Category: Liputan6.com Regional

  • Air Terjun Lembah Anai, Spot Ikonik yang ‘Menyapa’ Pengendara di Jalan Padang-Bukittinggi

    Air Terjun Lembah Anai, Spot Ikonik yang ‘Menyapa’ Pengendara di Jalan Padang-Bukittinggi

    Liputan6.com, Padang – Bagi siapa saja yang pernah melintasi jalur Padang menuju Bukittinggi atau sebaliknya, nama Air Terjun Lembah Anai pasti bukan hal asing lagi. Air terjun ini menjadi salah satu spot ikonik yang seolah ‘menyapa’ para pengendara.

    Namun pagi pelancong yang sedang berkunjung ke provinsi ini, pemandangan Air Terjun Lembah Anai mungkin akan menjadi kesan tersendiri.

    Sebab, air terjun ini persis di tepi jalan nasional Padang-Bukittinggi, menjadikan Lembah Anai salah satu destinasi paling ikonik dan mudah diakses di Sumbar.

    Secara geografis, Air Terjun Lembah Anai terletak di kawasan Cagar Alam Lembah Anai Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar.

    Tinggi air terjun ini mencapai sekitar 35 meter. Airnya mengalir deras dari lereng pegunungan Bukit Barisan, lalu membentuk kolam alami kecil yang jernih dan sejuk.

    Suaranya yang bergemuruh sering kali terdengar bahkan sebelum air terjun terlihat oleh mata.

    Letaknya yang hanya berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Padang dan sekitar 40 kilometer dari Bukittinggi membuat Lembah Anai sering menjadi tempat singgah para wisatawan, baik untuk sekadar berfoto maupun melepas penat perjalanan.

    Selain pemandangan alamnya, di sekitar lokasi air terjun ini Anda juga bisa berbelanja cendera mata mulai dari gantungan kunci, baju hingga tas. Kemudian Anda juga bisa mencicipi kulineran khas Sumatera Barat, salah satunya keripik sanjai balado.

    Apabila Anda ingin berkunjung ke Air Terjun Lembah Anai tidak sarankan dalam cuaca buruk, karena air terjun ini sering meluap ketika hujan deras.

    Air Terjun Lembah Anai berada dalam kawasan konservasi alam yang dikelola BKSDA. Di sekitar kawasan ini, masih banyak flora dan fauna endemik Sumatera yang hidup, seperti monyet ekor panjang, rusa, dan beragam jenis burung.

     

  • Gak Perlu Jauh-Jauh, Ini 6 Rekomendasi Kafe di Bogor untuk Menikmati Sunset

    Gak Perlu Jauh-Jauh, Ini 6 Rekomendasi Kafe di Bogor untuk Menikmati Sunset

    5. D’MANXIRO Cafe & Resto

    D’MANXIRO memiliki konsep modern dengan sentuhan semi outdoor yang memberikan pemandangan ke arah alam terbuka. Cafe ini terkenal instagramable cocok bagi anak muda yang suka berburu spot foto menarik.

    Kemudian pada malam hari, suasananya bisa menjadi lebih hangat berkat pencahayaan temaram dan udara sejuk khas Bogor. Menu makanannya juga memadukan kuliner lokal dan internasional yang disajikan dengan plating menarik.

    Cafe ini berlokasi di Bojong Koneng, Kec. Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan jam buka setiap hari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB, kecuali di hari Jumat hingga akhir pekan buka pukul 09.00 hingga 22.00 WIB.

    6. Tiamo Cafe & Resto

    Tiamo Cafe & Resto merupakan salah satu destinasi yang memiliki desain elegan dan cozy yang cocok untuk berbagai suasana baik itu makan romantis, nongkrong santai, maupun rapat kecil.

    Interior yang rapi, pelayanan ramah, serta sajian makanan dan minuman yang berkualitas membuat tempat ini banyak direkomendasikan. Cafenya sering kali memberikan kesan privat dan nyaman bagi pengunjung yang ingin berlama-lama.

    Cafe menarik ini berlokasi di Hambalang, Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan jam buka setiap hari Selasa hingga Minggu pukul 13.00 hingga 21.00 WIB, kecuali di akhir pekan tutup hingga pukul 22.00 WIB.

