media itu, pemilihan waktu serangan bukanlah tanpa alasan atau kebetulan sematan.

    Sehari sebelumnya seorang pejabat Ukraina mengatakan delegasi Ukraina berencana mengusulkan gencatan senjata di udara dan laut dengan Rusia.

    Serangan itu diduga bertujuan untuk memberi tahu delegasi AS dan Rusia tentang pentingnya gencatan senjata di udara.

    “Sinyal untuk Putin mengenai pentingnya gencatan senjata di udara,” kata Kepala Pusat Pemberantasan Disinformasi Ukraina Andriy Kovalenko.

    Narasumber Ukraina mengklaim serangan menaargetkan fasilitas strategis, termasuk fasilitas penyimpanan minyak dan tempat produksi militer.

    Staf Umum Ukraina melaporkan serangan itu mencapai hingga jarak 680 mil ke dalam wilayah Rusia. Diduga serangan itu juga ditujukan untuk mengganggu pasokan logistik dan infrastruktur.

    Namun, apabila keterangan Rusia tentang jumlah drone yang dijatuhkan tepat, efektivitas serangan Ukraina jauh berkurang karena menghadapi sistem pertahanan Rusia.

    Sementara itu, Leonid Slutsky selaku Ketua Komite Urusan Internasional Duma (parlemen Rusia), menyebut serangan itu mungkin ditujukan untuk mengganggu negosiasi yang dilakukan di Arab Saudi.

    Slutsky mengingatkan pernyataan Putin sebelumnya bahwa dia akan selalu membalas tindakan seperti itu.

    Sementara itu, seoranga anggota dewan Rusia meminta Putin untuk membasnya dengan rudal Oreshnik.

    “Keputusannya terserah kepada Panglima Tertinggi, tetapi saya pikir akan masuk akal untuk meluncurkan Oreshnik,” kata dia.

    (*)

  • Ukraina Setujui Gencatan Senjata, Bantuan Militer Kembali Mengalir, Bagaimana Rusia? – Halaman all

    Ukraina Setujui Gencatan Senjata, Bantuan Militer Kembali Mengalir, Bagaimana Rusia? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina akhirnya menerima proposal kesepakatan gencatan senjata selama 30 hari dari Amerika Serikat (AS).

    Proposal tersebut diutarakan saat para delegasi AS dan Ukraina bertemu di Arab Saudi pada Selasa (11/3/2025) malam waktu setempat.

    Dengan disetujuinya proposal gencatan senjata tersebut, AS akan melanjutkan bantuan militernya kepada Ukraina.

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan saat ini semua keputusan di tangan Rusia, apakah menerima proposal tersebut atau tidak.

    “Harapan kami adalah Rusia akan menjawab ‘ya’ secepat mungkin, sehingga kami dapat memasuki fase kedua ini, yaitu negosiasi sesungguhnya,” kata Rubio, dikutip dari Reuters.

    Rubio mengatakan Washington menginginkan kesepakatan penuh dengan Rusia dan Ukraina “sesegera mungkin”.

    “Setiap hari yang berlalu, perang ini terus berlanjut, orang-orang tewas, orang-orang dibom, orang-orang terluka di kedua sisi konflik ini,” katanya.

    Sementara itu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengatakan selama gencatan senjata berlangsung, pihaknya menginginkan tiga poin utama.

    Pertama, kata Zelensky, selama gencatan senjata tidak ada rudal, bom atau pesawat nirawak jarak jauh yang memasuki wilayah Ukraina.

    Kemudian yang kedua, Zelensky juga mengatakan tidak akan ada serangan dari laut selama gencatan senjata terjadi.

    “Diam di udara – artinya tidak ada rudal, bom, atau pesawat nirawak jarak jauh – dan diam di laut,” kata Zelensky melalui saluran Telegramnya.

    Zelensky juga mengatakan dirinya juga ingin adanya pembebasan tahanan selama masa gencatan senjata berlangsung.

    “Langkah-langkah nyata untuk membangun kepercayaan dalam seluruh situasi ini, di mana diplomasi sedang berlangsung, yang berarti, terutama, pembebasan tahanan,” tegas Zelensky.

    Zelensky pun berharap agar AS dapat segera membujuk Rusia supaya dapat menerima proposal gencatan senjata tersebut.

    Ia pun menegaskan Ukraina selalu siap untuk menciptakan perdamaian di kawasan tersebut.

    “Amerika Serikat perlu meyakinkan Rusia untuk melakukannya.”

    “Ukraina siap untuk perdamaian. Rusia juga harus menunjukkan apakah mereka siap untuk mengakhiri perang – atau melanjutkannya,” ungkap Zelensky.

    “Saya berterima kasih kepada semua orang yang membantu Ukraina,” pungkasnya.

    Bisakah AS Membujuk Rusia?

    Penasihat keamanan nasional Presiden AS Donald Trump, Mike Waltz, akan bertemu dengan mitranya dari Rusia dalam beberapa hari mendatang.

    Sementara itu, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, juga berencana akan mengunjungi Moskow dalam minggu ini untuk bertemu dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

    Pada hari Selasa, Trump mengatakan ia berharap gencatan senjata segera terjadi dan berpikir ia akan berbicara dengan Putin minggu ini.

    “Saya harap itu akan terjadi dalam beberapa hari ke depan,” katanya, dikutip dari CNN.

    Kesepakatan AS-Ukraina merupakan perubahan haluan tajam dari pertemuan sengit di Gedung Putih pada tanggal 28 Februari 2025 lalu antara Trump dan Zelensky.

    Dalam pernyataan bersama hari Selasa, kedua negara mengatakan mereka sepakat untuk segera menuntaskan perjanjian komprehensif untuk mengembangkan sumber daya mineral penting Ukraina, yang telah direncanakan namun terhenti akibat pertemuan itu.

    Setelah pertemuan itu, AS menghentikan pembagian informasi intelijen dan pengiriman senjata ke Ukraina, yang menggarisbawahi kesediaan Trump untuk menekan sekutu AS saat ia beralih ke pendekatan yang lebih damai terhadap Moskow.

