Category: Pikiran-Rakyat.com Nasional

  • PBB Pertanyakan Motif Pembunuhan Warga Palestina di Pusat-Pusat Distribusi Bantuan GHF

    PBB Pertanyakan Motif Pembunuhan Warga Palestina di Pusat-Pusat Distribusi Bantuan GHF

    PIKIRAN RAKYAT – Cara pendistribusian bantuan di Gaza yang dilakukan Israel dan Amerika Serikat lewat Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) telah menuai reaksi keras dari dunia internasional.

    Pasalnya, Israel melakukan serangan ke warga Palestina yang tengah mencari dan mengharap bantuan di titik-titik distribusi. Lebih dari 400 orang dilaporkan telah tewas di dekat lokasi distribusi.

    Kepala penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Navi Pillay menilai apa yang dilakukan Israel dan AS sudah keterlaluan. Orang-orang yang pergi ke pusat bantuan di Gaza malah dibunuh.

    “Dalam setiap perang, pengepungan dan kelaparan pasti berujung pada kematian. Tetapi inisiatif dari apa yang disebut yayasan, yayasan swasta, untuk memasok makanan, adalah apa yang saya lihat sebagai keterlaluan. Karena melibatkan Amerika Serikat sendiri, pemerintah, dan ternyata, seperti yang kita saksikan setiap hari, orang-orang yang pergi ke pusat-pusat itu dibunuh saat mereka mencari makanan,” katanya dilaporkan Arab News.

    GHF mulai beroperasi sejak 26 Mei 2025 setelah Israel benar-benar memutus pasokan ke Gaza selama lebih dari dua bulan. Blokade bantuan kemanusiaan oleh Israel telah memicu peringatan akan kelaparan massal.

    PBB dan kelompok-kelompok bantuan besar telah menolak untuk bekerja sama dengan GHF. Pasalnya dikhawatirkan yayasan tersebut dirancang untuk melayani tujuan militer Israel.

    “Kita harus menjelaskan apa motif, saat ini, pembunuhan terhadap orang-orang yang datang untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan dari yayasan yang disebut-sebut ini. Nyawa melayang hanya karena mencoba mengamankan makanan untuk anak-anak mereka,” tuturnya.

    Sejak GHF meluncurkan operasinya tiga minggu lalu, koresponden MEE yang berbasis di Gaza  telah melaporkan  bahwa sedikitnya 420 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 3.000 lainnya terluka oleh tembakan Israel di dekat tiga lokasi distribusi bantuan di Gaza tengah dan selatan.

    “Anda pergi ke sana untuk mendapatkan makanan, tetapi Anda tidak pernah tahu apakah Anda akan berhasil kembali,” kata seorang warga Palestina di Gaza kepada MEE minggu ini, menggambarkan pusat GHF sebagai ‘tempat eksekusi’.

    Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat hanya dalam 24 jam terakhir, lebih dari 140 orang tewas, banyak dari mereka tewas di lokasi bantuan. Jumlah korban tewas menjadi lebih dari 55.630 sejak 7 Oktober 2023.***

  • Anggota Negara G7 Siapa Saja? Dukung Israel Penjajah hingga Klaim Iran Sumber Ketidakstabilan

    Anggota Negara G7 Siapa Saja? Dukung Israel Penjajah hingga Klaim Iran Sumber Ketidakstabilan

    PIKIRAN RAKYAT – Para pemimpin negara-negara Kelompok Tujuh (G7) bertemu di Kanada pada Senin, 16 Juni 2025 waktu setempat.

    Anggota negara G7 yakni Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat menegaskan dukungan mereka pada Israel penjajah.

    “Iran adalah sumber utama ketidakstabilan dan teror di kawasan,” ucap para pemimpin kelompok itu dalam sebuah pernyataan bersama seperti dikutip dari Antara.

    Nuklir

    G7 mengatakan bahwa Iran tak akan pernah memiliki senjata nuklir selama ketegangan di Timur Tengah terus meningkat.

    “Kami secara konsisten menegaskan bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir,” kata mereka.

    Negara-negara G7 menegaskan komitmennya pada perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. “Dalam konteks ini, kami menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri. Kami menegaskan kembali dukungan kami terhadap keamanan Israel,” katanya.

    Mereka turut menegaskan pentingnya perlindungan untuk warga sipil terdampak Iran vs Israel.

    “Kami mendesak agar resolusi krisis Iran mengarah pada deeskalasi permusuhan yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk gencatan senjata di Gaza,” ujarnya.

    Selain itu, mereka menyatakan akan selalu waspada pada implikasi pasar energi internasional dan siap berkoordinasi menjaga stabilitas pasar.

