Category: Pikiran-Rakyat.com Nasional

  • Dari Kekaisaran ke Media Sosial

    Dari Kekaisaran ke Media Sosial

    PIKIRAN RAKYAT – Bagaimana cara Anda untuk tetap tenang di tengah-tengah krisis? Apa yang orang-orang butuhkan untuk menjadi bahagia? Kaisar Romawi Marcus Aurelius sering kali dikutip di media online untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Orang yang dulu berkuasa itu lebih memilih menjadi seorang filsuf.

    “Lihatlah ke dalam diri Anda. Di dalam diri Anda terdapat sumber kebaikan, dan kebaikan itu akan terus memancar, jika Anda mau menggalinya.”

    Pernyataan-pernyataan bijak seperti ini dapat ditemukan di buku Meditations karya Kaisar Romawi Marcus Aurelius (121-180 M). Ia tidak pernah bermaksud untuk menerbitkan tulisan-tulisannya ini, karena ia menulisnya semata-mata untuk dirinya sendiri. Namun, karya ini telah menjadi salah satu tulisan paling banyak dibaca setelah Alkitab dan Al-Quran. Sebuah bestseller, bisa dibilang, yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di seluruh dunia.

    Saat ini dikenal sebagai raja filsuf, Marcus Aurelius berkuasa pada masa yang dilanda krisis dan bencana. Ia naik takhta pada tahun 161 M, beberapa tahun sebelum Perang Marcomanni (166-180 M) — Marcomanni adalah suku-suku Jerman — yang akan menggoyahkan Kekaisaran Romawi hingga ke akar-akarnya. Selain itu, ia menghadapi masalah ekonomi, ketegangan sosial, dan penyebaran Wabah Antonine, suatu bentuk cacar, di seluruh wilayah kekuasaannya.  

    “Anda punya kekuatan untuk mengontrol pikiran Anda, bukan mengontrol kejadian-kejadian tak terduga”

    Ketenangan batin — itulah salah satu prinsip dasar Marcus Aurelius, yang merupakan pengikut setia aliran Stoik, sebuah aliran filsafat kuno yang didirikan oleh filsuf Yunani Zeno dari Citium pada tahun 300 SM.

    Marcus Aurelius ingin menjadi penguasa yang baik, tapi pemerintahan yang baik itu sebenarnya seperti apa?

    Pertanyaan itu, yang masih relevan sampai sekarang, menjadi perhatian besar baginya, sebagaimana tercermin dalam karyanya Meditations.

    Namun, rekan-rekannya pada masa itu tidak pernah membaca karya-karyanya, menurut arkeolog Marcus Reuter, direktur Rheinisches Landesmuseum di Trier. “Orang Romawi juga tidak pernah memandangnya sebagai raja filsuf. Karya-karyanya tidak pernah dipublikasikan semasa hidupnya. Dia menulis untuk dirinya sendiri, dalam keheningan kamarnya pada malam hari.”

    Aurelius baru mendapat julukan raja filsuf ketika meditations dirilis pada abad ke-15 atau ke-16.

    Seperti dilansir DW, Reuter dan sejarawan Viola Skiba, direktur Stadtmuseum Simeonstift di Trier, telah mengkurasi pameran bersama di masing-masing institusi mereka tentang Marcus Aurelius, yang akan berlangsung dari 15 Juni hingga 23 November 2025. Skiba mengatakan bahwa tema pameran tersebut ternyata lebih relevan daripada yang mereka perkirakan.

    Pertanyaan tentang seperti apa kepemimpinan yang baik menjadi semakin mendesak, terutama di tengah krisis dan polarisasi seperti sekarang. Namun, pada saat yang sama, pertanyaan ini bukanlah hal yang baru — pertanyaan ini setua sejarah manusia itu sendiri, dan telah menjadi perhatian utama sejak zaman kuno.

    Donald Trump “tidak layak menjadi panutan”

    Ilustrasi Orang Melakukan Demonstrasi freepik.com

    Menurut Marcus Aurelius, cara membedakan pemerintahan yang baik adalah: “Pada dasarnya, hal ini didasarkan pada empat kebajikan utama dari zaman kuno,” ucap Skiba. Nilai-nilai luhur tersebut meliputi kebijaksanaan, keadilan, kehati-hatian, dan kesederhanaan.

    Konsep utama adalah “memiliki orientasi terhadap kepentingan bersama,” melakukan apa yang dapat menguntungkan seluruh komunitas. “Inilah yang dapat membedakan baik dan buruknya sebuah pemerintahan menurut [filsuf Yunani] Aristoteles.”

    Reuter menambahkan bahwa Marcus Aurelius kemungkinan besar akan mengklasifikasikan Donald Trump ke dalam kategori pemimpin yang buruk dan tidak layak untuk menjadi panutan.

    Namun tentu saja, Marcus Aurelius merupakan produk dari zamannya, yang tumbuh di dalam struktur sosial zaman kuno. “Saat itu ada perbudakan, dan bahkan seorang Marcus Aurelius pun tidak ingin menghilangkannya,” ucap Reuter. Kekaisaran juga tidak mempertanyakan bahwa ada orang yang memiliki dan tidak memiliki hak sipil Romawi, atau bahwa perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

    Dari perspektif saat ini, mungkin juga terasa aneh untuk menganggap seorang kaisar yang melancarkan perang brutal sebagai sosok yang mulia. “Menurut standar kuno, kaisar diharapkan untuk memastikan keamanan kerajaan dan melindungi penduduknya — bahkan dengan cara yang sangat brutal jika diperlukan,” kata Reuter.

