Category: Liputan6.com Regional

  • Waspada Potensi Banjir Rob di 6 Wilayah Lampung 7-12 Oktober 2025

    Waspada Potensi Banjir Rob di 6 Wilayah Lampung 7-12 Oktober 2025

    Liputan6.com, Lampung – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Panjang mengeluarkan peringatan dini potensi banjir pesisir (rob) yang diprediksi terjadi pada 7 hingga 12 Oktober 2025. Sedikitnya enam wilayah di Provinsi Lampung berpotensi terdampak fenomena pasang air laut maksimum tersebut.

    “Benar, ada peringatan dini pasang maksimum yang berpotensi menimbulkan banjir rob di sejumlah wilayah pesisir Lampung hingga 12 Oktober 2025,” ujar Prakirawan BMKG Maritim Panjang, Eka Suci, Rabu (8/10/2025).

    Eka menjelaskan, peningkatan tinggi muka air laut dipicu oleh fenomena Fase Perigee, yakni saat jarak Bulan berada paling dekat dengan Bumi yang bertepatan dengan fase Bulan Purnama pada 7 Oktober 2025.

    Kombinasi keduanya dapat menyebabkan pasang laut lebih tinggi dari biasanya.

    Adapun wilayah yang berpotensi mengalami banjir rob di antaranya Pesisir Bandar Lampung, Pesisir Pesawaran, Pesisir Tanggamus, Pesisir Timur Lampung, Pesisir Lampung Selatan, dan Pesisir Barat Lampung.

    “Kondisi Fase Perigee dan Bulan Purnama ini bisa memicu peningkatan ketinggian air laut secara maksimum,” jelas Eka.

    Warga yang Beraktivitas di Pesisir Diimbau Waspada

    BMKG mengimbau masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di kawasan pesisir untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir rob.

    Kondisi itu dinilai dapat mengganggu aktivitas harian, terutama di area pelabuhan dan permukiman dekat laut.

    “Kemungkinan bisa mengganggu aktivitas bongkar muat di pelabuhan, kegiatan di pemukiman pesisir, serta sektor perikanan darat. Kami harap masyarakat di wilayah terdampak memperhatikan imbauan ini,” imbuhnya.

     

  • Penanganan Paparan Radioaktif Cesium 137 Bisa semakin Sulit jika Larut di Air

    Penanganan Paparan Radioaktif Cesium 137 Bisa semakin Sulit jika Larut di Air

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan bahwa penanganan radioaktif Cesium 137 di Serang, Provinsi Banten semakin rumit lantaran bisa larut dalam air. Jika hujan turun, tidak menutup kemungkinan paparannya semakin meluas.

    Terlebih, dalam beberapa hari terakhir, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, kerap turun di wilayah Serang.

    “Itu masalahnya. Jadi kalau ini kan sifatnya dia bisa larut ke air,” kata Hanif Faisol di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Selasa (07/10/2025).

    Saat ini yang bisa dilakukan pemerintah dan tim gabungan, mengajak warga tidak beraktivitas atau mendekat di lokasi paparan CS 137. Tim sosialisasi diklaim telah turun ke masyarakat, untuk mengingatkan mereka akan bahaya paparan radioaktif tersebut.

    Lokasi yang memiliki paparan radiasi CS 137 telah diberi tanda kuning, stiker hingga garis polisi. Mengingatkan masyarakat agar tidak melintasi daerah tersebut.

    “Jadi sepanjang kita tidak melewati batas-batas yang kita tentukan, mudah-mudahan aman. Jadi yang penting masyarakat itu paham. Nah, ini kita sedang melakukan pemahaman,” jelasnya.

    Hingga saat ini, ada 22 titik yang terdeteksi memiliki paparan Cesium 137 di dalam Kawasan Industri Modern Cikande. Selain itu, ada 10 titik yang berada di wilayah perkampungan warga.

    Dari 10 titik itu, baru 2 lokasi yang selesai didekontaminasi dalam 5 hari terakhir.

    Lamanya proses pengangkatan material dan dekontaminasi Cesium 137, karena petugas tidak boleh berlama-lama di lokasi paparan.

    Setiap petugas hanya boleh bekerja paling lama 2 menit, kemudian diganti dengan pegawai lainnya, agar tidak terpapar radioaktif CS 137.

