Category: Liputan6.com Regional

  • Gembyung Khas Jawa Barat, Kesenian Warisan Para Wali

    Gembyung Khas Jawa Barat, Kesenian Warisan Para Wali

    Dalam kesenian gembyung, terdapat kelengkapan berupa waditra (alat musik), pengrawit (pemain alat musik), juru kawih (vokal), penari, dan busana. Namun, saat ini kesenian Gembyung di beberapa daerah di Jawa Barat memiliki ragam variasi dari segi waditra, juru kawih, penari, maupun lirik lagunya.

    Variasi waditra dapat dilihat dari penambahan alat musik tarompet, kecrék, kendang, dan goong. Penari gembyung di beberapa daerah juga telah dipengaruhi oleh seni tarling, tari jaipongan, serta ketuk tilu.

    Terkait busananya, seni gembyung di Cirebon dan Tasikmalaya umumnya mengenakan pakaian untuk ibadah salat. Mereka mengenakan kopiah (peci), baju kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.

    Sementara di Subang, Sumedang, Ciamis, dan Garut, para pemain gembyung mengenakan busana tradisional Sunda. Mereka mengenakan iket, kampret, dan celana pangsi.

    Seni gembyung di Cirebon dan Tasikmalaya banyak menggunakan judul lagu berbahasa Arab, seperti Assalamualaikum, Barjanji, Yar Bismillah, Selawat Nabi, dan Selawat Badar. Sementara di Subang dan Sumedang, lebih banyak mengambil judul lagu berbahasa Sunda, seperti Raja Sirai, Siuh, Rincik Manik, Éngko, Benjang, Malong, dan Geboy. Adapun jumlah pemain musiknya bervariasi, disesuaikan dengan jumlah alat musik yang digunakan.

    Pertunjukan gembyung umumnya dilaksanakan pada saat hari besar Islam, hajatan, khitanan, pernikahan, ruwatan, hajat lembur, dan ngabeungkat atau upacara menjemput air kehidupan. Tak hanya berfungsi sebagai hiburan, gembyung juga berfungsi sebagai ritual, alat komunikasi, serta penyumbang pelestarian dan stabilitas kebudayaan.

    Penulis: Resla

  • Gunung Padang, Melihat Ibu Kota Sumatera Barat dari Ketinggian

    Gunung Padang, Melihat Ibu Kota Sumatera Barat dari Ketinggian

    Gunung Padang bukan hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga menyimpan jejak sejarah yang penting. Di jalan menuju puncak, wisatawan dapat menjumpai sisa-sisa bangunan pertahanan militer yang dibangun pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 hingga 1945.

    Salah satunya adalah Pilboks, sebuah benteng pertahanan lengkap dengan meriam besi besar yang masih tampak kokoh. Tidak jauh dari sana, terdapat benteng lainnya yang dikenal dengan nama BOW.

    Benteng ini berbentuk seperti rumah dengan dua ruangan, meski atapnya sudah tidak ada. Keberadaan benteng-benteng ini menjadi saksi bisu dari sejarah panjang Kota Padang di masa lalu.

    Kemudian menjelang puncak bukit, suasana menjadi semakin syahdu. Di sinilah wisatawan bisa menjumpai sebuah makam yang diyakini sebagai Makam Siti Nurbaya, tokoh utama dalam novel legendaris Siti Nurbaya: Kasih Tak Sampai karya Marah Rusli yang diterbitkan tahun 1922.

    Dalam cerita, Siti Nurbaya digambarkan sebagai gadis Minang yang dipaksa menikah demi membayar utang orang tuanya. Cerita tragis ini berakhir dengan kematiannya dan dimakamkan di Gunung Padang.

    Meski tokoh ini fiktif, makamnya telah menjadi bagian dari daya tarik budaya yang memperkaya nilai historis tempat ini.

     

  • Situs Ai Renung, Kompleks Kuburan Batu Sarkofagus di Sumbawa

    Situs Ai Renung, Kompleks Kuburan Batu Sarkofagus di Sumbawa

    Liputan6.com, Sumbawa – Terdapat situs prasejarah berupa kuburan batu sarkofagus di Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kuburan batu yang dikenal sebagai Situs Ai Renung ini memiliki ukiran khas yang dipercaya dapat mencegah mara bahaya.