    “Ia terlibat secara intensif dalam kasus-kasus di pengadilan. Ia berupaya untuk mengeluarkan putusan yang adil, dan selalu mengutamakan kepentingan negara,” tambah Reuter.

    Pembangunan Porta Nigra di Trier — yang kini menjadi landmark terkenal kota tersebut — juga dapat ditelusuri kembali ke masa Marcus Aurelius. Bangunan ini merupakan bagian dari tembok kota yang dibangun oleh Aurelius untuk melindungi warganya.

    “Kesederhanaan itu dibutuhkan untuk kehidupan yang bahagia”

    Ilustrasi Orang Bahagia freepik.com

    Ungkapan-ungkapan seperti di atas mungkin terdengar seperti ejekan yang keluar dari mulut seorang kaisar kaya raya, tetapi sebenarnya dimaksudkan dengan tulus. Memang, Marcus Aurelius menjalani gaya hidup yang cukup sederhana dan bahkan menjual barang-barang rumah tangga kekaisaran — aset pribadinya — dalam lelang ketika negara mengalami krisis keuangan.

    “Setahu saya, tidak ada Kaisar Romawi sebelum atau setelahnya yang melakukan itu,” ucap Reuter.

    Marcus Aurelius juga ternyata menghabiskan banyak waktu memikirkan arti dari kehidupan, yang juga dianggap sebagai alasan kenapa banyak anak muda di era ini yang memiliki ketertarikan terhadap Marcus Aurelius dan tulisannya. Menurut Reuter, “Meditations” adalah harta karun kecil berisi solusi yang mengatasi hampir setiap situasi dalam hidup.”

    Reuter juga mengucapkan bahwa tulisan-tulisan Marcus Aurelius tidak cocok untuk dibaca dari awal hingga akhir, tetapi sangat cocok untuk dibaca secara acak untuk mencari inspirasi. Tulisan-tulisannya, pada akhirnya, hanyalah pemikiran pribadi seseorang yang menghabiskan waktu untuk memikirkan hal apa yang benar-benar penting dalam hidup. Jadi, tidak mengherankan jika kutipan dari orang Romawi bisa ditemukan di seluruh media sosial.

    Pameran yang berfokus pada sosok sang kaisar ini akan diselenggarakan di Trier, dan berangkat dari minat masyarakat masa kini terhadap Marcus Aurelius serta isu-isu yang ia pikirkan. Pameran ini dirancang untuk menginspirasi pengunjung dari berbagai belahan dunia untuk merenungkan diri mereka sendiri, masyarakat, dan apa yang masih dapat dikatakan oleh seorang kaisar Romawi kuno kepada kita hari ini.

    Atau, seperti yang dikatakan Skiba, “Setiap masyarakat berlandaskan pada individu, dan jika setiap orang mau mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan politis ini, maka masyarakat pun dapat berfungsi secara utuh sebagai satu kesatuan.” (Deviani Putri Azzahra/PKL Polban). ***

  • Jika Blokade ke Gaza Tidak Diakhiri, Anak-Anak Akan Mati Kehausan

    Jika Blokade ke Gaza Tidak Diakhiri, Anak-Anak Akan Mati Kehausan

    PIKIRAN RAKYAT – Israel penjajah masih belum membuka blokade bantuan kemanusiaan untuk Gaza sejak 2 Maret 2025. Padahal kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, hingga bahan bakar sangat dibutuhkan warga Palestina di wilayah tersebut.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa, 24 Juni 2025 memperingatkan jika blokade Israel selama lebih dari 100 hari tidak dicabut, anak-anak di Gaza bisa meninggal karena kehausan.

    “Bahan bakar, untuk menyatakan hal yang jelas, sangat penting untuk memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan air kepada lebih dari 2 juta orang yang tinggal di Gaza. UNICEF memperingatkan bahwa jika blokade bahan bakar yang sudah berlangsung lebih dari 100 hari ke Gaza tidak berakhir, anak-anak mungkin akan mulai mati kehausan,” kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric dalam sebuah konferensi pers.

    PBB juga mengutuk keras tindakan Israel yang menembaki warga Palestina di titik-titik distribusi bantuan yang dikelola Israel dan Amerika Serikat. Padahal, PBB dan organisasi serta dunia internasional telah mendesak agar Israel mengizinkan masuknya bantuan.

    “Laporan tentang orang-orang yang ditembaki di dekat lokasi distribusi bantuan yang tidak dimiliterisasi PBB pada rute yang ditetapkan oleh otoritas Israel agar PBB dapat mengumpulkan truk yang membawa bantuan,” ujarnya dilaporkan Middle East Monitor.

    Dia melaporkan bahwa misi untuk mengambil bahan bakar yang disimpan di Rafah telah selesai, dan bahan bakar kini menjalankan layanan penting di Gaza selatan.

    “Bahan bakar tersebut dialokasikan untuk menjalankan layanan penting di selatan, sehingga memberi kita lebih banyak waktu. Jika operasi penyelamatan nyawa kami terhenti, orang-orang tidak akan mampu bertahan hidup,” ucapnya.

