Category: Liputan6.com Regional

  • Gua Selarong, Jejak Perjuangan Pangeran Diponegoro yang Jadi Destinasi Wisata

    Gua Selarong, Jejak Perjuangan Pangeran Diponegoro yang Jadi Destinasi Wisata

    Liputan6.com, Yogyakarta – Gua Selarong berlokasi di Dusun Kembang Putihan, Gowasari, Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Gua yang telah menjadi destinasi wisata ini menyimpan jejak perjuangan Pangeran Diponegoro.

    Gua Selarong termasuk salah satu destinasi wisata yang komplet. Saat berkunjung ke sini, wisatawan akan mendapatkan serunya berwisata alam, sejarah, mistis, religi, hingga spiritual.

    Mengutip dari laman Visiting Jogja, destinasi wisata ini sarat dengan nilai historis. Gua Selarong menjadi bagian dari kisah perjuangan Pangeran Diponegoro selama masa Pemerintahan Belanda di indonesia.

    Pada masa itu, Gua Selarong menjadi tempat menyusun strategi sekaligus markas perang gerilya. Letaknya berada dalam deretan pegunungan kapur setinggi 35 meter. Pada kanan dan kiri gua terdapat pepohonan rindang dan hijau yang memberikan nuansa sejuk khas alam.

    Konon, Pangeran Diponegoro dan pengikutnya bisa masuk ke dalam gua tanpa terlihat dari luar. Hal ini membuat Gua Selarong disebut memiliki pintu tak kasat mata.

    Suasana mistis di gua ini juga masih kerap dirasakan masyarakat sekitar. Konon setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, penduduk sekitar kerap mendengar suara alunan gending-gending Jawa. Saat diperiksa lebih dalam, tak terlihat aktivitas apapun di dalam gua.

    Saat sampai di Gua Selarong, pengunjung akan disambut dengan patung Pangeran Diponegoro yang menaiki kuda. Dari sana, pengunjung harus berjalan sejauh 200 meter hingga bertemu anak tangga.

     

    Buntut Tawuran Antar-Geng Lintas Kabupaten Pemalang-Pekalongan, 4 Bocil Diancam Penjara 10 Tahun

  • Dedi Mulyadi Usul Kabupaten Bandung Barat Ganti Nama, Jadi Batulayang?

    Dedi Mulyadi Usul Kabupaten Bandung Barat Ganti Nama, Jadi Batulayang?

    Liputan6.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengusulkan Kabupaten Bandung Barat berganti nama, tanpa embel-embel Bandung.

    Dedi mengatakan, nama Bandung Barat dinilai menyulitkan untuk membangun identitas diri atau branding. Sebab, nama itu masih berada dalam bayang-bayang Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.

    Hal tersebut disampaikan Dedi Mulyadi dalam rapat paripurna Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Kabupaten Bandung Barat pada Kamis, 19 Juni 2025.

    ”Ieu teh memang kalimat Bandung Barat teh tinu sisi elmu branding rada hese ngabrandingna. Disebutkeun Bandung Barat, nu kabayangna Bandung wae (Ini memang kalimat Bandung Barat dari sisi ilmu branding agak susah membrandingnya. Disebut Bandung Barat, yang terbayang selalu Bandung),” ucap Dedi.

    Menurut Dedi, ada banyak opsi untuk mengganti nama Bandung Barat. Terlebih, daerah ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang kuat.

    ”Ngan di urang mah mun make ngaran Mandalawangi ribut urang Padalarang teu narima. Lamun make ngaran Padalarang, urang Lembang teu narima. Akhirna make ngaran Bandung Barat (Tapi jika memakai nama Mandalawangi, orang Padalarang tidak terima. Jika memakai nama Padalarang, orang Lembang tidak terima. Jadinya pakai nama Bandung Barat),” tuturnya.

