PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan Pemilu lokal dan nasional dalam Pemilihan Umum 2029.
Putusan tersebut sejalan dengan salah satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada pemerintah dan DPR dalam Kertas Kebijakan terkait dengan perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas Pemilu yang dirilis 15 Januari 2025.
“Komnas HAM menilai Putusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan langkah progresif untuk mendorong terwujudnya Pemilu yang lebih ramah HAM.” Demikian kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam Keterangan Pers Komnas HAM Nomor: 38/HM.00/VI/2025, Minggu (29/6/2025). Terdapat sejumlah alasan yang membuat putusan MK dinilai progresif dalam urusan HAM.
Pertama, dari sisi penyelenggara Pemilu. Desain Pemilu nasional dan lokal akan membagi beban pekerjaan para petugas Pemilu, terutama pada proses pemungutan suara oleh petugas TPS. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan lebih terarah dan terukur (manageable).
Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kecelakaan kerja petugas TPS baik yang meninggal maupun sakit. Proses pemungutan dan penghitungan lima surat suara pada umumnya berakhir di pagi hari berikutnya. Para petugas Pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran dan dengan waktu istirahat yang sangat terbatas.
Kondisi itu diperburuk dengan tingginya tekanan psikis dari pendukung Capres atau partai politik dan kekhawatiran terhadap kesalahan teknis yang mungkin terjadi dalam pemungutan dan perhitungan suara di TPS. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang secara sah memisahkan Pemilu nasional dengan 3 surat suara dan lokal dengan 4 surat suara dalam Pemilu 2029 juga sejalan dengan pemenuhan hak atas pekerjaan layak. Pemisahan secara signifikan akan mengurangi beban kerja petugas Pemilu, memotong waktu kerja menjadi lebih pendek, serta memungkinkan waktu beristirahat lebih panjang.
Kedua, dari sisi pemilih. Desain Pemilu nasional dan lokal bakal memberi kesempatan bagi pemilih mendapatkan hak atas informasi kepemiluan yang lebih baik.
Pemilu 2019 dan 2024 dengan lima surat suara sangat membingungkan bagi pemilih. Pasalnya, semua isu terfokus pada Pilpres. Isu Pileg senyap dan bahkan isu-isu lokal nyaris tidak mendapat tempat. Pemilih juga sering kali mengalami kebingungan, di antaranya adalah karena banyaknya surat suara DPD yang tidak sah karena tidak dicoblos sama sekali oleh pemilih. Dengan adanya pembagian, pemilih akan lebih fokus terhadap isu-isu pusat dalam Pemilu nasional dan isu-isu kedaerahan di Pemilu Lokal. Hal itu akhirnya akan berkontribusi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis. Di mana salah satu prasyaratnya adalah pemilih yang terinformasi dengan baik (well-informed voters) sehingga mampu memilih secara rasional, bukan karena sentimen SARA atau terpapar hoaks.
Ketiga, Putusan MK merupakan langkah progresif mewujudkan Pemilu yang ramah HAM. Putusan itu menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas Pemilu di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengalaman kelam kematian ratusan Petugas Pemilu 2019 dan 2024 tidak terulang kembali.***









