Category: Liputan6.com Regional

  • Kronologi Bully Siswa SMP di Grobogan Berujung Tewas: Pelaku Ejek Korban, lalu Terlibat Perkelahian

    Kronologi Bully Siswa SMP di Grobogan Berujung Tewas: Pelaku Ejek Korban, lalu Terlibat Perkelahian

    Liputan6.com, Jakarta Kepolisian sudah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus perundungan, Angga Bagas Perwira (12), siswa SMPN 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Tetapi karena keduanya masih di bawah umur, maka tidak dilakukan penahanan.

    Dari informasi Liputan6.com, kronologi awal kematian ABP (12) murid kelas VII SMPN 1 Geyer itu, berawal saat korban melaksanakan kerja bakti bersama teman-teman di sekolah pada Sabtu (11/10/2025) sekitar pukul 07.00 WIB

    Murid laki-laki kerja bakti di luar kelas, sedangkan murid perempuan kerja bakti di dalam kelas. Saat kerja bakti itu berlangsung, korban diejek salah satu temannya yang diduga pelaku.

    Pelaku tersebut mengejek bahwa korban itu seperti murid perempuan lainnya. Kemudian, pelaku memaksa korban supaya masuk ke dalam kelas bergabung bersama murid-murid perempuan lainnya.

    Ejekan tersebut memicu terjadinya perkelahian antara korban dengan temannya itu. Namun masalah itu berhasil dilerai dan selesai.

    Sekitar pukul 11.30 WIB atau setelah jam istirahat, korban kembali terlibat perkelahian dengan pelajar lainnya.

    Dalam perkelahian kedua kalinya ini, korban diduga didorong serta dipukul sampai jatuh oleh pelaku hingga menyebabkan kepala korban terbentur lantai.

    Setelah terjatuh, tubuhnya mengalami kejang-kejang dan dibawa ke ruang UKS. Namun setibanya di UKS, korban diketahui sudah tidak bernapas.

    Karena panik, sejumlah guru di SMPN 1 Geyer membawa korban ke Puskesmas Geyer. Setelah berada di Puskesmas dan dilakukan pengecekan oleh tim medis, ternyata korban sudah dalam kondisi meninggal dunia.

  • Kronologi Bully Siswa SMP di Grobogan Berujung Tewas: Pelaku Ejek Korban, lalu Terlibat Perkelahian

    Perundungan Berujung Siswa SMP di Grobogan Tewas, 2 Orang Jadi Tersangka tapi Tak Ditahan karena Hal Ini

    Meskipun berstatus tersangka, kedua anak berkonflik dengan hukum ini tidak dilakukan penahanan karena masih di bawah umur.

    Rizky menambahkan,dalam penanganan kasus bullying hingga mengakibatkan kematian korban, kepolisian bertindak berasaskan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

    “Karena pelaku anak di bawah 14 tahun maka tidak bisa tahan, merujuk pada UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. Namun proses hukum tetap berjalan,” ungkap Rizky.

  • Ketua Nasdem Sumut Jadi Korban Salah Tangkap di Pesawat, Gara-Gara Namanya Mirip Pelaku Judi Online

    Ketua Nasdem Sumut Jadi Korban Salah Tangkap di Pesawat, Gara-Gara Namanya Mirip Pelaku Judi Online

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Sumatera Utara, Iskandar ST, menjadi korban salah tangkap di pesawat terbang. Gara-gara namanya mirip dengan pelaku judi online. 

    Peristiwa itu terjadi saat Iskandar hendak terbang dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang, ke Jakarta, Rabu malam (15/10/2025). Iskandar menjadi korban salah tangkap oleh oknum polisi di dalam pesawat Garuda GA 193. Peristiwa memalukan tersebut terjadi di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan rute Bandara Kualanamu–Soekarno Hatta.

    Dia sempat diamankan dan diturunkan dari pesawat lantaran memiliki nama yang sama dengan seorang buronan kasus judi online. Kejadian tersebut dikabarkan sempat menyebabkan penerbangan tertunda.

    Tak terima dengan peristiwa itu, Iskandar akan membawa insiden dugaan salah tangkap yang menimpanya ke ranah hukum. Iskandar telah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya dan berencana mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dinilai bertanggung jawab atas insiden tersebut.

    “Kami akan melakukan langkah hukum, dan saya sudah konsultasi ke pengacara,” kata Iskandar ST, Kamis (16/10/2025).