    Trump mengatakan pada hari Selasa, ia akan mengundang Zelensky kembali ke Gedung Putih.

    Pejabat Ukraina mengatakan pada Selasa malam, bantuan militer AS dan pembagian intelijen telah dilanjutkan.

    (*)

  • Zelensky: AS Harus Yakinkan Rusia agar Setujui Gencatan Senjata 30 Hari dengan Ukraina – Halaman all

    Zelensky: AS Harus Yakinkan Rusia agar Setujui Gencatan Senjata 30 Hari dengan Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk meyakinkan Rusia mengenai usulan AS untuk gencatan senjata selama 30 hari.

    “Washington harus meyakinkan Moskow untuk menerima usulan gencatan senjata selama 30 hari yang diajukan selama perundingan Ukraina-Amerika di Jeddah, Arab Saudi,” kata Zelensky dalam pidato hariannya di media sosial, Selasa (11/3/2025).

    “Kami siap mengambil langkat tersebut. Amerika Serikat harus meyakinkan Rusia untuk melakukan ini,” imbuh Zelensky.

    “Jika Rusia setuju, gencatan senjata akan berlaku pada saat itu juga,” lanjutnya.

    Zelensky mengatakan gencatan senjata selama 30 hari itu tidak hanya terkait rudal, pesawat nirawak, dan bom, serta tidak hanya di Laut Hitam tetapi juga di sepanjang garis depan.

    Ia mengatakan Ukraina memandang usulan gencatan senjata itu secara positif.

    “Ukraina siap untuk perdamaian. Rusia harus menunjukkan kesiapannya untuk mengakhiri perang atau melanjutkan perang,” ujar Zelensky, seperti dikutip dari Pravda.

    Zelensky mengatakan selama gencatan senjata tersebut Ukraina dan sekutunya akan mempersiapkan semua aspek untuk menjamin keamanan dan perdamaian abadi.

    Ia juga berterima kasih kepada semua orang yang terlibat dalam pertemuan itu dan mereka yang membantu Ukraina untuk mempertahankan kedaulatannya.

    Pernyataan Bersama AS dan Ukraina di Jeddah

    Tim Ukraina bertemu dengan tim AS di Jeddah kemarin untuk membicarakan upaya mengakhiri perang dengan Rusia.

    Setelah negosiasi yang berlangsung selama delapan jam, Ukraina setuju untuk gencatan senjata selama 30 hari dengan Rusia dan dapat diperpanjang tergantung dari komitmen Rusia dalam mengimplementasikannya.

    Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh tim Ukraina dan AS, Washington mengonfirmasi mereka akan mencabut penangguhan bantuan militer dan pembagian informasi intelijen terhadap Ukraina.

    AS dan Ukraina juga membahas perjanjian mineral yang sebelumnya gagal ditandatangani dalam pertemuan Zelensky dan Presiden AS Donald Trump yang berakhir dengan pertengkaran pada 28 Februari lalu.

    AS: Rusia Harus Segera Memutuskan

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan Rusia harus memutuskan apakah akan menerima gencatan senjata dengan Ukraina, yang menurutnya siap untuk dinegosiasikan.

    “Kami sekarang akan menyampaikan tawaran ini kepada Rusia dan berharap mereka akan menyetujui perdamaian. Sekarang keputusan ada di tangan mereka,” kata Rubio kepada wartawan di Jeddah, Selasa.

    Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, juga menyatakan harapannya agar perang di Ukraina berakhir setelah Ukraina menerima usulan gencatan senjata.

    “Kita telah beralih dari apakah perang akan berakhir menjadi bagaimana mengakhirinya,” kata Waltz kepada wartawan.

    “Presiden AS Donald Trump telah mengubah seluruh percakapan global,” lanjutnya.

    Ia juga mengatakan akan berbicara dengan mitranya dari Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Arab Saudi Kecam Keras Pemutusan Listrik di Gaza oleh Israel – Halaman all

    Arab Saudi Kecam Keras Pemutusan Listrik di Gaza oleh Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Arab Saudi mengecam keras pemutusan listrik di Gaza oleh Israel.

    Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan tindakan Israel ini telah melanggar hukum humaniter Internasional.

    “Kerajaan menegaskan kembali penolakan mutlaknya terhadap pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Israel,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (11/3/2025), dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Tidak hanya itu, karena tindakan Israel ini, Arab Saudi meminta masyarakat Internasional untuk segera bertindak demi masyarakat Gaza.

    “Kerajaan menekankan seruannya kepada masyarakat internasional untuk mengambil tindakan mendesak guna segera dan tanpa syarat memulihkan listrik dan memastikan aliran bantuan ke Gaza,” tegasnya.

    Muak dengan blokade yang dilakukan Israel, Saudi juga menyerukan akuntabilitas Internasional.

    “Arab Saudi juga memperbarui seruannya untuk mengaktifkan mekanisme akuntabilitas internasional atas ‘pelanggaran mencolok’ ini,” tambahnya.

    Sebagai informasi, Israel memutus pasokan listrik ke Gaza pada hari Minggu (9/3/2025).

    Ini menyusul seruan Menteri Energi Israel, Eli Cohen, yang memberikan instruksi untuk segera memadamkan listrik di Gaza.

    Pemadaman listrik total ini bagian dari upaya dalam melakukan ‘pengepungan’ warga Gaza.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza,” kata Cohen dalam sebuah pernyataan video, dikutip dari Al-Arabiya.

    Hal tersebut juga telah dikonfirmasi oleh pemerintah setempat Gaza pada Senin (10/3/2025).

    Juru bicara Perusahaan Distribusi Listrik Gaza, Mohammad Thabet, menyesalkan keputusan Israel yang membuat Gaza gelap gulita.

    Menurutnya, pemadaman listrik ini menjadi ancaman serius bagi warga Gaza.

    “Pemutusan aliran listrik oleh pendudukan Israel mengancam bencana kesehatan dan lingkungan di Gaza,” kata Thabet.

    Ia mengatakan, ini dapat membuat warga Gaza semakin terkepung dan kesulitan mendapatkan air bersih.

    “Tindakan Israel tersebut merupakan ‘peringatan genosida’, bahwa tanpa listrik, tidak ada air bersih,” katanya.

