Category: Liputan6.com Regional

  • Hii.. Siswa Temukan Ulat di Sajian MBG Kudus, Tempenya Bau Kecut

    Hii.. Siswa Temukan Ulat di Sajian MBG Kudus, Tempenya Bau Kecut

    Liputan6.com, Kudus – Kekhawatiran banyak pihak terkait kualitas dan kebersihan menu makanan yang disajikan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kini mulai mencuat.

    Kondisi itu terjadi dalam pelaksanaan program MBG bagi pelajar di wilayah Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah baru-baru ini. Sejumlah siswa dan pihak sekolah di SMA Negeri 1 Kudus mengeluhkan kualitas makanan yang dinilai tak layak konsumsi.

    Ironisnya lagi, siswa di SMA Negeri 1 Kudus menemukan ulat pada tumis kacang. Temuan itu saat mereka hendak menyantap menu makanan bergizi gratis yang diterimanya.

    Selain mendapati sayur yang terdapat ulat, nasi yang disajikan saat hari pertama pelaksanaan MBG di SMA setempat juga didapati nasinya kurang matang dan keras.

    Wakil Kepala SMA 1 Kudus, Sulistyani mengatakan, menu makanan MBG yang diterima disekolahnya dikirim oleh pihak dapur Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) berinisial DK yang berlokasi di Desa Jepang Pakis.

    “Program MBG di SMA Negeri 1 Kudus mulai berjalan sejak 14 April 2025,” ujar Sulistyani yang dikonfirmasi wartawan di SMA Negeri 1 Kudus pada Selasa (22/4/2025).

    Menurut Sulis, program MBG kali ini diberikan bagi siswa kelas 10 dan 11, dengan total penerima manfaat sebanyak 823 orang. Sedangkan untuk siswa kelas 12 masih dalam tahap pengajuan untuk tahun mendatang.

    “Pada hari pertama pelaksanaan, banyak keluhan dari siswa kami. Ada ulat dalam tumis kacang, nasi terasa ngletis (belum matang sempurna), dan pengiriman terlambat,” terang Sulistyani.

    Sulis menyebut, keluhan serupa juga berlanjut pada hari-hari berikutnya. Yakni pada pelaksanaan MBG hari keenam, lebih dari 50 kotak makan ditemukan dalam kondisi tidak layak konsumsi.

    “Menu ayam bumbu kecap yang disediakan tercium bau kecut dan terasa basi. Kotak aluminium pembungkus makanan terlihat berminyak dan seperti tidak dicuci bersih. Buah yang disertakan juga dinilai kurang layak,” ucap Sulis.

    Terkait kondisi tersebut, Sulistyani mengaku telah menyampaikan keluhan secara resmi kepada pihak dapur SPPG. Keluhan itu juga telah direspons pihak SPPG.

    “Untuk pengiriman makanan hari ini, kami melihat sudah ada perbaikan. Makanan yang dikirim dalam kondisi baik dan layak konsumsi,” tukasnya.

    Sulistyani pun berharap pengawasan mutu makanan MBG yang didistribusikan kepada para siswa agar lebih ketat. Langkah tersebut demi menjamin keamanan dan kenyamanan siswa.

    Sementara itu, salah satu siswa SMAN 1 Kudus M. Zaafani Musyaffa’ mengaku bahwa nasi yang disantapnya kurang matang dan teksturnya keras, saat hari pertama pelaksanaan MBG pada Senin (14/4) lalu.

    Bahkan Zaafani juga sempat mendengar, jika di kelas lain ada yang menemukan ulat yang terdapat dalam sayur kacang panjang.

    Siswa kelas XI SMA 1 Kudus ini juga pernah mendapatkan menu makan dengan bau yang tidak sedap, terutama ayamnya. Sedangkan sayurnya kurang matang dan tempe juga terasa asam.

    “Untuk nasi tidak ada permasalahan. Sedangkan yang bermasalah hanya ayam dan tempe. Untuk hari ini (22/4) tidak ada permasalahan,” terang Zaafani.