    “Proyeksi saya beberapa bulan ya baru akan selesai. Sehingga perlu pembatasan yang ketat. Kita akan sedang rapatkan dulu untuk minta persetujuan kepala menteri untuk melakukan pengetatan. Indonesia sangat concern ya, tidak ada keraguan-keraguan kita untuk menyelesaikan,” tegasnya.

  • Kemendagri Dukung Program Satu Rumah Satu Kolam di Jember, Perkuat Ekonomi Lokal

    Kemendagri Dukung Program Satu Rumah Satu Kolam di Jember, Perkuat Ekonomi Lokal

    Liputan6.com, Jakarta – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memacu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember terus memperkuat ekonomi lokal melalui pengembangan inovasi Satu Rumah Satu Kolam.

    Hal tersebut disampaikan Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo dalam kegiatan audiensi antara BSKDN dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jember di Ruang Video Conference BSKDN Pada Rabu, 8 Oktober 2025.

    Dalam sambutannya, Yusharto menilai bahwa Jember memiliki potensi besar untuk mengembangkan inovasi berbasis sumber daya lokal. Menurutnya, inovasi Satu Rumah Satu Kolam yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Jember merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat sekaligus menjaga ketahanan pangan daerah.

    Kendati terkesan sederhana, namun inovasi tersebut sangat berdampak. Melalui Satu Rumah Satu Kolam, masyarakat dapat memanfaatkan lahan di sekitar rumah untuk budidaya ikan konsumsi. Hal ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan keluarga, tetapi juga bisa menumbuhkan ekonomi dari tingkat rumah tangga.

    “Selama ini masih banyak yang salah paham, kalau inovasi itu harus digital, harus berbasis aplikasi, padahal melalui inovasi yang terkesan sederhana seperti Satu Kolam Satu Rumah ini manfaatnya luar biasa, tidak hanya untuk ketahanan pangan tapi juga pertumbuhan ekonomi lokal,” ungkap Yusharto dalam keterangannya.

    Lebih lanjut, Yusharto menjelaskan bahwa Jember sebagai salah satu lumbung pangan di Jawa Timur memiliki potensi alam yang besar, namun dihadapkan pada sejumlah tantangan geografis karena letaknya yang cukup terpencil. Meski demikian, Jember terbukti mampu bangkit lebih cepat pasca pandemi Covid-19 melalui koordinasi yang kuat antara pemerintah daerah dan forum rektor perguruan tinggi di wilayah tersebut.

    “Jember dikenal sebagai kota pendidikan, memiliki banyak universitas dan sumber daya manusia yang unggul. Ini adalah kekuatan besar yang bisa dioptimalkan dalam mendukung inovasi daerah. Semangat kolaboratif inilah yang perlu terus dijaga,” tegasnya.

     

  • 700 Ribu Warga Jabar Belum Punya E-KTP, Paling Banyak Ada di Bogor

    700 Ribu Warga Jabar Belum Punya E-KTP, Paling Banyak Ada di Bogor

    Liputan6.com, Jakarta – Sebanyak 700 ribu penduduk Provinsi Jawa Barat masih belum memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dari jumlah penduduk berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per semester I tahun 2025 yaitu 51.750.000 jiwa.

    Hingga saat ini belum diketahui alasan penduduk yang belum memiliki tanda identitas tersebut.

    “Dari data itu sekitar Rp37.800.000 gitu yang yang wajib memiliki KTP dan saat ini sekitar 700-an ribu yang belum mendapatkan KTP dengan keterangan (alasan) tidak diketahui,” ucap Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Jawa Bara Berli Hamdani di Gedung Sate, Rabu (8/10/2025).

    Berli mengatakan, jumlah yang belum memiliki e-KTP itu tersebar di sejumlah kabupaten dan kota. Namun, tercatat daerah yang banyak belum memiliki kartu Identitas penduduk ini ada di wilayah Bogor. Hal itu karena penduduk banyak dan wilayah yang luas.

    “Kalau yang belum punya KTP kalau di Jawa Barat yang paling banyak itu di daerah Kabupaten Bogor, karena juga penduduk terbanyak ya. Geografisnya juga sulit, kemudian Sukabumi kemudian juga daerah Cianjur jadi Jawa Barat bagian Selatan Selatan,” kata dia.

  • Menelisik Misinformasi Penyebab Banjir di Indonesia

    Menelisik Misinformasi Penyebab Banjir di Indonesia

    Menurut The Debunking Handbook (2020), misinformasi sepadan maknanya dengan informasi keliru, tetapi orang dengan sadar menyebarkannya dan percaya bahwa itu benar. Misinformasi disebarkan karena kesalahan atau ketidaktahuan dengan tanpa maksud menyesatkan.