    KTT G7

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali ke Washington, mengakhiri partisipasinya pada KTT G7 karena ketegangan di kawasan Timur Tengah pada Senin, 16 Juni 2025 malam waktu setempat.

    “Saya harus kembali lebih awal karena alasan yang jelas,” ucap Trump.

    Ia mendesak warga sipil segera meninggalkan Teheran di tengah eskalasi ketegangan Israel vs Iran.

    “Iran seharusnya menandatangani kesepakatan yang saya katakan ke mereka untuk ditandatangani. Sungguh memalukan, dan membuang-buang nyawa manusia. Mudah saja, IRAN TIDAK BOLEH MEMILIKI SENJATA NUKLIR. Saya sudah katakan itu berkali-kali!,” kata Trump di Truth Social.

    Ketegangan meningkat saat Israel melancarkan serangan udara terkoordinasi dan drone ke beberapa titik di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir yang memicu serangan balasan sejak Jumat, 13 Juni 2025.

    “Semua orang harus segera meninggalkan Teheran,” tulisnya di media sosial miliknya itu.***

  • PBB Pertanyakan Motif Pembunuhan Warga Palestina di Pusat-Pusat Distribusi Bantuan GHF

    Lokasi Distribusi Bantuan di Gaza yang Dikelola Israel dan AS Jadi ‘Tempat Eksekusi’

    PIKIRAN RAKYAT – Jutaan warga Palestina di Gaza tengah menghadapi krisis kebutuhan dasar. Hal ini imbas blokade bantuan yang dilakukan Israel penjajah sejak 2 Maret 2025.

    Pada akhir Mei, Israel telah mengizinkan sejumlah kecil truk bantuan memasuki Gaza. Hanya, jumlah bantuan tersebut jauh dari yang dibutuhkan oleh para penduduk di Gaza.

    Dunia internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali mengajukan pendistribusian bantuan. Tetapi Israel tetap menutup pintu-pintu perbatasan di Gaza.

    Israel yang dibantu Amerika Serikat (AS) melakukan proses distribusi bantuan ke Gaza dengan cara mereka sendiri. Namun, proses distribusi tersebut dinilai kacau dan dianggap sebagai ‘perangkap maut’.

    Pasalnya, Israel melakukan serangan demi serangan ke warga Palestina di titik-titik distribusi bantuan. Berdasarkan data otoritas setempat, lebih dari 400 orang meninggal dunia saat berada di titik distribusi tersebut.

    Soal mekanisme ‘mematikan’ dalam pendistribusian bantuan ke Gaza, Komisaris jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini mengutuk hal keji tersebut.

    Dia menilai nyawa orang-orang Palestina telah sangat tidak dihargai oleh Israel penjajah. Padahal, lebih dari 2 juta orang di Gaza dalam kondisi kelaparan dan harus segera mendapatkan bantuan.

    “Sekarang sudah menjadi rutinitas untuk menembak dan membunuh orang-orang yang putus asa dan kelaparan saat mereka mencoba mengumpulkan sedikit makanan dari perusahaan yang terdiri dari tentara bayaran,” katanya dilaporkan Middle East Eye. 

    PBB dan organisasi-organisasi bantuan menuduh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS dan Israel, yang mempekerjakan pekerja keamanan dan logistik swasta Amerika, melakukan  militerisasi bantuan kemanusiaan . 

    “Sistem yang lumpuh, kuno dan mematikan yang dengan sengaja menyakiti orang-orang dengan kedok ‘bantuan kemanusiaan’ dengan Kebohongan, Penipuan, Kekejaman,” kata kepala UNRWA lebih lanjut.

    “Mengundang orang yang kelaparan ke kematian mereka adalah kejahatan perang. Mereka yang bertanggung jawab atas sistem ini harus bertanggung jawab. Ini adalah aib dan noda pada kesadaran kolektif kita,” tuturnya.

    Dia mendesak agar pendistribusian bantuan harus berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Dia juga mendesak agar ahli-ahli dalam berbagai bidang harus diizinkan masuk ke Gaza untuk memberikan bantuan.

    Sejak GHF meluncurkan operasinya tiga minggu lalu, koresponden MEE yang berbasis di Gaza  telah melaporkan  bahwa sedikitnya 420 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 3.000 lainnya terluka oleh tembakan Israel di dekat tiga lokasi distribusi bantuan di Gaza tengah dan selatan.

    “Anda pergi ke sana untuk mendapatkan makanan, tetapi Anda tidak pernah tahu apakah Anda akan berhasil kembali,”  kata seorang warga Palestina di Gaza kepada MEE  minggu ini, menggambarkan pusat GHF sebagai ‘tempat eksekusi’.

    Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat hanya dalam 24 jam terakhir, lebih dari 140 orang tewas, banyak dari mereka tewas di lokasi bantuan. Jumlah korban tewas menjadi lebih dari 55.630 sejak 7 Oktober 2023.***

  • Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    PIKIRAN RAKYAT – Gerakan solidaritas internasional bertajuk Global March to Gaza atau Global March to Gaza mendapat ujian berat di Mesir.

    Tiga aktivis internasional diculik dan diduga disiksa oleh aparat berpakaian sipil di ibu kota Kairo, di tengah gelombang penahanan, deportasi, dan intimidasi yang makin memburuk terhadap para pembela hak asasi manusia yang berupaya menyoroti krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

    Menurut pernyataan resmi dari penyelenggara aksi pada Selasa 17 Juni 2025, tiga peserta aksi—Jonas Selhi dan Huthayfa Abuserriya dari Norwegia, serta Saif Abukeshek, warga negara Spanyol keturunan Palestina yang juga salah satu koordinator utama pawai—diculik dari sebuah kafe oleh orang-orang bersenjata yang tidak mengidentifikasi diri mereka.

    “Mereka dibekap, dipukuli, dan diinterogasi secara paksa. Abukeshek menghadapi penyiksaan berat. Kami belum mengetahui keberadaannya hingga saat ini,” ujar Jonas Selhi dalam kesaksiannya setelah dideportasi kembali ke Norwegia.

    Sementara itu, Abuserriya juga telah dipulangkan ke negaranya. Namun nasib Abukeshek masih belum jelas, memicu keprihatinan global terhadap tindakan keras Mesir terhadap aktivis damai.

    Gelombang Represi Mesir

    Aksi Global March to Gaza diluncurkan bulan ini dan berhasil menghimpun lebih dari 4.000 aktivis dari lebih dari 80 negara, dengan tujuan mendekati perbatasan Rafah secara damai untuk menyoroti penderitaan rakyat Gaza akibat blokade dan agresi Israel penjajah yang terus berlanjut.

    Namun sejak mendarat di Mesir, puluhan peserta melaporkan pengalaman pahit: interogasi berjam-jam di bandara, penahanan sewenang-wenang, deportasi mendadak, dan larangan keras menuju Semenanjung Sinai—jalur darat utama menuju Gaza.

    “Kami menghadapi intimidasi sistematis, bahkan sebelum sempat bergerak menuju Rafah. Ini adalah bentuk pembungkaman terhadap aksi damai,” kata seorang aktivis asal Argentina yang meminta namanya tidak dipublikasikan demi keselamatan.

    Respons Pemerintah Mesir: Bungkam dan Membantah

    Hingga kini, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri Mesir belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan penculikan dan kekerasan terhadap aktivis asing tersebut. Reuters juga belum dapat memverifikasi secara independen kondisi penahanan yang dilaporkan oleh para peserta.

    Dua sumber keamanan Mesir yang dikutip oleh Reuters membantah adanya penyiksaan, dengan menyatakan bahwa “selama tahanan mematuhi prosedur keamanan, tidak ada perlakuan kekerasan.” Mereka juga mengakui bahwa sekitar 400 orang telah dideportasi dan kurang dari 30 orang masih ditahan.

    Namun, keterangan resmi ini bertentangan dengan testimoni para korban yang menggambarkan pengalaman penyiksaan fisik dan penculikan di ruang publik tanpa dasar hukum.

    “Kami Mendesak Pembebasan Segera”

    Dalam pernyataan resminya, panitia Global March to Gaza menyerukan tekanan internasional kepada pemerintah Mesir.

    “Kami mendesak pihak berwenang Mesir untuk segera membebaskan Saif Abukeshek dan semua peserta aksi yang ditahan lainnya,” ucap pernyataan tersebut.

    Kelompok ini juga menyatakan bahwa seluruh rencana berbasis Mesir telah ditangguhkan, dan pihaknya akan mengalihkan upaya untuk melakukan koordinasi baru dengan otoritas yang bersedia menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan.

    Kontroversi Izin Rafah dan Ketakutan Rezim

    Kementerian Luar Negeri Mesir sebelumnya menyatakan bahwa perjalanan ke wilayah Rafah memerlukan persetujuan khusus demi alasan keamanan. Namun penyelenggara March to Gaza mengklaim bahwa mereka telah berusaha menempuh semua jalur koordinasi yang sesuai, termasuk komunikasi diplomatik dengan negara-negara peserta.

    “Kami tidak datang untuk bentrok. Kami datang membawa solidaritas dan kemanusiaan. Tapi yang kami temui justru represi, ketakutan, dan kekerasan,” tutur salah satu penyelenggara dari Prancis.