     

    Andika Perkasa Buka Suara soal Dugaan Mobilisasi Kades di Jateng untuk Dukung Cagub Tertentu

  • Kue Bagea, Camilan Tradisional Papua Kaya Rasa Hingga Sejarah Budaya

    Kue Bagea, Camilan Tradisional Papua Kaya Rasa Hingga Sejarah Budaya

    Dalam berbagai cerita rakyat dan kebiasaan turun-temurun, bagea bahkan dipercaya memiliki makna spiritual karena bahan-bahannya yang alami dan dekat dengan alam, sesuatu yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya lokal timur Indonesia.

    Dari segi penyebaran, kue bagea kini tidak hanya dikenal di Papua dan Maluku saja, melainkan telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri, terutama di komunitas perantauan asal Indonesia Timur.

    Popularitasnya juga semakin meningkat seiring dengan banyaknya pelaku UMKM dan pengusaha kuliner yang mulai mengemas bagea dalam bentuk yang lebih modern, baik dari segi rasa maupun tampilan kemasan. Kini, kita bisa menemukan variasi bagea dengan tambahan rasa modern seperti cokelat, keju, atau pandan, yang dibuat tanpa menghilangkan ciri khas rasa rempah dan sagu sebagai identitas utama.

    Hal ini membuktikan bahwa bagea adalah camilan tradisional yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan akar budayanya. Pemerintah daerah dan berbagai komunitas budaya pun turut aktif mempromosikan bagea sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan kuliner Nusantara, melalui festival makanan tradisional, pameran UMKM, hingga pelatihan kepada generasi muda agar resep dan teknik membuat bagea tidak punah di tengah arus modernisasi yang begitu deras.

    Setiap gigitan dari kue ini adalah perjalanan rasa yang membawa kita pada suasana hutan sagu yang teduh, aroma rempah-rempah yang menyelimuti dapur-dapur tradisional, serta kehangatan komunitas yang menjaga tradisi leluhur dengan penuh cinta.

    Dengan menjaga eksistensi bagea di tengah masyarakat modern, kita bukan hanya menikmati sebuah camilan, tetapi juga turut melestarikan identitas dan warisan budaya bangsa yang patut dibanggakan. Maka dari itu, mengenal dan mencintai bagea bukan hanya soal selera, tapi juga sebuah langkah kecil dalam menjaga kekayaan kearifan lokal Indonesia yang sangat berharga.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

     

  • Sidak SPBUN Labuan Bajo, Polisi Mencium Dugaan Penyalahgunaan Solar Subsidi

    Sidak SPBUN Labuan Bajo, Polisi Mencium Dugaan Penyalahgunaan Solar Subsidi

    Liputan6.com, Manggarai Barat – Kepolisian Resor Manggarai Barat menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) 59.865.01 di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kabupaten Sikka, NTT, Senin (14/4/2025).

    Sidak ini dilakukan sebagai respons atas keluhan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar yang seharusnya diperuntukkan bagi para nelayan.

    “Menindaklanjuti keluhan para nelayan, kami langsung menggelar sidak untuk memastikan praktik pengisian BBM berjalan sesuai ketentuan,” ujar Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan Aditya, Selasa 22 April 2025.

    Dalam pemeriksaan tersebut, polisi mengecek dokumen kelengkapan pembelian BBM bersubsidi.

    Sesuai ketentuan, pembelian solar subsidi harus disertai surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai bukti legalitas penggunaan untuk kepentingan nelayan. Namun, hasil pemeriksaan mengungkap adanya sejumlah pelanggaran.

    “Kami temukan ada masyarakat yang menggunakan surat rekomendasi atas nama orang lain, bahkan ada yang menggunakan surat kuasa,” beber AKP Lufthi.

    Menindaklanjuti temuan tersebut, Unit II Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Mabar akan memanggil berbagai pihak terkait, termasuk pengelola SPBUN, para pemegang surat rekomendasi, dan perwakilan dari DKP.

