Category: Liputan6.com

  • Dieng, Rekomendasi Tempat Libur Sekolah Penuh Keajaiban Alam dan Budaya

    Dieng, Rekomendasi Tempat Libur Sekolah Penuh Keajaiban Alam dan Budaya

    Festival Dieng Culture Festival yang diadakan setiap tahun bahkan menjadikan upacara ini sebagai salah satu puncak acaranya, lengkap dengan pertunjukan seni, pelepasan lampion, hingga jazz di atas awan yang menambah pesona malam dingin di sana.

    Tidak lengkap rasanya berlibur ke Dieng tanpa menyambangi Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang letaknya berdampingan namun memiliki karakter sangat berbeda. Telaga Warna memikat dengan warna airnya yang bisa berubah-ubah karena kandungan sulfur di dasarnya, sementara Telaga Pengilon dikenal karena kejernihannya yang nyaris menyerupai cermin raksasa alami.

    Keduanya memberikan kesan damai yang dalam, apalagi jika dinikmati saat matahari pagi mulai menembus celah-celah pohon, memantulkan bayangan pepohonan di permukaan air yang tenang. Dari sini, perjalanan bisa dilanjutkan ke Batu Pandang Ratapan Angin, sebuah spot yang menyajikan panorama telaga dari ketinggian.

    Duduk di atas batu sambil merasakan hembusan angin pegunungan, melihat telaga dari kejauhan, dan menyaksikan awan bergerak perlahan adalah bentuk meditasi alami yang menenangkan jiwa dan pikiran. Liburan ke Dieng bukan hanya sekadar melepas penat atau mengisi waktu luang, melainkan sebuah perjalanan menyeluruh menyentuh fisik, batin, dan budaya.

    Ia mengajarkan tentang kesederhanaan hidup di dataran tinggi, tentang bagaimana alam dapat menjadi guru terbaik, dan tentang betapa kayanya negeri ini dengan segala pesonanya.

    Ketika kembali dari Dieng, setiap orang seolah membawa pulang sepotong awan, sejumput kabut, dan segenggam pengalaman yang tak tergantikan. Maka tidak berlebihan jika seseorang menyebut liburan ke Dieng sebagai perjalanan menuju negeri para dewa tempat di mana alam, manusia, dan budaya saling berpadu dalam harmoni yang sempurna.

     

    Penulis: Belvana Fasya Saad

     

  • Gendang Beleq, Irama Sakral dari Lombok Menyuarakan Semangat dan Tradisi Leluhur

    Gendang Beleq, Irama Sakral dari Lombok Menyuarakan Semangat dan Tradisi Leluhur

    Makna Gendang Beleq tidak hanya sebatas pada pertunjukan musik atau hiburan semata. Ia membawa filosofi hidup masyarakat Lombok yang menjunjung tinggi solidaritas, kerja sama, dan penghormatan terhadap nilai-nilai spiritual.

    Dalam beberapa konteks upacara adat, seperti Nyongkolan prosesi pernikahan adat Sasak. Gendang Beleq menjadi pengiring utama rombongan pengantin pria yang berjalan menuju rumah mempelai wanita.

    Musik yang ditabuh bukan sekadar irama pengiring, melainkan doa dan restu yang dilantunkan melalui dentuman gendang dan irama gamelan. Dalam konteks lain seperti prosesi kematian atau Ngaben Sasak, Gendang Beleq justru menyuarakan penghormatan terakhir kepada arwah leluhur, mengiringi jiwa menuju alam baka dengan lantunan yang sarat makna spiritual.

    Kesakralan inilah yang menjadikan setiap nada dan gerakan dalam Gendang Beleq sebagai bahasa non-verbal yang dimengerti oleh hati, bukan hanya oleh telinga.Di tengah arus modernisasi dan gempuran budaya global, keberadaan Gendang Beleq tetap berdiri kokoh sebagai identitas budaya masyarakat Sasak.

    Pemerintah daerah maupun komunitas adat di berbagai desa di Lombok berupaya menjaga eksistensi kesenian ini melalui pelatihan generasi muda, festival budaya tahunan, hingga pengenalan dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah.

    Beberapa komunitas Gendang Beleq bahkan berhasil tampil dalam ajang budaya internasional, membawa nama Lombok dan Indonesia ke panggung dunia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ia berakar dari tradisi masa lampau, Gendang Beleq tetap hidup dan relevan dalam lanskap budaya kontemporer.