    Pada Senin, 23 Juni 2025, Israel juga telah menolak 14 gerakan kemanusiaan yang direncanakan, termasuk pengambilan jenazah dan pengiriman air. Selain penolakan, Israel juga tetap melakukan serangan yang menyebabkan bertambahnya korban jiwa.

    “Angka-angka tragis yang Anda sebutkan berbicara sendiri tentang kengerian yang terjadi di Gaza. Orang-orang terbunuh hanya karena mencoba mendapatkan makanan karena sistem distribusi kemanusiaan yang dimiliterisasi yang tidak memenuhi prasyarat apa pun untuk sistem kemanusiaan yang berfungsi, adil, independen, dan tidak memihak. Sudah saatnya para pemimpin di kedua belah pihak menemukan keberanian politik untuk menghentikan pembantaian ini,” katanya.

    Sejak serangan Oktober 2023, Israel telah menyebabkan 56.077 warga Palestina tewas, 131.848 lainnya terluka, dan 11.000 orang dinyatakan hilang.***

  • Gencatan Senjata Iran – Israel Dimulai tapi Bikin Trump Ngamuk, Netanyahu Cs Kena Omel: Jangan ‘Bertingkah’!

    Gencatan Senjata Iran – Israel Dimulai tapi Bikin Trump Ngamuk, Netanyahu Cs Kena Omel: Jangan ‘Bertingkah’!

    PIKIRAN RAKYAT – Gencatan senjata antara Israel penjajah dan Iran akhirnya diumumkan dan mulai berlaku pada Senin malam. Namun, alih-alih menjadi momen diplomasi yang tenang, justru menjadi ajang kemarahan terbuka Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dengan keras menegur sekutunya sendiri, Israel penjajah, hanya beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan.

    Kesepakatan gencatan senjata ini dimediasi oleh Amerika Serikat dan Qatar, menyusul dua pekan pertempuran sengit antara Israel penjajah dan Iran yang mengakibatkan ratusan korban jiwa dan meluluhlantakkan infrastruktur militer di kedua negara.

    “Saya tidak senang dengan mereka. Saya juga tidak senang dengan Iran. Tapi saya sangat tidak senang jika Israel bergerak pagi ini,” ujar Donald Trump dengan nada tinggi di halaman Selatan Gedung Putih, Selasa 24 Juni 2025, sebelum berangkat ke pertemuan NATO di Den Haag, Belanda.

    Trump Meledak: “Israel, Jangan Jatuhkan Bom Itu!”

    Donald Trump, yang sebelumnya membanggakan keberhasilan diplomatiknya di aplikasi Truth Social, berubah drastis saat mengetahui Israel penjajah kembali meluncurkan serangan udara ke Iran setelah gencatan senjata diumumkan. Dia mengunggah peringatan keras:

    “ISRAEL. JANGAN JATUHKAN BOM-BOM ITU! JIKA KAMU MELAKUKANNYA, ITU ADALAH PELANGGARAN BESAR. BAWA PILOT-PILOTMU KEMBALI, SEKARANG!”

    Seruan itu bukan sekadar cuitan kemarahan. Menurut laporan di Washington, Trump bahkan secara langsung mengontak Perdana Menteri Israel penjajah Benjamin Netanyahu dan meminta serangan dihentikan. Israel penjajah kemudian mengakui hanya melakukan “satu serangan lanjutan” sebelum menghentikan operasi.

    Ketegangan Internasional dan Salahkan-Menyalahkan

    Kemarahan Trump meledak karena kedua pihak, Iran dan Israel penjajah, diduga melanggar kesepakatan. Trump menyebut Iran “melanggar”, tapi dalam pernyataan tegas ia juga menyalahkan Israel penjajah.

    “Saya harus membuat Israel tenang. Israel, segera setelah kami membuat kesepakatan, mereka keluar dan menjatuhkan banyak bom, yang belum pernah saya lihat sebelumnya,” ujar Trump.

    Sikap ini menandai jarak yang mencolok antara AS dan Israel penjajah dalam kebijakan luar negeri – sesuatu yang sangat jarang terjadi secara terbuka.

    Iran Sambut Gencatan Senjata, Klaim Kemenangan

    Di Teheran, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyebut gencatan senjata sebagai kemenangan besar. Dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa Iran hanya membela diri dari agresi Israel penjajah.

    “Hari ini, setelah perlawanan heroik dari bangsa besar kita, kita menyaksikan akhir dari perang 12 hari yang dipaksakan oleh petualangan dan provokasi Israel,” kata Pezeshkian dalam pernyataan resmi.

    Pezeshkian juga memberi sinyal bahwa Iran terbuka terhadap pembicaraan damai, terutama setelah mendapat pernyataan moderat dari Trump bahwa ia tidak mendukung perubahan rezim di Iran.

    AS-Iran-Israel: Gencatan Senjata yang Rawan Retak

    Meski pertempuran terhenti sejak Selasa sore dan drone serta roket tak lagi melintas, situasi masih rapuh. Menteri Pertahanan Israel penjajah, Israel Katz menyatakan pihaknya siap melakukan serangan lanjutan jika Iran kembali meluncurkan rudal.

    Iran, di sisi lain, membantah telah melanggar kesepakatan. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan bahwa negaranya tak akan menyerang kecuali diserang.

    “Keputusan akhir mengenai penghentian operasi militer kami akan dibuat kemudian,” kata Araghchi.

