Category: Liputan6.com Regional

  • Dari Kulit Kurban Jadi Rezeki: Cerita Perajin Kerupuk Sodo Gunungkidul

    Dari Kulit Kurban Jadi Rezeki: Cerita Perajin Kerupuk Sodo Gunungkidul

    Pasar kerupuk kulit sendiri cukup menjanjikan, terutama menjelang musim liburan atau hajatan. Camilan gurih berbahan dasar kulit sapi ini masih digemari berbagai kalangan, bahkan menjadi ikon khas di beberapa daerah. Menariknya, kerupuk kulit produksi Kalurahan Sodo kini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat lokal atau wilayah DIY saja. Pasarnya telah merambah ke berbagai kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa seperti Lampung, Palembang, Pontianak, hingga Makassar. “Biasanya lewat pengepul atau pesanan toko oleh-oleh. Tapi ada juga yang dikirim langsung lewat ekspedisi. Permintaan dari luar Jawa justru makin naik dalam beberapa tahun terakhir,” terang Susilo.

    Menurutnya, konsumen dari luar daerah menyukai kerupuk rambak produksi Gunungkidul karena teksturnya yang renyah, rasa gurih yang khas tanpa terlalu banyak tambahan penyedap, dan kualitas bahan baku yang masih terjaga. Sebagian pengrajin bahkan mulai menjalin kerja sama dengan reseller dan toko oleh-oleh di luar daerah. Beberapa telah memanfaatkan media sosial dan e-commerce untuk menjangkau pasar lebih luas. Namun demikian, belum semua pelaku UMKM di Kalurahan Sodo memiliki akses atau kemampuan untuk promosi digital secara optimal. “Kalau ada pelatihan online marketing atau bantuan kemasan modern, kami yakin rambak dari Sodo bisa bersaing dengan produk dari daerah lain. Sekarang saja banyak yang repeat order dari pelanggan luar Jawa,” tambahnya.

    Meski demikian, tantangan tetap ada. Selain keterbatasan tenaga kerja dan alat produksi, perubahan cuaca yang tak menentu bisa mengganggu proses penjemuran. Di sisi lain, kebutuhan akan alat pengering modern seperti oven atau dehydrator skala besar menjadi salah satu aspirasi utama pelaku usaha.

    Tak hanya Susilo, beberapa pengrajin lain di wilayah Sodo dan sekitarnya juga mengalami hal serupa. Bahkan menurut keterangan beberapa perajin kerupuk kulit setempat, jumlah produksi kerupuk meningkat hampir dua kali lipat dibanding bulan biasa. “Ini memang masa panen bagi kami. Tapi juga masa paling sibuk,” ujar salah satu anggota kelompok.

    Kondisi ini menunjukkan bahwa perayaan keagamaan seperti Iduladha tidak hanya membawa berkah spiritual, tapi juga berkah ekonomi bagi pelaku usaha kecil seperti pengrajin kerupuk rambak.

    Namun, untuk benar-benar bisa memanfaatkan momen ini, diperlukan kesiapan dari sisi produksi, penyimpanan, hingga distribusi. Jika dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Kalurahan Sodo bisa dikenal lebih luas sebagai sentra produksi kerupuk kulit sapi khas Gunungkidul, sekaligus membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar dan memperkuat ketahanan ekonomi lokal. “Harapan kami, ada perhatian dari pemerintah juga untuk bantu pelatihan, alat, atau bahkan pemasaran. Supaya usaha kecil seperti kami bisa lebih maju,” pungkasnya.

  • Interflour Indonesia Rayakan HUT ke-53 dengan Aksi Lingkungan dan Pemecahan Rekor MURI

    Interflour Indonesia Rayakan HUT ke-53 dengan Aksi Lingkungan dan Pemecahan Rekor MURI

     

    Dalam rangkaian perayaan ini, Interflour juga berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) melalui pembagian 53.000 roti kepada masyarakat di berbagai titik di Makassar, seperti lingkungan sekitar pabrik, sekolah, panti asuhan, dan masjid.