    Sebelum terjadinya agresi Israel, Tel Aviv telah memasok listrik sebanyak 10 saluran ke Gaza.

    Namun, akibat perang selama berbulan-bulan ini, jaringan listrik hancur total.

    “Hampir 70 persen jaringan distribusi listrik dan 90 persen gudang dan tempat penyimpanan di Gaza hancur total,” jelas Thabet.

    Selain listrik diputus, Israel juga telah memblokade Gaza.

    Bantuan dihentikan total untuk tidak memasuki Gaza.

    Penghentian pengiriman bantuan ini merupakan bagian dari ancaman Israel terhadap Hamas.

    Di mana Israel menginginkan Hamas segera memperpanjang gencatan senjata tahap pertama.

    Namun, Hamas tidak menginginkan itu terjadi dan ingin transisi gencatan senjata kedua.

    Oleh karena itu, Israel menghentikan pengiriman bantuan ke Gaza hingga Hamas menyetujui permintaan Israel.

    Seperti diketahui, gencatan senjata tahap pertama telah dimulai sejak 19 Januari 2025 dan berakhir pada 1 Maret 2025.

    Hingga saat ini, belum ada kepastian terkait keputusan gencatan senjata di Gaza.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Arab Saudi dan Konflik Palestina vs Israel

  • Armada F-16 Ukraina Terancam karena Trump Tangguhkan Bantuan Militer, Bisakah Eropa Menggantinya? – Halaman all

    Armada F-16 Ukraina Terancam karena Trump Tangguhkan Bantuan Militer, Bisakah Eropa Menggantinya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – F-16 dari Amerika Serikat adalah jet tempur Barat pertama yang tiba di Ukraina dan sejak itu berperan penting dalam mempertahankan negara tersebut dari serangan udara Rusia.

    Namun, keputusan Presiden Donald Trump untuk menangguhkan sementara bantuan militer AS ke Ukraina pekan lalu telah menimbulkan kekhawatiran baru.

    Dilansir Business Insider, dengan absennya dukungan AS, Eropa—rumah bagi sekutu-sekutu terdekat Ukraina—mungkin harus mencari cara untuk mengisi kekosongan, termasuk dalam aspek pertahanan udara.

    Bisakah Eropa Menggantikan Peran AS?

    Beberapa negara Eropa memiliki jet tempur yang cocok untuk Ukraina, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan F-16 yang disediakan AS.

    Beralih ke jenis pesawat lain akan membawa berbagai tantangan yang sulit ditanggung Ukraina, mulai dari pelatihan pilot hingga kesiapan infrastruktur.

    Ukraina telah meminta pesawat tempur F-16 sejak awal invasi besar-besaran Rusia pada Februari 2022.

    F-16 UKRAINA – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) bersama Menteri Pertahanan Belanda Kajsa Ollongren di Pangkalan Udara Eindhoven di Belanda, 20 Agustus 2023. Ukraina menerima F-16 dari Belanda. (Dutch Ministry of Defence)

    Pada Agustus 2024, Ukraina akhirnya menerima jet tempur tersebut yang dipasok oleh sekutu-sekutu Eropa, meskipun pesawat itu sendiri dibuat oleh Lockheed Martin di AS.

    Sejak kedatangannya, F-16 telah mencatat sejumlah keberhasilan penting, termasuk menembak jatuh drone dan rudal jelajah Rusia serta menyerang target darat di dekat garis depan.

    Namun, meskipun F-16 terbukti efektif, Ukraina masih kekurangan sistem pertahanan udara yang memadai untuk menandingi kekuatan Rusia.

    Beberapa sekutu Ukraina memiliki lebih banyak F-16 yang bisa mereka kirim, dan tindakan Trump mungkin memotivasi mereka untuk menyuplai lebih banyak jet tempur.

    Namun, karena F-16 adalah buatan AS, Trump dapat memblokir pengiriman lebih lanjut ke Ukraina.

    Trump juga bisa menghentikan pasokan suku cadang yang diperlukan untuk operasional pesawat tempur ini.

    Meskipun negara-negara Eropa memiliki stok suku cadang, mereka tetap membutuhkan izin dari AS untuk mentransfernya ke Ukraina.

    Jika izin ini tidak diberikan, armada F-16 Ukraina bisa perlahan-lahan tidak dapat digunakan lagi.

    Alternatif Jet Tempur dari Eropa

    Ukraina saat ini telah menerima Mirage 2000, jet tempur buatan Prancis, tetapi hanya enam unit yang dilaporkan telah dikirim.

    Meskipun Mirage 2000 dapat membantu pertahanan udara Ukraina, jet ini belum tentu menjadi pilihan terbaik untuk pertempuran yang terjadi saat ini.

    Sementara itu, Gripen—jet tempur buatan Swedia Saab—dianggap sebagai pilihan yang bahkan lebih baik daripada F-16.

    Gripen dirancang khusus untuk menghadapi ancaman dari Rusia, dengan keunggulan berupa kemampuannya lepas landas dari jalan raya sipil serta kemudahan dalam perawatan.

    Justin Bronk, pakar kekuatan udara dari Royal United Services Institute (RUSI), menyatakan, dalam hampir setiap aspek, Gripen lebih cocok untuk kebutuhan Ukraina dibandingkan F-16.

    Namun, hingga kini, belum ada satu pun Gripen yang dikirim ke Ukraina.

    Jet tempur lain seperti Eurofighter Typhoon juga tersedia di Eropa, tetapi sejauh ini belum ada keputusan untuk mengirimnya ke Ukraina.

    Kendala Pergantian ke Jet Tempur Baru

    Masalah utama yang dihadapi Ukraina adalah, seluruh program pertahanan udaranya telah diatur untuk menggunakan F-16.

    Beralih ke jet tempur lain berarti Ukraina harus melatih ulang pilot dan teknisi, serta membangun kembali sistem logistik dan perawatan.

    Bulan lalu, Menteri Pertahanan Swedia, Pål Jonson, mengatakan kepada Business Insider, bnegaranya telah berdialog dengan Ukraina dan anggota Koalisi Angkatan Udara—sekelompok negara yang berkomitmen untuk mendukung kekuatan udara Ukraina.

