Category: Liputan6.com

  • Kampung Adat Cireundeu, Wilayah Penuh Kearifan Lokal di Cimahi

    Kampung Adat Cireundeu, Wilayah Penuh Kearifan Lokal di Cimahi

    Liputan6.com, Cimahi – Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. Sebagian besar masyarakat di sini bertani ketela.

    Mengutip dari laman Disbudparpora Kota Cimahi, Kampung Adat Cireundeu diisi oleh sekitar 60 kepala keluarga atau 800 jiwa. Total luas kampung ini mencapai 64 hektare, dengan pembagian 60 hektare untuk pertanian dan sisanya untuk permukiman.

    Masyarakat di Kampung Adat Cireundeu sebagian besar memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan.

    Sejalan dengan itu, masyarakat setempat juga terus melestarikan budaya serta adat istiadat yang telah turun-temurun dilakukan. Pronsip hidup mereka adalah “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”.

    Prinsip tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat Kampung Adat Cireundeu sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri, dan keyakinan masing-masing. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman, tetapi mengikutinya.

    Oleh karena itu, masyarakat kampung adat ini masih memelihara tradisi leluhur yang telah mengakar turun temurun sebagai warisan tetua adat. Bagi masyarakat setempat, sekecil apapun filosofi kehidupan yang diwariskan oleh nenek moyang wajib dipertahankan.

    Terdapat dua hal menarik yang masih dipertahankan oleh warga Kampung Adat Cireundeu, yaitu bahan makanan pokok dan tradisi 1 Suro. Masyarakat setempat mengubah makanan pokok dari nasi beras menjadi nasi singkong.

     

  • Nyambat, Tradisi Ajakan Gotong Royong ala Masyarakat Betawi

    Nyambat, Tradisi Ajakan Gotong Royong ala Masyarakat Betawi

    Liputan6.com, Jakarta – Dalam kehidupan bermasyarakat, orang-orang Betawi sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong. Hal tersebut juga tercermin dalam tradisi nyambat, yakni ajakan untuk bergotong royong dalam mengerjakan sesuatu.

    Istilah nyambat bukan merupakan ekspresi kekesalan maupun keluhan. Istilah ini merujuk pada aktivitas sosial, gotong royong, dan saling peduli antarsesama.

    Ajakan nyambat bersama kerap dilakukan saat masyarakat setempat akan membangun rumah, membajak sawah, atau sedang akan mengerjakan kegiatan berat lainnya yang membutuhkan bantuan orang banyak. Tradisi ini dilakukan secara sukarela, tanpa dibayar sepeser pun.

    Tradisi ini sebenarnya mirip dengan tradisi rewang dan sinoman di Jawa. Hal ini membuktikan bahwa tradisi saling membantu dan meringankan beban sesama telah mengakar dalam diri masyarakat Indonesia.

    Mengutip dari laman Seni & Budaya Betawi, nyambat berarti mengajak orang lain untuk turut serta bergotong royong. Istilah ini berasal dari kata sambat yang berarti meminta bantuan atau pertolongan kepada orang lain.

    Tradisi ini telah menjadi budaya turun temurun yang masih dilakukan hingga sekarang. Biasanya, masyarakat setempat akan dengan sukarela ikut mengerjakan sesuatu secara massal jika memang diperlukan.

     

  • Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

    Asal-usul Penamaan Bulan Suro dalam Tradisi Jawa-Islam

    Liputan6.com, Yogyakarta – Bulan Suro dalam kalender Jawa memiliki akar sejarah yang dalam, merupakan hasil akulturasi budaya Islam dan tradisi Jawa. Nama suro berasal dari adaptasi bahasa Jawa terhadap kata asyura dalam bahasa Arab, yang merujuk pada hari kesepuluh bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

    Mengutip dari berbagai sumber, proses penamaan bulan Suro bermula dari upaya Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa Mataram Islam, yang melakukan sinkretisasi kalender Saka Jawa dengan kalender Hijriah pada tahun 1633 Masehi.