  • Intip, Rekomendasi Wisata Gratis dan Murah di Malang

    Intip, Rekomendasi Wisata Gratis dan Murah di Malang

    1. Hutan Kota Malabar

    Hutan Kota Malabar dikenal sebagai paru-paru kota Malang yang terletak tidak jauh dari pusat kota. Daya tarik utama tempat ini adalah suasana asri dan teduh yang sangat cocok untuk berjalan santai, jogging, atau sekadar duduk menikmati udara segar.

    Pepohonan tinggi dan rindang di sekitarnya menawarkan nuansa alami di tengah hiruk-pikuk kota. Hutan kota ini juga sering dijadikan tempat berkumpul komunitas atau warga yang ingin mencari ketenangan tanpa perlu membayar tiket masuk.

    Adapun lokasi dari hutan kota ini berada di Jl. Malabar, Oro-oro Dowo, Kec. Klojen, Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan jam buka selama 24 jam.

    2. Taman Trunojoyo

    Taman Trunojoyo berada di depan Stasiun Kota Baru Malang dan menjadikannya tempat strategis untuk istirahat sejenak bagi wisatawan yang baru tiba. Taman ini memiliki area bermain anak, pepohonan rindang, dan jalur pedestrian yang tertata rapi.

    Daya tarik lainnya adalah kehadiran warung makanan dan area duduk yang nyaman cocok untuk bersantai sambil menunggu waktu perjalanan berikutnya atau hanya menikmati sore hari di tengah kota.

    Tamannya berlokasi di Jl. Trunojoyo, Klojen, Kec. Klojen, Kota Malang, Jawa Timur dengan jam buka setiap hari selama 24 jam.

  • Mitos Tradisi: Saparan Bekakak, Ritual Penyembelihan Boneka Pengantin untuk Tolak Bala

    Mitos Tradisi: Saparan Bekakak, Ritual Penyembelihan Boneka Pengantin untuk Tolak Bala

    Bekakak sebagai simbol utama dalam saparan bekakak bukan sekadar boneka pengantin tiruan. Pasangan pengantin ini juga melalui tahap prosesi layaknya pengantin pada umumnya yang diperinci dalam beberapa tahap, yakni midodareni bekakak, kirab temanten bekakak, penyembelihan pengantin bekakak, dan sugengan ageng.

    Pelaksanaannya setiap Jumat dalam bulan Safar, yakni antara tanggal 10-20 pada pukul 14.00 WIB (kirab temanten bekakak). Sementara itu, penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul 16.00 WIB.

    Persiapan penyelenggaraan upacara dibagi dalam dua macam, yaitu saparan bekakak dan sugengan ageng. Persiapan utama saparan bekakak adalah proses pembuatan boneka pengantin yang membutuhkan waktu hingga delapan jam.

    Bekakak laki-laki dan perempuan memiliki bentuk yang mirip seperti pengantin pria dan wanita pada umumnya lengkap dengan pakaian dan aksesori. Dua pasang pengantin bekakak masing-masing bergaya Solo dan Yogyakarta.

    Proses pembuatannya diiringi dengan gejog lesung atau kothekan yang memiliki bermacam-macam irama, yakni kebogiro, thong-thongsot, dhengthek, wayangan, kutut manggung, dan lain-lain. Usai beras ditumbuk, kemudian dilakukan pembuatan bekakak, genderuwo, kembang mayang, dan ragam sesajen.

    Sesajen yang disiapkan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni dua kelompok untuk dua jali yang masing-masing diletakkan bersama-sama dengan pengantin bekakak dan satu kelompok diletakkan di dalam jodhang sebagai rangkaian pelengkap sesaji upacara. Selain itu, disiapkan pula burung merpati dalam sangkar.

    Sementara itu, pemilihan bulan Safar sebagai waktu pelaksanaan saparan bekakak berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat Jawa terkait bulan Safar yang dianggap sebagai bulan yang rawan musibah. Dengan demikian, saparan bekakak juga dilaksakan sebagai bentuk tolak bala untuk memohon keselamatan.

    Penulis: Resla

  • Parang Angkik, Motif Batik Khas Maos Cilacap yang Menyimpan Filosofi Semangat Juang

    Parang Angkik, Motif Batik Khas Maos Cilacap yang Menyimpan Filosofi Semangat Juang

    Penggunaan batik ini tidak terbatas pada acara formal. Masyarakat Cilacap kerap memakainya dalam berbagai kesempatan, mulai dari upacara adat hingga pertemuan penting.