    Namun, ia menekankan, menggunakan jet tempur lain akan jauh lebih sulit bagi Ukraina.

    Akibatnya, Swedia lebih memilih untuk fokus pada pengiriman sensor udara guna meningkatkan komando dan kendali atas F-16.

    Justin Bronk menambahkan, meskipun Gripen bisa menjadi opsi yang sangat baik bagi Ukraina, transisi dari F-16 ke Gripen tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

    Selain pelatihan pilot, teknisi dan sistem logistik yang telah disiapkan untuk F-16 juga harus diadaptasi untuk pesawat baru, yang dapat memakan waktu lama dan sumber daya besar.

    Mark Cancian, pakar pertahanan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), menegaskan, tantangan utama bukanlah memilih antara F-16 atau jet tempur Eropa, melainkan persoalan waktu, jumlah pesawat, dan biaya.

    Jumlah Jet Tempur Eropa Tidak Sebanyak F-16

    Salah satu alasan utama mengapa F-16 dianggap sebagai pilihan terbaik bagi Ukraina adalah karena pesawat ini tersedia dalam jumlah besar, memiliki banyak suku cadang, serta teknisi yang berpengalaman dalam merawatnya.

    Sebaliknya, jet tempur Eropa seperti Gripen hanya dioperasikan oleh beberapa negara, sehingga jumlahnya lebih sedikit, dan tidak banyak pilot yang terlatih untuk menggunakannya.

    George Barros, pakar Rusia dari Institute for the Study of War, menyebut F-16 sebagai model ideal karena sifatnya yang serba guna dan banyak digunakan di berbagai negara.

    Ia juga menambahkan, pelatihan pilot untuk pesawat seperti Gripen lebih sulit dilakukan karena relatif lebih sedikit negara yang mengoperasikannya.

    Eropa Bisa Membantu, tapi Tantangannya Besar

    Eropa telah berjanji untuk terus mendukung Ukraina, tetapi kehilangan bantuan dari AS akan memerlukan peningkatan besar dalam anggaran pertahanan.

    Di samping itu, beberapa jenis senjata akan lebih sulit untuk digantikan.

    Jet tempur lain bisa menjadi opsi bagi Ukraina jika pasokan F-16 terhenti, tetapi perubahan ini akan menghadapi berbagai hambatan teknis dan operasional.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Upaya Ukraina untuk mengakhiri perang dengan Rusia semakin tidak menentu setelah perdebatan sengit antara Presiden Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump di Ruang Oval pada 28 Februari lalu.

    Kini, bukan lagi Amerika Serikat, melainkan Arab Saudi yang menjadi pihak penting dalam pembicaraan damai.

    Zelensky tiba di Jeddah pada Senin (10/3/2025) dan bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), penguasa de facto Arab Saudi.

    Delegasi Ukraina dan AS dijadwalkan menggelar perundingan damai pada Selasa (11/3/2025).

    Saat berita ini ditulis, pembicaraan damai baru saja dimulai.

    Pembicaraan ini mempertemukan delegasi Ukraina yang mencakup Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Sybiha, Kepala Staf Zelensky Andriy Yermak, dan Menteri Pertahanan Rustem Umerov.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga hadir di Jeddah.

    Selain bertemu mitra dari Ukraina, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Rubio juga dijadwalkan bertemu putra mahkota Saudi.

    Dalam pernyataannya sebelum kunjungan tersebut, Zelensky menegaskan, upaya diplomatik akan menjadi fokus utama, dengan mengatakan bahwa timnya terus berkomunikasi dengan pemerintahan Trump di berbagai tingkatan.

    “Topiknya jelas: perdamaian sesegera mungkin dan keamanan yang semaksimal mungkin,” ujar Zelensky.

    “Ukraina berkomitmen penuh pada pendekatan yang konstruktif.”

    Menurut analisis dari RFE/RL, pernyataan ini menunjukkan upaya mendamaikan setelah pertemuan di Ruang Oval, yang sebelumnya menempatkan diplomasi Ukraina dalam posisi sulit.

    Setelah pertemuan tersebut, pemerintahan Trump sempat menghukum Ukraina dengan menghentikan aliran informasi intelijen yang penting serta menangguhkan sementara bantuan militer AS.

    Namun, Trump kemudian menunjukkan sikap lebih optimistis terhadap prospek perundingan damai.

    “Saya pikir pada akhirnya, meskipun mungkin tidak dalam waktu dekat, kita akan melihat hasil yang cukup baik dari Arab Saudi minggu ini,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One.

    Hubungan Dekat Arab Saudi dengan Trump

    Peran Arab Saudi dalam perundingan perdamaian mulai tampak sejak Februari, ketika pejabat diplomatik AS dan Rusia mengadakan putaran pertama perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Hasil dari perundingan itu adalah komitmen untuk sedikit melonggarkan hubungan antara Washington dan Moskow, termasuk kesepakatan awal untuk mulai memulihkan hubungan diplomatik.

    Namun, Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut, menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan ibu kota Eropa bahwa AS dan Rusia mungkin merundingkan kesepakatan tanpa melibatkan Ukraina.

    Perdebatan sengit di Ruang Oval menunjukkan bahwa bernegosiasi dengan Trump bukan hanya persoalan diplomasi formal, tetapi juga bersifat sangat pribadi.

    Putra mahkota Saudi memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Trump.

    Salah satu contohnya adalah MBS menjadi pemimpin asing pertama yang dihubungi Trump setelah dilantik pada Januari lalu.

    Dalam komunikasi tersebut, MBS menyampaikan rencananya untuk menginvestasikan 600 miliar dolar AS di Amerika Serikat dalam empat tahun ke depan.

    Selain itu, Trump juga telah mengumumkan rencana kunjungannya ke Arab Saudi dalam beberapa minggu mendatang.

    Di sisi lain, MBS juga memiliki hubungan erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Selama beberapa tahun terakhir, Rusia dan Arab Saudi telah menjalin kemitraan strategis, khususnya dalam kesepakatan produksi minyak OPEC+.