    Serangan AS dan Pertaruhan Gencatan Senjata

    Sebelum kesepakatan tercapai, AS sempat terlibat langsung dalam operasi udara terhadap tiga situs nuklir Iran, termasuk kompleks Fordow yang dilindungi secara ketat. Serangan ini mengklaim menewaskan lebih dari 400 orang di Iran. Sebagai balasan, Iran meluncurkan ratusan rudal, yang untuk pertama kalinya menembus sistem pertahanan udara Israel penjajah secara masif dan harian, menewaskan 28 orang.

    “Kami memiliki dua negara yang telah bertempur begitu lama dan keras sehingga mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan,” kata Trump dengan nada frustrasi.

    Netanyahu Akhirnya Mengalah?

    Pemerintah Israel penjajah, dalam pernyataannya, mengakui melakukan satu serangan tambahan di dekat Tehran namun menyatakan menghentikan operasi lebih lanjut atas permintaan Amerika Serikat. Langkah ini disebut-sebut sebagai hasil langsung dari tekanan diplomatik dan kemarahan terbuka Trump.

    Menurut jurnalis Al Jazeera, Phil Lavelle, perasaan “dikhianati” tampak jelas di wajah Trump saat menyampaikan komentarnya.

    “Dia marah kepada Israel dan Iran. Tapi Anda benar-benar bisa merasakan beberapa kemarahan ekstra di sana, kemarahan ekstra itu ditujukan kepada Israel,” ujar Lavelle, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.***

  • 400 Tewas Sejak GHF Dimulai

    400 Tewas Sejak GHF Dimulai

    PIKIRAN RAKYAT – Serangan terbaru pasukan Israel penjajah terhadap warga sipil Palestina di Gaza kembali mengguncang dunia. Dalam satu hari, setidaknya 86 warga Palestina tewas, sebagian besar dari mereka saat sedang mencari bantuan kemanusiaan.

    Lokasi-lokasi distribusi bantuan yang semestinya menjadi tempat penyelamatan justru berubah menjadi ladang pembantaian, dengan puluhan korban jatuh di sekitar pusat distribusi yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yayasan kontroversial yang mendapat dukungan Israel penjajah dan Amerika Serikat.

    Dari Rafah hingga Salah al-Din: Bantuan Berujung Kematian

    Pada Selasa 24 Juni 2025, dunia kembali menyaksikan kekerasan brutal di Jalur Gaza. Di Rafah, selatan Gaza, 27 warga sipil yang sedang mengantre bantuan tewas ditembak militer Israel penjajah. Di Jalan Salah al-Din, wilayah tengah Gaza, setidaknya 25 orang tewas dan lebih dari 140 lainnya luka-luka, dengan 62 di antaranya dalam kondisi kritis.

    Rekaman yang diverifikasi oleh Sanad Al Jazeera menunjukkan tubuh korban dibawa ke Rumah Sakit al-Awda di kamp pengungsi Nuseirat. Di Kota Gaza, rumah sakit al-Shifa juga kewalahan menerima korban. Menurut jurnalis Al Jazeera, Hani Mahmoud, suasana di rumah sakit tersebut penuh darah dan keputusasaan.

    “Bangsal gawat darurat di sana berubah menjadi pertumpahan darah, dan banyak yang meninggal menunggu perawatan medis,” ujarnya.

    Saksi Mata: “Itu Pembantaian”

    Saksi mata menggambarkan kekejaman tanpa ampun di lokasi bantuan. 

    “Itu adalah pembantaian. Tank dan drone menembaki bahkan saat kami melarikan diri,” ucap Ahmed Halawa, salah satu warga yang selamat.

    Sementara itu, militer Israel penjajah berdalih masih meninjau laporan korban, dan menuduh warga mendekati tentara di zona militerisasi Netzarim. Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan kesaksian di lapangan dan kecaman dari berbagai lembaga kemanusiaan.

    PBB: Sistem Bantuan Israel Adalah “Kengerian”

    Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric, menyampaikan kemarahan dan kekecewaan atas apa yang terjadi di Gaza.

    “Orang-orang dibunuh hanya karena mencoba mendapatkan makanan akibat sistem distribusi kemanusiaan yang dimiliterisasi. Ini tidak memenuhi prasyarat sistem yang adil, independen, dan tidak memihak,” kata Dujarric dalam konferensi pers.

    “Sudah saatnya para pemimpin di kedua belah pihak menemukan keberanian politik untuk menghentikan pembantaian ini,” tuturnya menambahkan.

    “Jebakan Maut” Bernama GHF

    Yayasan Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang didukung oleh Israel penjajah dan AS, menjadi sorotan utama. Sejak peluncuran program bantuannya akhir Mei lalu, yang dimaksudkan untuk mengatasi kelaparan akibat blokade total Israel penjajah, lokasi distribusi GHF justru berubah menjadi ladang pembunuhan.

    “Mekanisme bantuan ini adalah keburukan. Ini perangkap maut yang mengorbankan lebih banyak nyawa daripada menyelamatkannya,” kata Kepala UNRWA Philippe Lazzarini tegas saat konferensi pers di Berlin.