    Pelestarian batik parang angkik juga dilakukan melalui berbagai cara. Para perajin di Maos aktif memproduksi batik parang angkik.

    Motif parang memiliki berbagai jenis, termasuk parang rusak, parang barong, parang klitik, dan parang slobog. Masing-masing jenis memiliki makna dan filosofi yang tercermin dalam bentuk dan polanya.

    Selain itu, motif parang juga memiliki beberapa variasi, seperti parang kusumo, parang curigo, dan parang tuding, yang masing-masing memiliki makna berbeda. Setiap varian motif ini mengandung filosofi yang unik.

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Cerita Calon Paskibraka Kota Cirebon Mendadak Batal ke IKN, Begini Kondisinya

    Cerita Calon Paskibraka Kota Cirebon Mendadak Batal ke IKN, Begini Kondisinya

    Dari pihak keluarga, sang ibu, Tanti Sofianti, mengungkapkan bahwa anaknya mengalami guncangan psikologis setelah menerima kabar pembatalan tersebut dari Bandung.

    “Dzakiya menangis terus setelah menerima surat itu. Kenapa harus terjadi di H-1?” ujar Tanti dengan nada sedih.

    Ia juga menegaskan bahwa kondisi gigi anaknya sebenarnya dalam keadaan baik dan tidak mengalami karies. Bahkan, saat seleksi di tingkat kota, tidak ditemukan masalah yang signifikan.

    “Giginya tidak berlubang dan utuh. Saat seleksi di kota juga tidak ada catatan lubang. Mungkin ini sudah takdir,” tutupnya.

    Insiden ini menjadi sangat ironis karena terjadi bersamaan dengan seremoni pelepasan resmi oleh Wali Kota dan pejabat daerah, yang menunjukkan dukungan penuh terhadap perjuangan Dzakiya sebagai wakil dari Kota Cirebon.

  • Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas, Kejati Geledah Kantor Wali Kota Gorontalo

    Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas, Kejati Geledah Kantor Wali Kota Gorontalo

    Liputan6.com, Gorontalo – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo menggeledah Kantor Wali Kota Gorontalo, Selasa (24/6/2025). Penggeledahan ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas (perdis) pejabat Pemerintah Kota Gorontalo periode 2019 hingga 2024.

    “Asal dugaan tindak pidana korupsi ini ada di Kantor Wali Kota. Kami sedang mencari dokumen penting untuk mengungkap fakta-fakta yang relevan,” kata Nursurya Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Gorontalo.

    Ia menegaskan, penyidik berfokus pada pengumpulan alat bukti, termasuk dokumen resmi yang berkaitan dengan anggaran dan realisasi perjalanan dinas dalam rentang lima tahun terakhir.

    “Kami mencari dokumen dan barang bukti lain yang relevan untuk mengungkap siapa saja pihak yang nantinya bertanggung jawab,” ujar Nursurya.

    Wali Kota Gorontalo, Adhan Dambea yang hadir di lokasi, turut menyatakan dukungannya terhadap langkah Kejati dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo.

    “Penggeledahan ini adalah bentuk perhatian Kejati untuk membersihkan birokrasi dari praktik korupsi. Ini langkah yang patut diapresiasi,” kata Adhan.

    Ia berharap, penyelidikan ini dapat menjadi titik awal bagi terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan di Kota Gorontalo.

    “Saya berharap pejabat pemerintah dapat menuntaskan masa jabatan mereka tanpa tersangkut kasus korupsi. Alhamdulillah, tim Aspidsus turun langsung hari ini,” tambahnya.

    Hingga berita ini ditayangkan, tim penyidik Kejati Gorontalo masih menelusuri sejumlah dokumen perjalanan dinas di kantor tersebut.

    Dokumen yang dimaksud meliputi laporan kegiatan, bukti perjalanan, hingga pertanggungjawaban anggaran dari tahun 2019 hingga 2024.

    Kejaksaan memastikan akan terus mendalami dugaan penyimpangan anggaran dan menelusuri aliran dana dalam kegiatan perjalanan dinas tersebut.

    Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang merugikan negara lebih dari Rp193 triliun.