    MBS bahkan pernah menjadi tamu kehormatan Putin, terutama saat diterima dalam pembukaan Piala Dunia 2018.

    Dengan latar belakang ini, peran Arab Saudi dalam perundingan damai Ukraina dapat dipahami sebagai langkah strategis yang cermat dari MBS.

    Sebagai negara dengan pengaruh diplomatik yang besar, Arab Saudi dapat menyediakan forum negosiasi yang lebih tertutup dari sorotan media internasional.

    Pada akhirnya, keterlibatan Arab Saudi dalam perundingan ini dapat semakin memperkuat posisi MBS sebagai salah satu pialang kekuasaan utama di dunia internasional.

    Meski resolusi akhir dari konflik Ukraina-Rusia masih belum terlihat, pertemuan ini menegaskan betapa pentingnya peran Arab Saudi dalam dinamika geopolitik global.

    Ukraina Siap Melakukan Segalanya Demi Perdamaian

    Mengutip The Telegraph, Ukraina siap melakukan apa pun demi perdamaian, ujar negosiator utama utusan Volodymyr Zelensky menjelang perundingan dengan AS di Arab Saudi.

    “Tidak ada yang lebih menginginkan perdamaian selain rakyat Ukraina,” kata Andriy Yermak, Kepala Staf Volodymyr Zelensky, kepada wartawan.

    “Ukraina siap untuk mencapai tujuan ini, karena itulah yang paling diinginkan rakyat Ukraina setelah lebih dari tiga tahun menghadapi invasi besar-besaran Rusia.”

    Serangan Drone Besar-Besaran di Rusia

    Sementara itu, beberapa jam sebelum perundingan damai ini, Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak terbesarnya terhadap Rusia pada Selasa (11/3/2025) dini hari.

    Sekitar 337 pesawat nirawak diluncurkan oleh Ukraina ke berbagai wilayah di Rusia, termasuk hampir 100 ke Moskow.

    Serangan tersebut, menewaskan sedikitnya dua pekerja dan melukai 18 orang lainnya di sebuah gudang daging di ibu kota, menurut pejabat setempat.

    Serangan berskala besar ini juga menyebabkan penutupan sementara empat bandara utama di Moskow.

    Ukraina tidak secara langsung mengonfirmasi serangan itu, meskipun Rusia mengeklaim bahwa serangan ini menunjukkan Ukraina mulai terdesak di medan perang.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Niat Israel Lanjut Perang di Gaza Terjegal Krisis Pasukan: Peserta Wajib Militer Kabur

     

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah laporan dari surat kabar Israel, Haaretz mengungkap kalau tentara Israel (IDF) tengah menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di kalangan divisi prajurit cadangan.

    Reserve division adalah tulang punggung IDF di berbagai operasi militer dan pertempuran yang mereka hadapi.

    Dalam sistem kemiliterannya, Israel mengandalkan perekrutan pemukim dan warga negara sebagai prajurit tempur dalam kerangka wajib militer.

    Masalahnya, kata laporan Haaretz, tanda-tanda yang jelas muncul dari meningkatnya keengganan dari warga Israel untuk menanggapi panggilan dinas militer.

    “Hal ini melemahkan kemampuan Israel untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza jika terjadi gagalnya negosiasi gencatan senjata dengan Gerakan Perlawanan Palestina Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Selasa (11/3/2025).

    Koresponden militer Haaretz, Amos Harel mengungkapkan, angka perkiraan dari IDF menunjukkan kalau setengah dari pasukan cadangan di beberapa unit tempur belum bergabung dengan kedinasan militer baru-baru ini.

    “Sementara, IDF berusaha menutupi masalah ini, mengingat 70 persen dari masyarakat Israel menentang kembalinya operasi militer, menurut jajak pendapat baru-baru ini,” kata ulasan tersebut.

    Wanita polisi Israel mengamankan seorang pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang wajib militer bagi kaum Yahudi Ultra-Ortodoks Haredi. (khaberni)

    Krisis Prajurit Divisi Cadangan dan Haredi

    Laporan Harel tersebut juga menyoroti masalah mendalam yang dihadapi tentara Israel untuk pertama kalinya.

    “Bahaya tersebut adalah sejumlah prajurit cadangan benar-benar tidak akan bergabung jika pemerintah memutuskan untuk kembali berperang, sesuatu yang belum pernah ada dalam bentuk pembangkangan seperti ini sebelumnya,” kata laporan tersebut.

    “Di banyak unit militer, hanya sekitar setengah dari prajurit yang baru-baru ini melapor bertugas, menurut perkiraan IDF, yang mencerminkan menurunnya antusiasme terhadap perang seiring berjalannya waktu,” tambah laporan tersebut.

    Perkembangan ini menempatkan kepemimpinan militer IDF dan kalangan politik Israel dalam posisi yang sulit, karena mereka harus membujuk prajurit untuk kembali ke medan perang di tengah meningkatnya penentanagan dan perdebatan tentang patut tidaknya melanjutkan perang Gaza, kata ulasan Harel.

    Analis militer tersebut menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang dikenal karena posisi garis kerasnya mendukung kembali pecahnya perang Gaza.

    Dalam wawancara dengan Lembaga Penyiaran Israel Kan, Smotrich meminta prajurit cadangan untuk mempersiapkan diri menghadapi panggilan segera untuk tugas tambahan, menekankan bahwa Israel akan segera kembali berperang melawan Hamas di Gaza.

    Bagi Harel, komentar Smotrich ini adalah upaya untuk mengaburkan keparahan krisis yang dialami IDF.

    Harel yakin bahwa Smotrich hidup di dunia yang terpisah dari realitas politik dan militer saat ini, dan mengabaikan beban berat yang ditanggung oleh tentara cadangan dan tentara reguler.

    Ia mengatakan kalau pernyataan menteri ini “menunjukkan adanya kesenjangan yang jelas antara kepemimpinan politik dan realitas di lapangan, karena tampaknya para menteri tidak menyadari besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh tentara dan keluarga mereka.”