    Ia bukan artefak yang diam di museum, melainkan jiwa yang terus berdenyut dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lombok. Gendang Beleq bukan sekadar alat musik, ia menjadi salah satu warisan, doa, semangat, dan identitas.

    Di balik setiap dentuman gendang dan hentakan kaki para pemainnya, tersimpan kisah tentang keberanian, kebersamaan, dan keabadian nilai-nilai leluhur. Ia adalah bukti bahwa budaya bukan sesuatu yang mati, melainkan terus hidup dalam tubuh-tubuh yang menarikan tradisi, dalam tangan-tangan yang menabuh irama, dan dalam hati-hati yang setia menjaga pusaka warisan bangsa.

    Selama Gendang Beleq masih dimainkan, selama itu pula denyut budaya Sasak akan terus bergema, mengisi ruang-ruang kehidupan dengan harmoni, semangat, dan kebanggaan.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Rampak Karinding, Perpaduan Karinding dengan Suling dan Kacapi

    Rampak Karinding, Perpaduan Karinding dengan Suling dan Kacapi

    Liputan6.com, Bandung – Rampak karinding merupakan sebuah pertunjukan musik yang menggabungkan karinding dengan suling dan kacapi. Bentuk kolaborasi ini menghasilkan sebuah paduan karinding yang khas.

    Mengutip dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, rampak karinding juga disebut dengan kalinding. Sebutan kalinding merupakan bentuk seserhana dari seluruh nama alat musik yang dimainkan dalam kolaborasi tersebut, yaitu kacapi suling karinding.

    Jumlah karinding dalam pertunjukan ini cukup banyak, sehingga menghasilkan sebuah paduan atau rampak yang istimewa.

    Jika ditarik ke belakang, lahirnya rampak karinding berasal dari sifat alat musik karinding yang bisa dipadupadankan dengan alat musik apapun. Karinding merupakan alat kesenian tradisional Sunda berupa bilahan kecil. Alat musik ini memanfaatkan resonator rongga mulut untuk menghasilkan bunyi dengung.

    Awalnya, karinding berfungsi sebagai alat pengusir rasa bosan bagi para petani di sawah. Alat musik ini kerap dimainkan saat para petani sedang menjaga tanaman padi dari serangga maupun burung pemakan padi.

    Perkembangan berikutnya, karinding berkembang menjadi alat musik yang memiliki fungsi sosial. Karinding pun berkembang menjadi salah satu bagian dari kekayaan alat musik tradisional masyarakat Sunda.

     

  • Kabar Duka dari Tanah Suci, Tokoh Panutan asal NTT Meninggal saat Berhaji

    Kabar Duka dari Tanah Suci, Tokoh Panutan asal NTT Meninggal saat Berhaji

    Liputan6.com, Jakarta – Kabar duka datang dari Tanah Suci, Makkah. Rudi Susanto, jemaah haji asal Kelurahan Waioti, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dikabarkan meninggal dunia di Makkah pada Sabtu 21 Juni 2025, pukul 23.00 waktu Arab Saudi.

    Informasi meninggalnya Rudi dibenarkan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sikka, Yosef Rangga Kapodo. Dalam keterangannya, Yosef menyebut Rudi wafat karena sakit, meskipun tidak dijelaskan secara rinci penyakit yang dideritanya.

    “Benar, informasi dari Mekkah menyebutkan beliau wafat pada pukul 11 malam waktu Arab Saudi. Almarhum meninggal karena sakit,” ujar Yosef, Selasa 24 Juni 2025.

    Berita kepergian Rudi Susanto meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat Kabupaten Sikka. Sosoknya dikenal luas sebagai tokoh masyarakat yang bersahaja, aktif di bidang sosial dan keagamaan, serta menjadi panutan di lingkungannya.

    Doa dan ucapan belasungkawa pun mengalir dari berbagai kalangan, baik dari jemaah haji yang berada di Makkah maupun masyarakat di Kabupaten Sikka.

    H. Rudi Susanto menjalankan ibadah haji tahun ini bersama sang istri, Hj. Kartika Sari Arba. Kepergiannya menjadi kehilangan besar, terlebih di tengah momen sakral pelaksanaan rukun Islam kelima tersebut.

    Kepulangan jemaah haji ke tanah air dijadwalkan pada 4 Juli 2025 melalui Bandara Surabaya, dan jemaah asal Sikka akan tiba di Maumere pada 6 Juli mendatang.

    Semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah almarhum, mengampuni dosa-dosanya, serta menempatkannya di surga terbaik-Nya. Aamiin.