    Ia mengimbau agar pengelola SPBUN lebih ketat dalam memverifikasi dokumen pembelian.

    “Kalau perlu, selalu berkomunikasi dengan instansi pemberi rekomendasi agar distribusi solar subsidi tepat sasaran, tepat volume, dan tepat guna,” tegasnya.

    Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak memindahtangankan surat rekomendasi. Bila terbukti melanggar, sanksinya bisa berupa pencabutan surat rekomendasi hingga pidana dan denda sesuai peraturan yang berlaku.

    Ia berharap upaya itu dapat menekan potensi penyalahgunaan BBM subsidi dan memastikan hak nelayan benar-benar terpenuhi.

     

    Tebar Benih Ikan dan Tanam Bibit Jagung Serentak, Dukung Ketahanan Pangan Prabowo

  • Cara Memasak Porsi Besar agar Tidak Keracunan Massal Seperti di Klaten

    Cara Memasak Porsi Besar agar Tidak Keracunan Massal Seperti di Klaten

    Liputan6.com, Yogyakarta – Seorang meninggal dunia usai menyantap nasi kota dalam hajatan wayang di Karangturi, Klaten dan ratusan warga lainnya mengalami keracunan massal dan dirawat di rumah sakit. Menurut Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM Sri Raharjo, jumlah kasus keracunan makanan seperti ini setiap tahun banyak terjadi, hanya saja ada pihak yang melaporkan dan tidak dilaporkan.

    “Sebagian ada yang dipublikasikan oleh media dan ada yang tidak. Sayangnya kasus keracunan semacam ini jarang sekali yang dilanjutkan pemberitaannya hingga hasil uji laboratorium terkait jenis bakteri atau toksinnya yang mungkin menjadi penyebab. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu kendala mengapa upaya untuk meminimalkan terulangnya kasus keracunan makanan tidak efektif”, ujar Dosen Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini di Kampus UGM, Kamis 17 April 2025.

    Kasus keracunan massal di Klaten, menurut Sri Raharjo terjadi karena beberapa faktor secara bersamaan, Pertama terkait dengan kondisi mutu dan keamanan bahan pangan segar yang diolah. Kedua terkait dengan cara mengolah diantaranya kondisi para masak, peralatan dan cara pemakaiannya, kondisi lingkungan, serta waktu pengolahan dan konsumsinya.

    Berdasarkan pemberitaan sajian makanan yang menyebabkan keracunan massal berupa nasi, rendang daging sapi, krecek, acar, kerupuk dan snack. Menurutnya melihat potensi bahaya makanan, rendang daging sapi dan krecek berisiko lebih tinggi dibanding sajian acar, kerupuk dan snack.

    ” Dipertanyakan, apakah kondisi daging sapi segar yang diolah terjaga kebersihannya, dingin atau beku. Jika tidak, disebutnya dimungkinkan berpotensi memiliki tingkat cemaran bakteri atau toksin cukup tinggi di atas batas normalnya yang dianggap aman.”

    Sri Raharjo menggambarkan jika untuk hajatan tersebut dibuat 200-300 boks, dan tiap kotak berisi sekitar 50 gram daging maka membutuhkan 10-15 kg daging segar. Daging sebanyak itu dimasak beserta bumbunya mungkin menggunakan peralatan masak ukuran rumah tangga, dan biasanya tidak rampung dalam sekali masak.

    Menurutnya kemungkinannya, dimasak 3-5 kali, yang berarti masakan yang pertama dilakukan awal pagi (misal jam 07.00) di hari yang sama atau mungkin dimasak sehari sebelumnya. Kondisi ini tentu berisiko karena ada jeda waktu lebih dari 10 jam hingga dikonsumsi.