    Hal ini, kata Harel, juga menyoroti perpecahan di Israel atas masalah perang, dengan perdebatan sengit dalam pemerintahan, yang ia yakini tampak terpecah soal apakah Israel akan melanjutkan perang atau bersedia menegosiasikan kesepakatan baru soal pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas.

    Dalam konteks ini, katanya, “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang sejauh ini sebagian besar setuju dengan Smotrich untuk melanjutkan operasi, menghadapi tekanan internal dan eksternal yang meningkat.”

    Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Kirya, markas militer Israel, di Tel Aviv, untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, 16 Januari 2025. ( (Gerakan Pro-Demokrasi/Yael Gadot)

    70 Persen Warga Israel Ingin Perang Gaza Setop, Netanyahu di Simpang Jalan

    Analis militer tersebut menjelaskan, jajak pendapat, yang menunjukkan kalau 70 persen warga Israel mendukung kesepakatan pertukaran tawanan bahkan jika kesepakatan itu mencakup konsesi besar kepada Hamas, menempatkan pemerintah di depan pilihan yang sulit.

    Bak simalakama, Israel menghadapi posisi sama-sama sulit di Gaza, penyelamatan sandera yang berarti bernegosiasi dengan Hamas dan perpecahan di pemerintahan yang mengancam posisi Netanyahu atau melanjutkan perang tapi dengan krisis pasukan dan risiko kekalahan lagi seperti yang terjadi pada 15 bulan agresi pertama.

    Kekalahan Israel yang dimaksud adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan utama agresi yaitu, penyelamatan sandera dan pemberangusan Hamas.

    “Pilihan sulit itu adalah tetap melanjutkan perang sambil menghadapi krisis internal yang belum pernah terjadi sebelumnya di militer, atau menerima penyelesaian (negosiasi dengan Hamas) yang dapat menyebabkan dampak politik bagi Netanyahu dan sekutunya di sayap kanan,” ujar Harel.

    Ia juga mengomentari upaya Kepala Staf yang baru, Eyal Zamir, yang saat ini tengah mengembangkan rencana operasional untuk mengantisipasi kemungkinan gagalnya negosiasi dan dimulainya kembali pertempuran di lapangan.

    PANTAU PASUKAN – Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Letnan Jenderal Eyal Zamir memantau pasukan seusai menjabat sebagai panglima baru Militer Israel. Eyal Zamir dilaporkan menghapuskan jadwal cuti tahunan personel IDF sepanjang tahun. (IDF/Ynet/Tangkap Layar)

    Ia mengatakan, “Tentara Israel tengah berupaya beradaptasi dengan situasi baru, tetapi menghadapi kendala terkait dengan menurunnya moral pasukan reguler dan kurangnya semangat prajurit cadangan.”

    Harel meyakini beban yang ditanggung tentara Israel semakin bertambah karena meningkatnya kebutuhan keamanan, baik di Jalur Gaza maupun di perbatasan utara dengan Lebanon dan Suriah.

    Ia mencatat kalau tentara IDF perlu memperkuat pertahanannya untuk mencegah terulangnya serangan serupa dengan yang terjadi pada 7 Oktober 2003.

    Selain itu, pengerahan pasukan di Golan dan Lebanon selatan menghabiskan sumber daya tambahan, yang mempersulit pengalokasian kekuatan yang cukup untuk operasi darat baru di Gaza.

    Analis militer itu tak lupa menyoroti masalah lain, yakni persoalan perekrutan kaum Yahudi religius (Haredim), seraya menunjuk pada krisis yang dihadapi tentara Israel, karena level politik saat ini tidak berniat membatalkan kesepakatan politik dengan partai Haredi, yang menjamin berlanjutnya penghindaran sektor ini dari kewajiban dinas militer.

    Ia yakin bahwa “solusi yang diusulkan oleh militer, seperti pembentukan brigade Haredi, tidak dapat didiskusikan. Sebab dalam praktiknya, tidak ada perubahan signifikan dalam jumlah pria ultra-Ortodoks yang melamar dinas militer.”

    Masalah ini telah membuat marah sebagian besar masyarakat Israel, karena pengecualian berkelanjutan bagi Haredim dianggap sebagai pengurasan sumber daya tentara reguler dan ketidakadilan bagi prajurit yang menghadapi tekanan yang semakin meningkat.

    AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) dilengkapi dengan kendaraan militer berpatroli di reruntuhan Gaza. Israel kini dihadapkan pada posisi sulit antara melanjutkan agresi dan perang di Gaza atau bernegosiasi dengan Hamas demi keselataman nyawa sandera.

    Posisi Amerika: Dua Kaki

    Analis militer Israel itu juga membahas keadaan kebingungan yang dialami Israel karena langkah baru Amerika Serikat (AS) untuk membangun saluran belakang rahasia untuk negosiasi dengan Hamas melalui Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump, dan pernyataan mengejutkan yang dibuatnya dalam wawancara dengan media di Amerika Serikat.

    Meskipun ia mengatakan kalau pernyataan-pernyataan ini telah diabaikan oleh tindakan balasan Israel, ia juga percaya bahwa “Presiden AS Donald Trump masih berharap untuk mencapai kesepakatan, dan diragukan bahwa ia percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah melalui pendudukan Israel yang baru di Jalur Gaza.

    ” Trump terus mengancam Hamas bahwa ia akan mendukung operasi Israel yang menyakitkan, tetapi ia tidak menghalangi jalan untuk mencapai kesepakatan pada kesepakatan berikutnya untuk mengembalikan para sandera yang tersisa,” kata analis tersebut menjelaskan sikap dua kaki AS.

    Ia juga menunjukkan bahwa konteks rencana Mesir yang disetujui oleh pertemuan puncak Arab di Kairo minggu lalu masih berputar di sekitar gencatan senjata, pengembalian semua tahanan, penarikan penuh Israel dari seluruh Jalur Gaza, pembentukan pemerintahan teknokratis Palestina tanpa partisipasi Hamas, dan kehadiran pasukan Arab di Jalur Gaza, yang dilihat Harel sebagai langkah yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump dalam konteks mempertahankan gencatan senjata dan pengembalian tahanan Israel.