    “Kegiatan ini tidak hanya menjadi bagian dari perayaan ulang tahun, tetapi juga wujud dukungan kami terhadap program ketahanan pangan melalui distribusi roti bergizi secara gratis kepada masyarakat luas,” kata Christiany.

    Interflour juga memberikan dukungan nyata kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan menggelar Food Festival yang diikuti oleh 53 customer, sebagian besar adalah pelaku UMKM. Seluruh peserta diberikan kesempatan berpartisipasi secara gratis sebagai bentuk apresiasi atas kerja sama yang telah terjalin dengan baik selama ini.

    Sebagai bagian dari inovasi produk, Interflour juga meluncurkan tepung terigu Kompas dengan kemasan terbaru 5 kg yang diharapkan dapat menjadi pilihan tepat bagi para pengusaha kecil dan menengah pengguna tepung terigu serbaguna premium.

    Perayaan ini ditutup dengan kegiatan funwalk sejauh 5,3 kilometer yang diikuti ratusan peserta dari kalangan karyawan, keluarga, dan mitra usaha. Selain menjadi ajang olahraga bersama, kegiatan ini juga diisi dengan aksi pungut sampah sepanjang rute yang dilalui. Kegiatan ini menjadi simbol semangat kebersamaan, gaya hidup sehat, dan kepedulian terhadap lingkungan.

    Interflour Indonesia selama ini telah menerapkan manajemen kualitas dan lingkungan yang ketat dengan memperoleh berbagai sertifikasi, seperti Jaminan Halal, FSSC 22000 V6, SNI, ISO 14001:2015, ISO 45001:2018, serta sertifikasi green industry.

    “Ke depan, kami akan terus meningkatkan kapasitas produksi, menjaga kualitas produk, dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin berkembang,” tegas Christiany.

    Selama lebih dari lima dekade, Interflour Indonesia terus berkontribusi dalam mendukung sektor pangan nasional melalui produk-produk unggulan seperti Gerbang, Gerbang Jingga, Kompas, Serdadu Biru, dan Gatotkaca. Dengan semangat keberlanjutan, Interflour Indonesia berkomitmen untuk terus memberikan dampak positif bagi lingkungan, masyarakat, dan perekonomian Indonesia.

     

    Pemecahan Rekor MURI memasak semur daging dengan bumbu nusantara terbanyak yaitu satu ton daging digelar di Cikarang, Bekasi. Sekitar 100 kompor lengkap dengan peralatan hingga bumbu dapur disiapkan untuk para peserta.

  • Viral Galang dan Ayahnya yang Lumpuh, Semangat Bersekolah Meski dengan Keterbatasan

    Viral Galang dan Ayahnya yang Lumpuh, Semangat Bersekolah Meski dengan Keterbatasan

    Liputan6.com, Sulteng – Setiap pagi, Galang Rawadang (12) mengenakan seragam putih merah yang warnanya mulai memudar. Seragam itu satu-satunya yang ia miliki sejak dua tahun terakhir.

    Meski kerap diejek teman karena penampilan lusuhnya, siswa kelas 5 SDN 2 Wakai, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, itu tetap semangat berangkat ke sekolah.

    Langkah kakinya pelan menyusuri jalan tanah di Desa Wakai. Di punggungnya tergantung tas kecil yang sudah robek di beberapa bagian.

    Sandal jepit yang ia kenakan juga tak lagi utuh. Tapi wajah Galang tetap menyimpan tekad—ia ingin belajar, ingin pintar, dan ingin mengubah nasibnya suatu hari nanti.

    Di rumah sederhana beratap seng dan berdinding papan, Galang tinggal bersama ayahnya, Rikson Lawadang (51). Sang ayah lumpuh sejak dua tahun lalu akibat penyakit yang dideritanya. Sejak saat itu, hidup mereka berubah drastis.

    “Saya ingin sekali belikan dia seragam baru, tapi jangankan untuk beli baju, untuk makan saja kami kadang menunggu uluran tangan tetangga,” kata Rikson, dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/6/2025).