    “Kalaupun tersedia alat masak yang besar dan dapat dipergunakan untuk memasak 10-15 kg daging sekali masak maka inipun berisiko panas tidak merata untuk mematangkan beberapa potong daging sehingga tidak cukup untuk mematikan bakteri atau melemahkan toksin yang mungkin sudah mencemari daging dengan level yang cukup tinggi akibat kondisi daging segar yang kurang terjaga”, terangnya.

     

    Petani Bantarsari Cilacap Demo tolak Kompensasi Lahan Garapan untuk Puskesmas

  • Cerita Bendera Vatikan Berkibar Setengah Tiang di Istana Uskup Maumere

    Cerita Bendera Vatikan Berkibar Setengah Tiang di Istana Uskup Maumere

    Liputan6.com, Maumere – Pagi itu, suasana tampak langgeng, hening, hanya terdengar siulan burung di kebun anggur yang ditata rapi depan pintu Lepo Bispu, istana Uskup Maumere.

    Tak ada aktivitas penghuni istana. Hanya dua pria penjaga keamanan nampak sibuk merapikan dua tiang bendera di depan istana.

    Di sebelah kanan, bendera merah putih telah berkibar, sedangkan di bagian kiri tampak bendera Vatikan (kuning putih) berkibar setengah tiang, sebagai tanda dunia sedang berkabung atas kepergian Bapa Suci Paus Fransiskus.

    “Kita kibarkan setengah tiang, sebagai tanda dunia sedang berkabung atas kepergian Bapa Suci,” ujar Sekretaris Keuskupan Maumere, RD Yakobus Donisius Migo, S fil. M.TH. Lic.Th. com, Selasa 22 April 2025.

    Ia mengatakan bendera setengah tiang itu sebagai simbol duka di masa perkabungan hingga jenazah Paus Fransiskus dimakamkan.

    Saat ini, seluruh gereja di paroki dan komunitas rohani, mulai melakukan misa mendoakan Paus Fransiskus hingga pemakaman nanti.

    “Bapa Uskup sudah menyerukan seluruh gereja paroki dan komunitas rohani di keuskupan Maumere menggelar misa secara khusus untuk Pope Francis terhitung mulai pagi ini sampai pemakaman,” jelasnya.

    Menurutnya, seturut tradisi Vatikan, biasanya masa perkabungan terhitung empat sampai enam hari masa perkabungan.

    “Ada informasi bahwa masa perkabungan sampai hari kesembilan, tapi belum ada berita resmi dari Vatikan terkait jadwal pemakaman. Di email keuskupan baru kami terima informasi wafatnya Pope Francis yang dikirim langsung dari Vatikan,” katanya.

     

    Highlight Lokakarya 7 ‘Panen Hasil Belajar’ PGP Angkatan 10

  • Tradisi Buang Bayi di Jawa yang Semakin Jarang Ditemukan

    Tradisi Buang Bayi di Jawa yang Semakin Jarang Ditemukan

    Liputan6.com, Yogyakarta – Tradisi buang bayi atau buang anak dalam budaya Jawa, yang dilakukan ketika weton bayi sama dengan anggota keluarga, kini semakin sulit ditemui. Meski pernah menjadi ritual yang dianggap penting untuk menjaga harmoni keluarga, praktik ini perlahan mulai ditinggalkan seiring perubahan zaman dan pola pikir masyarakat.

    Mengutip dari berbagai sumber, weton merupakan hari lahir seseorang dalam perhitungan kalender Jawa yang terdiri dari gabungan hari pasaran dan hari biasa. Dalam kepercayaan Jawa, weton dipercaya memengaruhi sifat dan nasib seseorang.

    Jika weton bayi sama dengan orang tua atau saudara kandung, ada keyakinan bahwa hal itu dapat menimbulkan kesamaan sifat yang berpotensi memicu konflik. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan ritual buang bayi secara simbolik.

    Bayi tidak benar-benar dibuang, melainkan diangkat keluar rumah melalui jendela atau pintu, lalu diterima kembali oleh keluarga. Ritual ini dimaknai sebagai upaya memutus energi negatif dan menjaga keseimbangan dalam keluarga.