    “Penting bagi Amerika agar gencatan senjata dipertahankan dan lebih banyak lagi yang diculik mulai kembali ke rumah, meskipun itu terjadi dalam jangka waktu tertentu,” simpul Harel.

    “Di depan mata mereka ada contoh lain yang relatif berhasil dari sebuah kesepakatan yang telah bertahan sejauh ini, terlepas dari semua pelanggaran dan hambatan, yaitu gencatan senjata antara Israel dan Lebanon,” katanya.

     

    (oln/hrtz/khbrn/*)

     
     

  • Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah – Halaman all

    Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah – Halaman all

    Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel dilaporkan melancarkan serangan ke berbagai wilayah di kawasan dalam apa yang digambarkan Ynet sebagai perang multifront yang sedang dihadapi pasukan negara tersebut (IDF). 

    Dalam sehari, Senin (11/3/2025), Israel melancarkan serangan dan bombardemen ke Gaza, Tepi Barat, Lebanon Selatan, dan Suriah.

    “Serangan pesawat nirawak Israel menargetkan sebuah kendaraan di Lebanon selatan pada Senin sore,” menurut Ynet, Senin mengutip laporan sumber dari negara tersebut. 

    Serangan itu terjadi antara Deir al-Zahrani dan Roumine, laporan media lokal menunjukkan satu orang tewas karena serangan Israel tersebut. 

    “Laporan dari Lebanon menyatakan kalau target serangan itu adalah seorang perwira senior di unit pertahanan udara Hizbullah,” tambah laporan tersebut.

    SERANGAN UDARA – Serangan skala besar Israel ke wilayah Suriah di masa transisi kekuasaan pasca-tergulingnya Rezim Bashar al-Assad. (MNA/screenshot)

    Bombardir Koridor Netzarim dan Suriah

    Pada saat yang sama, lima warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan pesawat tak berawak Israel di wilayah koridor Netzarim di Jalur Gaza.

    Sebelumnya pada hari itu, menyusul gelombang serangan udara Israel terluas di Suriah dalam lebih dari dua bulan, serangan lain dilaporkan terjadi di negara itu. 

    Menurut media Suriah, serangan terbaru Israel menargetkan bandara militer al-Khalhalah dekat al-Suwayda di Suriah selatan.

    Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel melanjutkan operasi di Tepi Barat utara.

    Sebuah pernyataan bersama dari IDF, badan keamanan Shin Bet , dan polisi mengatakan kalau unit kontraterorisme, termasuk pasukan elit Yamam dan Duvdevan, melakukan penggerebekan di Jenin dan Qabatiya.

    Pihak keamanan Israel menyatakan, operasi penyerbuan itu menewaskan milisi bersenjata dan menangkap seorang anggota senior sel perlawanan di daerah tersebut.
     
    Selama agresi di Jenin, pasukan Israel berhadapan dengan orang-orang bersenjata yang bersembunyi di dalam sebuah gedung.

    “Dua milisi tewas dalam baku tembak yang terjadi, sementara yang ketiga terluka,” kata laporan Ynet. 

    Pasukan keamanan Israel juga menangkap 10 tersangka lainnya, termasuk Liwaa Jaaz, seorang anggota senior jaringan perlawanan yang bermarkas di Jenin.
     
    Secara terpisah, pasukan Duvdevan IDF menewaskan seorang pria bersenjata lainnya yang menembaki mereka.

    Pasukan Israel juga menemukan dua kendaraan di Jenin yang diklaim berisi senjata yang dimaksudkan untuk penyerangan dan menghancurkan tentara Israel. 

    Menurut laporan Palestina, seorang wanita berusia 58 tahun tewas akibat tembakan Israel di Jenin pada hari sebelumnya.

    RUMAH DIHANCURKAN – Foto tangkapan layar dari video yang diunggah akun X @Palhighlight tanggal 2 Februari 2025 memperlihatkan banyak rumah di Kota Jenin dihancurkan tentara Israel. Sementara itu, para pemukim Israel dilaporkan membakar sebuah masjid di barat laut Kota Jericho. (X/Palhighlight)

    Terus Langgar Gencatan Senjata di Lebanon

    Meskipun ada perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, IDF terus menyerang target-target di Lebanon untuk mencegah pelanggaran kesepakatan dan menghentikan transfer senjata yang bertujuan membangun kembali kemampuan militer Hizbullah. 

    Kelompok yang didukung Iran tersebut telah menderita kerugian yang signifikan dalam pertempuran tersebut, yang melemahkan posisi internalnya di Lebanon.

    Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, militer Lebanon diharuskan mengambil alih kendali wilayah di Lebanon selatan yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Hizbullah.

    Meskipun IDF telah menarik diri dari sebagian besar wilayah, IDF tetap ditempatkan di lima lokasi strategis.

    Pada hari Senin, Presiden Lebanon Joseph Aoun mendesak kepala komite pemantau gencatan senjata PBB untuk menekan Israel agar menarik diri dari posisi tersebut dan membebaskan tahanan Lebanon.

    Di Gaza, gencatan senjata sementara telah resmi berakhir, meskipun kedua belah pihak sebagian besar telah menahan diri dari pertempuran baru sementara para mediator berupaya memperpanjang gencatan senjata. Israel mendorong pembebasan sandera lebih lanjut sebagai syarat untuk mempertahankan gencatan senjata.

    Namun, IDF terus menargetkan milisi yang mereka klaim diidentifikasi berusaha menanam bahan peledak atau mendekati pasukan Israel yang beroperasi di zona penyangga dan Koridor Philadelphia.

  • Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’ – Halaman all

    Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’ – Halaman all

    Israel Panik Campur Geram Saat Utusan AS Sebut Hamas ‘Orang Baik’ dan ‘AS Bukan Agen Israel’

    TRIBUNNEWS.COM – Para pejabat terkait Israel dilaporkan sangat panik menyusul komentar yang dilontarkan Adam Boehler, utusan Amerika Serikat (AS) untuk urusan sandera.

    Laporan The National, Selasa (11/3/2025), menyatakan kepanikan ini terjadi saar Boehler menggambarkan gerakan perlawanan Palestina, Hamas sebagai “orang baik” dan bahwa negaranya “bukan agen Israel”.