  • Waruga, Makam Batu Para Leluhur Minahasa yang Menyimpan Jejak Sejarah dan Keagungan Budaya

    Waruga, Makam Batu Para Leluhur Minahasa yang Menyimpan Jejak Sejarah dan Keagungan Budaya

    Selain itu, keberadaan waruga juga menunjukkan tingginya rasa hormat masyarakat Minahasa terhadap leluhur mereka. Ritual-ritual penyucian dan penghormatan masih sering dilakukan di sekitar lokasi waruga, membuktikan bahwa hubungan antara dunia yang terlihat dan yang tak kasat mata masih erat dalam kehidupan masyarakat lokal.

    Namun, di balik kemegahan dan nilai budaya tinggi yang dimiliki waruga, peninggalan ini juga sempat menghadapi masa-masa penuh tantangan. Pada masa kolonial dan setelah masuknya ajaran Kristen ke Minahasa, praktik pemakaman dengan waruga dianggap bertentangan dengan ajaran agama baru.

    Pemerintah kolonial Hindia Belanda bahkan mengeluarkan larangan penggunaan waruga sebagai tempat penguburan pada awal abad ke-19, karena dianggap tidak higienis dan berpotensi menyebarkan penyakit.

    Akibatnya, banyak waruga yang ditinggalkan, dirusak, atau dipindahkan dari lokasi aslinya. Meski begitu, semangat masyarakat Minahasa dalam melestarikan warisan leluhur mereka tidak pernah padam.

    Kini, waruga-waruga yang tersisa menjadi situs sejarah yang dilindungi dan menjadi daya tarik budaya yang mengundang wisatawan, peneliti, hingga spiritualis dari berbagai penjuru dunia untuk menyaksikan langsung jejak peradaban kuno Minahasa yang tak ternilai harganya.

    Keberadaan waruga yang tersebar di beberapa daerah seperti Sawangan, Airmadidi, dan Rap-Rap bukan hanya memperkaya narasi sejarah Indonesia, tetapi juga menegaskan bahwa setiap budaya lokal memiliki cara unik dan penuh makna dalam memaknai kehidupan dan kematian.

    Dalam dunia yang semakin modern dan serba cepat ini, waruga hadir sebagai pengingat akan pentingnya menjaga warisan budaya dan mengenang akar sejarah yang membentuk jati diri bangsa. Karena pada akhirnya, sebagaimana jenazah dalam waruga yang kembali dalam posisi janin, manusia akan selalu kembali ke asalnya dan budaya adalah benang yang menyatukan perjalanan tersebut.

    Penulis: Belvana Fasya Saad

  • Sekilas Taman Nasional Tesso Nilo, Habitat Gajah yang Dihabisi Perambah

    Sekilas Taman Nasional Tesso Nilo, Habitat Gajah yang Dihabisi Perambah

    Berdasarkan laporan EoF yang sama, Kawasan Hutan Tesso Nilo merupakan wilayah kelola bagi 19 kelompok hak ulayat. Perlu diketahui, pada saat penetapan kawasan konservasi TNTN, telah ada 6 desa terbangun di lokasi tersebut.

    Keenam desa itu yakni: Desa Air Hitam, Desa Lubuk Batu Tinggal, Desa Simpang Kota Medan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Desa Kesuma, dan Desa Segati. Barulah pada 2007, terjadi pemekaran satu desa bernama Desa Bagan Limau.

    Perambahan pasca penetapan TNTN berlanjut pada areal kerja dua izin HPH yaitu PT Siak Raya Timber (SRT) dan PT Hutani Sola Lestari yang tidak aktif dan kemudian dicabut.

    Selain itu, pasca tahun 2004 juga tercatat satu aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit (PT Inti Indosawit Subur) dan lima perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di area zona buffer (penyanggah) atau sekitar TNTN yang kemungkinan besar turut berkontribusi pada terjadinya perambahan.

    Selain soal terbuka akses TNTN karena adanya perizinan kehutanan, hal lain yang membuat laju alih fungsi hutan alam menjadi kelapa sawit diakibatkan dua hal.

    Pertama, peran penegak hukum yang tidak tegas menindak praktik ilegal ini. Bahkan masifnya alih fungsi dengan pendirian pemukiman malah diakui secara administratif oleh negara.

    Kedua, rencana pemulihan TNTN dengan program revitalisasi Tesso Nilo dirusak oleh ketentuan UU Cipta Kerja. Ketentuan Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja.