    Lebih dari 400 Tewas sejak Bantuan GHF Dimulai

    Data menunjukkan bahwa sejak GHF mengambil alih sistem distribusi bantuan di Gaza, lebih dari 400 orang tewas dan 1.000 lainnya luka-luka akibat serangan pasukan Israel penjajah di lokasi bantuan. Banyak pihak menilai sistem GHF lebih memprioritaskan tujuan militer Israel penjajah dibanding kebutuhan rakyat sipil.

    PBB sendiri telah menolak bekerja sama dengan GHF. Sementara itu, Komisi Internasional Juri dan 14 organisasi hak asasi manusia lainnya menyerukan penutupan total operasi GHF di Gaza.

    Ancaman Penuntutan Kejahatan Perang

    Philip Grant dari TRIAL International memperingatkan bahwa sistem GHF, yang mengandalkan kontraktor militer dan logistik swasta AS, melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan internasional.

    “Siapa pun yang terlibat dalam pembentukan dan pelaksanaan sistem ini menghadapi risiko nyata penuntutan atas keterlibatan dalam kejahatan perang,” ujarnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    AS Beri Dana, Dunia Bereaksi

    Meski mendapat kritik internasional yang kian tajam, Amerika Serikat justru mengucurkan dana sebesar 30 juta dolar AS (Rp490,3 miliar) untuk GHF. Ini adalah dukungan finansial pertama Washington secara terbuka untuk yayasan tersebut. Dana itu digunakan untuk mendanai operasi bantuan melalui perusahaan militer dan logistik swasta asal AS.

    Langkah ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Banyak yang melihat pendanaan tersebut sebagai bentuk pembiaran terhadap sistem yang secara sistematis membunuh rakyat sipil di bawah kedok distribusi bantuan.***

  • Pengumuman Trump Soal Gencatan Senjata Iran-Israel: Perdamaian atau Sekadar Jeda?

    Pengumuman Trump Soal Gencatan Senjata Iran-Israel: Perdamaian atau Sekadar Jeda?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Selasa pagi secara mengejutkan mengumumkan berakhirnya perang antara Israel dan Iran. Pengumuman tersebut disampaikan melalui media sosialnya, Truth Social, dengan pernyataan penuh percaya diri: “CONGRATULATIONS WORLD, IT’S TIME FOR PEACE!”. Dalam unggahannya, Trump menyebut bahwa kedua negara telah mencapai “Complete and Total CEASEFIRE” atau gencatan senjata total.

     

    Namun, di balik pengumuman bombastis itu, seperti dilansir The Guardian, Selasa, 24 Mei 2025, muncul banyak pertanyaan mengenai keabsahan kesepakatan tersebut, mengingat fakta bahwa rudal Iran masih menghantam Israel saat kesepakatan gencatan senjata seharusnya sudah dimulai.

     

    Retaliasi Terukur Iran

     

    Segalanya bermula setelah AS menyerang beberapa situs nuklir Iran pada Minggu dini hari. Menanggapi serangan itu, Iran meluncurkan rudal balistik ke pangkalan militer AS di Qatar pada Senin malam. Meski disebut sebagai “tanggapan yang kuat dan berhasil” oleh otoritas Iran, serangan itu tidak menimbulkan korban jiwa. Bahkan, lokasi pangkalan dan waktu serangan diduga dipilih untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.

     

    Presiden Trump merespons dengan menyebut serangan itu sebagai “lemah”, dan justru menjadikannya alasan untuk menyerukan perdamaian. Ia menyatakan bahwa Iran dan Israel telah mendekatinya untuk mencapai kesepakatan. Dengan bantuan Qatar sebagai mediator, dan senator JD Vance disebut berperan dalam dialog dengan Teheran, Trump mengklaim telah menyusun rencana damai.

     

    Detail Kesepakatan

     

    Trump menjelaskan bahwa gencatan senjata akan diberlakukan dalam dua tahap: Iran akan menghentikan serangan enam jam setelah pengumuman, diikuti oleh Israel enam jam kemudian. Setelah 24 jam, perang 12 hari tersebut akan resmi dinyatakan berakhir.

     

    Namun, implementasi kesepakatan berjalan tak mulus. Iran masih menembakkan rudal ke wilayah selatan Israel menjelang batas waktu. Di sisi lain, Israel sempat meningkatkan serangannya ke fasilitas Iran sebelum akhirnya menghentikan aksi militer sekitar pukul 4 pagi waktu Teheran.

     

    Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan bahwa operasi militer mereka telah selesai tepat waktu, sementara televisi pemerintah mengumumkan dimulainya gencatan senjata. Pemerintah Israel baru mengonfirmasi keterlibatan mereka dalam kesepakatan pada pukul 9 pagi waktu setempat, dengan pernyataan bahwa mereka akan “merespons dengan keras terhadap setiap pelanggaran”.

     

    Analisis dan Dampak

     

    Sejauh ini, tampaknya gencatan senjata berhasil dihormati oleh kedua pihak. Trump pun tidak menyia-nyiakan momen ini untuk mengklaim kemenangan diplomatik. Ia bahkan mengunggah meme dirinya mencium bendera AS, dengan tulisan: “Trump was right about everything.”

     

    Dari sudut pandang militer, serangan terhadap fasilitas nuklir Iran telah menimbulkan kerugian besar bagi Teheran. Iran kehilangan sejumlah besar infrastruktur nuklir, dan meskipun beberapa pakar memperkirakan mereka akan membangun kembali secara diam-diam, kemampuan mereka telah terpukul.