    Ketakutan pemerintah Mesir terhadap aksi massa pro-Palestina bukan hal baru. Rezim Abdel Fattah el-Sisi telah dikenal menekan berbagai bentuk demonstrasi, bahkan yang berfokus pada isu luar negeri, karena khawatir akan memicu gelombang ketidakstabilan dalam negeri.

    Gema Global: Semua Mata Tertuju ke Mesir

    Tagar #AllEyesOnEgypt kini mulai menggema di media sosial, menyusul viralnya kampanye All Eyes on Rafah yang mengungkap pembantaian warga sipil Palestina oleh Israel penjajah. Warganet di berbagai negara mulai menyerukan agar perhatian dunia tidak hanya tertuju pada Gaza, tapi juga pada negara-negara yang secara aktif menghambat solidaritas global.

    “Mesir telah menutup Rafah, memukul aktivis, dan mengusir suara-suara yang bersuara untuk Gaza. Ini bukan netralitas—ini keterlibatan dalam penindasan,” kata seorang akademisi asal Yordania di Twitter, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

  • Hari Paling Mematikan di Lokasi Bantuan, Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    Hari Paling Mematikan di Lokasi Bantuan, Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    PIKIRAN RAKYAT – Gaza kembali berduka. Pada hari Selasa 12 Juni 2025, pasukan Israel penjajah menembaki kerumunan warga Palestina yang sedang mengantre bantuan makanan di Khan Younis, Jalur Gaza selatan.

    Sedikitnya 70 orang tewas dalam serangan tersebut, menjadikannya hari paling mematikan sejak pusat distribusi bantuan didirikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Serangan itu juga melukai lebih dari 200 orang, sebagian besar dalam kondisi kritis.

    Hujan Peluru di Tengah Kelaparan

    Menurut laporan saksi mata dan pernyataan dari petugas medis, pasukan Israel penjajah melepaskan tembakan dengan senapan mesin berat, peluru tank, dan drone tempur ke arah kerumunan warga yang sedang menunggu tepung dan makanan.

    “Drone Israel menembaki warga. Beberapa menit kemudian, tank Israel menembakkan beberapa peluru ke warga, yang menyebabkan sejumlah besar martir dan terluka,” tutur Mahmud Bassal, juru bicara Pertahanan Sipil Gaza.

    Serangan tersebut terjadi di sepanjang jalan timur utama kota Khan Younis, tempat warga berkumpul untuk mengakses distribusi makanan dari GHF. Para penyintas menggambarkan suasana mencekam saat suara tembakan dan ledakan menghantam kerumunan yang tidak bersenjata.

    “Saya selamat dengan keajaiban,” ucap Mohammed Abu Qeshfa, seorang warga yang lolos dari maut.

    “Tembakan berat dan penembakan tank menyasar kami tanpa henti,” ujarnya menambahkan.

    Yousef Nofal, salah satu saksi lainnya, menyebut peristiwa itu sebagai “pembantaian” dan mengaku melihat banyak tubuh berserakan tak bernyawa.

    “Prajurit menembaki orang-orang saat mereka mencoba melarikan diri,” katanya.

    Korban Terus Bertambah

    Petugas medis di Rumah Sakit Nasser melaporkan bahwa banyak korban datang dalam keadaan “hancur berkeping-keping” dan tidak bisa diidentifikasi karena luka-luka parah yang diderita. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak.

    “Puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, tewas, dan tidak ada yang bisa membantu atau menyelamatkan nyawa,” tutur Saeed Abu Liba, warga Gaza yang menyaksikan kejadian.

    Menurut laporan Al Jazeera, lebih dari 300 orang telah tewas dan 2.800 lebih luka-luka sejak GHF memulai operasi bantuan pada 26 Mei lalu.

    PBB: “Ini Tidak Dapat Diterima”

    Insiden ini mendapat kecaman keras dari komunitas internasional. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres melalui juru bicaranya, Farhan Haq, menyatakan kemarahan atas jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar saat mereka hanya mencoba mencari makanan.

    “Sekretaris Jenderal mengutuk hilangnya nyawa dan cedera pada warga sipil di Gaza, di mana sekali lagi mereka ditembak saat mencari makanan. Ini tidak dapat diterima,” tutur Haq dalam pernyataan di Markas Besar PBB di New York.

    PBB juga menyebut angka resmi yang mengerikan: hingga 12 Juni, 338 orang tewas dan lebih dari 2.800 orang terluka saat mencoba mengakses bantuan pangan dari GHF.

    Blokade dan Tuduhan Terhadap GHF

    GHF, yang didukung oleh Israel penjajah dan Amerika Serikat, mulai mendistribusikan bantuan pangan setelah Israel penjajah mencabut sebagian blokade ketat terhadap makanan dan obat-obatan yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan.

    Namun, organisasi-organisasi kemanusiaan internasional menolak bekerja sama dengan GHF karena dinilai tidak netral dan memprioritaskan kepentingan militer.