    Dedi menjelaskan, Bandung Barat merupakan nama yang menggabungkan nama tempat dan arah mata angin. Namun, menurut dia, arah mata angin sebenarnya dapat berbeda karena bergantung dari sisi mana dilihatnya.

    ”Ari Bandung Barat ceuk saha, ceuk urang Lembang. Ceuk saha Bandung Barat, ceuk urang Sukanagara, Subang. Ari ceuk urang Cianjur Bandung Timur. Ari ceuk urang Purwakarta, Bandung Selatan (Kata siapa Bandung Barat, kata orang Lembang. Kata siapa Bandung Barat, kata orang Sukanagara, Subang. Kata orang Cianjur itu Bandung Timur. Kata orang Purwakarta, Bandung Selatan),” ujarnya.

    ”Janten sesah ngaidentifikasi wilayah mah, tapi keun da geus ieu jadi ngaranna (Jadi sulit untuk mengidentifikasi wilayah, tapi ya sudah begini namanya),” sambung Dedi.

    Menanggapi pernyataan Dedi, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bandung Barat, Sandi Supyandi mengaku sepakat. Dia lantas mengusulkan Batulayang sebagai nama baru daerah tersebut. 

    ”Kalau saya boleh usul, nama Batulayang bisa jadi pilihan. Itu nama punya nilai historis kuat,” katanya.

    Sandi menjelaskan, Kabupaten Batulayang pernah ada sekitar tahun 1802. ”Kabupaten Batulayang pernah ada, mencakup wilayah Kopo, Rongga, hingga Cisondari, sebelum dilebur Belanda ke Kabupaten Bandung,” ujarnya.

    Penulis: Arby Salim

     

    5 Perampok Truk Pakaian Senilai Rp1,8 Miliar Diringkus di Pemalang, 6 Lainnya Buron

  • Kisah Kapten Roy Lahutung, dari Residivis hingga Luncurkan Album Lagu Rohani

    Kisah Kapten Roy Lahutung, dari Residivis hingga Luncurkan Album Lagu Rohani

    Liputan6.com, Manado – Ada banyak cara bagi manusia untuk mengungkapkan cinta dan terima kasihnya pada Tuhan, karena telah mengangkat dan menyelamatkan hidupnya dari keterpurukan.

    Salah satunya yang dilakukan oleh Kapten Roy Lahutung, melayani Tuhan dengan meluncurkan album lagu rohani.

    Album Rohani bertajuk “Ku Percaya dan Berserah” yang berisi 9 lagu rohani ini secara resmi diluncurkan di Kota Manado, Sulut, pada, Rabu (18/6/2025) sore.

    “Kami berkerinduan untuk melayani Tuhan melalui album rohani. Jadi mungkin tidak seperti seorang penyanyi profesional, tapi kami melakukan ini dengan hati kami,” ungkap Ursula Ponto, eksekutif produser yang juga istri Roy Lahatung saat peluncuran album tersebut.

    Ursula Ponto menuturkan, albul rohani itu lahir dari sebuah perjalanan hidup Roy Lahutung dengan masa lalunya yang kelam. Jika melihat kehidupannya lalu yang lekat dengan narkotika dan alkohol, mungkin tidak ada harapan untuk dia bisa sampai di titik seperti sekarang ini.

    “Tapi itulah yang Tuhan buat bagi dia, bahwa pengharapan milik semua orang, tergantung kita mau mengambilnya atau tidak,” tutur Ursula Ponto yang mendampingi Roy saat jumpa pers.

    Dia mengatakan, komitmen mereka untuk pelayanan melalui peluncuran album itu membuat semua pembiayaan dari kantong pribadi. Mulai dari musik, lagu, pembuatan video klip, semua dari kantong pribadi.

    Ursula Ponto mengatakan, meski Roy bukan penyanyi profesional, namun album itu dibuat dengan standar yang benar dari sisi audio visual, dilakukan seserius mungkin.

    “Membuat album dari keterbatasan, tapi dengan tekad untuk melayani Tuhan,” tutur wanita yang pernah merinstis karir sebagai pekerja media ini.