    Kebijakan ini menciptakan sistem penanggalan Jawa Islam yang masih digunakan hingga kini. Bulan pertama dalam kalender Jawa tersebut kemudian dinamakan Suro, sebagai padanan untuk bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

    Asal kata suro dapat dilacak dari istilah asyura dalam tradisi Islam. Dalam bahasa Arab, asyura merujuk pada tanggal 10 Muharam yang memiliki makna historis dan spiritual.

    Proses adaptasi linguistik mengubah pelafalan asyura menjadi suro sesuai dengan fonetik bahasa Jawa. Peristiwa asyura sendiri memperingati berbagai kejadian penting dalam sejarah Islam, termasuk penyelamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun dan peristiwa tragis di Karbala.

    Dalam tradisi Syiah, tanggal 10 Muharam menjadi hari peringatan wafatnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad. Akulturasi budaya ini menciptakan makna ganda bagi bulan Suro.

    Selain itu, bulan ini dianggap sebagai awal tahun baru Islam. Dalam tradisi Jawa, bulan Suro memiliki nuansa spiritual dan mistis yang kental.

     

  • P3HI Soroti Ada Mantan Napi yang Aktif Lagi Menjadi Advokat

    P3HI Soroti Ada Mantan Napi yang Aktif Lagi Menjadi Advokat

    Liputan6.com, Kotabaru – Wakil Ketua Dewan Kehormatan dan Kode Etik Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI), Abdul Rahman Suhu, menyebut ada mantan narapidana di Kotabaru, Kalimantan Selatan yang aktif kembali menjadi advokat. Dia menyebut M Hafidz Halim, eks narapidana kasus pemalsuan surat magang, tidak lagi memenuhi syarat untuk disumpah menjadi advokat.

    Polres dan Pengadilan Negeri (PN) pun dianggap telah kecolongan bila tetap mengeluarkan surat kelakuan baik dan keterangan tidak pernah dipidana terhadap yang bersangkutan. Proses pengajuan sumpah advokat oleh M Hafidz Halim dinilai cacat secara administratif dan hukum.

    “Berarti, baik Polres maupun PN itu sudah kecolongan,” kata Abdul Rahman, Senin (23/6/2025).

    Rahman menjelaskan, untuk mendapatkan surat keterangan dari Pengadilan Negeri, setiap calon advokat wajib terlebih dahulu mengantongi Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Polres setempat. Dalam SKCK itu harus secara eksplisit disebutkan bahwa tujuannya adalah untuk pengajuan sumpah advokat, sekaligus menyatakan bahwa yang bersangkutan berkelakuan baik.

    Berdasarkan prosedur yang berlaku, SKCK tersebut kemudian dibawa ke Pengadilan Negeri untuk diterbitkan surat keterangan tidak pernah dipidana karena kejahatan yang diancam hukuman lima tahun atau lebih. Namun yang terjadi pada M Hafidz Halim justru bertentangan dengan logika hukum.

    “Mantan pengacara M Hafidz Halim itu kemarin dituduhkan oleh jaksa hanya dengan satu pasal, 263 KUHP. Pasal itu ancamannya enam tahun penjara. Artinya, dia tidak memenuhi syarat,” katanya.

    Abdul Rahman juga menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan jelas menyebutkan bahwa calon advokat tidak boleh pernah dipidana karena melakukan kejahatan yang diancam hukuman lima tahun atau lebih. Pelanggaran terhadap ketentuan ini membuat status keadvokatan seseorang otomatis gugur, terlepas dari apapun pembelaannya.

    “MHH ini BAS-nya gugur karena melanggar UU No 18 Tahun 2003,” ujar Rahman.

    Lebih jauh, ia menyebut meski pernah disumpah sebelumnya, Halim tidak lagi sah menjalankan praktik hukum sejak divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus pemalsuan surat. Bahkan jika Hafidz Halim menangani kasus hukum setelah divonis, maka segala bentuk kuasa hukumnya batal demi hukum.

    “Semua kasus hukum yang sudah ditangani ya batal secara hukum, walaupun menang di mata hukum,” ucapnya.