    “Kini Para pejabat AS mulai meredakan suasana setelah komentar Adam Boehler, yang membuat Israel panik,” kata laporan itu.

    Sebelumnya, para pejabat Israel dilaporkan sudah sangat marah saat mengetahui kalau AS menggelar pembicaraan langsung dengan Hamas terkait pembebasan sandera warga negara mereka.

    Israel merasa tidak dilibatkan dalam pembicaraan yang juga membahas soal kelanjutan kesepakatan gencatan senjata Tiga Tahap yang sudah dicapai pada bulan Januari.

    Israel yang sudah cemas, makin gerah saat Boehler memicu kekhawatiran lebih lanjut dengan serangkaian wawancara media di saluran AS dan Israel, di mana ia mengatakan AS memiliki “kepentingan khusus yang dipertaruhkan”.

    “Komentarnya menimbulkan kekhawatiran di Israel kalau AS, sekutu terpenting Israel, yang telah memainkan peran utama dalam negosiasi penyanderaan dan mendukung negara tersebut selama perang Gaza , dapat menjadi mitra yang kurang dapat diprediksi di bawah Presiden Donald Trump,” kata laporan The National.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Israel Tuding AS Tidak Konsisten

    Chuck Freilich, peneliti senior di lembaga pemikir The Institute for National Security Studies (INSS) dan mantan wakil penasihat keamanan nasional Israel, mengatakan kepada The National bahwa siapa pun yang menyetujui komentar Boehler telah “melanggar kebijakan Amerika selama puluhan tahun untuk tidak berbicara dengan Hamas sejak lembaga itu didirikan.

    Hal itu juga melanggar  sikap umum AS yang selama ini teguh untuk tidak bernegosiasi dengan organisasi yang sudah dilabeli sebagai “organisasi teroris”.

    Menyadari banyak salah tafsir oleh pihak Israel, Boehler kemudian berkata dalam sebuah posting di X:

    “Saya ingin MENJELASKAN dengan SANGAT JELAS karena beberapa orang telah salah menafsirkan. Hamas adalah organisasi teroris yang telah membunuh ribuan orang tak berdosa. Mereka secara DEFINISI adalah orang-orang JAHAT.”

    Sehari setelah wawancara Boehler, Menteri Luar Negeri, AS Marco Rubio mengatakan negosiasi langsung negaranya dengan Hamas merupakan “situasi satu kali” yang belum “membuahkan hasil”.

    “Utusan khusus kami untuk para sandera, yang tugasnya adalah membebaskan orang-orang, memiliki kesempatan untuk berbicara langsung dengan seseorang yang memiliki kendali atas orang-orang ini dan diberi izin serta didorong untuk melakukannya,” kata Rubio.

    Adapun Freilich mengatakan, pertemuan AS-Hamas itu sudah berlangsung beberapa kali.

    “Jadi ini bukan hanya sekali, tetapi katakanlah itu adalah upaya satu kali untuk melakukan pembicaraan dengan mereka, itu mungkin telah merusak upaya Witkoff,” tambahnya, merujuk pada utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff, yang sangat dihormati di kalangan warga Israel yang menginginkan pembebasan sandera diprioritaskan. 

    “Sepertinya mungkin pemerintahan AS di bawah Trump) tidak terkoordinasi dan berbicara dengan satu suara.”

    Komentar Rubio memang muncul saat Witkoff, tokoh kunci dalam upaya pembebasan sandera di Gaza, yang beberapa di antaranya memegang kewarganegaraan AS, mengatakan “semua hal bisa didiskusikan” dalam perundingan saat ini asalkan Hamas melakukan demiliterisasi dan meninggalkan Gaza.

    “Jika mereka pergi, maka semua hal bisa didiskusikan untuk mencapai perdamaian dan itulah yang harus mereka lakukan,” katanya.

    ISRAEL KERAHKAN TANK – Foto yang diambil Tribunnews.com melalui Telegram Quds News Agency pada Selasa (25/2/2025) memperlihatkan tentara Israel melanjutkan agresinya terhadap Jenin dengan mengerahkan tank. Warga Palestina takut Tepi Barat akan menjadi Gaza kedua setelah Israel mengerahkan tank untuk pertama kalinya di sana. (Telegram Quds News Agency)

    Israel Ogah-ogahan Negosiasi Tahap II Gencatan Senjata

    Sementara itu, banyak media Israel mengkritik utusan yang disandera tersebut, dengan menerbitkan artikel opini yang menggambarkan pejabat tersebut sebagai “naif”.

    Tim negosiator tingkat menengah Israel tiba di Qatar pada hari Senin untuk melakukan negosiasi tidak langsung terbaru dengan Hamas mengenai nasib gencatan senjata di Gaza.

    Sumber-sumber mengatakan, dilansir The National kalau delegasi Israel di Doha kurang berminat dalam negosiasi tahap kedua dari kesepakatan tersebut.

    Hal itu karena pembahasan akan berfokus pada gencatan senjata permanen di Gaza dan penarikan penuh Pasukan Israel dari wilayah tersebut.

    Meskipun jajak pendapat di Israel secara konsisten menunjukkan kalau  mayoritas publik mendukung kelanjutan kesepakatan pembebasan sandera, pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menggaungkan pernyataan sejumlah menteri yang menentang keras kesepakatan apa pun dengan Hamas.

    Netanyahu sendiri dituduh oleh banyak pihak di Israel mengulur-ulur kesepakatan untuk menghentikan koalisinya dari keruntuhan.

    Penundaan dalam transisi dari fase pertama kesepakatan yang telah berakhir ke fase kedua telah memunculkan kekhawatiran bahwa pimpinan Israel siap untuk melanjutkan pertempuran, sebuah langkah yang akan menjerumuskan Gaza ke dalam bencana kemanusiaan lebih lanjut.

    Menurut para kritikus, niat Israel melanjutkan perang akan menempatkan para sandera Israel  yang masih hidup di Gaza dalam bahaya yang mematikan.

    Kepala staf militer baru Israel, Eyal Zamir, pada hari Senin mengatakan negaranya “harus siap menghadapi kenyataan bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun perang”.