    Meski Israel penjajah mengklaim telah melakukan “tembakan peringatan” kepada individu yang dianggap mencurigakan, mereka tidak menyebutkan apakah tembakan tersebut mengenai warga sipil.

    Dalam praktiknya, hampir setiap hari terjadi insiden penembakan di sekitar lokasi distribusi bantuan.

    Sistem Kesehatan Gaza Runtuh

    Kondisi rumah sakit di Gaza juga semakin mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa krisis bahan bakar telah menyebabkan sebagian besar rumah sakit tidak dapat beroperasi.

    “Selama lebih dari 100 hari, tidak ada bahan bakar yang masuk ke Gaza dan upaya untuk mengambil persediaan dari zona evakuasi telah ditolak,” kata Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Saat ini, hanya 17 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi secara minimal, dengan total kapasitas sekitar 1.500 tempat tidur, turun lebih dari 45 persen dari kapasitas sebelum perang.***

  • Negara-Negara G7 Dukung Israel, Tuding Iran Sumber Ketidakstabilan Timur Tengah

    Negara-Negara G7 Dukung Israel, Tuding Iran Sumber Ketidakstabilan Timur Tengah

    PIKIRAN RAKYAT – Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat setelah kelompok negara-negara industri maju G7 (Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serika) secara resmi menyatakan dukungannya terhadap Israel penjajah dan menyalahkan Iran sebagai biang ketidakstabilan kawasan.

    Dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis pada Senin malam waktu setempat, para pemimpin G7 menegaskan bahwa Israel penjajah memiliki hak untuk membela diri, di tengah perang udara yang memanas antara dua kekuatan besar Timur Tengah.

    “Kami menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk membela dirinya. Kami mengulangi dukungan kami untuk keamanan Israel,” ucap pernyataan resmi para pemimpin G7.

    Pernyataan tersebut muncul hanya beberapa hari setelah Israel penjajah melancarkan serangan udara ke wilayah Iran pada Jumat, yang oleh pemerintah Tel Aviv disebut sebagai tindakan pencegahan guna menghentikan potensi pengembangan senjata nuklir oleh Teheran.

    Serangan itu menyulut respons balasan dari Iran dan memicu konfrontasi bersenjata yang telah menewaskan ratusan orang, mayoritas warga sipil.

    Iran Dianggap Ancaman Regional

    Dalam pernyataan yang sama, G7 menegaskan sikap keras mereka terhadap Iran.

    “Iran adalah sumber utama ketidakstabilan dan teror di kawasan,” ujar para pemimpin G7.

    Kelompok ini juga menekankan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir, seraya menambahkan bahwa komunitas internasional harus bersatu mencegah Teheran mengembangkan teknologi militer nuklir.

    Meskipun demikian, Iran membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa program nuklir mereka sepenuhnya untuk tujuan damai.

    “Kami tidak mencari senjata nuklir. Iran memiliki hak yang sah untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil, termasuk pengayaan uranium,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengacu pada keikutsertaan Teheran dalam Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).

    Di sisi lain, Israel penjajah, yang tidak tergabung dalam NPT, dikenal luas sebagai satu-satunya negara di Timur Tengah yang diyakini memiliki persenjataan nuklir, meski Tel Aviv tidak pernah secara resmi mengonfirmasi atau membantah hal tersebut.

    Korban Sipil Terus Bertambah

    Konflik bersenjata antara Iran dan Israel penjajah telah menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa. Pejabat Iran melaporkan lebih dari 220 orang tewas, mayoritas adalah warga sipil, akibat gempuran udara Israel penjajah.

    Di pihak lain, Israel penjajah melaporkan 24 warganya tewas dalam serangan balasan yang dilancarkan oleh pasukan Iran.

    “Situasi ini sudah sangat genting. Semua pihak harus menunjukkan pengendalian diri untuk mencegah konflik lebih luas,” tutur G7 dalam pernyataan mereka.

    G7 juga menyebut pentingnya penyelesaian damai atas konflik di Gaza sebagai bagian dari deeskalasi regional.

    G7 Minta Gencatan Senjata di Gaza

    Menyadari bahaya perluasan konflik, negara-negara G7 juga menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza. Sejak serangan Israel penjajah ke Gaza pada Oktober 2023, kawasan tersebut telah menjadi titik panas utama ketegangan Israel penjajah dengan negara-negara berpengaruh di dunia Muslim.

    “Kami mendesak agar penyelesaian krisis Iran mengarah pada deeskalasi permusuhan yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk gencatan senjata di Gaza,” ucap pernyataan G7.

    Mereka juga menyatakan kesiapan untuk bekerja sama menjaga stabilitas pasar energi global yang turut terancam akibat eskalasi ini.