    Secara teknis memang benar tapi menyesatkan, karena banyak orang tidak mengetahui fakta yang sebenarnya, fakta terbarunya, dan bahkan keliru menangkap informasi. ‘Misinformasi’ akan menjadi bola salju yang sangat berbahaya jika dikawinkan dengan kata ‘perubahan iklim’ menjadi frasa ‘misinformasi perubahan iklim’, karena dampaknya akan terus berlipat ganda bukan hanya sekadar salah menerima informasi.

    Misinformasi perubahan iklim sebenarnya bukan barang baru. Laporan International Panel on the Information Environment (IPIE), bertajuk Facts, Fakes, and Climate Science, Recommendations for Improving Information Integrity about Climate Issues yang baru-baru ini dirilis menyebutkan, taktik penyebaran misinformasi perubahan iklim sekarang telah mengalami perubahan, dari yang sebelumnya sekadar menyangkal, sekarang menjadi berusaha skeptis terhadap adanya perubahan iklim.

    Misinformasi perubahan iklim, menurut laporan yang disusun konsorsium global beranggotakan lebih dari 250 ilmuwan dari 55 negara itu, memang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya berpendidikan dan kreatif dalam menyusun pesan demi mengambil keuntungan kelompoknya. Pihak-pihak tersebut antara lain korporasi besar, lembaga pemerintahan, dan partai politik.

    Imbas dari misinformasi perubahan iklim yang berseliweran di media sosial bahkan di media mainstream itu, tentu akan membentuk opini publik yang berujung pada ter-disrupsi-nya upaya-upaya mengatasi perubahan iklim, sehingga apa yang seharusnya dilakukan menjadi ‘kabur’. Dalam konteks persoalan banjir Bali misalnya, upaya itu tergantikan dengan pemikiran pasrah yang kedengarannya ilmiah: banjir disebabkan oleh hujan.

    Padahal jika ditelisik lebih dalam, hujan bukan penyebab tunggal banjir parah yang melanda Bali awal September 2025 silam. Faktor pemicu lainnya adalah alih fungsi lahan yang terjadi secara gila-gilaan.

    Mari Telisik Lebih Dalam

    Pengamat Tata Kota Universitas Udayana Putu Rumawan Salain, saat dihubungi Tim Regional Liputan6.com mengatakan, banjir awal September silam bisa dibilang sebagai banjir yang terbesar dan terparah yang pernah terjadi di Bali, dengan memakan korban jiwa terbanyak dan hampir seluruh wilayah Bali mengalaminya.

    “Ini sebagai dampak dari perencanaan, tapi semua itu kan tingkah polah manusia, yang melakukan kegiatan di atas bumi. Jadi ini adalah sebagai peringatan kepada kita untuk mencermati dan tunduk kepada tata ruang yang sudah dirancang,” kata Putu Rumawan.

    Putu juga mengungkapkan, banyak pelanggaran yang dilakukan pemerintah soal alih fungsi lahan dan kepemilikanya, yang akhirnya menjadi salah satu pemicu banjir parah di Bali. Putu juga tidak memungkiri bahwa pariwisata Bali yang jadi trigger utama banyaknya perubahan fungsi dan pemanfaatan lahan di Bali.

    Pariwisata secara langsung mendorong makin tingginya jumlah penduduk di Bali. Banyak orang mencari kerja di Bali di samping juga angka kelahiran yang tinggi. Sehingga Bali penduduk Bali saat ini sudah mencapai angka 4 juta lebih, dan di Denpasar sudah hampir 1 juta penduduk.

    “Bayangkan di kota yang sekecil ini luasnya (Denpasar),” kata Rumawan.

    Kepadatan penduduk itu, katanya, akan mendorong banyak orang untuk memanfaatkan lahan sekecil-kecilnya sebagai tempat tinggal. Pada akhirnya sempadan atau daerah-daerah di pinggir sungai ‘dirampok’ sehingga daerah aliran sungai menyempit. 

    “Belum lagi akibat pendangkalan, pencurian lahan untuk bangunan dan lain-lain, itu menjadikan semakin susah penyaluran air dari penyaluran primer sampai ke tersier,” ungkap Rumawan.

    Peralihan daerah sawah menjadi permukiman juga mengubah tata ruang kota sehingga saat terjadi hujan, airnya meluap, air kemudian mencari jalannya sendiri ke tempat yang rendah, seperti Denpasar.

