Category: Liputan6.com Regional

  • Musamus, Keajaiban Arsitektur Alam Simbol Identitas Budaya Merauke

    Musamus, Keajaiban Arsitektur Alam Simbol Identitas Budaya Merauke

    Musamus menjadi lambang bahwa keberhasilan bukan hasil kerja satu tangan, melainkan hasil perjuangan kolektif yang terus-menerus, bahkan dalam sunyi.Seiring berjalannya waktu, musamus tidak hanya menjadi simbol lokal yang hidup dalam narasi-narasi adat dan cerita rakyat, tetapi juga telah diangkat menjadi ikon resmi Kabupaten Merauke.

    Replika musamus dibangun di berbagai tempat strategis sebagai penanda identitas kultural daerah, mulai dari bundaran kota hingga taman-taman publik. Tidak sedikit pula karya seni, motif batik Papua, hingga souvenir khas Merauke yang mengambil inspirasi dari bentuk musamus.

    Ini menunjukkan bagaimana suatu elemen alami dapat diberdayakan menjadi simbol budaya yang mendalam dan membanggakan, bahkan dalam dunia modern yang serba cepat dan terputus dari alam.

    Kehadiran musamus menjadi pengingat yang konstan akan hubungan manusia dengan lingkungannya, akan pentingnya belajar dari kebijaksanaan alam yang diam-diam menyimpan pelajaran hidup yang lebih besar daripada yang kita bayangkan. Dalam perspektif masyarakat Merauke, menjaga musamus berarti juga menjaga jati diri, warisan leluhur, dan prinsip hidup yang tak lekang oleh zaman.

    Namun, musamus dan keberadaannya kini menghadapi tantangan baru yang datang dari perkembangan wilayah dan ekspansi pembangunan yang tidak selalu memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Pembukaan lahan secara besar-besaran, pembangunan infrastruktur, serta perubahan pola hidup masyarakat urbanisasi dapat mengancam keberlangsungan habitat rayap pembuat musamus.

    Ironisnya, di saat musamus diangkat sebagai simbol kebanggaan daerah, di saat yang sama habitat aslinya mulai menyusut. Ancaman ini bukan hanya soal kelestarian lingkungan, tetapi juga soal bagaimana masyarakat Merauke dan generasi muda memandang nilai-nilai lokal mereka di tengah arus budaya luar yang terus berdatangan.

    Apakah musamus akan tetap menjadi simbol hidup yang dinamis, atau hanya akan menjadi artefak statis yang terpajang di pinggir jalan tanpa makna yang dipahami? Untuk itu, pelestarian musamus tidak cukup hanya dalam bentuk simbolik, tetapi juga memerlukan pendekatan edukatif, ekologis, dan budaya yang saling terintegrasi.

    Musamus ini, dalam segala kesederhanaannya, mengajarkan kita tentang keuletan, tentang kolaborasi, dan tentang bagaimana makhluk kecil sekalipun bisa membangun sesuatu yang monumental jika dilakukan bersama dan penuh ketekunan. Ia adalah karya alam yang menjelma menjadi narasi budaya, yang tidak hanya memikat para peneliti dan pecinta alam, tetapi juga menyentuh nurani masyarakat Merauke sendiri untuk terus menjaga dan merayakan identitas mereka.

    Dalam dunia yang sering kali terpesona oleh kemegahan buatan manusia, musamus hadir sebagai pengingat bahwa kebesaran sejati bisa lahir dari sesuatu yang kecil, alami, dan penuh makna.

    Maka, ketika kita melihat musamus, marilah kita melihat lebih dari sekadar sarang rayap lihatlah semangat hidup masyarakat yang membangunnya, warisan nilai yang melekat padanya, dan harapan masa depan yang terkandung dalam tanah merahnya.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Mengenal Kampung Adat Lewohala, Permata Budaya di Lembata NTT

    Mengenal Kampung Adat Lewohala, Permata Budaya di Lembata NTT

    Liputan6.com, Lembata – Kampung adat Lewohala Lolo Melu-Tanah Wuring Lamabura merupakan salah satu objek wisata budaya yang terletak di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, NTT.

    Nama Lewohala sendiri berasal dari nama depan seorang prajurit perang yang bernama Hala Tede, yang pada saat perang perebutan tanah Lewohala, ia dikenal sebagai panglima perang yang menumpas hulubalang terkenal pihak lawan yang bernama Ekan Watan Lolon.