    AS Ikut Terseret?

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump disebut telah mempersingkat agendanya dalam KTT G7 di Kanada demi kembali ke Washington dan memantau situasi di Timur Tengah. Meskipun Amerika Serikat menegaskan tidak terlibat langsung dalam serangan Israel penjajah terhadap Iran, Trump mengakui bahwa pihaknya telah mengetahui rencana tersebut sebelumnya.

    “Kami sudah tahu tentang itu, dan saya pikir langkah Israel sangat unggul,”ucap Trump dalam pernyataan melalui media sosial.

    Ia bahkan memperingatkan warga di Teheran untuk segera mengungsi, mengindikasikan bahwa situasi bisa semakin memburuk dalam waktu dekat.

    “Semua orang harus segera mengevakuasi Teheran,” ujar Trump, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

  • Aktivis Global March to Gaza Diculik dan Disiksa di Mesir, Krisis Hak Asasi Makin Terungkap

    Otoritas Palestina Terus Berusaha Tekan Israel agar Hentikan Agresi di Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – Sejak serangan Oktober 2023, Israel masih melakukan serangan ke Gaza sampai saat ini. Israel penjajah telah menyebabkan 55.432 warga Palestina meninggal dunia, 128.923 orang terluka, dan ratusan ribu lainnya dinyatakan hilang.

    Tak hanya melakukan serangan, Israel juga telah melakukan blokade bantuan kemanusiaan sejak 2 Maret 2025. Pada awal Juni ini Israel mengizinkan sejumlah kecil truk bantuan memasuki kawasan tersebut, hanya jumlahnya jauh dari yang dibutuhkan.

    Padahal, truk-truk pengangkut bantuan dari berbagai negara dan organisasi internasional telah mengantre di sejumlah perbatasan. Israel juga telah dikecam berulang kali dikecam lantaran menggunakan blokade sebagai ‘senjata’ dalam kampanye genosida di Gaza.

    Terkait kondisi getir di Gaza, Perdana Menteri Palestina, Mohammed Mustafa menyuarakan keprihatinan mendalam atas laporan yang mendokumentasikan kehancuran yang meluas di beberapa bagian Jalur Gaza.

    Sejumlah wilayah di Gaza seperti Rafah, Jabalia, Beit Lahia, Beit Hanoun, Kota Gaza timur, dan pinggiran Khan Yunis mengalami kehancuran secara masif. Israel telah menghancurkan infrastruktur di wilayah-wilayah itu.

    Dia menegaskan tantangan di kawasan tersebut tidak bisa diselesaikan tanpa mengakui hak-hak sah rakyat Palestina. Konferensi Perdamaian Internasional, yang awalnya dijadwalkan berlangsung di New York, merupakan jalan yang layak dalam mewujudkan berdirinya negara Palestina.

    “Sejalan dengan arahan Presiden Mahmoud Abbas, berbagai upaya berkelanjutan dan keterlibatan diplomatik dengan mitra internasional tengah dilakukan untuk memfasilitasi dimulainya kembali konferensi dengan segera,” katanya dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

    Dia menyebut pemerintahan Palestina terus berkomitmen untuk menekan diakhirinya agresi dan merebut kembali hak-hak rakyat Palestina. Upaya politik dan diplomatik akan terus dilakukan.

    Tekanan untuk Israel

    Kondisi getir yang tengah dialami warga Palestina di Gaza telah menjadi sorotan dunia. Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk menyoroti metode peperangan yang dilakukan Israel di Gaza.

    Dia mengatakan penderitaan yang dialami warga Palestina di Gaza adalah hal mengerikan dan tidak dapat diterima. Dia mengkritik soal pemerintahan-pemerintahan di dunia dengan situasi di Gaza.

    “Fakta berbicara sendiri. Setiap orang di pemerintahan perlu menyadari apa yang terjadi di Gaza,” katanya.

    Dia menegaskan semua pihak yang mempunyai pengaruh dan kekuatan besar untuk memberikan tekanan kepada Israel. Diharapkan tekanan terhadap Israel bisa mengakhiri penderitaan warga Gaza.

    “Israel telah menjadikan makanan sebagai senjata dan memblokir bantuan yang menyelamatkan nyawa. Saya mendesak penyelidikan yang segera dan tidak memihak terhadap serangan mematikan terhadap warga sipil yang putus asa yang mencoba mencapai pusat distribusi makanan. Retorika yang mengganggu dan tidak manusiawi dari pejabat senior pemerintah Israel mengingatkan kita pada kejahatan yang paling serius,” ujarnya.