    Ursula Ponto mengatakan, rencana pembuatan album itu juga terkesan mendadak karena tidak didiskusikan panjang lebar antara dia dan Roy. Bahkan sempat terjadi perdebatan.

    “Namun Roy menyatakan album tetap harus dibuat. Karena menurutnya, apakah nanti masih ada kesempatan untuk melayani Tuhan? Sekarang saatnya,” tuturnya.

    Dia mengatakan, keluarga Roy tidak percaya Roy bisa berubah dan bisa bangkit dari hidup yang kelam. Bangkit, dan menjalani hidup yang lebih baik.

    “Dengan peluncuran album ini, kami ingin akan banyak orang yang melihat dan bisa menyadari bahwa Tuhan itu ada,” tuturnya.

     

     

    Geger Buaya-Buaya Jumbo Berkeliaran Gara-Gara Tembok Penangkaran Roboh di Cianjur

  • Bongkar Bangunan Bantaran Sungai dan Tutup Tambang Ilegal, Dedi Mulyadi Sebut Demi Anak Cucu

    Bongkar Bangunan Bantaran Sungai dan Tutup Tambang Ilegal, Dedi Mulyadi Sebut Demi Anak Cucu

    Kebijakan lain yang menuai penolakan dari sejumlah pihak adalah penutupan tambang-tambang ilegal. Kebijakan itu dinilai bisa memicu pengangguran.

    “Banyak juga yang berteriak-teriak bahwa penutupan tambang menimbulkan pengangguran, kami menderita,” katanya. 

    “Lupa ya, tambang ilegal itu merusak jalan, merugikan negara ratusan miliar bahkan triliunan? Dan lupa juga, tambang-tambang yang Anda keruk itu menimbulkan sedimentasi sungai, pencemaran?” katanya.

    Dedi mengklaim, kalangan petani kerap menjadi korban dari kerusakan alam akibat aktivitas penambangan. Namun, selama ini, kebanyakan mereka yang tak bersuara.

    “Sudah berapa banyak petani yang kehilangan waktu untuk bercocok tanam karena sungainya kering, karena sawahnya kering? Cuman bedanya, mereka diam, tidak punya akses, tidak berteriak-teriak,” sebut Dedi.

    Karenanya, penutupan tambang-tambang ilegal, diaku demi kelestarian alam dan para petani. Dedi mengaku tidak takut jika mesti berhadapan dengan para orang besar yang membekingi tambang.

    “Siapa pun yang sering menjadi backup-backup tambang ilegal, saya tidak akan pernah takut menghadapi siapa pun. Saya akan terus bergerak mengembalikkan alam Jawa Barat menjadi alam yang indah. Bukan milik perorangan, tapi milik seluruh rakyat, bukan hanya untuk kita, tetapi untuk anak cucu kita ke depan,” aku Dedi.

  • Cerita Rumah Gabus dan Semangat Mama-Mama Sampai Bisa Baca Alkitab

    Cerita Rumah Gabus dan Semangat Mama-Mama Sampai Bisa Baca Alkitab

    Perjuangan para Srikandi Polres Jayapura patut diacungi jempol. Gabus bisa memberikan cahaya kehidupan kepada masyarakat untuk keluar dari kegelapan aksara. Bahkan ada kepercayaan dan harapan masyarakat terhadap Polri dalam memberantas buta aksara.

    Kepercayaan itu datang dari tokoh gereja di Kampung Toladan, Pendeta Iton Kogoya menyambut baik Gabus. Dia langsung memberikan sebidang tanah untuk membuat rumah belajar Gabus di Kampung Toladan.

    “Sa senang jika masyarakat pintar membaca dan menulis. Jika kita pintar, kitorang (kami) tra (tidak) mudah dibohongi,” katanya, kepada Liputan6.com.