    Nama Lewohala juga konon berasal dari nama sebuah pohon yakni “Hala”(generasi). Pohon tersebut yang kemudian dijadikan lambang dari Lewohala yang mencerminkan keindahan dan keteduhan serta kedamaian.

    Masyarakat di Kampung Adat Lewohala pada mulanya berasal dari kepulauan Maluku(Serang Gorang Abo Muar). Pada tahun 1000 Masehi, nenek moyang orang Lewohala berangkat meninggalkan tempat asalnya mencari tempat baru untuk didiami.

    Dari penuturan, alasan perpindahan itu disebabkan beberapa faktor, diantaranya sengketa antara kakak beradik (Puke Kawi Lusi Lei, Geni kewa magarai), perang antar kampung yang tidak berkesudahan dan terdesak oleh pendatang-pendatang baru.

    Dengan demikian nenek moyang orang Lewohala mulai membuat perahu (Tula Tena Tani Laya) dan menyiapkan segala keperluan untuk berlayar mencari tempat hunian baru. Mereka kemudian berlayar ke arah barat nusantara (Seba Nuho Gena Katan).

    Setelah beberapa lama dalam pelayaran, tibalah mereka di suatu tempat yang dikenal dengan nama pulau Lepan Batan- keroko puken (Uli Taga Sao Songe Kebo Tena Lulu laya). Pulau ini yang dikenal saat ini dengan nama pulau Lomblen atau Lembata.

    Penghuni suku yang mendiami Lewohala umumnya berasal dari kepulauan Maluku (Serang Gorang Abo Muar) yang berada di bawah naungan satu suku besar yakni suku seram sara luka, Luwa goran lobi au, sedangkan suku asli yang sudah menetap terlebih dahulu suku Duli Making dan Tede Making (Tawa Tanah Gere Ekan).

     

    Ancaman Climate Change, Ribuan Pohon Ditanam di Pemalang

  • Jam Malam Resmi Berlaku, Wali Kota Klaim Pelajar di Cimahi Taat Aturan

    Jam Malam Resmi Berlaku, Wali Kota Klaim Pelajar di Cimahi Taat Aturan

    Liputan6.com, Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi akan melaksanakan patroli penerapan jam malam bagi pelajar, sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

    Sebagaimana diketahui, Dedi Mulyadi memberlakukan jam malam bagi pelajar. Aturan itu tertuang dalam surat edaran nomor 51/ PA.03/ Disdik tentang Penerapan Jam Malam Bagi Peserta Didik Untuk Mewujudkan Generasi Panca Waluya Jabar Istimewa yang dikeluarkan pada 23 Mei 2025.

    Penerapan pembatasan kegiatan peserta didik di luar rumah pada malam hari dimulai pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB. Meski demikian, terdapat pengecualian bagi pelajar yang berada di luar rumah dengan sejumlah persyaratan dan dalam pengawasan orang tua.

    Tim gabungan Pemkot Cimahi bersama TNI-Polri-Kejaksaan pun melakukan pengawasan ke lapangan. Wali Kota Cimahi, Ngatiyana mengeklaim para pelajar di Kota Cimahi, sejauh pengamatannya, terbilang taat aturan.

    “Anak-anak sekarang kelihatannya pukul 20.00 WIB sudah ada di rumah,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat, 6 Juni 2025.

    Ngatiyana menjelaskan, penindakan bagi pelajar yang melanggar aturan jam malam akan disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan.

    “Sejauh mana menindak tergantung pelanggaran. Kalau pelanggaran biasa, dilaporkan dan dinasehati saja,” tutur dia.

    Sementara apabila pelanggaran yang dilakukan termasuk kenakalan yang melanggar hukum, Ngatiyana memastikan penindakannya pun akan berbeda.

    “Tapi kalau sudah kenakalan, berbeda lagi, apalagi melanggar hukum. Karena itu, program ini mendorong anak-anak lebih disiplin, taat aturan, serta mencegah terpapar pengaruh negatif,” imbuhnya.

    Pemkot Cimahi, kata Ngatiyana, juga telah menjalin kerja sama dengan 2 pusdik untuk menampung pelajar bermasalah dengan pembinaan di barak militer.

    “Fasilitas yang disiapkan untuk pembinaan siswa di barak militer sudah ada dua tempat. Mudah-mudahan pelajar Kota Cimahi taat aturan semua,” tandasnya.