    “Hanya gencatan senjata segera yang mengarah pada solusi dua negara, dengan Gaza sebagai bagian integral dari Negara Palestina, yang dapat menawarkan perdamaian berkelanjutan,” tuturnya.***

  • Dubes Iran Minta Dukungan Indonesia, Desak Israel Dikeluarkan dari Komunitas Internasional

    Dubes Iran Minta Dukungan Indonesia, Desak Israel Dikeluarkan dari Komunitas Internasional

    PIKIRAN RAKYAT – Duta Besar (Dubes) Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, berharap Indonesia memberikan dukungan kepada negaranya dan Palestina di berbagai forum internasional pasca serangan udara yang dilancarkan oleh Israel penjajah ke Teheran pada Kamis, 13 Juni 2025.

    Boroujerdi menekankan pentingnya solidaritas negara-negara muslim, termasuk Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, dalam mendukung perjuangan Iran dan Palestina di forum-forum internasional.

    “Memberikan dukungan dan dorongan kepada Iran maupun Palestina di lembaga internasional,” ucap Boroujerdi di Kediaman Dubes Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juni 2025.

    Boroujerdi mengapresiasi sikap tegas Indonesia yang mengutuk agresi Israel. Menurutnya, Iran juga telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia.

    “Interaksi komunikasi terus berjalan antar kementerian luar negeri antar para pejabat tinggi Iran dan Indonesia dan itu terus secara berkesinambungan,” tutur Boroujerdi.

    Israel Kanker Kronis

    Lebih lanjut, Boroujerdi menyebut Israel sebagai aktor utama pemicu konflik yang telah menimbulkan instabilitas di Timur Tengah. Ia bahkan menyebut Israel sebagai ‘kanker kronis’ yang harus disingkirkan dari komunitas internasional.

    “Tentu negara mana pun yang memulai sebuah peperangan harus dikutuk dan harus dihukum secara tegas. Dan dalam kaitan ini, dunia mengetahui bahwa siapa menjadi pencetus dari peperangan ini,” kata Boroujerdi.

    “Rezim zionis Israel memulai perang terhadap negara kami dan ini adalah sebuah kanker. Saya sampaikan seperti kanker kronis yang terjadi di kawasan Timur Tengah menyerang Lebanon, menyerang Iran, menyerang Palestina dan negara lainnya,” ucapnya melanjutkan.

    Minta PBB Tindak Tegas Israel

    Boroujerdi kemudian menyerukan agar organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertindak tegas terhadap Israel.

    “Harus ada pengambilan langkah yang sangat tegas oleh komunitas internasional agar rezim pengecut ini dapat dikeluarkan dari berbagai lembaga internasional, khususnya perserikatan bangsa-bangsa,” ujar Boroujerdi.***

  • Kaderisasi Disiapkan Sejak 27 Tahun Lalu

    Kaderisasi Disiapkan Sejak 27 Tahun Lalu

    PIKIRAN RAKYAT – Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, mengecam keras serangan udara Israel di Teheran yang menewaskan puluhan pejabat tinggi militer Iran, termasuk Panglima Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami.

    “Malam pertama terjadi agresi pengecut terhadap negara kami, 20 pejabat mayoritas pejabat militer negara kami di teror secara pengecut oleh mereka (Israel)” kata Boroujerdi di Kediaman Dubes Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juni 2025.

    Boroujerdi menyatakan, Iran tidak tinggal diam atas serangan yang dilancarkan oleh Israel pada Kamis dini hari, 13 Juni 2025. Menurutnya, Iran langsung melakukan aksi bela diri sebagai bentuk respons militer yang terukur.

    “Pada malam itu pun Iran melakukan aksi bela diri dan membalas agresi dari militer zionis Israel,” tutur Boroujerdi.

    Serangan Israel Mirip Agresi di Gaza

    Ia menyebut strategi Israel sebagai bagian dari pola agresi cepat atau rapid offensive strategy, dengan melakukan pembunuhan sistematis terhadap elite militer dan politik suatu negara, yang telah rezim zionis praktikkan sebelumnya di Gaza dan Lebanon.

    “Aksi yang dilakukan oleh rezim zionis ini biasanya dinamakan aksi cepat dalam agresi. Yang pertama yang dilakukan adalah pembunuhan masif terhadap pejabat tertinggi dari sebuah negara kemudian melakukan penyerangan lainnya, kami menyaksikan ini di Gaza dan juga di Lebanon,” ucap Boroujerdi.

    Kaderisasi Iran Sangat Siap

    Lebih lanjut, Boroujerdi menegaskan, Iran telah lama menyiapkan kaderisasi di berbagai institusi negara untuk menghadapi skenario terburuk, termasuk dalam situasi estafet kepemimpinan darurat.