    Bahkan Pendeta Iton meminta kepada masyarakat untuk tidak takut kepada polisi. “Polisi tidak boleh ditakuti. Mereka hanya manusia, sama dengan kita. Bedanya, dorang (polisi) memiliki seragam. Sa juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa polisi biasa menangkap orang bersalah. Tapi, kalau tidak bersalah, tidak mungkin ditangkap polisi,” kata Pendeta Iton penuh keyakinan

    Karena kepercayaan ini, Pendeta Iton meminta para polwan membuat jadual pertemuan rutin bersama masyarakat untuk memulai program Gabus. Kelompok belajar di Toladan terdiri dari 3 bagian yakni mama-mama, anak-anak yang sudah bersekolah namun kesulitan membaca dan berhitung, serta anak-anak yang belum sekolah.

    Awalnya murid di Kampung Toladan berjumlah 10-15 orang. Seiring berjalannya waktu dan promosi gratis dari mulut ke mulut, saat ini murid di Toladan mencapai 70-an orang.

    Pembelajaran Plus Dalam belajar, Gabus juga menggunakan pekarangan gereja, di bawah pohon mangga ataupun di lokasi mama-mama berdagang.“Semua tempat belajar fleksibel. Kadang di tempat berjualan, sambil menunggu pembeli, mama-mama berlatih mengeja, membaca ataupun menulis angka. Mereka senang,” kata AKP Dorlince Banundi yang memiliki kelompok belajar Gabus di Kampung Kehiran.

    Mama Maria, murid Gabus di Kehiran mengaku senang dengan kehadiran Gabus. “Kami senang ada ibu guru Polwan. Jadi, waktu luang saat menunggu pelanggan jadi bermanfaat,” kata Mama Maria.

    Saat belajar mengajar, para polwan tak hanya mengenalkan aksara, namun memperkenalkan kosa kata Bahasa Inggris dasar. Termasuk mengajarkan menjaga kesehatan tubuh, misalnya mencuci tangan yang baik agar terhindar dari kuman, mengajarkan anak-anak cara mandi yang baik hingga menyikat gigi supaya bersih.

    “Kami juga sisipi bagaimana para mama dan anak-anak menjaga kamtibmas sejak dini. Kami memberikan pemahaman bahwa masalah keamanan bukan hanya kerja kepolisian, tapi juga wajib didukung semua pihak,” kata AKP Katharina.Termasuk dalam mengajar anak-anak, para polwan selalu mengajar anak-anak sambil bermain ataupun melakukan story telling.

    Untuk menunjang kegiatan belajar, para polwan biasa merogoh kocek sendiri untuk membeli bahan makanan atau sekadar makanan ringan untuk anak-anak.“Kadang kami patungan beli beras dan kasih mama, atau kasih pensil warna ke anak-anak. Hal-hal kecil seperti ini, mereka sangat menghargai,” ujar AKP Katharina. 

  • Long Boat Pengangkut Tim Sepak Bola Tenggelam di Perairan Selat Nenek Batam, Lima Selamat 8 Orang Hilang

    Long Boat Pengangkut Tim Sepak Bola Tenggelam di Perairan Selat Nenek Batam, Lima Selamat 8 Orang Hilang

    Pelaksanaan Operasi SAR, pukul 18.10 WIB, Tim Search and Rescue Unit (SRU) dari Pos SAR Batam yang berjumlah enam personel bergerak menuju lokasi menggunakan Rescue Car Type II yang dilengkapi Rubber Boat.

    Jarak tempuh ke lokasi kejadian sekitar 26 kilometer dengan estimasi tiba di lokasi pada pukul 19.40 WIB. Selain itu, tim juga menyiagakan kapal RIB untuk mempercepat proses evakuasi.

    Ia menyebutkan Kondisi cuaca di lokasi kejadian dilaporkan berawan dengan hujan ringan, kecepatan angin Tenggara 8-12 knot, dan ketinggian gelombang berkisar 0,5 hingga 1 meter, yang menjadi tantangan tersendiri bagi tim penyelamat.