    Ngatiyana pun mengimbau para pelajar agar menaati aturan jam malam. “Yang kita tekankan, kalau tidak ada hal penting dan mendesak ya tidak perlu keluar rumah di malam hari sesuai edaran Pak Gubernur,” ucapnya.

    Penulis: Arby Salim  

     

    Tim Gabungan Pemalang Cek Barang Kedaluwarsa Jelang Lebaran Idul Fitri 2024

  • 30 Sapi Kurban Prabowo untuk Umat Islam di NTT, Angus yang Terberat

    30 Sapi Kurban Prabowo untuk Umat Islam di NTT, Angus yang Terberat

    Oktovianus menyampaikan jenis sapi Angus menjadi yang terberat di antara 30 ekor lainnya yang dikorbankan saat Idul Adha nanti.

    Sapi Angus dari Prabowo ini berbobot 911 kg dan diberi ke pihak Pemprov NTT. Jenis lainnya seperti Limousin, Simental, Brahman, Ongole dan Bali diberi ke masing pemerintah kabupaten dan kota.

    “Jadi dibeli dari peternak lokal dan tersebar di 22 daerah lainnya. Paling berat itu 911 kg jenis Angus. Tidak ada yang sampai 1 ton,” katanya.

    Kriteria sapi yang dibeli juga harus harus jantan, memiliki penyakit atau cacat, tidak dikebiri, cukup umur, dan juga sesuai berat minimal tersebut.

    Ia menegaskan 30 ekor sapi kurban dari Presiden Prabowo ini dijamin kesehatannya karena melalui pemeriksaan medis oleh dokter hewan.

    Para peternak juga memiliki teknik perawatan khusus untuk menjaga kesehatan semua sapi kurban ini.

    “Itu pasti, perawatannya dan kesehatannya dipantau oleh dokter hewan. Kita dari Dinas Peternakan Provinsi NTT maupun di kabupaten dan kota memfasilitasi mencari ternak yang terbaik dan transaksi langsung dengan pihak istana,” tutupnya.

  • Rumah Subsidi Diusulkan Diperkecil, Maruarar Sirait: Bisa Dibuat Tingkat, Supaya Tanahnya Tak Mahal

    Rumah Subsidi Diusulkan Diperkecil, Maruarar Sirait: Bisa Dibuat Tingkat, Supaya Tanahnya Tak Mahal

    Liputan6.com, Bandung – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait mengeklaim meski luas rumah subsidi diusulkan diperkecil, hunian tersebut dipastikan tetap layak huni.

    Menurutnya, penyesuaian standar rumah subsidi itu dapat diakali dengan membangun hunian menjadi bertingkat.

    “Nah sekarang saya udah lihat desainnya bisa di berapa daerah, bisa dibuat tingkat enggak? Bisa,” ucapnya di Bandung, Jawa Barat dikutip pada Sabtu, 7 Juni 2025.

    Politikus yang akrab disapa Ara ini menilai, pengurangan luas rumah subsidi tersebut dilatarbelakangi oleh harga tanah yang kian meningkat.  

    “Supaya tanahnya enggak mahal. Ya kan masa kita kalah dari masalah. Kalau tanahnya mahal, kalau selama ini rumah subsidi ada tingkat enggak? Enggak ada,” tutur dia.

    Ara menuturkan, sepengamatannya selama ini, rumah subsidi kerap dibangun dengan desain yang serupa sejak lama. Oleh karena itu, dia meminta publik untuk bersabar dan menantikan kejutan dari pihaknya.

    “Desainnya dari dulu gitu-gitu aja, kita bikin desain yang bagus. Nanti lihat tunggu kejutannya. Saya akan ekspos desain-desain yang bagus,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, dalam rancangan Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, standar rumah subsidi diusulkan menjadi 25 meter persegi untuk luas lahannya. Sementara luas bangunan minimal 18 meter persegi.

    “Sekarang rumah subsidi tanahnya minimal 60 meter, rata-rata bangunannya 30 meter,” ucap dia.

    Penulis: Arby Salim

     

    Polisi Bongkar Alat Ukur BMM di SPBU Pemalang, Apa Temuannya?