    Situs Ai Renung adalah situs pertama yang ditemukan di Kabupaten Sumbawa. Penemunya adalah Dinullah Rayes dan Drs Made Purusa.

    Dinullah Rayes merupakan seorang sastrawan, budayawan, dan Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Kabupaten Sumbawa 1971. Sementara itu, Drs Made Purusa adalah seorang tenaga ahli dari Balai Arkeologi Denpasar.

    Penemuan ini kemudian diteliti oleh tenaga ahli dari pusat arkeologi nasional. Pada penelitian pertama hanya ditemukan tiga sarkofagus. Setelah dilakukan penelitian lanjutan, hingga kini telah ditemukan sekitar tujuh sarkofagus.

    Kuburan batu atau peti batu ini dihiasi pahatan dengan lambang wajah manusia. Masyarakat setempat mengartikan hal tersebut sebagai simbol untuk mencegah mara bahaya.

    Selain wajah manusia, ada juga pahatan berupa lambang alat kelamin manusia. Pahatan ini dipercaya memiliki arti kesuburan.

    Pahatan lain yang juga tak kalah mencolok adalah pahatan buaya yang memcerminkan hubungan manusia dengan alam arwah atau para leluhur. Pahatan buaya ini juga diartikan sebagai media berdialog dengan leluhur

    Kuburan batu ini memiliki wadah dan penutup. Para ahli percaya, desain tersebut menjadi bukti kecerdasan manusia zaman dahulu. Ukiran pada batu juga dipercaya sebagai bukti pemikiran yang sudah sangat maju.

     

  • Badomba, Permainan Tradisional Berunsur Gaib

    Badomba, Permainan Tradisional Berunsur Gaib

    Liputan6.com, Jakarta – Badomba merupakan permainan tradisional Betawi yang melibatkan unsur gaib. Permainan ini membutuhkan dua posisi utama, yakni pawang dan domba.

    Unsur mistis pada badomba membuat permainan tradisional ini sekilas mirip dengan jelangkung. Badomba juga memiliki syair mantra, layaknya jelangkung.

    Mengutip dari laman Seni & Budaya Betawi, jumlah pemain dalam badomba tidak terbatas. Namun, terdapat satu orang yang menjadi pawang dan satu orang lainnya sebagai domba.

    Adapun pemain lain akan memainkan peran berbeda, sesuai dengan kesepakatan dalam proses permainan. Para pemain inilah yang nantinya akan melantunkan syair atau mantra.

    Seorang anak yang bermain sebagai pawang akan duduk di tempat yang sedikit lebih tinggi. Sementara itu, seorang anak yang berperan sebagai domba duduk di tanah, bersandar pada pawang.

    Pawang akan menjepit leher domba, sehingga kepala domba menyembul di antara paha pawang. Kemudian, pawang akan meletakkan kedua telapak tangannya di kepala domba sambil menggoyang-goyangkannya.

     

  • Eks-Kapolres Ngada Didakwa Bayar Restitusi 3 Korban Kekerasan Seksual Rp359 Juta

    Eks-Kapolres Ngada Didakwa Bayar Restitusi 3 Korban Kekerasan Seksual Rp359 Juta

    Liputan6.com, Kupang – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, SIK alias Fajar alias menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Kupang Senin, 30 Juni 2025.

    Selain Fajar, tersangka Stefani Heidi Doko Rehi alias Fani juga menjalani sidang perdana. Keduanya turun dari mobil bersama-sama dikawal oleh anggota kepolisian.

    Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa didakwa melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan di bawah umur, termasuk anak usia 6 tahun.

    Selain dakwaan pidana penjara, ia juga didakwa mengganti kerugian yang dialami korban. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menetapkan total restitusi sebesar Rp359.162.000 kepada para korban.

    Restitusi diberikan sebagai bentuk ganti kerugian atas penderitaan fisik dan psikologis, kehilangan penghasilan keluarga korban, serta biaya lain selama proses hukum.