    Adapun alat dan Peralatan SAR yang dikerahkan yakni 1 Unit Rescue Car Type II1 Set Rubber Boat + Motor Tempel,1 Set Alat Komunikasi, 1 Set Peralatan SAR Air, 1 Set Drone Thermal, Aquaeye (alat deteksi bawah air), alat penerangan dan perlengkapan evakuasi, Proses pencarian dan penyelamatan terus berlangsung hingga malam hari.

    Kepala SAR Tanjungpinang, Fazzli, mengimbau masyarakat pesisir untuk meningkatkan kewaspadaan saat melakukan aktivitas di laut, terutama di tengah kondisi cuaca yang kurang bersahabat.

    “Kami terus berupaya semaksimal mungkin untuk menemukan para korban yang masih hilang. Mohon doa dan dukungan semua pihak,” ucapnya.

    Data Korban Sementara

    Jumlah Penumpang: 13 orang

    Selamat: 5 orang (Rahel, Peri, Riko, Boge, Rehan)

    Dalam Pencarian: 8 orang (Tepok, Damar, Maher, Papat, Pai, Fir, Andika, Amirul)

  • Potret Anak Jalanan Gorontalo, Dagangan di Tangan hingga Pertaruhkan Masa Depan

    Potret Anak Jalanan Gorontalo, Dagangan di Tangan hingga Pertaruhkan Masa Depan

    Liputan6.com, Gorontalo – Malam kian larut, Lampu jalan di Kota Gorontalo menyala temaram, dan arus kendaraan mulai lengang. Namun di bawah terang seadanya, terlihat beberapa anak kecil dengan langkah pelan menjajakan dagangan kepada siapa pun yang mereka temui.

    Mulai dari pengunjung warung kopi, mahasiswa, atau pejalan kaki yang masih lalu lalang. Salah satunya Alia (11), siswi kelas 5 SD, yang mengaku telah berjualan sejak pukul tiga sore.

    “Kalau pulang sekolah langsung bantu mama. Nanti malam baru pulang kalau dagangan habis,” tuturnya sambil menahan kantuk, Senin (16/6/2025).

    Ibunya tak bekerja, sementara ayahnya hanya pengojek. Kondisi ekonomi yang sempit memaksa Alia turun ke jalan—bukan untuk bermain, bukan pula untuk belajar, melainkan demi membantu kebutuhan harian keluarga.

    Alia bukan satu-satunya. Di sekitar kawasan Universitas Negeri Gorontalo, fenomena serupa kian sering terlihat.

    Anak-anak usia 8 hingga 13 tahun tampak terbiasa menggelar dagangan dari siang hingga larut malam. Produk yang mereka bawa beragam: keripik, kacang, kue, bahkan air mineral. Ada yang berjalan sendiri, ada pula yang didampingi anak-anak lain yang lebih besar.

    Analisis dan Tanggapan Aktivis

    Bagi Mega Mokoginta, anggota Women Institute Research and Empowerment Gorontalo (WIRE-G), pemandangan ini bukan sekadar tentang kemiskinan. Ini adalah cermin dari rapuhnya sistem perlindungan anak.

    “Anak-anak ini kehilangan masa kecilnya. Mereka tidak bermain, tidak istirahat cukup. Ini potensi eksploitasi ekonomi anak yang dibiarkan terjadi setiap hari,” ungkap Mega prihatin.

    Ia menegaskan, bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah, menurutnya, harus hadir lebih dari sekadar mengimbau.

    Harus ada kebijakan konkret yang memastikan anak-anak kembali ke sekolah, bukan tersesat di dunia kerja sebelum waktunya.

    “Banyak dari mereka pintar, tapi tak punya pilihan. Kita tidak bisa menyalahkan mereka atau keluarganya, yang harus kita lawan adalah sistem yang membuat anak-anak seperti Alia terpaksa bekerja,” tambahnya.