    “Di sisi selatan ini kan daerah dataran yang paling rendah, diserbu oleh hujan berbagai daerah di hulu, dari Tabanan, diserbu dari Gianyar,” katanya.

    Putu Rumawan juga menjelaskan, sebenarnya dalam rencana tata kota dan tata ruang Provinsi Bali, yang sudah direvisi 2023, sudah diatur untuk tidak menambah slot pada titik-titik perkembangan pariwisata.

    “Sekarang ini kan banyak sekali tumbuh bahkan membuat konflik di daerah-daerah masyarakat kan ada adat yang dibenturkan, ada politik yang terbenturkan, karena investor bawa uang itu berlindung di balik kekuasaan dan di balik adat, jadi kan yang konflik masyarakat,” kata Rumawan.

    Dirinya mewanti-wanti pemerintah, dalam hal ini, harus tegas menegakkan peraturan yang ada, karena sekarang bukan hanya kerugian materi sebagai imbasnya, tapi juga memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Menurut Rumawan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah agar banjir parah tidak terulang lagi, antara lain pertama, penegakan aturan tata ruang dan tata kota.

    Kedua, di dalam pengurusan izin-izin pembangunan harus tegas. Garis sempadan bangunan samping, belakang, depan, itu harus dipenuhi. Lahan di Bali yang sudah sempit ini karena pembangunan pariwisata, sangat susah dicari lahan yang bisa menyerap air, kalau pun ada presentasenya tidak banyak. 

    “Banyak lahan sudah ditutup sama beton paving, atau batu sikat bumi tidak meresap air lagi jadi tidak ada kemampuan bumi tidak pernah napas dan tidak minum seolah-olah begitu dan ketika dia tidak kuat dia melempar semua yang dia muntahkan,” kata Rumawan.

    Rumawan menegaskan, hujan tidak perlu disalahkan dan dicap sebagai pemicu banjir besar. Yang diperlukan saat ini adalah kejernihan berpikir untuk mencegah dan menanggulangi jika sewaktu-waktu hujan turun dengan deras. 

    “Mungkin turis juga tidak mau datang, kalau kita saja tidak bisa mencegah dan menanggulangi banjir,” katanya.

     

  • Diterjang Angin Kencang, 2 Rumah Warga di Nagrak Sukabumi Rusak Tertimpa Pohon

    Diterjang Angin Kencang, 2 Rumah Warga di Nagrak Sukabumi Rusak Tertimpa Pohon

    Liputan6.com, Jakarta – Angin kencang yang melanda wilayah Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, pada Selasa (7/10/2025) sore, mengakibatkan sedikitnya dua rumah warga rusak tertimpa pohon tumbang.

    Kejadian yang dipicu oleh cuaca ekstrem ini berdampak pada tiga Kepala Keluarga (KK) atau 12 jiwa, namun dilaporkan tidak ada korban luka maupun korban jiwa.

    Manajer Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Daeng Sutisna, membenarkan laporan tersebut. Ia mengatakan tim di lapangan segera melakukan penanganan.

    “Laporan yang kami terima menyebutkan ada dua lokasi kejadian pohon tumbang yang menimpa rumah warga. Total ada 3 KK yang terdampak dan membutuhkan penanganan cepat,” ujar Daeng Sutisna di Sukabumi, Selasa (7/10/2025).

    Daeng merincikan, dampak pertama terjadi di Kampung Nagrak RT 02 RW 04, Desa Nagrak Selatan. Pohon Kemang tumbang dan menimpa rumah milik Ujang Suparma (1 KK, 5 jiwa), menyebabkan kerusakan pada bagian atap.

    Kejadian kedua tercatat di Kampung Sinagar RT 02 RW 04, Desa Nagrak Utara. Di lokasi ini, pohon petai tumbang dan menimpa rumah milik Adi (2 KK, 7 jiwa), yang juga mengalami kerusakan pada bagian atapnya.

     

  • Begal di Lampung Menyamar Jadi ‘Pak Ogah’, Gigit Tangan Polisi Saat Ditangkap

    Begal di Lampung Menyamar Jadi ‘Pak Ogah’, Gigit Tangan Polisi Saat Ditangkap

    Liputan6.com, Jakarta Polisi menangkapan Mansur (23), begal di Kabupaten Lampung Tengah, setelah delapan bulan buron. Mansur melawan saat ditangkap. Dia menggigit tangan polisi.