    Korban 6 Tahun

    Berdasarkan Keputusan LPSK Nomor A.0234.R/KEP/SMP-LPSK/VI TAHUN 2025, korban IBS mengajukan permohonan restitusi senilai Rp34.645.000, dengan rincian:

    – Transportasi selama proses hukum: Rp500.000

    -Konsumsi selama proses hukum: Rp525.000

    -Kehilangan penghasilan orang tua: Rp6.520.000

    -Ganti rugi atas penderitaan korban: Rp27.100.000

    Korban MAN (16 Tahun)

    Korban kedua, MAN, mengajukan restitusi senilai Rp159.416.000, dengan rincian:

    – Transportasi: Rp895.000Konsumsi: Rp845.000

    – Pengeluaran lain: Rp215.000

    – Kehilangan penghasilan orang tua: Rp12.000.000

    -G anti rugi penderitaan korban: Rp145.451.000

    – Biaya perawatan medis: Rp10.000

    Korban WAF (13 Tahun)

    Korban ketiga, WAF, juga menerima penilaian restitusi dari LPSK sebesar Rp165.101.000, yang mencakup ganti rugi penderitaan dan biaya lainnya yang berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dialami.

     

    Geger Celeng Masuk Rumah dan Acak-Acak Barang di Banjarsari Sumbang Banyumas

  • Tifa Kamoro, Alat Musik Sakral yang Direkatkan dengan Darah di Papua

    Tifa Kamoro, Alat Musik Sakral yang Direkatkan dengan Darah di Papua

    Liputan6.com, Papua – Suku Kamoro di pedalaman Papua, masih mempertahankan tradisi pembuatan tifa. Hal yang membedakan tifa Kamoro dari lainnya adalah proses perekatannya yang menggunakan darah manusia sebagai pengganti lem.

    Mengutip dari berbagai sumber, tifa kamoro merupakan simbol kebanggaan bagi pria Suku Kamoro. Alat musik biasa hadir dalam upacara adat, perayaan Kristen, maupun pesta seperti tari semut.

    Pembuatan tifa dimulai dengan pemilihan kayu waru yang diukir oleh marawore (pengukir adat). Pemburu adat secara khusus menangkap biawak besar untuk diambil kulitnya.

    Kulit tersebut kemudian dikeringkan untuk dijadikan membran pukul tifa. Baik kayu waru maupun kulit biawak dianggap suci karena dipercaya mengandung roh pelindung.

    Setelah kulit biawak kering, selanjutnya adalah perekatan kulit biawak ke dalam badan kayu. Proses perekatan kulit biawak ke badan kayu menjadi tahap paling sakral.

    Darah segar diambil dari paha pria Kamoro dengan penyayatan menggunakan silet, kemudian ditampung dalam cangkang kerang dan dicampur kapur. Ritual gotong royong ini diyakini dapat memperkuat ikatan spiritual antara pemusik dengan tifa.

     

  • Foso dan Boboso, Dua Larangan dalam Budaya Masyarakat Ternate

    Foso dan Boboso, Dua Larangan dalam Budaya Masyarakat Ternate

    Liputan6.com, Maluku – Masyarakat Ternate memiliki dua konsep larangan adat yang berperan dalam menjaga tatanan sosial, yakni foso dan boboso. Keduanya berfungsi sebagai norma tidak tertulis yang mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari interaksi sosial hingga pengelolaan lingkungan.

    Mengutip dari berbagai sumber, foso merupakan larangan adat dengan tingkat kesakralan tinggi dan sanksi berat bagi pelanggarnya. Konsep ini biasanya terkait dengan hal-hal yang dianggap tabu atau memiliki nilai religius dalam budaya Ternate.

    Sementara boboso bersifat lebih ringan dan sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk aturan perilaku atau tata krama. Hierarki antara foso dan boboso terlihat dari tingkat kepatuhan.

    Pelanggaran terhadap foso dapat berakibat pada sanksi adat yang keras, seperti pengucilan atau denda. Sedangkan pelanggaran boboso umumnya hanya mendapat teguran atau peringatan dari pemangku adat.