  • Asal-Usul Jenglot, Benda Mistis Sering Dipercaya Menyimpan Kekuatan Supranatural

    Asal-Usul Jenglot, Benda Mistis Sering Dipercaya Menyimpan Kekuatan Supranatural

    Liputan6.com, Bandung – Dunia urban legend Indonesia biasanya banyak menyimpan kisah mistis yang menjadi bagian dari budaya lisan yang berkembang di masyarakat. Cerita-cerita ini tidak hanya berbentuk penampakan atau makhluk gaib tetapi juga menyangkut benda-benda.

    Tidak jarang benda tersebut dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan salah satu benda yang cukup melegenda dan sering muncul dalam cerita-cerita mistis di berbagai daerah adalah jenglot.

    Jenglot merupakan sejenis benda yang terkenal karena tampilannya yang menyeramkan serta aura mistis yang menyertainya. Jenglot digambarkan sebagai makhluk kecil menyerupai manusia berwajah menyeramkan, bertubuh kaku, dengan rambut panjang dan kuku tajam.

    Ukurannya hanya sekitar belasan sentimeter namun banyak yang meyakini jenglot menyimpan energi gaib yang kuat. Konon, benda ini dapat bergerak atau berpindah tempat sendiri dan dipercaya hanya bisa hidup jika diberi persembahan berupa darah.

    Selain itu, banyak cerita menyebut bahwa jenglot digunakan oleh orang-orang tertentu sebagai sarana pesugihan atau penjaga gaib. Mereka yang mempercayai kekuatan jenglot biasanya menjadikan benda ini sebagai media untuk keuntungan instan.

    Misalnya menarik rezeki, penglaris usaha, atau bahkan untuk perlindungan diri dari serangan ilmu hitam. Namun, penggunaan jenglot tidak bisa sembarangan karena diyakini memiliki perjanjian spiritual yang rumit dan konsekuensi jika tidak dirawat dengan baik.

    Keberadaan jenglot sendiri sering menuai perdebatan terutama di kalangan ilmiah karena sebagian peneliti menyebut jenglot hanyalah rekayasa manusia dengan boneka kecil yang dibentuk sedemikian rupa lalu diciptakan mitos di sekelilingnya.

    Namun, di sisi lain, masih banyak masyarakat yang tetap percaya pada keberadaan jenglot sebagai bagian dari kekuatan gaib yang nyata terutama di daerah-daerah yang masih memegang teguh kepercayaan adat dan supranatural.

  • Mitos Tradisi: Rambu Solo’, Upacara Pengantaran Arwah Menuju Alam Roh

    Mitos Tradisi: Rambu Solo’, Upacara Pengantaran Arwah Menuju Alam Roh

    Liputan6.com, Makassar – Suku Toraja di Sulawesi Selatan bagian utara memiliki tradisi khusus yang berkaitan dengan tahap-tahap kehidupan seseorang, termasuk tradisi mengantarkan arwah menuju tempat terakhirnya. Tradisi ini disebut dengan rambu solo’.

    Upacara rambu solo’ digelar sebagai bentuk penghormatan sekaligus cara masyarakat Toraja mengantar arwah seseorang yang telah mati menuju alam roh. Oleh masyarakat setempat, alam roh tersebut dinamakan puya.

    Setiap komunitas adat Suku Toraja memiliki ketentuan dan tahapan berbeda dalam upacara rambu solo’. Namun, tujuan utamanya tetap sama.

    Mengutip dari laman Indonesia Kaya. upacara rambu solo’ yang diadakan di komunitas adat Kete Kesu digelar dengan menyertakan sejumlah kerbau. Bagi masyarakat Suku Toraja, kerbau merupakan hewan yang dianggap suci.

    Kerbau diyakini dapat mengiringi arwah seseorang yang telah mati. Semakin banyak jumlah kerbau dalam upacara rambu solo’, maka akan semakin cepat pula sang arwah menuju alam roh.

    Jenazah yang akan diupacarakan dalam rambu solo’ diletakkan di sebuah tongkonan kecil. Tongkongan kecil ini berada di tengah-tengah tongkonan besar.

    Tongkonan merupakan rumah adat Suku Toraja. Terdapat sekitar 10 tongkonan di desa adat ini yang konon sudah berusia lebih dari 300 tahun.

    Para wanita mempersiapkan masakan untuk para undangan yang datang. Adapun ragam masakan dalam upacara rambu solo’ didominasi oleh olahan daging babi atau kerbau.