  • Pakai Patwal ‘Tot Tot Wuk Wuk’, Mobil Sekprov Sulsel Jadi Sasaran Emosi Pengguna Jalan

    Pakai Patwal ‘Tot Tot Wuk Wuk’, Mobil Sekprov Sulsel Jadi Sasaran Emosi Pengguna Jalan

    Terpisah, Kasubdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Sulsel, AKBP Amin Toha, menegaskan bahwa penggunaan sirine dan lampu strobo oleh kendaraan Satpol PP untuk mengawal pejabat pemerintah melanggar aturan lalu lintas. 

    “Itu jelas pelanggaran. Kalau kita bicara aturan, sudah diatur dalam Pasal 59 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tegas AKBP Amin Toha.

    “Lampu isyarat warna biru dengan sirine hanya boleh digunakan untuk kendaraan Kepolisian. Sementara lampu merah dengan sirine untuk kendaraan tahanan, pengawal TNI, pemadam kebakaran, Palang Merah, ambulans, dan jenazah. Sedangkan lampu kuning tanpa sirine digunakan untuk patroli jalan tol atau kendaraan pembersih fasilitas umum,” tambahnya.

    Amin menegaskan, mobil Satpol PP tidak termasuk kategori yang diperbolehkan menggunakan sirine atau strobo warna biru. Apalagi untuk membuka jalan bagi pejabat. 

    “Kalau kendaraan bukan Polri, tidak boleh menggunakan sirine warna biru. Itu bukan wewenangnya. Bahkan kami di kepolisian pun sangat selektif, hanya menggunakan sirine dalam kondisi urgensi tinggi, seperti menolong korban kecelakaan atau keadaan darurat lainnya,” ujarnya.

    Setiap bentuk pengawalan yang tidak sesuai aturan bisa ditindak. Apalagi jika pengawalan itu dilakukan tanpa unsur urgensi. 

    “Kalau pengawalannya tidak memenuhi unsur urgensi, apalagi dilakukan oleh instansi non-Polri, itu pelanggaran. Kami imbau agar masyarakat maupun instansi pemerintah mematuhi ketentuan yang berlaku,” ucapnya. 

    Polisi telah menyampaikan petunjuk dan arahan dari Dirlantas Polda Sulsel kepada seluruh Polres jajaran agar penggunaan sirine dan strobo dilakukan secara selektif, proporsional, dan sesuai peraturan.

    “Kalau memang bukan kendaraan yang berhak, sebaiknya tidak menggunakan lampu strobo atau sirine. Kami akan terus melakukan penertiban terhadap penggunaan perangkat tersebut di jalan raya,” tutup Amin.

     

     

     

  • Aniaya Warga, Ketua DPRD Malaka Jadi Tersangka dan Belum Ditahan Polisi

    Aniaya Warga, Ketua DPRD Malaka Jadi Tersangka dan Belum Ditahan Polisi

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malaka, Adrianus Bria Seran (56) menyandang status tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap Alfonsius Leki (34), warga Desa Lasaen, Kecamatan Malaka Barat.  

    Kasat Reskrim Polres Malaka Iptu Dominggus Natalino Sanjoyo Lesu Duran menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik Polres Malaka setelah melalui gelar perkara di Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT).

    “Kasusnya sudah kami gelar dan penetapan tersangkanya di Polda NTT. Hari ini kami sudah mengirimkan surat pemanggilan sebagai tersangka kepada Adrianus,” ungkap  Iptu Dominggus, Rabu, 15 Oktober 2025.

    Meski telah berstatus tersangka, Adrianus tidak ditahan. Menurutnya, penyidik mempertimbangkan aspek kooperatif tersangka serta posisinya sebagai pejabat publik.

    “Pertimbangan ditahan atau tidak itu berdasarkan penilaian penyidik. Alasan utama penahanan adalah bila pelaku dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan pidana. Dalam kasus ini, kami menilai Ketua DPRD tidak memenuhi kriteria itu,” jelasnya. 

    Penyidik telah melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka untuk melengkapi berkas perkara sebelum dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. 

    “Kita jadwalkan untuk periksa tersangka pada Sabtu ini. Setelah pemeriksaan sebagai tersangka, kami lanjutkan ke tahap pemberkasan dan pelimpahan tahap satu,”ujarnya. 

    Dominggus menegaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. 

    “Bukti yang kami miliki cukup untuk menetapkan Adrianus sebagai tersangka,” ujarnya.

    Dia berjanji akan memproses hukum secara profesional meski pelaku merupakan pejabat publik. “Kami pastikan penanganan perkara tetap sesuai prosedur hukum,” tegas Dominggus.