    Dahulu, tradisi ini banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan yang masih kuat memegang adat. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, semakin sedikit keluarga yang masih menjalankannya.

    Di beberapa daerah seperti Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, ritual ini masih kadang ditemui, tetapi tidak sebanyak dulu. Sebagian keluarga lebih memilih alternatif lain, seperti ruwatan, untuk menetralkan energi negatif tanpa harus melakukan ritual buang bayi.

    Beberapa faktor menyebabkan tradisi ini semakin jarang dilakukan. Pertama, pengaruh modernisasi dan pendidikan membuat masyarakat lebih rasional dalam menyikapi kepercayaan turun-temurun.

     

  • OPINI: Dana Filantropi Islam dan Upaya Selamatkan Luwu

    OPINI: Dana Filantropi Islam dan Upaya Selamatkan Luwu

     

    Liputan6.com, Makassar – Kabupaten Luwu Sulsel telah lama dikenal sebagai daerah yang menyimpan kekayaan alam luar biasa, salah satunya emas. Tak heran jika wilayah-wilayah seperti Latimojong, Bastem, dan Rongkong kini menjadi titik panas pertambangan emas. Banyak operasi tambang berlangsung tanpa izin resmi, mengabaikan prinsip keberlanjutan, dan luput dari pengawasan lingkungan. Hutan dibabat, bukit digali, dan sungai tercemar hanya demi keuntungan jangka pendek.

     

     

    Akibatnya, hutan tropis Luwu yang dahulu menjadi benteng karbon dan sumber kehidupan bagi flora-fauna kini terkoyak. Alih fungsi hutan untuk pertambangan menyebabkan deforestasi yang mempercepat krisis iklim. Fragmentasi habitat juga mengancam keanekaragaman hayati dan memperburuk bencana ekologis seperti banjir dan longsor.

    Belum lagi penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida dalam proses pemurnian emas telah mencemari sungai-sungai utama. Limbah tambang yang dibuang sembarangan menyebabkan kerusakan kualitas air, mematikan biota sungai, dan membahayakan kesehatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada air bersih.

    Tak banyak yang menyadari bahwa aktivitas tambang emas sangat intensif karbon. Dari penggunaan alat berat berbahan bakar diesel hingga penghancuran vegetasi penyerap karbon, seluruh proses menambah emisi gas rumah kaca. Ini menjadikan pertambangan sebagai salah satu kontributor tersembunyi dalam krisis iklim global.

    Di tengah gemuruh alat berat dan kilau emas, masyarakat lokal justru merasakan getir. Lahan pertanian hilang, akses ke air bersih terganggu, dan ketegangan sosial meningkat. Banyak warga, khususnya masyarakat adat, terpaksa kehilangan ruang hidup yang telah mereka jaga secara turun-temurun.

    Semua pihak butuh langkah tegas dan kolaboratif. Pemerintah harus menindak tambang ilegal dan meninjau ulang izin-izin eksploitasi yang merugikan ekosistem. Audit lingkungan perlu dilakukan secara berkala, disertai pemulihan lahan pasca-tambang. Masyarakat lokal harus dilibatkan sebagai penjaga dan pengelola sumber daya.

    Tapi ada yang menarik, pendekatan berbasis nilai, seperti filantropi Islam, dapat menjadi sumber kekuatan alternatif. Zakat, wakaf, dan sedekah bisa diarahkan untuk mendukung transisi ekonomi masyarakat menuju sektor ramah lingkungan pertanian organik, ekowisata, hingga restorasi ekosistem.

    Sebab bukan rahasia pertambangan emas di Luwu bukan lagi sekadar soal ekonomi. Ini soal keberlangsungan hidup, keadilan lingkungan, dan masa depan generasi mendatang. Jangan biarkan tanah yang subur berubah menjadi lahan mati hanya demi segenggam emas. Sudah saatnya juga hati nurani bertanya, emas untuk siapa, dan bumi untuk siapa.