    Dulu, Rikson bekerja sebagai awak kapal penangkap ikan. Pekerjaan itu cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya. Namun, sejak sakit membuatnya kehilangan fungsi kaki, Rikson tak bisa bekerja. Sang istri memilih berpisah, dan anak perempuan mereka kini diasuh oleh keluarga lain.

    “Saya cuma bisa lihat Galang jalan kaki ke sekolah dari jendela. Dia cuma punya satu baju sekolah, itu pun sudah lusuh. Hati saya hancur sebagai ayah,” ujarnya lirih.

    Meski sering dibully teman karena bajunya kumal, Galang tidak pernah bolos sekolah. Ia selalu hadir, duduk di barisan depan kelas, mencatat pelajaran, dan menjawab soal dengan antusias. Guru-gurunya mengenalnya sebagai siswa yang rajin dan pantang menyerah.

    “Saya mau jadi orang pintar supaya bisa bantu Bapak,” ujar Galang pelan, menunduk malu.

    Di sudut kecil Sulawesi Tengah, seorang anak bernama Galang menantang keterbatasan dengan semangat belajar. Satu setel seragam bukan penghalang baginya untuk mengejar mimpi.

    Kisahnya adalah potret nyata perjuangan anak-anak Indonesia yang berjuang dalam sunyi, berharap tangan-tangan peduli datang menyentuh.

    Guru besar Universitas Sumatera Utara, Prof. Yusuf Leonard Henuk dituding melakukan aksi rasisme terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai yang merupakan orang Papua, dengan mengunggah ilustrasi foto monyet di media sosial.

  • Intip, Kalender Jawa dan Wetonnya Hari Ini

    Intip, Kalender Jawa dan Wetonnya Hari Ini

    Berdasarkan informasi dari Kalender Jawa pada hari ini, 15 Juni 2025 merupakan 19 Besar 1958 atau berikut rinciannya:

    Tanggal Masehi: Minggu, 15 Juni 2025.
    Kalender Jawa: 19 Besar 1958.
    Pasaran: Pon.
    Weton: Minggu Pon.
    Kalender Hijriah: 19 Dzulhijjah 1446 H

    Adapun Minggu Pon dikenal sebagai salah satu weton yang merupakan kombinasi antara hari Minggu dan pasaran Pon. Weton tersebut memiliki neptu 12 yang berasal dari 5 untuk Minggu dan 7 untuk Pon.

    Minggu Pon dipercaya memiliki karakter serta kelebihan tersendiri di antaranya kelebihan tersebut adalah sabar, teliti, dan bertanggung jawab. Namun, terdapat juga kekurangan di antaranya terlalu perfeksionis, kaku, dan tidak fleksibel.

  • Sagara View of Karangbolong, Destinasi Wisata Komplet di Kebumen

    Sagara View of Karangbolong, Destinasi Wisata Komplet di Kebumen

    Selain itu, Sagara View of Karangbolong juga memiliki spot foto berlatar belakang laut. Pengunjung dapat berdiri di atas platform kaca yang menggantung di tebing.

    Tak hanya untuk pengunjung dewasa, destinasi wisata ini juga ramah anak. Terdapat arena bermain anak yang cukup luas. Area ini dikelilingi pepohonan rindang dengan cuaca sejuk.

    Sagara View of Karangbolong juga dilengkapi kafe yang menyajikan berbagai pilihan makanan dan minuman. Bagi pengunjung yang menyukai musik atau ingin bernyanyi, tersedia juga fasilitas karaoke di area yang teduh. Bagi yang ingin berlama-lama di sini, pihak pengelola juga menyediakan penginapan dengan pilihan kamar beragam.