    Sistem foso dan boboso mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat Ternate. Dalam bidang pertanian, terdapat larangan tertentu terkait waktu tanam atau cara memanen hasil bumi.

    Contoh lain seperti kegiatan menebang pohon kelapa, memiliki aturan khusus yang berbeda dengan kebiasaan di daerah lain. Interaksi sosial juga tidak lepas dari pengaruh kedua konsep ini.

    Hubungan antara muda-mudi, tata cara perkawinan, bahkan pembagian warisan memiliki sejumlah pantangan yang harus dipatuhi. Beberapa aturan tersebut bertujuan menjaga harmoni sosial dan menghindari konflik.

     

  • Program Diskon 30 Persen, PT KA Bandung Sebut Lebih Dari 80 Ribu Tiket KA Ekonomi Non Subsidi Terjual

    Program Diskon 30 Persen, PT KA Bandung Sebut Lebih Dari 80 Ribu Tiket KA Ekonomi Non Subsidi Terjual

    Sementara itu dilansir laman PT KAI, Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan total kapasitas tempat duduk yang disediakan dalam program ini mencapai 3.529.612 kursi.

    Data hingga 20 Juni 2025 pukul 10.00 WIB, sebanyak 1.206.530 tiket telah terjual, atau sekitar 34 persen dari total kapasitas.

    “KAI juga menghadirkan konsep tematik di sejumlah stasiun besar. Gate tematik, standing character, hingga photobooth kini hadir menyapa pelanggan di berbagai titik strategis,” ujar Anne.

    Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah kehadiran Balon Jumbo Dolan Neng Jogja setinggi lebih dari 10 meter di halaman depan Stasiun Yogyakarta, tepat di seberang kawasan Malioboro.

    Instalasi kolaborasi KAI dan Visinema ini menghadirkan karakter Don dan dapat dinikmati dalam dua sesi harian, yakni pukul 06.00–13.00 WIB dan 15.00–23.00 WIB mulai 18–30 Juni 2025.

    “Tidak hanya di Yogyakarta, suasana tematik juga hadir di Stasiun Gambir, Pasar Senen, Bandung, Kiaracondong, Cirebon, Cirebon Prujakan, Semarang Tawang Bank Jateng, Semarang Poncol, Purwokerto, Kutoarjo, Solo Balapan, Madiun, Blitar, Surabaya Gubeng, Surabaya Pasar Turi, Jember, Medan, Kertapati, dan Tanjungkarang,” kata Anne.

    Beberapa stasiun menghadirkan photobooth dengan karakter populer karya anak bangsa seperti Pionicorn, Komik Ga Jelas, Si Bedil, dan Susi and Friends.

    Karakter-karakter ini hadir untuk menghibur seluruh pelanggan, khususnya anak-anak yang bepergian bersama keluarga di masa libur sekolah.

    “Melalui pendekatan visual yang segar dan penuh keceriaan ini, kami ingin menegaskan bahwa pengalaman naik kereta api tak hanya nyaman dan terjangkau, tetapi juga menyenangkan dan penuh kesan,” jelas Anne.

    Upaya ini sekaligus mencerminkan komitmen KAI dalam menciptakan layanan transportasi publik yang inklusif, adaptif, dan ramah keluarga, sekaligus mendukung industri kreatif dalam negeri.

     

  • Daftar Negara Paling Tidak Disukai Publik Indonesia Menurut Median

    Daftar Negara Paling Tidak Disukai Publik Indonesia Menurut Median

    Liputan6.com, Jakarta – Media Survei Nasional (Median) baru saja merilis hasil penelitian terbarunya terkait isu-isu yang sedang hangat di masyarakat Indonesia, termasuk salah satunya terkait konflik timur tengah.

    Penelitian dilakukan menggunakan rancangan Non-Probability Sampling, dengan menyebar secara proporsional kuesioner berbasis google form melalui media sosial sepanjang periode 12-18 Juni 2025.

    Hasil survei dimaksudkan untuk menggali persepsi pengguna media sosial di Indonesia. Saat ditanya negara mana yang paling tidak disukai, mayoritas responden menjawab Israel dan Amerika Serikat.