     

    Namun, para pengamat menyatakan bahwa konsekuensi jangka panjang dari serangan tersebut masih belum dapat dipastikan. Meningkatnya dukungan publik Iran terhadap pengembangan senjata nuklir menjadi salah satu kekhawatiran. Terlebih, menurut Israel, Iran kemungkinan besar telah memindahkan cadangan uranium mereka menjelang serangan, dan hingga kini belum diketahui lokasinya.

     

    Akhir atau Awal Babak Baru?

     

    Meskipun Trump menyatakan bahwa “perang yang bisa menghancurkan Timur Tengah” telah dihindari, banyak pihak masih skeptis. Beberapa negara di kawasan mengkritik Iran, namun secara umum menyerukan kembalinya diplomasi. Qatar, misalnya, menyatakan kemarahannya atas serangan, namun tetap mendorong perundingan.

     

    Jika gencatan senjata ini bertahan, Trump bisa saja mencetak poin politik besar menjelang pemilu mendatang, termasuk mewujudkan ambisinya meraih Nobel Perdamaian. Namun, jika situasi kembali memanas, maka deklarasi perdamaian ini bisa dikenang hanya sebagai momen sensasional yang tak membuahkan hasil nyata.

     

    Dalam diplomasi kawasan yang rumit dan berlapis, waktu akan menjadi penentu: apakah ini awal dari perdamaian, atau hanya jeda dalam konflik panjang yang belum menemukan solusi permanen. ***

     

  • Gencatan Senjata Iran-Israel Goyah, Trump Klaim Perdamaian Diuji Serangan Rudal

    Gencatan Senjata Iran-Israel Goyah, Trump Klaim Perdamaian Diuji Serangan Rudal

     

    PIKIRAN RAKYAT – Gencatan senjata yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump antara Israel dan Iran pada Selasa pagi waktu setempat tampaknya langsung menghadapi ujian serius. Meski Trump menyatakan bahwa “perang telah berakhir” dan menyambut perdamaian secara terbuka, situasi di lapangan menunjukkan ketegangan yang belum reda.

     

    Tak lama setelah pengumuman gencatan senjata, militer Israel melaporkan adanya rentetan serangan rudal yang diluncurkan dari wilayah Iran. Serangan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah waktu gencatan resmi dimulai, menimbulkan suara ledakan di Israel utara dan memicu aktivasi sistem pertahanan udara. Sirene peringatan sempat berbunyi di beberapa kota, termasuk Beersheba, yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan parah akibat serangan rudal Iran.

     

    Militer Israel menyatakan bahwa mereka mendeteksi peluncuran baru sekitar dua setengah jam setelah gencatan senjata berlaku. Setidaknya tiga bangunan tempat tinggal rusak berat, lima korban jiwa ditemukan dari salah satu bangunan, dan lebih dari 20 orang lainnya dilaporkan terluka. Pemerintah Israel menanggapi dengan ancaman akan merespons “dengan keras” terhadap setiap pelanggaran terhadap kesepakatan.

     

    Namun, pihak Iran membantah telah meluncurkan rudal setelah kesepakatan gencatan senjata berlaku. Dalam pernyataan yang disiarkan televisi pemerintah, staf umum angkatan bersenjata Iran menyatakan bahwa “tidak ada peluncuran rudal dari wilayah Iran ke wilayah pendudukan dalam beberapa jam terakhir.” Pernyataan itu muncul sebagai respons terhadap tuduhan Israel bahwa serangan rudal baru merupakan pelanggaran langsung terhadap gencatan senjata.

     

    Kebingungan ini memperkuat kesan bahwa deklarasi Trump tentang berakhirnya perang tampaknya terlalu dini. Militer Israel sendiri menegaskan bahwa mereka masih berada dalam “tingkat siaga tinggi” dan menyatakan bahwa “bahaya masih ada”. Brigadir Jenderal Effie Defrin, juru bicara militer Israel, menambahkan bahwa tidak ada perubahan dalam instruksi pertahanan dalam negeri, menandakan bahwa mereka tetap mempersiapkan kemungkinan eskalasi lanjutan.

     

    Reaksi internasional

    Sementara itu, reaksi internasional mulai bermunculan. Pemerintah Tiongkok melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Guo Jiakun, menyatakan keprihatinannya atas situasi tersebut dan menyerukan semua pihak untuk kembali ke jalur penyelesaian politik secepatnya demi menjaga stabilitas di kawasan Timur Tengah.

     

    Meski Presiden Trump mengklaim telah menjadi penengah gencatan senjata, insiden beruntun ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah perdamaian benar-benar tercapai, atau justru yang terjadi hanyalah jeda rapuh dalam konflik berkepanjangan antara dua musuh bebuyutan? Waktu dan tindakan di lapangan akan menjadi penentu apakah perjanjian ini dapat bertahan atau segera runtuh di tengah ketidakpercayaan dan serangan yang belum benar-benar usai. ***

  • Konflik Makin Memanas, Iran Balas Serangan Nuklir AS dengan Hujan Rudal

    Konflik Makin Memanas, Iran Balas Serangan Nuklir AS dengan Hujan Rudal

    PIKIRAN RAKYAT – Iran meluncurkan serangan rudal ke Pangkalan Militer Amerika Serikat Al Udeid yang terletak di Qatar. Serangan tersebut merupakan balasan atas gempuran militer AS dua hari sebelumnya yang menghancurkan fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.