    Kapolsek Padang Ratu, AKP Edi Suhendra mengatakan, pelaku sempat buron sejak Maret 2025. Ia akhirnya ditangkap di jalan lintas Kecamatan Padang Ratu-Gunung Sugih, setelah diketahui bersembunyi dengan berpura-pura menjadi ‘Pak Ogah’ di jalan rusak wilayah setempat.

    “Pelaku ini sudah buron selama delapan bulan dan terlibat lima kali aksi pencurian dengan kekerasan,” ujar Edi, Selasa (7/10/2025).

    Dalam aksi terakhirnya pada Maret 2025, Mansur membegal seorang pelajar SMP. Modus Mansur berpura-pura meminta tolong diantarkan ke Kampung Haduyang Ratu. Di tengah jalan, pelaku mencekik korban dan merampas sepeda motor.

    “Korban sempat melawan, dan pelaku menggigit tangannya hingga luka,” tutur Edi.

    Kini pelaku mendekam di sel tahanan dan dijerat dengan Pasal 365 dan/atau Pasal 368 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.

  • Ocang Lawan King Cobra Pakai Parang, Diduga Berniat Menguliti

    Ocang Lawan King Cobra Pakai Parang, Diduga Berniat Menguliti

    Liputan6.com, Jakarta Ocang (70), warga Kampung Cipetir RT 08 RW 03, Desa Cidadap, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi, tewas setelah terlibat duel sengit dengan seekor king cobra sepanjang 4 meter.

    Meskipun Ocang, seorang petani yang dikenal sebagai pemburu ular, berhasil membunuh ular, nyawanya tak tertolong. Racun ular menyebar dengan cepat di tubuhnya saat ia berjuang mencari pertolongan.

    Menurut keterangan dari sahabat korban, Apih Libra Rustiana, insiden tragis ini bermula sekitar pukul 05.00 WIB di dekat kandang ayam milik korban. Ular king cobra itu terlihat muncul ke arah kandang.

    “Kalau kata manusia mah, ini ular duel dulu, bawa parang, macok (dipatuk). Sempat diikat dulu sama sendiri (kaki) sebelah kanan,” ujar Apih Libra dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/10/2025).

    Ocang dikenal bukan sebagai pawang, melainkan sebagai tukang berburu ular dan biawak. Apih menduga, Abah Ocang saat itu tidak sekadar ingin menyingkirkan ular, tetapi juga hendak mengambil kulitnya.

    “Pasalnya, Ocang ini kalau sekarang mah disebutnya tukang berburu ular, biawak. Jadi kalau dengan ular sudah biasa. Kecuali pada saat ini ular berbisa, diduga bukan untuk mengambil ularnya, tapi untuk mengambil kulitnya,” jelasnya.

    Apih juga menerangkan bahwa Ocang sempat mengikat kakinya sendiri setelah dipatuk, namun perlawanan terus dilakukan karena ular belum mati. Gerakan aktif korban setelah terpatuk disinyalir mempercepat penyebaran bisa.

    “Selama bergerak kan si bisa itu cepat bereaksinya. Kalau diam mah enggak akan cepat gitu. Ini bereaksi (bergerak) ke sana kemari, diikat sendiri, dan terus duel dengan ularnya karena belum mati,” tambah Apih.

    Korban ditemukan sekitar pukul 06.00 WIB. Ocang sempat berusaha mencari pertolongan menuju Puskesmas yang berjarak sekitar lima menit perjalanan menggunakan motor, melintasi jalan setapak di perkebunan Cihideung, perbatasan Desa Padasenang dan Cidadap.

    Saat ditemukan, Ocang sudah tidak bernyawa. Di kakinya terlihat bekas gigitan yang mengeluarkan darah, dan tak jauh dari sana, ular king cobra tersebut terkapar dengan kepala yang sudah tertancap kayu.

    “Terlihat ada yang lewat dan melihat Mang Ocang kenapa? Dilihat keluar darah di kaki. Dipastikan karena apa, terlihat ada ular yang terkapar malah kepala ditusuk kayu, dibiarkan saja sudah seperti itu,” ungkapnya.

    Telepon genggam milik korban ditemukan di dekat pangkalan ojek di pertigaan Cipetir, yang mengindikasikan bahwa ia tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan mencari pertolongan.

    Menurut Apih Libra, ular king cobra tersebut bukan pertama kalinya terlihat. Ular itu telah terlihat tiga kali sebelumnya di sekitar kediaman korban, di mana kerap memangsa ayam milik warga.