    Urgensi aksi iklim dalam filantropi Islam ini menjadi pilihan sangat relevan di tengah krisis iklim global yang semakin mengancam kehidupan, terutama kelompok rentan.

    Islam menekankan keadilan sosial dan menjaga amanah Allah, termasuk bumi dan seluruh isinya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30), yang berarti bertanggung jawab menjaga keseimbangan alam.

    Kemudian dampak krisis iklim terhadap kelompok rentan. Di mana filantropi Islam selama ini banyak difokuskan pada membantu fakir miskin, korban bencana, dan kelompok termarjinalkan yang justru menjadi korban utama perubahan iklim.

    Salah satu upaya mengatasi krisis iklim, adalah bentuk perlindungan terhadap mereka kelompok rentan. Sebab dari balik potensi besar dana filantropi Islam adalah zakat, wakaf, infaq, dan sedekah berpotensi menjadi instrumen pembiayaan aksi iklim, seperti rehabilitasi lahan dan air, energi terbarukan untuk masyarakat miskin, pertanian berkelanjutan dan tanggap darurat bencana iklim.

    Sementara hal tersebut selaras dengan konvergensi tujuan yaitu Maqasid Syariah & SDGs. Perluasan makna kebaikan (Ihsan) dalam konteks modern, ihsan bukan hanya berbuat baik kepada manusia, tapi juga menjaga ciptaan Allah secara menyeluruh, termasuk iklim dan ekosistem.

    Sebab aksi iklim tentu sejalan dengan maqasid syariah (tujuan-tujuan syariah), terutama dalam menjaga kehidupan (hifz al-nafs), lingkungan (hifz al-bi’ah), dan keturunan (hifz al-nasl), serta mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

     

    Menyambut Hari Bumi 22 April 2025

    Kolom opini ditulis oleh Ahmad Yusran, Aktivis Lingkungan Hidup, Ketua Forum Komunitas Hijau

     

  • Desa Wisata Botubarani, Menyapa Hiu Paus dari Perahu Kaca di Bone Bolango

    Desa Wisata Botubarani, Menyapa Hiu Paus dari Perahu Kaca di Bone Bolango

    Liputan6.com, Gorontalo – Akhir pekan menjadi momen favorit bagi wisatawan untuk menikmati pesona wisata hiu paus (Rhincodon typus) di perairan Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.

    Cuaca cerah dan kondisi laut yang tenang mendukung kenyamanan wisata bahari di destinasi ekowisata unggulan tersebut.

    Pantauan Minggu (20/4/2025), wisatawan lokal hingga mancanegara mendatangi wisata Botubarani sejak pagi hari.

    Mereka menggunakan perahu nelayan yang telah disiapkan secara khusus untuk mengamati hiu paus dari jarak aman, termasuk perahu kaca yang yang bisa disewa pengunjung berfoto menggunakan bantuan drone.

    “Air laut sangat tenang hari ini, sehingga pengunjung dapat melihat hiu paus dengan jelas di permukaan. Tercatat ada tiga ekor yang muncul sejak pukul 07.00 WITA,” kata Yudiawan Maksum, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Bone Bolango.

    Menurut dia, wisata hiu paus Botubarani telah menjadi ikon wisata bahari Gorontalo yang menarik minat wisatawan setiap tahun.

    Hiu paus dikenal sebagai ikan terbesar di dunia yang bersifat jinak dan tidak berbahaya bagi manusia, sehingga menjadi daya tarik utama ekowisata di wilayah tersebut.

    Untuk mendukung kenyamanan dan keselamatan aktivitas wisata, pengelola menyediakan berbagai fasilitas seperti perahu wisata, alat snorkeling, hingga layanan dokumentasi udara menggunakan drone.

    Meski demikian, Yudiawan menegaskan pentingnya kepatuhan wisatawan terhadap aturan konservasi yang berlaku di lokasi wisata hiu paus Botubarani.