    Dalam menghadapi situasi krisis, Iran disebut Boroujerdi telah memiliki sistem kaderisasi kepemimpinan yang kuat. Menurutnya, taktik Israel untuk melumpuhkan Iran melalui pembunuhan pejabat tidak akan berhasil, karena pengganti selalu siap untuk diangkat.

    Boroujerdi menyebut, dalam waktu singkat setelah pembunuhan para pejabat oleh Israel, Iran langsung menunjuk pengganti-pengganti dari jajaran militer yang telah disiapkan jauh hari.

    “Kami pun sudah terlatih bagaimana menangani situasi di saat yang sulit. Kami telah melakukan pelatihan kaderisasi di berbagai lembaga negara kami. Beberapa saat setelah pembunuhan, langsung mengangkat pejabat militer lainnya,” ujarnya.

    Tak hanya di militer, sistem kaderisasi ini juga diterapkan dalam struktur politik Iran. Menurut Boroujerdi, selama lebih dari dua dekade, Iran telah membangun sistem transisi kepemimpinan yang siap menghadapi setiap kemungkinan.

    “Hal ini juga berlaku untuk pejabat politik di negara kami yaitu apabila pejabat politik yang menjadi sasaran, kami langsung bisa menentukan panggantinya dan Iran telah membuktikan hal tersebut dikarenakan pelatihan kaderisasi dan persiapan sudah dilakukan selama 27 tahun,” kata Boroujerdi.***

  • Selama Diserang Israel, Kami Akan Terus Lakukan Aksi Bela Diri

    Selama Diserang Israel, Kami Akan Terus Lakukan Aksi Bela Diri

    PIKIRAN RAKYAT – Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, menegaskan Iran akan terus melakukan aksi bela diri selama agresi militer oleh Israel masih berlangsung. Pernyataan ini disampaikan menyusul serangan udara yang dilancarkan oleh Israel penjajah ke sejumlah wilayah Iran pada 13 Juni 2025.

    “Selama Iran diserang dan agresi masih terus berlanjut tentu kami akan melanjutkan bela diri aksi bela diri kami terhadap negara kami,” kata Boroujerdi di Kediaman Dubes Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Juni 2025.

    Boroujerdi menyebut serangan Israel sebagai agresi ilegal yang tidak memiliki dasar hukum di mata internasional.

    “Saya menyebutnya sebagai agresi dan serangan yang ilegal dikarenakan berdasarkan hukum dan tata tertib internasional agresi dengan dalih tersebut tidak dibenarkan dan tidak memiliki status hukum,” ucapnya.

    Fasilitas Sipil Jadi Sasaran Israel

    Boroujerdi menjelaskan, Israel tidak hanya menargetkan fasilitas militer, tetapi juga menyerang infrastruktur sipil, industri, bahkan situs nuklir Iran. Ia menyebut serangan tersebut juga menyasar warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak.

    “Rezim zionis telah menyerang keluarga dari bangsa Iran, telah menyerang kaum ib, perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa. Masyarakat sipil dijadikan sasaran bahkan beberapa komandan militer pada saat mereka tidak sedang bertugas, tidak sedang menggunakan seragam sedang beristirahat di rumah masing-masing dijadikan sasaran oleh rezim brutal Israel,” tutur Boroujerdi.

    Serangan Israel disebut terjadi saat Iran tengah menjalin negosiasi dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat. Situasi ini, menurut Boroujerdi, membuat proses diplomasi tidak lagi masuk akal untuk dilanjutkan.

    “Melanjutkan negosiasi tidak memilki kedudukan rasional lagi dan ini merupakan sebuah hal yang tidak bisa dilanjutkan,” ucapnya.

    Tamparan untuk Israel

    Boroujerdi menegaskan bahwa Iran bukan Gaza yang wilayahnya terus dihantam serangan tanpa memiliki kekuatan pertahanan memadai. Ia juga menyatakan, Iran bukan negara yang tidak memiliki kekuatan, serangan balasan merupakan tamparan untuk Israel.

    “Kami adalah negara yang sangat kuat, yang mampu memberikan pembalasan dan bela diri,” ujar Boroujerdi.

    “Ini menjadi momentum yang sangat penting bagi negara-negara yang dizalimi oleh rezim zionis khususnya bangsa Palestina di jalur gaza khususnya, bangsa Lebanon dan berbagai negara lainnya ketika mereka melihat Iran dengan kekuatannya memberikan pelajaran kepada rezim zionis mereka senang dan gembira dan kami pun senang dan gembira,” ucapnya melanjutkan.

    Menurut Boroujerdi, aksi Iran melawan Israel tidak hanya demi pertahanan nasional, tetapi juga menjaga kepentingan umat Islam.

    “Pertama kami membela negara kami, kedua karena kami untuk menjaga kepentingan dari umat Islam memberikan tamparan dan pelajaran kepada rezim zionis,” ujarnya.***