     

    Aksi Kocak Pak Bhabin Nyanyi dan Joget Bareng Mbah-mbah di Posyandu Lansia

  • Kisah Mistis Hantu Jerangkong, Sosok Hantu Tanpa Daging yang Mengerikan

    Kisah Mistis Hantu Jerangkong, Sosok Hantu Tanpa Daging yang Mengerikan

    Liputan6.com, Bandung – Hantu Jerangkong merupakan salah satu sosok mistis yang menjadi bagian dari cerita urban legend di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa. Nama “Jerangkong” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti “kerangka” atau tulang belulang.

    Penampakan hantu ini digambarkan sebagai sosok menyeramkan berupa tubuh kurus hanya tinggal tulang berjalan tertatih dengan suara berderak layaknya tulang yang saling bergesekan.

    Wujudnya yang menyeramkan membuat Jerangkong sering digunakan sebagai tokoh menakut-nakuti anak-anak atau sebagai simbol ketakutan akan roh penasaran. Asal usul cerita Jerangkong biasanya berkaitan dengan roh orang yang meninggal dunia tidak wajar.

    Akibatnya roh tersebut memiliki dendam yang belum terselesaikan dan mengganggu manusia. Melalui kisah rakyat lain hantu Jerangkong disebut sebagai arwah gentayangan dari seseorang yang semasa hidupnya berbuat jahat, pelit, atau enggan bersedekah.

    Setelah meninggal, arwahnya tidak diterima oleh bumi maupun langit sehingga menjadi makhluk menakutkan yang berkeliaran di malam hari terutama di area pemakaman, hutan, atau tempat sunyi lainnya.

    Kemudian menurut cerita lain sosok ini diketahui berasal dari jelmaan orang yang semasa hidupnya sering mencuri telur sehingga memiliki kebiasaan mencuri telur tetapi hanya meminum cairan telur tanpa merusak cangkangnya.

    Ciri khas lain dari Jerangkong adalah suara langkahnya yang berbunyi “krek-krek” seperti suara tulang yang kering. Banyak masyarakat yang percaya bahwa ketika suara tersebut terdengar berarti makhluk tersebut sedang berjalan mendekat.

    Kisah mistis Jerangkong sendiri tetap hidup melalui cerita lisan dari generasi ke generasi saat ini. Di beberapa daerah, masyarakat masih mempercayai keberadaan makhluk ini sehingga mereka enggan keluar rumah terlalu malam atau melewati area pemakaman sendirian.

  • Gara-Gara Utang Rp200 Ribu, Pria di Sikka NTT Dianiaya hingga Tewas

    Gara-Gara Utang Rp200 Ribu, Pria di Sikka NTT Dianiaya hingga Tewas

    Keluarga yang tak terima kematian korban sempat mendatangi Polres Sikka mendesak polisi segera menangkap pelaku.

    Keluarga korban, Kresensius Rudi meminta polisi harus mengungkap tuntas kasus itu.

    Ia menduga pelaku penganiayaan lebih dari satu orang. Karena itu, ia mendesak polisi segera menangkap pelaku lainnya.

    “Kami duga pelakunya lebih dari satu. Jika tidak tuntas, maka keluarga besar yang akan turun tangan,” tegasnya.

    Amuk Massa

    Kematian YS berbuntut panjang. Jumat petang 27 Juni 2025, ratusan massa keluarga korban mendatangi lokasi jualan pelaku dan melakukan perusakan.

    Kuat dugaan perusakan tersebut erat kaitan dengan tewasnya YS yang dianiaya oleh NLM. Massa yang tersulut emosi mengamuk dan merusak lapak dan barang dagangan.

    Pantauan di lokasi tampak kerusakan semua lapak dan lemari jualan rusak parah. Sementara barang-barang milik pedagang berhamburan di lantai pasar tersebut. Beruntung tak ada korban jiwa dalam kejadian ini.

    Sejak Jumat pagi, warga dari etnis tertentu yang berjualan di lokasi yang dirusak tak membuka usahanya. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa mereka khawatir akan terjadi amukan massa dengan kematian Ebit.

  • Peresean, Seni Pertunjukan dan Adu Ketangkasan Suku Sasak

    Peresean, Seni Pertunjukan dan Adu Ketangkasan Suku Sasak

    Liputan6.com, Lombok – Peresean merupakan sebuah tari tradisi yang tumbuh dan berkembang di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tradisi yang telah menjadi seni pertunjujan ini konon menjadi simbol keberanin kaum lelaki di Pulau Lombok.