  • Unjuk Rasa Berujung Anarkis, Kepala Desa Alami Luka Usai Diserang Pendemo

    Unjuk Rasa Berujung Anarkis, Kepala Desa Alami Luka Usai Diserang Pendemo

    Liputan6.com, Kutai Kartanegara – Seorang kepala desa di Kalimantan Timur tiba-tiba diserang oleh sekelompok orang hingga alami luka. Penyerangan itu bahkan menggunakan balok kayu hingga beberapa orang alami luka.

    Minggu (8/6/2025) siang, aksi unjuk rasa menolak kedatangan Pelindo di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara digelar puluhan warga. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut-sebut akan mengambil alih pengelolaan jasa asis kapal tongkang pengangkut batu bara.

    Sebab, selama ini pengelolaan layanan untuk kapal-kapal besar yang mungkin kesulitan untuk melakukan manuver di alur sungai di kecamatan itu dikelola oleh masyarakat. Kehadiran Pelindo dianggap mengganggu sumber nafkah jasa asis kapal itu.

    Namun aksi itu berubah anarkis. Dalam rekaman video amatir yang beredar luas, tiga orang pengunjuk rasa maju dengan membawa balok.

    Seorang pria maju dengan mengacungkan balok meminta orang-orang di sebuah rumah untuk keluar. Beberapa detik kemudian, tiba-tiba seorang pengunjuk rasa setengah berlari ke arah perekam video sambil mengayunkan balok. Kamera kemudian jatuh karena sang perekam berusaha melindungi dirinya dari pukulan itu.

    Belakangan baru diketahui jika sang perekam adalah Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nur. Rekaman lain menunjukkan, usai memukul, para pengunjuk rasa kemudian naik ke rumah panggung dan memecahkan kaca jendela.

    “Saya dihajar pakai balok, tangan saya dijahit dua atau tiga jahitan. Pak Kasdim kena di kepala, tujuh jahitan,” ujar Arifadin saat ditemui di Mapolres Kukar, Senin (9/6/2025).

    Kasdim sendiri mengalami luka cukup banyak karena berusaha melindungi kepala desa dari pukulan balok kayu. Warga desa Muara Muntai Ilir itu langsung dibawa ke Puskesmas.

    Selain dua korban luka, tiga jendela rumah Arifadin juga pecah akibat aksi tersebut. Saat aksi berlangsung, beberapa personel kepolisian dari Polsek Muara Muntai berjaga bersama TNI dari Koramil setempat.

  • Lapor jadi Korban Pemerkosaan, Remaja Wanita Malah Dilecehkan Polisi, Aipda PS Pelakunya

    Lapor jadi Korban Pemerkosaan, Remaja Wanita Malah Dilecehkan Polisi, Aipda PS Pelakunya

    Keesokan harinya, Aipda PS menjemput MML di rumahnya dengan alasan pemeriksaan lanjutan. Korban dan ibunya mengikuti tanpa curiga. Namun sesampainya di kantor polisi, PS membawa korban ke ruangan kosong, melepas pakaiannya, dan menyentuh tubuhnya secara tidak pantas.

    Ibu korban saat itu menunggu di luar dan tidak mengetahui apa yang terjadi. “Pelaku memanfaatkan situasi dan bertindak tanpa sepengetahuan pimpinan maupun petugas lainnya,” kata Kapolres.

    Usai melakukan aksi cabul, korban dan ibunya diminta pulang.

    MML yang trauma dan ketakutan akhirnya melaporkan pelecehan tersebut ke keluarganya. Pengakuannya terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial.

    Sanksi Pecat

    Menurut Kapolres, pihak Propam Polres Sumba Barat Daya langsung turun tangan setelah kasus ini mencuat.

    Kapolda NTT Irjen Pol Rudi Darmoko pun memberi atensi khusus terhadap penanganan perkara ini.

    “Pelaku sudah kami beri sanksi penempatan khusus (patsus) sejak 7 Juni 2025. Ia akan diproses secara etik dan pidana umum. Kami pastikan akan ada pemecatan tidak hormat,” tegas Harianto.

    Ia meminta maaf atas prilaku anggotanya yang telah mencoreng nama institusi Polri.

    “Saya atas nama Kapolres, meminta maaf kepada seluruh masyarakat dan keluarga korban. Anggota yang melanggar akan dihukum,” tegasnya.