    Aturan di atas menghapus pertanggungjawaban pidana aktivitas perkebunan di kawasan hutan yang sudah dimulai sebelum November 2020.

    Hal ini memperparah penguasaan kawasan hutan untuk kebun sawit dan memberikan kebebasan pada para pelaku kejahatan kehutanan dalam melanjutkan aktivitas ilegalnya. 

  • Kotagede, Jejak Ibu Kota Kesultanan Mataram yang Masih Berdetak dalam Keheningan Zaman

    Kotagede, Jejak Ibu Kota Kesultanan Mataram yang Masih Berdetak dalam Keheningan Zaman

    Bila menyusuri gang-gang sempit Kotagede, kita akan disambut oleh rumah-rumah tradisional Kalang bangunan rumah para saudagar kaya keturunan bangsawan dan pedagang Tionghoa pada masa kolonial. Arsitekturnya unik, mencampurkan gaya Eropa dengan sentuhan lokal tembok tinggi melindungi rumah dari dunia luar, sementara di dalamnya tersimpan ukiran-ukiran rumit dan ruang-ruang yang luas.

    Rumah-rumah ini bukan sekadar saksi bisu sejarah ekonomi dan sosial masa lalu, tetapi juga warisan budaya yang terus dijaga oleh keturunannya. Selain itu, keberadaan makam para raja pendiri Mataram seperti Panembahan Senopati dan Sultan Agung juga menjadikan Kotagede sebagai tempat ziarah penting.

    Kompleks makam yang dikelilingi oleh tembok batu tebal dan gerbang paduraksa ini masih mempertahankan suasana sakral. Pengunjung yang ingin masuk wajib mengenakan pakaian adat Jawa, seperti jarik dan surjan bagi laki-laki, serta kemben atau kain panjang bagi perempuan.

    Ini bukan hanya soal tata krama, melainkan penghormatan terhadap tempat yang diyakini menyimpan energi spiritual tinggi dan menjadi bagian penting dari sejarah Jawa.

    Selain jejak kerajaannya, Kotagede juga dikenal sebagai pusat kerajinan perak yang telah berlangsung sejak abad ke-17. Di sinilah seni tempa perak berkembang bukan hanya sebagai penghasilan warga, namun juga sebagai warisan teknik dan estetika yang diwariskan turun-temurun.

    Bengkel-bengkel kecil bisa dengan mudah ditemukan di sepanjang jalanan Kotagede, di mana para pengrajin dengan telaten mengukir motif-motif tradisional ke dalam perhiasan, kotak perak, hingga miniatur arsitektur. Suara palu-palu kecil yang beradu dengan logam menjadi alunan musik keseharian yang menyatu dengan aroma dupa dan kayu tua.

    Kerajinan ini bukan sekadar produk ekonomi, tetapi juga narasi budaya yang mencerminkan cita rasa, nilai spiritual, dan kekayaan simbolik dari masyarakat Jawa. Melihat seorang pengrajin tua bekerja di bawah cahaya temaram lampu minyak seakan mengajak kita menyelami keheningan masa lalu yang masih berdetak di Kotagede.

    Kotagede bukan hanya warisan arsitektural atau etalase sejarah semata, melainkan lanskap hidup yang menyatukan masa lalu dan masa kini dalam sebuah harmoni yang langka. Di tengah modernisasi dan tekanan pembangunan kota, Kotagede masih berjuang mempertahankan identitasnya.

    Pemerintah dan komunitas lokal bahu-membahu menjaga keberlanjutan kawasan ini melalui pelestarian bangunan cagar budaya, revitalisasi kawasan, serta pengembangan wisata sejarah yang tetap menghormati nilai-nilai lokal.

    Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Kotagede adalah ruang meditatif di tengah keramaian zaman, tempat di mana kita bisa mengingat kembali siapa kita, dari mana kita berasal, dan nilai-nilai apa yang patut kita pertahankan dalam menghadapi masa depan.

    Sebab di antara batu bata tua, jejak langkah para leluhur, dan harum dupa dari kompleks makam, Kotagede terus berbisik tentang kekuasaan, keagungan, dan kesederhanaan yang telah membentuk wajah budaya Jawa hingga hari ini.

    Penulis: Belvana Fasya Saad