    Media nasional Iran melaporkan bahwa militer Teheran menggunakan kekuatan setara dengan yang dipakai Amerika Serikat dalam serangan sebelumnya.

    Dalam operasi militer yang disetujui oleh Presiden AS Donald Trump, pesawat tempur negara adidaya itu menjatuhkan bom seberat 60.000 kilogram ke sejumlah fasilitas nuklir Iran. Ini menjadi keterlibatan langsung pertama sekutu Israel tersebut dalam konflik yang memanas di Timur Tengah.

    Korps Garda Revolusi Islam Iran menyatakan bahwa serangan rudal ini dimaksudkan sebagai pesan tegas kepada pemerintahan Trump.

    “Pesan kami kepada Gedung Putih dan para sekutunya jelas: Iran tidak akan membiarkan agresi terhadap kedaulatan dan tanah airnya tanpa balasan,” kata pernyataan resmi dari korps tersebut.

    Rudal Iran Berhasil Dihadang

    Sementara itu, Kementerian Pertahanan Qatar mengonfirmasi bahwa sistem pertahanannya berhasil mencegat sebagian besar rudal yang ditembakkan Iran. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

    Kepala Staf Operasi Gabungan Angkatan Darat Qatar, Shayeq Misfer Al-Hajri, mengungkapkan bahwa Teheran meluncurkan 19 rudal pada pukul 19.30 waktu setempat. Dari jumlah tersebut, hanya satu rudal yang berhasil mencapai area Pangkalan Al Udeid.

    Juru bicara Kementerian Pertahanan Qatar mengecam keras serangan tersebut dan menilai tindakan Iran sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya, hukum internasional, serta Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Pada hari Minggu sebelumnya, Iran telah menyatakan bahwa setiap negara yang wilayahnya digunakan untuk melancarkan serangan terhadap Iran akan dianggap sebagai target sah untuk pembalasan militer.

    Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat semakin meningkat sejak 13 Juni lalu, setelah Israel dan AS menuduh Iran menggunakan fasilitas nuklirnya untuk mengembangkan senjata pemusnah massal.***

  • Iran Kembali Tembakkan Rudal ke Israel, Abaikan Gencatan Senjata dari Donald Trump

    Iran Kembali Tembakkan Rudal ke Israel, Abaikan Gencatan Senjata dari Donald Trump

    PIKIRAN RAKYAT – Di tengah pengumuman gencatan senjata bertahap oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, media pemerintah Iran melaporkan bahwa gelombang baru serangan rudal diluncurkan ke arah Israel Penjajah pada Selasa dini hari.

    “Salvo keempat rudal telah ditembakkan dari Iran menuju Israel,” tulis media pemerintah Iran, Irib melalui saluran Telegram resminya, dikutip Selasa, 24 Juni 2025.

    Sebelumnya, pada Senin waktu setempat, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa Iran dan Israel Penjajah telah mencapai kesepakatan gencatan senjata penuh, yang berpotensi mengakhiri perang 12 hari yang telah memaksa jutaan warga meninggalkan Teheran dan memicu kekhawatiran eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.

    Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Israel Penjajah. Militer Israel Penjajah bahkan melaporkan bahwa dua gelombang rudal telah diluncurkan dari Iran ke wilayahnya pada Selasa dini hari.

    Saksi mata di Israel Penjajah mengaku mendengar ledakan di sekitar Tel Aviv dan Beersheba, dua kota besar di wilayah tengah negara itu.

    Media Israel Penjajah melaporkan bahwa sebuah bangunan terkena hantaman rudal di Beersheba, dan menyebabkan tiga orang tewas.

    Sementara seorang pejabat Iran sebelumnya mengonfirmasi bahwa Teheran telah menyetujui gencatan senjata, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menyatakan bahwa penghentian permusuhan tidak akan terjadi kecuali Israel Penjajah menghentikan serangannya terlebih dahulu.

    “Jika rezim Israel menghentikan agresi ilegalnya terhadap rakyat Iran paling lambat pukul 4 pagi waktu Teheran (00.30 GMT) pada hari Selasa, maka kami tidak berniat melanjutkan respons kami setelahnya,” ujar Araqchi pada Selasa dini hari.

    Sejak waktu yang ditetapkan tersebut, tidak ada laporan serangan baru dari Israel Penjajah terhadap Iran.

    Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan, dan bahwa ketegangan masih tinggi antara kedua negara yang selama bertahun-tahun bersitegang di kawasan. ****

  • Donald Trump Umumkan Gencatan Iran-Israel, Tapi Kedua Negara Masih Bungkam

    Donald Trump Umumkan Gencatan Iran-Israel, Tapi Kedua Negara Masih Bungkam

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah mencapai kesepakatan untuk mengimplementasikan gencatan senjata secara menyeluruh. Hal ini, menurutnya, menandai berakhirnya apa yang disebut sebagai “Perang 12 Hari”.

    Pengumuman itu disampaikan melalui unggahan di platform media sosial Truth Social pada Senin, 23 Juni 2025 pukul 18.02 waktu setempat.

    Dalam pernyataannya, Trump mengucapkan selamat kepada kedua negara dan menyebut gencatan senjata akan dimulai dalam waktu enam jam, menyusul berakhirnya operasi militer yang masih berlangsung di masing-masing pihak.