    Direktur Eksekutif Median Rico Marbun, saat merilis hasil penelitian, Senin (30/6/2025) mengatakan, dari pertanyaan ‘tolong sebutkan satu negara yang paling Anda tidak sukai?’, jabawannya adalah Israel yang menempati urutan pertama sebagai negara paling tidak disukai publik Indonesia.

    “Israel besar sekali angkanya 60,8 persen tidak disukai publik, menjadi salah satu negara yang secara dominan,” katanya.

    Peringkat kedua adalah Amerika Serikar 9,2 persen, India 5,5 persen, Kamboja 4,6 persen, dan China 3,1 persen menempati peringkat lima besar.

    Rico juga mengatakan, terjadi ketidaksukaan terhadap negara Israel yang sangat tinggi daripada hasil penelitian sebelumnya. 

    “Tiga bulan lalu tinggi, tapi tidak setinggi ini, sekarang terjadi ketidaksukaan yang sangat besar dari publik,” kata Rico.

    Sementara itu, masuknya nama Kamboja sebagai negara yang paling tidak disukai publik Indonesia, menurut Rico hal itu terjadi lantaran terkait isu judi online, dan perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja migran Indonesia yang terjadi belakangan ini.

    Temuan lainnya yang diungkap Rico Marbun adalah munculnya kekhawatiran publik Indonesia dengan meluasnya perang yang bisa terjadi di Asia. Sekitar 50,2 persen khawati timbul perang dan 10,8 persen tidak merasa khawatir ada perang di dekat Indonesia.

  • Buntut Pendaki Brasil Tewas di Gunung Rinjani, Bakal Ada Evaluasi SOP Pendakian Gunung?

    Buntut Pendaki Brasil Tewas di Gunung Rinjani, Bakal Ada Evaluasi SOP Pendakian Gunung?

     

    Liputan6.com, Jakarta – Buntut tewasnya pendaki Brasil Juliana Marins di Gunung Rinjani, Kementerian Kehutanan dan Basarnas bakal melakukan evaluasi total Standar Operasional Prosedur (SOP) pendakian gunung di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk meminimalkan risiko kecelakaan para pendaki.

    Kepala Basarnas Mohammad Syafi’i, Senin (30/6/2025) mengatakan, evaluasi itu perlu dilakukan secara cepat untuk memperkuat kemampuan tim SAR gabungan di seluruh wilayah, sehingga Basarnas akan melibatkan lebih banyak unsur dalam setiap pelatihan agar mereka memahami prosedur penanganan kedaruratan di medan pendakian.

    “Ke depan yang kita mau tingkatkan adalah kemampuan potensi SAR. Kita sudah berjalan, sinergitas di lapangan cukup bagus, tapi perlu kolaborasi lebih baik lagi,” katanya.

    Dirinya juga mengatakan, kemampuan personel Basarnas sebenarnya telah teruji dalam berbagai operasi berskala internasional. Namun secara umum tantangan utama petugas dalam evakuasi pendaki terletak pada kondisi medan dan cuaca yang ekstrem, sebagaimana yang dihadapi saat evakuasi Juliana.

    “Kemampuan kita standar internasional. Basarnas hadir di kejadian di Turki dan Myanmar, itu menjadi referensi. Setiap lima tahun kita di-currency oleh lembaga PBB, INSARAG,” katanya.

    Syafi’i juga menanggapi usulan pembangunan posko untuk menjadi tempat penyimpanan peralatan SAR di jalur-jalur pendakian untuk memperpendek waktu respons kegawatdaruratan.

    Menurut dia, hal ini sebagai salah satu bahan evaluasi yang memerlukan kerja sama lintas Kementerian/Lembaga (K/L) mengingat Basarnas tidak mungkin menempatkan personel dan peralatan yang terbatas di seluruh kawasan Indonesia.

    “Contoh kawasan wisata, itu harus mampu mulai dari komunikasi. Dengan komunikasi kita bisa asesmen potensi bahayanya, menyiapkan personel dan peralatannya. Harapan kita, dengan kemampuan yang terbatas ini bisa saling melengkapi,” katanya.