  • Warga yang Dorong Lurah hingga Masuk Parit Ditangkap dan Jadi Tersangka, Cengengesan Saat Minta Maaf

    Warga yang Dorong Lurah hingga Masuk Parit Ditangkap dan Jadi Tersangka, Cengengesan Saat Minta Maaf

    Liputan6.com, Jakarta Pria paruh baya di Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), terpaksa berurusan dengan polisi. Penyebabnya, dia mendorong Lurah Perintis hingga tercebur ke dalam parit saat petugas membongkar “polisi tidur berpaku” yang berbahaya di depan rumahnya. Videonya viral di media sosial. 

    Pelaku berinisial M (61) ditangkap personel Polsek Medan Timur setelah mendorong Lurah Perintis, M Fadli (42), hingga terjatuh ke parit. Insiden itu terjadi di Jalan Madukoro, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

    Peristiwa bermula dari laporan warga yang mengeluhkan ban sepeda motor mereka sering bocor saat melintas di depan rumah M.

    Ketika dicek, Fadli bersama kepala lingkungan menemukan penyebabnya, yaitu polisi tidur dari ban bekas yang ditancapi paku-paku tajam di permukaannya. 

    “Nah, Lurah dan Kepling berinisiatif membongkar karena jelas berbahaya. Tapi, pelaku menolak dan langsung marah,” kata Kanit Reskrim Polsek Medan Timur, Iptu Fadjri Lubis, Kamis (16/10/2025).

    Dalam perdebatan memanas, M mendorong Fadli hingga tercebur ke parit. Akibatnya, lurah mengalami luka memar di tangan kiri dan sejumlah bagian tubuh.

  • Dampak Radiasi Cesium-137, Pemkab Serang Tetap Relokasi Meski Warga Menolak: Tak Boleh Bawa Barang

    Dampak Radiasi Cesium-137, Pemkab Serang Tetap Relokasi Meski Warga Menolak: Tak Boleh Bawa Barang

    Rukmawati (32) juga mengamini ucapan Sarniti. Dia mengaku tahu desanya terpapar radiasi. Akan tetapi, dia merasa dirinya dan keluarga tidak mengalami gejala apa pun sehingga memilih tetap tinggal di rumah.

    “Sejauh ini saya enggak ada gejala apa-apa,” Rukmawati saat ditemui di depan rumahnya yang berjarak beberapa meter dari garis pembatas di Kampung Sadang, Banten.

    Dia mengaku tetap beraktivitas seperti biasa, meskipun rasa risih kerap muncul setiap kali melihat tanda peringatan itu.

    Rukmawati mengatakan belum pernah ada petugas kesehatan yang datang untuk memeriksa kondisi warga di sekitar lokasi. “Belum ada. Tadinya dijanjikan nanti ada dokter ke sini, tapi sampai sekarang belum,” katanya.

    Saat mendengar kabar rencana relokasi sementara yang disampaikan pemerintah, Rukmawati menyatakan siap mengikuti jika demi keselamatan keluarga. Namun, ia menegaskan keputusan akhir harus melalui musyawarah bersama suami dan keluarganya.

    “Kalau demi kesehatan, ya oke-oke saja, tapi harus rembukan dulu,” ujarnya.

    Meski begitu, dia mengaku relokasi bukan hal yang mudah bagi warga. “Kalau pindah sementara ke gedung, disiapin makan, anak dijamin, tetap aja kurang nyaman. Lebih enak tinggal di rumah sendiri, meskipun agak khawatir,” tambahnya.

  • Beras Premium Penuh Kutu dan Beras ‘Merek Palsu’ Ditemukan di Kupang

    Beras Premium Penuh Kutu dan Beras ‘Merek Palsu’ Ditemukan di Kupang

    Liputan6.com, Jakarta Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap dua kasus penjualan beras yang tidak sesuai ketentuan oleh pedagang di pasar tradisional dan pasar modern Kota Kupang. 

    Kasus pertama, praktik penjualan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang diganti ke kemasan merek lain. Kasus kedua, beras premium penuh kutu yang dijual di retail modern. 

    Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda NTT, Kombes Pol Hans Rachmatulloh Irawan mengatakan dalam kasus itu, pihaknya menetapkan dua orang sebagai tersangka. 

    Tersangka pertama M (36), seorang pedagang di Pasar Inpres Naikoten Kota Kupang. M adalah rekanan dari Bulog dan mempunyai kuota penjualan beras SPHP karena memenuhi syarat sebagai penjual. Namun kemudian pelaku memindahkan beras SPHP ke karung beras cap jeruk atau beras Sulawesi supaya dijual dengan harga lebih mahal.

    Dia memindahkan dan menjahit ulang beras SPHP menjadi kemasan cap jeruk menggunakan 1 buah mesin khusus. Setelah itu, dia menjual ulang dengan harga Rp 13 ribu hingga Rp 14 ribu per kilogram, atau lebih dari ketentuan beras SPHP senilai Rp 12.500 per kilogram.