    Penulis: Resla

  • VIDEO: Viral Diduga Pasien Kritis Ditolak Gunakan Ambulan

    VIDEO: Viral Diduga Pasien Kritis Ditolak Gunakan Ambulan

    Viral! Pasien Kritis Ditolak Gunakan Ambulans, Warga Geram Sebuah video mengejutkan tersebar luas di media sosial, memperlihatkan momen seorang pasien dalam kondisi kritis ditolak untuk dibawa menggunakan ambulans. Kejadian ini langsung memicu kemarahan publik dan pertanyaan soal prosedur pelayanan darurat.

    Ringkasan

  • Mengenal Bubur Ayam Beras Organik Pak Gentong, Destinasi Kuliner Hits di Depok

    Mengenal Bubur Ayam Beras Organik Pak Gentong, Destinasi Kuliner Hits di Depok

    Liputan6.com, Bandung – Setiap orang memiliki makanan favorit yang sering disebut sebagai comfort food yaitu sajian yang mampu memberikan rasa nyaman dan menenangkan baik secara fisik maupun emosional.

    Di Indonesia salah satu comfort food yang paling populer adalah hidangan bubur ayam. Hidangan ini dikenal luas di berbagai daerah dan sering kali menjadi pilihan utama saat sarapan, saat sakit, atau ketika menginginkan makanan yang ringan namun mengenyangkan.

    Bubur ayam terdiri dari bubur nasi yang lembut dan hangat disajikan dengan suwiran ayam, kuah kaldu gurih, bawang goreng, daun bawang, dan kerupuk. Terkadang juga dilengkapi dengan kacang kedelai goreng, telur rebus, cakwe, hingga sambal sesuai selera.

    Kombinasi rasa dan teksturnya yang sederhana namun memikat menjadikan bubur ayam disukai oleh berbagai kalangan usia. Salah satu daya tarik utama dari bubur ayam adalah keberagamannya.

    Setiap daerah memiliki versi bubur ayam yang khas seperti bubur ayam Cianjur, bubur ayam Jakarta, hingga bubur Manado yang menggunakan tambahan ikan dan daun gedi. Bahkan, banyak warung makan atau pedagang kaki lima yang menawarkan variasi topping unik.

    Tidak hanya lezat bubur ayam juga dianggap cocok dikonsumsi ketika tubuh merasa lelah atau kurang fit. Teksturnya yang lembut dan mudah dicerna membuat makanan ini jadi andalan bagi banyak orang saat sedang tidak nafsu makan atau dalam masa pemulihan.

    Adapun untuk masyarakat Depok terdapat destinasi menikmati bubur ayam yang cukup populer yaitu Bubur Ayam Beras Organik Pak Gentong.

  • Prakiraan Cuaca Provinsi Bali Hari Ini, Berpotensi Cerah dan Berawan

    Prakiraan Cuaca Provinsi Bali Hari Ini, Berpotensi Cerah dan Berawan

    Liputan6.com, Bandung – Informasi terkait prakiraan cuaca menjadi salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat terlebih di wilayah-wilayah yang memiliki aktivitas luar ruang yang tinggi seperti Provinsi Bali.

    Adapun kini masyarakat dapat dengan mudah mengakses prakiraan cuaca melalui situs resmi dan media sosial Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kemudahan akses ini membantu masyarakat untuk lebih siap dalam menghadapi kondisi cuaca harian.

    Informasi terkait cuaca juga dapat membantu dalam membuat perencanaan kegiatan menjadi lebih baik. Pada Minggu, 15 Juni 2025 berdasarkan informasi dari BMKG sebagian besar wilayah di Provinsi Bali diperkirakan akan mengalami cuaca cerah dan berawan.

    Kondisi ini tentu menjadi kabar baik bagi warga lokal maupun wisatawan yang sedang atau akan menikmati waktu liburan di pulau tersebut. Wilayah seperti Denpasar, Badung, dan Gianyar berpeluang memiliki cuaca yang mendukung untuk aktivitas di luar ruangan.

    Namun, berbeda halnya dengan wilayah Bangli yang diprediksi akan mengalami hujan ringan. Bangli dikenal sebagai salah satu daerah dataran tinggi di Bali yang memiliki suhu lebih sejuk dan kelembapan lebih tinggi sehingga potensi turun hujan.