    Sesuai fungsi tersebut, peresean sangat identik dengan unsur kekerasan. Tradisi ini akan menampilkan dua laki-laki atau pepadu yang akan bertarung dan saling adu ketangkasan di dalam arena yang telah disiapkan.

    Mereka membawa senjata berupa tongkat rotan atau pejalin. Pada tangannya yang lain, terdapat ende yang terbuat dari kulit kerbau sebagai tameng atau perisai. Mereka juga diberi daun sirih untuk dikunyah selama pertandingan berlangsung.

    Peresean dipimpin oleh pakembar sedi dan pakembar tengaq. pakembar sedi adalah wasit di bagian pinggir lapangan, sedangkan pakembar tengaq adalah wasit di bagian tengah. Meski terkesan lekat dengan unsur kekerasan, peresean menjunjung tinggi pertandingan yang adil dan jujur.

    Sebelum bertanding, pepadu akan mengenakan kain khas Lombok yang diikatkan di kepala dan pinggang. Dengan arahan pakembar sedi, pepadu diberi instruksi dan doa untuk melancarkan jalannya peresean.

    Prosesi diiringi dengan alunan musik gamelan Sasak yang berasal dari gendang, petuk, rencek, gong, dan suling. Musik ini juga akan mengiringi sepanjang pertandingan peresean.

    Umumnya, pertarungan dilakukan dalam lima ronde dengan durasi masing-masing tiga menit. Setiap pukulan yang pepadu dapatkan bisa menimbulkan luka hingga darah mengucur pada baian kepala. Jika hal ini terjadi, peresean akan dihentikan dan pepadu diganti dengan pepadu lainnya.

    Pepadu biasanya berasa dari penonton yang dipilih oleh pakembar sedi. Penonton juga bisa mengajukan diri untun menjadi pepadu. Namun, permainan ini tak bersifat memaksa, sehingga penonton yang dipilih dapat menolak ajakan bertarung.

     

  • Ibu Sering Dianiaya, Mahasiswi di NTT Terpaksa jadi Budak Seks Ayah Kandung

    Ibu Sering Dianiaya, Mahasiswi di NTT Terpaksa jadi Budak Seks Ayah Kandung

    Liputan6.com, Ngada – Nasib malang dialami MFB (19), mahasiswi asal Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia terpaksa melayani nafsu bejat ayah kandungnya LN (47) demi melindungi ibu dari siksa ayahnya.

    Pencabulan ayah kandung ini dialaminya sejak tahun 2022 lalu. Aksi bejat sang ayah berlanjut hingga tahun 2025.

    MFB tidak tega melihat ibunya MU menjadi sasaran penganiayaan sang ayah jika ia menolak ajakan sang ayah untuk berhubungan badan.

    MFB sering menyaksikan ibunya disiksa sang ayah karena menolak berhubungan intim. Demi membela sang ibu, MBF akhirnya merelakan tubuhnya ke ayah kandungnya.

    “Pelaku (ayah) ancam aniaya MU (ibu) jika MFB menolak ajakan berhubungan badan. Karena tak tega, MFB terpaksa melayani nafsu bejat ayahnya,” ungkap Kapolres Ngada, AKBP Andrey Valentino.

    Ia mengatakan MFB pertama kali dicabuli ayahnya pada awal Juli 2022 lalu di rumah mereka di Kecamatan Golewa Selatan.

    Saat itu korban sedang berada dalam kamarnya. Sang ayah tiba-tiba masuk dan mengajak korban untuk melakukan persetubuhan.

    Korban pun menolak. Namun pelaku mengancam menganiaya ibunya jika korban tidak melayaninya. Karena takut ibunya dipukul, korban pun terpaksa berhubungan badan dengan ayahnya.

    “Korban merasa kasihan ibunya sering dianiaya oleh bapak kandungnya,” tandas Kapolres.

    Kejadian tersebut berlanjut sampai korban melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi. “Pelaku sering menginap di kos korban dan memaksa korban untuk bersetubuh,” ujar Kapolres.

    Pelaku juga sering cemburu dengan korban jika korban dekat dan berboncengan sepeda motor dengan laki-laki lain sekalipun saudara kandung korban sendiri.

    “Setiap kali pelaku bersetubuh dengan korban, ibu kandung korban tidak berada di rumah karena lagi kerja serabutan,” kata Kapolres.