  • Ocang Lawan King Cobra Pakai Parang, Diduga Berniat Menguliti

    Ocang Lawan King Cobra Pakai Parang, Diduga Berniat Menguliti

    Liputan6.com, Jakarta Ocang (70), warga Kampung Cipetir RT 08 RW 03, Desa Cidadap, Kecamatan Cidadap, Kabupaten Sukabumi, tewas setelah terlibat duel sengit dengan seekor king cobra sepanjang 4 meter.

    Meskipun Ocang, seorang petani yang dikenal sebagai pemburu ular, berhasil membunuh ular, nyawanya tak tertolong. Racun ular menyebar dengan cepat di tubuhnya saat ia berjuang mencari pertolongan.

    Menurut keterangan dari sahabat korban, Apih Libra Rustiana, insiden tragis ini bermula sekitar pukul 05.00 WIB di dekat kandang ayam milik korban. Ular king cobra itu terlihat muncul ke arah kandang.

    “Kalau kata manusia mah, ini ular duel dulu, bawa parang, macok (dipatuk). Sempat diikat dulu sama sendiri (kaki) sebelah kanan,” ujar Apih Libra dihubungi Liputan6.com, Selasa (7/10/2025).

    Ocang dikenal bukan sebagai pawang, melainkan sebagai tukang berburu ular dan biawak. Apih menduga, Abah Ocang saat itu tidak sekadar ingin menyingkirkan ular, tetapi juga hendak mengambil kulitnya.

    “Pasalnya, Ocang ini kalau sekarang mah disebutnya tukang berburu ular, biawak. Jadi kalau dengan ular sudah biasa. Kecuali pada saat ini ular berbisa, diduga bukan untuk mengambil ularnya, tapi untuk mengambil kulitnya,” jelasnya.

    Apih juga menerangkan bahwa Ocang sempat mengikat kakinya sendiri setelah dipatuk, namun perlawanan terus dilakukan karena ular belum mati. Gerakan aktif korban setelah terpatuk disinyalir mempercepat penyebaran bisa.

    “Selama bergerak kan si bisa itu cepat bereaksinya. Kalau diam mah enggak akan cepat gitu. Ini bereaksi (bergerak) ke sana kemari, diikat sendiri, dan terus duel dengan ularnya karena belum mati,” tambah Apih.

    Korban ditemukan sekitar pukul 06.00 WIB. Ocang sempat berusaha mencari pertolongan menuju Puskesmas yang berjarak sekitar lima menit perjalanan menggunakan motor, melintasi jalan setapak di perkebunan Cihideung, perbatasan Desa Padasenang dan Cidadap.

    Saat ditemukan, Ocang sudah tidak bernyawa. Di kakinya terlihat bekas gigitan yang mengeluarkan darah, dan tak jauh dari sana, ular king cobra tersebut terkapar dengan kepala yang sudah tertancap kayu.

    “Terlihat ada yang lewat dan melihat Mang Ocang kenapa? Dilihat keluar darah di kaki. Dipastikan karena apa, terlihat ada ular yang terkapar malah kepala ditusuk kayu, dibiarkan saja sudah seperti itu,” ungkapnya.

    Telepon genggam milik korban ditemukan di dekat pangkalan ojek di pertigaan Cipetir, yang mengindikasikan bahwa ia tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan mencari pertolongan.

    Menurut Apih Libra, ular king cobra tersebut bukan pertama kalinya terlihat. Ular itu telah terlihat tiga kali sebelumnya di sekitar kediaman korban, di mana kerap memangsa ayam milik warga.

  • Waspada! Pasang Air Laut Maksimum Diprediksi Terjadi di Wilayah Pesisir Lampung 7-13 Oktober 2025

    Waspada! Pasang Air Laut Maksimum Diprediksi Terjadi di Wilayah Pesisir Lampung 7-13 Oktober 2025

    Dia bilang, dampak dari fenomena tersebut dapat dirasakan masyarakat di wilayah pesisir dan sekitar pelabuhan.

    “Kondisi ini secara umum dapat mengganggu aktivitas masyarakat di kawasan pelabuhan dan pesisir, seperti bongkar muat kapal, kegiatan di pemukiman pesisir, hingga sektor perikanan darat,” jelas dia.

    Tri juga mengimbau masyarakat pesisir agar tetap waspada dan siaga menghadapi potensi pasang maksimum air laut, serta selalu memantau pembaruan informasi cuaca maritim dari Stasiun Meteorologi Maritim Panjang.