    Sementara itu, para tamu yang datang merupakan kerabat dekat yang sudah berkeluarga. Setiap keluarga menempati satu tongkonan.

    Sambil menunggu masakan selesai dibuat, para tamu akan membuat lingkaran mengelilingi tongkonan yang berisi jenazah. Mereka bergerak berlawanan arah jarum jam dengan diselingi pembacaan mantra-mantra.

    Upacara dilanjutkan dengan pemberian khotbah secara kristiani yang dipimpin oleh seorang pendeta. Setelah khotbah selesai, kaum wanita yang telah memasak hidangan pun keluar dari dapur dan membawakan berbagai masakan ke tiap-tiap tongkonan.

     

  • Tradisi Pemandian Kuda Lumping pada Malam 1 Suro, Ritual Penyucian di Desa Madureso Temanggung

    Tradisi Pemandian Kuda Lumping pada Malam 1 Suro, Ritual Penyucian di Desa Madureso Temanggung

    Liputan6.com, Temanggung – Masyarakat Desa Madureso, Temanggung, Jawa Tengah, memiliki tradisi unik berupa pemandian kuda lumping pada malam 1 Suro. Ritual yang berpusat di mata air Kali Mbelik dan Kali Tengah ini merupakan bagian dari prosesi penyucian sebelum kesenian kuda lumping dipentaskan.

    Mengutip dari berbagai sumber, tradisi pemandian kuda lumping di Desa Madureso dilaksanakan setiap malam 1 Suro (1 Muharam) dalam kalender Jawa. Prosesi ini dipimpin oleh sesepuh desa dan melibatkan seluruh pemain kuda lumping beserta perangkat keseniannya.

    Ritual dimulai dengan pemandian kuda-kudaan anyaman bambu di mata air Kali Mbelik tepat pukul 00.00 WIB. Sementara para pemainnya dimandikan di Kali Tengah pada waktu yang sama.

    Sebelum acara pemandian, masyarakat menggelar pembacaan tahlil dan doa bersama di balai desa. Kegiatan ini diikuti dengan berbagai hiburan rakyat seperti lomba-lomba tradisional yang bertujuan menyemarakkan suasana sekaligus mengumpulkan warga.

    Seluruh rangkaian acara dipersiapkan secara gotong royong oleh masyarakat setempat. Proses pemandian atau disucikan dalam istilah lokal merupakan tahap inti ritual.

    Kuda lumping dan para pemainnya dibasuh dengan air dari kedua mata air yang dianggap keramat. Masyarakat meyakini bahwa pemandian ini akan memberikan keselamatan dan kekuatan spiritual bagi para pemain selama pertunjukan.

    Usai pemandian, dilanjutkan dengan doa bersama untuk memohon keselamatan dan kelancaran seluruh kegiatan kesenian kuda lumping sepanjang tahun. Ritual kemudian berpuncak pada ziarah ke makam Mbah Madu dan Mbah Reso.

     

  • Tongkonan Karuaya, Menyusuri Jejak Peradaban Toraja di Kampung Adat Sangalla

    Tongkonan Karuaya, Menyusuri Jejak Peradaban Toraja di Kampung Adat Sangalla

    Liputan6.com, Makassar – Kompleks Tongkonan Karuaya di Sangalla Utara, Tana Toraja, menyimpan cerita panjang tentang persatuan Suku Toraja. Sejak abad ke-17, kampung adat Toraja menjadi saksi bisu kelahiran ikrar misa kada dipotuo pantan kada dipomate (bersatu kita hidup, bercerai kita mati) yang menjadi falsafah hidup masyarakat hingga kini.

    Mengutip dari berbagai sumber, tiga unit Tongkonan berjajar dengan atap berbentuk perahu dan tanduk kerbau menjadi ciri khas kompleks ini. Material utama berupa kayu ulin dan bambu yang tahan hingga ratusan tahun, dengan teknik konstruksi tanpa paku.

    Menariknya, bagian depan rumah dihiasi tujuh tengkorak manusia. Hal ini diduga kepala musuh dari perang adat masa lalu.