    Meskipun tidak benar-benar akurat, bagi masyarakat atau pengunjung yang akan menjelajahi wilayah Bangli disarankan untuk membawa perlengkapan antisipasi seperti jas hujan atau payung.

  • Intip, Pesona Air Terjun Kamumu di Luwuk Banggai Sulawesi Tengah

    Intip, Pesona Air Terjun Kamumu di Luwuk Banggai Sulawesi Tengah

    Liputan6.com, Bandung – Wisata alam masih menjadi salah satu pilihan utama bagi banyak orang yang ingin melepas penat dari rutinitas harian. Pasalnya suasana tenang, udara segar, dan pemandangan hijau yang alami memberikan efek menenangkan bagi pikiran dan tubuh.

    Kemudian alam juga sering menjadi pilihan liburan untuk “healing” atau penyembuhan diri. Adapun di antara banyaknya pilihan wisata alam air terjun menjadi salah satu tempat favorit yang memberikan pengalaman relaksasi sekaligus keindahan visual yang memanjakan mata.

    Air terjun memiliki daya tarik tersendiri dibanding objek alam lainnya karena suara gemuruh air yang jatuh dari ketinggian mampu menghadirkan sensasi kedamaian tersendiri. Selain itu, sejuknya udara di sekitar air terjun juga turut memberikan suasana nyaman dan segar.

    Tak hanya sebagai tempat healing, air terjun juga menyuguhkan keindahan lanskap yang memikat. Banyak air terjun di Indonesia dikelilingi oleh pepohonan lebat dan batu-batuan alami yang menjadikannya latar ideal untuk fotografi alam.

    Kegiatan seperti trekking menuju lokasi air terjun juga memberikan nilai tambah tersendiri karena menghadirkan sensasi petualangan ringan yang menyehatkan tubuh. Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya memiliki banyak destinasi air terjun yang populer.

    Salah satunya di Sulawesi Tengah terdapat destinasi air terjun cantik yang cukup populer yaitu Air Terjun Kamumu. Cukup banyak wisatawan lokal hingga luar kota yang mengunjungi tempat ini karena keindahannya.

  • Menguak Kisah dan Filosofi Pawon, Dapur Tradisional Jawa

    Menguak Kisah dan Filosofi Pawon, Dapur Tradisional Jawa

    Liputan6.com, Gunungkidul – Dalam harmoni budaya Jawa, rumah bukan sekadar tempat bernaung, melainkan ruang hidup yang penuh makna. Dari sekian banyak sudut, pawon (dapur) menjadi salah satu bagian yang paling kaya cerita dan nilai. Meski terkesan sederhana, ruangan ini adalah denyut nadi yang menghidupi seisi rumah.

    Menurut, Heri Nugroho, Angggota DPRD yang juga Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Gunungkidul, Pawon bukan hanya dapur dalam pengertian teknis, melainkan juga tempat menyimpan, menyambung, dan merawat kehidupan. Secara bahasa, “pawon” berasal dari akar kata “awu” yang berarti abu. Dari kata ini terbentuk kata “pa-awu-an”, atau tempat abu, yang kemudian disingkat menjadi “pawon”. “Makna ini mencerminkan fungsinya yang paling dasar tempat membakar kayu untuk memasak, menghasilkan api dan abu, serta menghangatkan rumah,” kata Heri.

    Namun, seperti halnya banyak konsep dalam budaya Jawa, pawon menyimpan makna yang jauh lebih dalam dari sekadar tempat api menyala. Pawon dalam rumah tradisional Jawa biasanya terletak di bagian belakang rumah. Ruangan ini dibangun tanpa plester, dengan dinding bata merah atau anyaman bambu, serta lantai tanah atau semen kasar. Atapnya sering kali terbuat dari genteng tanah liat, dan di dalamnya nyaris tak ada pembatas. Ini adalah ruang terbuka, tidak sekadar fisik, tetapi juga sosial.