     

    Motor Pelaku Klitih Ketinggalan karena Aksinya Kepergok Warga di Yogyakarta

  • Kisah Urban Legend Banaspati dan Asal-Usulnya

    Kisah Urban Legend Banaspati dan Asal-Usulnya

    Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, Banaspati menjadi salah satu makhluk mistis yang populer dalam cerita rakyat di Pulau Jawa dan Kalimantan. Penampilan makhluk ini menyerupai bola api terbang atau manusia yang terbakar.

    Nama “Banaspati” sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “bana” yang berarti api dan “pati” yang berarti raja atau penguasa. Melalui makna tersebut, Banaspati dapat diartikan sebagai penguasa api.

    Kemudian mengutip dari jurnal Universitas Udayana sosok banaspati digambarkan sebagai relief kodok kepala raksasa dan pada candi di Jawa Timur biasanya ditemukan terpahat di atas lubang pintu masuk ruang sucinya masing-masing.

    Makhluk ini juga dikenal sebagai penjaga hutan dan kehadirannya di atas ambang pintu candi sebagai penangkal pengaruh jahat yang akan masuk ke candi. Namun, dalam kisah mistis di antara masyarakat banaspati dikenal sebagai makhluk jahat yang sering digunakan oleh dukun.

    Melansir dari literatur mitologi Jawa, Banaspati dikaitkan dengan tokoh spiritual atau makhluk halus yang memiliki kekuatan besar. Ia dipercaya sebagai salah satu putra dari Batara Guru dan Dewi Uma dalam kisah pewayangan.

    Meski berasal dari keluarga dewa, Banaspati dikenal memiliki sifat ambivalen di satu sisi dapat membantu manusia namun di sisi lain bisa membahayakan jika tidak dihormati atau diusik.

    Kisah ini mencerminkan karakter dualitas Banaspati sebagai pelindung sekaligus ancaman bagi manusia. Pengaruh budaya India juga memperkaya kisah Banaspati karena ia dikaitkan dengan sosok Kirtimukha.

    Sosok tersebut merupakan makhluk raksasa yang tercipta dari kemarahan Dewa Siwa dalam ajaran Hindu. Di masa lalu, sosok Kirtimukha sering dijadikan hiasan di atas pintu-pintu candi Hindu-Buddha di Jawa seperti Candi Prambanan dan Borobudur.

  • Ironi Hukum di Sukabumi, Saat Satpam Penyelamat Justru Berstatus Tersangka

    Ironi Hukum di Sukabumi, Saat Satpam Penyelamat Justru Berstatus Tersangka

    Liputan6.com, Sukabumi – Ketika harapan akan keamanan bertumpu pada penjaga, tak jarang ironi hukum justru muncul. Inilah yang dialami Apriyana Nasrulloh (41), seorang Satpam Perumahan Taman Genting Puri, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi. 

    Niatnya untuk mengamankan lingkungan dari terduga maling, justru berbalik menjadi bumerang, mengantarkannya ke status tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan.

    Berawal dari laporan warga hingga konflik yang memanas, peristiwa ini bermula pada Rabu (9/5/2025) lalu, sekitar pukul 01.20 WIB. Saat itu, Apriyana menerima laporan dari warga mengenai masuknya orang tak dikenal (OTK) ke pekarangan salah satu rumah di Perumahan Taman Genting Puri, Baros, Kota Sukabumi.

    “Pertama ada laporan warga, kejadian pada 9 April 2025 hari Rabu jam 01.20 telah terjadi kemasukan orang yang tidak dikenal berdasarkan laporan,” ungkap Apriyana (Apri) saat ditemui pada Rabu (18/6/2025). 

    Apriani menuturkan, terjadi cekcok antara pemilik rumah dengan OTK tersebut, yang belakangan diketahui bernama Ikhsan Maulana (32), warga Nangela, dan diduga memiliki riwayat gangguan jiwa (ODGJ). Perkelahian pun tak terhindarkan.