     

    Hilang Misterius di Hutan Boja, Nenek 83 Tahun Ditemukan Tak Bernyawa

  • Ini 7 Daerah Penghasil Padi Terbesar di Jawa Timur dan Tingkat Produksinya

    Ini 7 Daerah Penghasil Padi Terbesar di Jawa Timur dan Tingkat Produksinya

    Lamongan

    Lamongan merupakan daerah penghasil padi nomor satu di Jawa Timur. Produktivitasnya sebesar 798.704,85 ton GKG pada 2023 dan sebanyak 776.290,66 ton GKG pada 2024. Sedangkan untuk beras mencapai 461.188,28 ton pada 2023 dan 448.245,88 ton pada 2024.

    Ngawi

    Produksi padi Kabupaten Ngawi tercatat sebanyak 771.251,37 ton GKG pada 2023 dan 765.703,53 ton GKG pada 2024. Jumlah itu menghasilkan beras sebanyak 445.336,10 ton pada 2023 dan mencapai 442.132,64 ton pada 2024.

    Bojonegoro

    Nomor tiga penghasil padi di Jawa Timur adalah Bojonegoro dengan produktivitasnya pada 2023 sebesar 705.962,63 ton GKG pada 2023 dan pada 2024 710.527,18 ton GKG. Padi itu menghasilkan beras sebanyak 407.637,03 ton pada 2023 dan 410.272,70 ton pada 2024.

    Jember

    Produktivitas padi di daerah ini pada 2023 616.725,77 ton GKG dan 623.264,88 ton pada 2024. Kabupaten Jember mampu menghasilkan beras sebanyak 356.109,87 ton pada 2023 dan 359.885,69 ton pada 2024.

    Tuban

    Bumi Ronggolawe termasuk daerah penghasil padi di Jawa Timur, tercatat produktivitasnya sebanyak 501.741,12 ton GKG pada 2023 dan 523.067,49 ton pada 2024. Dari jumlah itu, dari tanah Tuban menghasilkan beras 289.715,44 ton pada 2023 dan 302.029,69 ton pada 2024.

    Banyuwangi

    Tanah dari daerah di ujung timur Pulau Jawa ini mampu menghasilkan 454.768,46 ton GKG pada 2023 dan 395.631,38 ton pada 2024. Sedangkan produksi beras Banyuwangi sebesar 262.592,47 ton pada 2023 dan 228.445,54 ton pada 2024.

    Madiun

    Madiun termasuk kabupaten penghasil padi di Jawa Tmur, tercatat produktivitasnya mencapai 437.593,08 ton GKG pada 2023 dan 437.458,25 ton pada 2024. Beras yang dihasilkan sebanyak 252.675,05 ton pada 2023 dan 252.597,18 ton pada 2024.

    Itulah tujuh daerah penghasil padi terbesar di Jawa Timur dan potensi pertaniannya masih dapat terus dikembangkan. Tentu melalui berbagai terobosan dan dukungan kebijakan pemerintah terhadap petani maupun pelaku usaha pertanian.

  • Gunung Lewotolok Lembata NTT Erupsi Malam Ini, Bergemuruh Kuat Disertai Lontaran Lava Pijar 500 M

    Gunung Lewotolok Lembata NTT Erupsi Malam Ini, Bergemuruh Kuat Disertai Lontaran Lava Pijar 500 M

    Masyarakat maupun pengunjung/pendaki/wisatawan serta masyarakat Desa Jontona dan Desa Todanara agar tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah sektoral selatan dan tenggara sejauh 2,5 km pusat aktivitas Gunung Ili Lewotolok dan mewaspadai potensi ancaman bahaya dari guguran/longsoran lava dari bagian, selatan dan tenggara puncak/ kawah Gunung Ili Lewotolok.

    Masyarakat Desa Amakaka diminta agar tidak memasuki dan tidak melakukan aktivitas di dalam wilayah sektoral barat sejauh 2,5 km pusat aktivitas Gunung Ili Lewotolok, serta mewaspadai potensi ancaman bahaya dari guguran/longsoran lava.

    Untuk menghindari gangguan pernapasan (ISPA) maupun gangguan kesehatan Iainnya yang disebabkan oleh abu vulkanik maka masyarakat yang berada di sekitar Gunung Ili Lewotolok dapat menggunakan masker pelindung mulut dan hidung serta perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit.

    Masyarakat yang bermukim di sekitar lembah/aliran sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung Ili Lewotolok agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.