    Di dalam pawon, Heri menyampaikan, terdapat tungku tanah liat atau kadang anglo dari besi, tempat kayu bakar disusun rapi untuk menyalakan api. Di atasnya dipasang wajan besi atau panci tanah liat, yang digunakan untuk memasak nasi, sayur lodeh, atau membuat jenang.

    Pada sudut ruangan, ada tempat menyimpan lading, wajan, cobek, dan uleg-uleg, hingga peralatan memasak tradisional yang masih digunakan hingga kini. Langit-langit pawon sering digunakan sebagai tempat menggantung hasil panen, seperti jagung, ketela pohon, cabai, atau daun tembakau. Di tempat ini, bahan makanan dijemur perlahan oleh panas dari api yang terus menyala, sekaligus disimpan untuk masa-masa sulit. Pawon menjadi semacam lumbung mikro, simbol ketahanan pangan di level rumah tangga.

    Namun lebih dari itu, lanjutnya, pawon adalah ruang kehidupan. Setiap pagi, aroma kayu terbakar dan kopi tubruk menyeruak dari pawon, mengiringi langkah anggota keluarga yang hendak memulai hari. Di sinilah, ibu-ibu memasak sambil berbincang dengan anak-anaknya. “Di sini pula, tetangga kerap datang, bukan untuk urusan penting, tetapi sekadar numpang menggoreng tempe atau menyeruput kopi,” ungkap Heri.

    Dalam tradisi Jawa, pawon juga dipercaya sebagai tempat yang sakral. Beberapa mitos berkembang dari generasi ke generasi. Salah satu kepercayaan menyebut bahwa pawon adalah tempat yang dihuni oleh leluhur, sehingga harus dijaga kebersihannya dan tidak boleh digunakan sembarangan.

    Bahkan, dalam keadaan tertentu, pawon dijadikan tempat menyiapkan air doa atau membuat jamu yang dipercaya membawa berkah. Letak pawon yang berada di belakang rumah bukan tanpa alasan. Ini mencerminkan nilai kerendahan hati. Api sebagai simbol energi dan kehidupan diletakkan di tempat tersembunyi, tidak dipamerkan. “Dalam falsafah Jawa, kekuatan yang sejati justru berada di balik layar, tidak memerlukan sorotan,” terang Heri.

    Heri menambahkan, sebagai ruang sosial, pawon memainkan peran penting dalam membangun kebersamaan. Saat hajatan desa, pawon menjadi dapur umum tempat ibu-ibu bergiliran memasak. Mereka datang bukan hanya membawa bahan makanan, tetapi juga cerita, tawa, bahkan kadang keluh kesah. “Kebersamaan itu dibangun dari uap panas yang mengepul, dari kepulan asap yang membumbung bersama rasa gotong royong,” ujarnya.

    Meski begitu, keberadaan pawon kini mulai tergerus zaman. Gaya hidup modern menggantikan pawon dengan dapur bersih, kompor listrik, dan peralatan instan. Anak muda kota lebih mengenal microwave daripada tungku. Pawon, dalam bentuk fisiknya, semakin langka pada saat ini. Heri menuturkan bahwa, hilangnya pawon bukan sekadar bergantinya alat memasak, melainkan bergesernya cara hidup, dari yang komunal menjadi individual, dari yang terbuka menjadi tertutup.

    Namun harapan belum padam. Di beberapa desa wisata seperti Nglanggeran atau Bejiharjo, Gunungkidul, pawon dihidupkan kembali sebagai bagian dari atraksi budaya. Wisatawan diajak memasak dengan tungku, mengiris daun singkong, menanak nasi dalam kendil tanah liat. “Kegiatan ini bukan hanya pelestarian, tapi juga pembelajaran tentang nilai hidup yang terkandung dalam kesederhanaan, tapi lebih dari itu, pawon adalah tempat hidup menyala, merekatkan keluarga, menghidupi masyarakat, dan menyimpan nilai-nilai kebudayaan yang tak lekang oleh waktu,” pungkasnya.