    “Pemerintah mengimbau wisatawan agar tidak menyentuh hiu paus dan menjaga jarak aman minimal tiga meter. Interaksi yang tidak sesuai dapat mengganggu perilaku alami satwa tersebut,” ujarnya.

     

    Menjelajah Eksotisnya Wisata Pegunungan Palujantung Cilacap

  • Puasa Syawal 2025 Sampai Tanggal Berapa? Ini Batas Waktunya

    Puasa Syawal 2025 Sampai Tanggal Berapa? Ini Batas Waktunya

    Berdasarkan kalender Hijriah Kementerian Agama RI, bulan Syawal 1446 H tahun 2025 berakhir pada Senin, 28 April 2025. Oleh karena itu, puasa Syawal dapat dilakukan paling lambat hingga tanggal tersebut. Puasa Syawal dianjurkan selama enam hari, namun boleh dilakukan berturut-turut atau terpisah. Beberapa waktu yang direkomendasikan untuk melaksanakan puasa Syawal adalah pada minggu pertama bulan Syawal, yaitu antara tanggal 1 hingga 7 April 2025. Namun, selama masih di bulan Syawal, Anda tetap dapat melaksanakan puasa sunnah ini.

    Berikut beberapa tanggal di awal bulan Syawal yang cocok untuk melaksanakan puasa Syawal: Jumat, 11 April 2025; Sabtu, 12 April 2025; Minggu, 13 April 2025; Senin, 14 April 2025; Selasa, 15 April 2025. Keenam hari ini masih dalam bulan Syawal dan memungkinkan bagi Anda yang ingin menyelesaikan puasa dengan cepat.

    Bagi yang ingin melaksanakan puasa Syawal di hari-hari yang lebih utama, bisa memilih hari Senin dan Kamis, atau Ayyamul Bidh. Dengan demikian, pahala yang didapatkan akan lebih besar. Namun, yang terpenting adalah niat dan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah ini.

  • Pantai Malimbu, Permata Tersembunyi di Lombok Wajib Berkunjung

    Pantai Malimbu, Permata Tersembunyi di Lombok Wajib Berkunjung

    Meskipun potensinya sangat besar sebagai destinasi wisata unggulan, Pantai Malimbu hingga kini tetap mempertahankan eksklusivitasnya karena akses menuju lokasi yang belum terlalu dikembangkan dan promosi wisata yang masih minim.

    Namun, justru karena hal tersebutlah Pantai Malimbu tetap bersih, alami, dan terjaga. Sampah nyaris tidak ditemukan di sepanjang bibir pantai, dan lautnya pun masih jernih, memperlihatkan dasar laut dengan batuan karang serta ikan-ikan kecil yang berenang bebas.

    Ini menjadi nilai tambah yang sangat penting di tengah maraknya pariwisata massal yang sering kali mengorbankan kebersihan dan ekosistem. Pengunjung yang datang ke tempat ini tidak hanya mendapatkan keindahan visual semata, tetapi juga merasakan hubungan emosional dengan alam yang masih murni.

    Pantai ini seperti menawarkan tempat berlindung yang sunyi, di mana pengunjung dapat duduk santai, merenung, atau sekadar menikmati angin laut tanpa terganggu oleh keramaian atau aktivitas komersial yang berlebihan.

    Sangat cocok bagi mereka yang mencari ketenangan, keindahan, dan pengalaman yang lebih intim dengan lanskap alam tropis Indonesia. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat pun sebaiknya terus menjaga kelestarian pantai ini dengan bijak, agar pesona yang ada tidak luntur oleh gelombang pariwisata masif.

    Pantai Malimbu bukan sekadar tempat untuk berfoto atau bersantai, tetapi juga ruang alami yang menyimpan kekayaan ekologi dan spiritualitas, tempat di mana manusia dan alam dapat kembali berdamai dan saling menghargai. Jika ada satu tempat di Lombok Utara yang pantas untuk dikunjungi dalam diam dan kekaguman, maka Pantai Malimbu adalah jawabannya.

    Penulis: Belvana Fasya Saad