    “Setelah itu terjadilah cekcok antara pemilik rumah dengan OTK masuk ke pekarangan rumah. Terjadi perkelahian, saling memukul berdasarkan info pemilik rumah dan perkelahian menuju ke pos saya jaga,” jelasnya.

    Ketika Ikhsan melarikan diri ke arah pos jaganya, dia pun berinisiatif mengamankan terduga pelaku tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakannya adalah bagian dari prosedur pengamanan.

    “Pelaku OTK itu melarikan diri dan saya amankan. Setelah itu saya laporkan ke Polsek Baros. Memukul sesuai prosedur dan mengamankan, dia kan melawan dan saya mengamankan. Mungkin jarak sekitar 10 menit langsung datang,” ungkapnya. 

    Ia juga menambahkan bahwa pemukulan dilakukan di bagian punggung menggunakan tongkat bekas payung, sebagai antisipasi jika Ikhsan membawa senjata tajam.

     

    Aksi Heroik Kapal Bakamla Usir Kapal China Coast Guard di Laut Natuna

  • Ragam Olahan Ikan Tuhuk, Sang Maskot Kabupaten Pesisir Barat

    Ragam Olahan Ikan Tuhuk, Sang Maskot Kabupaten Pesisir Barat

    Liputan6.com, Lampung – Ikan tuhuk atau blue marlin dikenal sebagai maskot Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Ikan ini banyak diolah menjadi makanan lezat khas Lampung.

    Keberadaan ikan tuhuk sebagai ikon Kabupaten Pesisir Barat dibuktikan dengan keberadaan patung berupa tugu. Selain itu, ikan tuhuk juga tampil dalam logo daerah dan kerap dijadikan sebagai bahan dasar lomba masak tingkat kabupaten.

    Mengutip dari Portal Informasi Indonesia, ikan tuhuk memiliki ciri khas berupa moncong bertombak dengan sirip tegak. Ikan ini menjadi tangkapan favorit nelayan di perairan Samudra Hindia di dekat Krui.

    Bobot ikan tuhuk mencapai 200 kilogram. Oleh sebab itu, ikan ini hanya bisa ditangkap dengan cara dipancing.

    Daging ikan tuhuk berwarna merah dengan tekstur tebal dan padat, mirip tuna. Ikan ini sangat mudah ditemukan di pasar-pasar sekitar Krui.

    Ikan tuhuk yang banyak dijual di pasar adalah marlin hitam, bukan marlin biru. Hal ini karena marlin hitam lebih mudah ditangkap.

    Oleh masyarakat setempat, ikan tuhuk juga disebut sebagai setuhuk kendati atau ikan nibung. Ikan ini menjadi rahasia lezatnya kuliner khas Lampung.

    1. Gulai Taboh Iwak Tuhuk

    Salah satu kuliner berbahan dasar ikan tuhuk yang paling populer adalah gulai taboh iwak tuhuk atau gulai segar ikan marlin. Masakan khas pesisir ini dibuat dengan tambahan rempah-rempah, seperti kunyit, jahe, bawang merah, batang serai, garam, cabai merah yang dihaluskan, dan santan kelapa.

    Selain itu, ada pula sentuhan belimbing wuluh untuk menambahkan cita rasa segar. Tak jarang, beberapa bonggol petai juga ditambahkan.

    Ikan tuhuk yang dimasak menjadi gulai taboh iwak tuhuk biasanya dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Penggunaannya pun sesuai selera, tak ada pakem khusus.

    2. Perosmasin Ikan Tuhuk

    Selain gulai taboh iwak tuhuk, ikan khas ini juga menjadi bahan dasar masakan berkuah lainnya. Adalah perosmasin ikan tuhuk atau asam pedas ikan marlin yang dibuat tanpa menggunakan santan.

    Kedua masakan ini dibuat dengan menggunakan bahan baku yang mirip. Perbedaanya hanya pada absennya santan dalam perosmasin ikan tuhuk.