    Trump menjelaskan bahwa pada tahap awal, gencatan senjata akan berlangsung selama 12 jam, dengan harapan kedua belah pihak mempertahankan sikap damai dan saling menghormati.

    Ia menyebut, Iran akan memulai gencatan lebih dulu, diikuti oleh Israel 12 jam kemudian. Puncaknya, pengumuman resmi mengenai berakhirnya perang akan dilakukan dalam waktu 24 jam setelah itu.

    “Dengan asumsi bahwa semuanya berjalan sebagaimana mestinya dan memang demikian,” kata Trump.

    “Saya ingin mengucapkan selamat kepada kedua negara… karena memiliki stamina, keberanian, dan kecerdasan untuk mengakhiri apa yang seharusnya disebut sebagai ‘Perang 12 Hari’,” katanya.

    Trump menyebut kesepakatan ini sebagai sebuah terobosan besar yang berpotensi menyelamatkan Timur Tengah dari kehancuran jangka panjang. Ia juga menutup pengumumannya dengan pesan persatuan yang menyentuh.

    “Tuhan memberkati Israel, Tuhan memberkati Iran, Tuhan memberkati Timur Tengah, Tuhan memberkati Amerika Serikat, dan Tuhan memberkati dunia,” katanya.

    Masih belum jelas

    Namun hingga saat ini, belum ada konfirmasi resmi dari pemerintah Iran maupun Israel terkait pernyataan Trump tersebut. Pihak Gedung Putih dan Pentagon pun belum memberikan tanggapan atau pernyataan resmi.

    Sebelumnya, pada pekan lalu, Amerika Serikat telah melancarkan serangan terhadap tiga situs nuklir Iran di Natanz, Fordow, dan Isfahan. Trump menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan untuk melumpuhkan kemampuan nuklir Iran.

    Trump juga menegaskan bahwa Teheran harus sepakat untuk “mengakhiri perang ini” atau menghadapi konsekuensi yang lebih serius.

    Di sisi lain, Iran membantah bahwa proyek nuklirnya memiliki komponen militer. Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, pada 18 Juni 2025 menyebut bahwa para inspektur belum menemukan bukti konkret bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir.***

  • Wamen PKP Dorong Solusi Perumahan Inovatif untuk Pekerja di Kawasan Industri: Pakai Bata Interlock

    Wamen PKP Dorong Solusi Perumahan Inovatif untuk Pekerja di Kawasan Industri: Pakai Bata Interlock

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mendorong pengembangan perumahan pekerja yang berbasis inovasi dan kolaborasi di sekitar area industri.

    Fahri menyoroti masalah umum di mana banyak pekerja harus menempuh perjalanan jauh setiap hari, yang menurutnya “tidak ideal.” Oleh karena itu, inisiatif ini bertujuan untuk menyediakan solusi yang lebih baik.

    Fahri menekankan pentingnya skema perumahan baru yang tidak hanya berfokus pada keterjangkauan, tetapi juga pada kekuatan material dan kelayakan huni.

    Tak hanya itu, dia juga bahwa salah satu inovasi yang diusulkannya adalah penggunaan bata interlock. Material ini dipilih, lantaran dinilai lebih kuat dan efisien dibandingkan bata merah konvensional.

    “Perumahan pekerja sering dianggap seadanya. Padahal, kita bisa menghadirkan rumah yang kokoh dan layak huni dengan biaya yang tetap terjangkau,” kata Fahri, dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Minggu, 22 Juni 2025.

    “Produk interlock ini adalah salah satu solusi lokal yang berpotensi menjadi andalan nasional,” lanjutnya.

    Untuk mewujudkan ini, pemerintah mendorong sinergi antara berbagai pihak. Ini termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti BTN sebagai lembaga pembiayaan, produsen material seperti Semen Indonesia, pengembang, dan pemilik lahan lokal. 

    Tak hanya itu, lahan milik masyarakat yang berlokasi dekat dengan kawasan industri akan dipertimbangkan sebagai lokasi pembangunan.

    Fahri juga menekankan bahwa solusi perumahan pekerja harus disesuaikan dengan konteks lokal, termasuk pendapatan minimum dan biaya hidup di masing-masing wilayah.

    Ia lalu menyoroti pentingnya skema pembiayaan khusus daerah yang tidak harus bergantung pada antrian panjang program nasional seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Target dan Kolaborasi untuk Kesejahteraan Pekerja

    Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara), menyerahkan 100 kunci rumah subsidi kepada para pekerja dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional 2025. Ara menyatakan target kementeriannya adalah membangun 20.000 rumah subsidi untuk pekerja.

    Dengan memiliki rumah subsidi yang berkualitas, terjangkau dalam harga dan cicilan KPR FLPP, diharapkan para pekerja akan lebih termotivasi dan kesejahteraan mereka meningkat.

    Ara menuturkan bahwa program penyediaan rumah bagi pekerja ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian PKP dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang didukung penuh oleh Komisi V DPR RI dan BP Tapera.

    Ara juga yakin bahwa Program 3 Juta Rumah dapat mendorong peningkatan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, Ara menekankan pentingnya berbagai terobosan, inovasi, dan kolaborasi dari berbagai pihak dengan semangat gotong royong untuk membangun dan merenovasi rumah rakyat.***