    Bangunan bersejarah ini menunjukkan usia yang telah mencapai tiga abad, ditandai dengan tumbuhnya pune (pakis) yang subur di atap-atapnya. Keunikan arsitektur tradisional ini tidak hanya terletak pada usianya yang tua, tetapi juga pada setiap detail ukiran geometris yang menghiasi dinding-dindingnya.

    Setiap motif ukiran memiliki makna filosofis, seperti pa’barre allo yang menggambarkan matahari sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Ukiran pa’tedong yang berbentuk kepala kerbau melambangkan status sosial dan kedudukan pemilik bangunan dalam Masyarakat, sementara motif pa’manuk Londong yang menampilkan bentuk ayam jantan berfungsi sebagai penanda kewaspadaan dan penjaga spiritual bagi penghuni rumah.

     

  • Penemuan Makam Viking di Denmark Ungkap Keberadaan Raja Bluetooth? – Page 3

    Penemuan Makam Viking di Denmark Ungkap Keberadaan Raja Bluetooth? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pekerja konstruksi yang melakukan penggalian sekitar enam kilometer di utara Aarhus, Denmark, secara tidak sengaja menemukan situs makam Viking.

    Temuan arkeologis yang diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-10 ini diperkirakan memiliki kaitan langsung dengan salah satu penguasa paling terkenal Denmark: Raja Harald “Bluetooth” Gormsson.

    Ya, tepat sekali, nama Raja Bluetooth diambil untuk penamaan fitur nirkabel praktis yang ada di ponsel pintar dan gadget terkini.

    Menurut informasi dari Museum Moesgaard, sekitar 30 kuburan yang berisi artefak dan harta karun ini merepresentasikan spektrum seluruh hierarki sosial pada era tersebut.

    Penemuan ini meliputi kotak berbenang emas, mutiara, koin, keramik, dan bahkan sepasang gunting yang kemungkinan dimiliki oleh seorang wanita bangsawan penting pada masa itu.

    Mengutip Popular Science, Senin (23/6/2026), kotak berbenang emas tersebut merupakan penemuan yang sangat luar biasa, karena para ahli meyakini bahwa ini adalah contoh ketiga yang terkonfirmasi dari jenisnya.

    Sisa-sisa manusia seperti tulang dan gigi juga ditemukan di situs tersebut, bersama dengan kuburan yang lebih kecil dan tidak terlalu mewah yang kemungkinan merupakan tempat peristirahatan para pekerja budak dari keluarga elit.

    “Temuan ini menggambarkan lingkungan aristokrat yang terhubung dengan kekuasaan kerajaan, dan merupakan bagian dari dunia Viking yang luas dan dinamis,” kata Kasper Andersen, seorang sejarawan Zaman Viking di Moesgaard.

    Para arkeolog berspekulasi bahwa situs pemakaman ini kemungkinan terkait dengan pertanian seorang bangsawan yang terletak kurang dari 1,05 kilometer jauhnya.

     

  • KPK Sebut Satu Tersangka Gratifikasi MPR Terima Uang Rp17 Miliar – Page 3

    KPK Sebut Satu Tersangka Gratifikasi MPR Terima Uang Rp17 Miliar – Page 3

    Siti mengatakan bahwa pimpinan MPR RI periode 2019-2024 maupun 2024-2029 tidak terlibat dalam kasus yang diduga terjadi pada 2019-2021 tersebut.

    “Tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI karena perkara tersebut merupakan tanggung jawab administratif dan teknis dari Sekretariat, atau dalam hal ini Sekretaris Jenderal MPR RI pada masa itu, yaitu Ma’ruf Cahyono,” ujar Siti dalam keterangannya.

    Lebih lanjut, Fauziah menegaskan bahwa MPR RI menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.

    “MPR RI menghormati proses hukum yang berjalan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menindaklanjuti sesuai kewenangan dan ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya.

    Ia juga mengatakan bahwa MPR RI secara institusi tetap berkomitmen menjaga integritas dan transparansi dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan.

    “Sekali lagi kami sampaikan, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI, baik yang saat ini menjabat maupun pimpinan pada periode sebelumnya. Fokus perkara ini berada pada ranah administratif Sekretariat Jenderal pada masa itu,” katanya menegaskan.