    “Kalau SPHP maka yang beli hanya bisa dua karung. Jadi ada batasan. Sementara dia melihat penjualan beras cap jeruk ini laris jadi dia modus ‘ganti kulit’ dan buat 8 karung beras SPHP ukuran 5 kilogram jadi 1 karung beras cap jeruk ukuran 40 kilogram,” kata Hans.

    Polisi telah menyita 2,6 ton beras SPHP yang ditukar ke dalam karung beras cap jeruk ukuran 40 kilogram. Mereka juga menyita 149 beras SPHP kemasan 5 kilogram yang belum dipindahkan. 111 karung kosong yang dipersiapkan untuk penggantian, 1 unit mesin jahit, sebuah pisau dan beberapa dokumen usaha.

    “Pelaku melakukan penukaran di tempat yang juga jadi tempat penjualan beras. Ia meminta beberapa karyawan untuk menukar kemasan tersebut,” sebutnya.

  • Siswa SD di Gunungkidul Tewas Tenggelam Saat Outbond di Sungai Kamal

    Siswa SD di Gunungkidul Tewas Tenggelam Saat Outbond di Sungai Kamal

    Liputan6.com, Jakarta Suasana duka menyelimuti Padukuhan Kamal, Kalurahan Wunung, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Warga setempat masih tak percaya setelah seorang bocah kelas 2 SD ditemukan tewas tenggelam di aliran Sungai Kamal pada Rabu malam (15/10/2025). Bocah malang itu diketahui berinisial GS, warga setempat yang baru berusia delapan tahun.

    Hari yang seharusnya penuh keceriaan berubah menjadi tragedi memilukan. Sejak pagi, raut wajah ceria para siswa memenuhi halaman sekolah. Mereka tengah bersiap mengikuti kegiatan outbond sebuah agenda pembelajaran di luar kelas yang diharapkan bisa mempererat kebersamaan dan melatih keberanian. Lokasi kegiatan dipilih di sekitar aliran Sungai Kamal, tak jauh dari permukiman warga.

    Menurut penuturan Agung Kurniawan, Jagabaya Kalurahan Wunung, kegiatan berjalan lancar hingga siang hari. Anak-anak tampak gembira bermain bersama teman-temannya, mengikuti permainan yang dipandu guru dan pendamping sekolah. Namun, usai kegiatan selesai dan para siswa dikumpulkan untuk bersiap pulang, satu nama tak kunjung muncul saat daftar kehadiran dicek.

    “Korban, GS, tidak terlihat di antara rombongan. Guru sempat mengira dia masih bermain di sekitar lokasi, tapi setelah dicari-cari tidak ketemu,” tutur Agung Kurniawan.

    Awalnya, pencarian dilakukan secara sederhana oleh guru dan beberapa warga sekitar. Mereka memanggil-manggil nama korban sambil menyusuri tepian sungai. Namun hingga sore menjelang malam, keberadaan bocah itu tetap tidak diketahui. Kepanikan mulai terasa, terutama di antara para guru dan orang tua yang mulai berdatangan ke lokasi.

    Saat matahari tenggelam dan gelap mulai menyelimuti Wunung, warga semakin ramai berdatangan membawa senter dan alat seadanya. Mereka menyisir sepanjang aliran Sungai Kamal, sementara sebagian lain melapor ke aparat kepolisian dan tim SAR setempat.

    “Pencarian dilakukan sejak sore hingga malam. Semua ikut membantu warga, guru, dan aparat. Kami berharap anak itu masih bisa ditemukan dalam keadaan selamat,” kata Agung.

  • Bandara Frans Seda Ditutup Imbas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

    Bandara Frans Seda Ditutup Imbas Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki

    Pos Pengamat Gunung Api (PGA) Lewotobi Laki-laki mencatat bahwa pada Rabu pukul 00.00 Wita-12.00 Wita, terekam dua kali erupsi.

    Erupsi pertama terjadi pada pukul 01.35 Wita, dengan tinggi kolom abu yang teramati sekitar 10 kilometer di atas puncak sekitar 11.584 meter di atas permukaan laut. Kolom abu tampak berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat daya, barat, dan barat laut. Erupsi disertai suara dentuman kuat.

    Gunung api berstatus level IV awas ini kembali erupsi pukul 09.21 Wita, dengan durasi sekitar 3 menit 1 detik. Letusan tersebut menghasilkan kolom abu setinggi 8.000 meter di atas puncak sekitar 9.584 meter di atas permukaan laut. Kolom abu yang teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah utara dan barat laut.