  • Legenda Urban: Hantu Penebok, Makhluk Tanpa Kepala di Kawasan Tambang Timah Belitung

    Legenda Urban: Hantu Penebok, Makhluk Tanpa Kepala di Kawasan Tambang Timah Belitung

    Hantu penebok memang tak sepopuler hantu lainnya, seperti pocong maupun kuntilanak. Namun, kisah hantu penebok yang sudah hidup lama di kalangan masyarakat Belitung menarik sineas Tanah Air untuk mengangkat legenda urban ini menjadi sebuah film.

    Cerita tentang hantu penebok diangkat ke layar lebar dengan judul The Bell: Panggilan untuk Mati. Lokasi syutingnya berada di beberapa wilayah di Belitung Timur, salah satunya di Bukit Samak Manggar, Gantung.

    Cerita film tersebut mengangkat tema horor sekaligus menonjolkan kelebihan yang ada di Pulau Belitung, termasuk tambang pasir dan timah. Cerita film ini bermula saat tambang timah di zaman kolonial menjadi lokasi tewasnya sosok yang kini dikenal sebagai hantu penebok. Hingga kini, keberadaan hantu penebok masih menjadi salah satu legenda urban yang terus hidup.

    Penulis: Resla

  • Komandan Satgas Ormas di Batam Dibekuk Polisi, Diduga Gelapkan 14 Kontainer Bernilai Miliaran

    Komandan Satgas Ormas di Batam Dibekuk Polisi, Diduga Gelapkan 14 Kontainer Bernilai Miliaran

    Namun setelah masa penitipan berakhir, korban tidak dapat mengambil kembali kontainer miliknya. Tersangka MG justru memberikan berbagai alasan dan bahkan sempat melaporkan korban ke Polsek Sagulung atas dugaan pencurian kontainer, padahal barang tersebut adalah milik sah korban.

    Merasa dirugikan, korban kemudian melapor ke Ditreskrimum Polda Kepri pada 26 Februari 2025.

    “Dari hasil penyidikan terungkap bahwa tersangka MG telah memindahkan 14 kontainer tanpa seizin korban ke lokasi lain di wilayah Tanjung Gundap. Parahnya, lahan awal penitipan yang diklaim milik tersangka ternyata merupakan tanah sitaan negara sejak tahun 2016,” ucapnya.

    Selama proses penyidikan, tersangka MG juga diduga menggunakan pengaruhnya dalam organisasi masyarakat untuk mengganggu jalannya proses hukum dan melindungi diri dari pertanggungjawaban.

    Tersangka MG berhasil diamankan oleh tim Subdit III Jatanras di wilayah Binjai, Sumatera Utara. Saat ini tersangka telah dibawa ke Batam untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

    Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penipuan dan/atau Penggelapan, dengan ancaman pidana penjara maksimal empat tahun.

  • Dijemput Polda NTT, Eks-Kapolres Ngada AKBP Fajar Dijerat Pasal Berlapis

    Dijemput Polda NTT, Eks-Kapolres Ngada AKBP Fajar Dijerat Pasal Berlapis

    Menurut Patar, konstruksi pasal yang dikenakan terhadap tersangka perempuan F, adalah pasal berlapis yakni pasal 6 huruf c dan pasal 14 Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual pasal undang-undang kekerasan seksual dan pasal 17 undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancama hukuman 15 tahun penjara.

    F dalam kasus kekerasan seksual bersama mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar berperan sebagai orang yang mencari dan mengantar korban anak perempuan berusia 6 tahun kepada mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja pada 11 Juni 2024.

    “Anak tersebut yang kemudian mengalami kekerasan seksual yang dilakukan AKBP. Fajar,” kata Patar.

    AKBP Fajar memesan anak tersebut melalui tersangka F pada 10 Juni 2024 dan baru disanggupi tanggal 11 Juni 2024.”Dipesan tanggal 10 Juni (2024) tapi baru disanggupi tanggal 11 Juni,” ujarnya.

    Kesanggupan untuk membawa anak berusia enam tahun sesuai yang diorder oleh AKBP Fajar, F kemudian menerima imbalan atau upah dari AKBP Fajar sebesar Rp. 3 juta.

    “F mendapat upah atau bayaran dari pelaku (AKBP Fajar) sebesar 3 juta,” ucapnya.

    Saat membawa korban anak berusia 6 tahun itu, tersangka F tidak memberitahu kepada orangtua korban. Hal tersebut karena korban sudah sering bepergian dengan tersangka F.

    “Dari hasil pemeriksaan, F telah mengakui seluruh perbuatannya,” jelasnya.