Category: Liputan6.com Regional

  • Kawanan Gajah Liar Terpantau di Jalan Suoh- Tanggamus Lampung

    Kawanan Gajah Liar Terpantau di Jalan Suoh- Tanggamus Lampung

    Kepala Balai TNBBS, Hifzon Zawahiri, mengatakan pemantauan pergerakan kawanan gajah liar dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS) Collar yang terpasang pada salah satu individu gajah.

    “Berdasarkan pantauan data GPS Collar tanggal 14 Desember 2025, kawanan gajah ‘Bunga’ berada di Blok 8 Hutan Lindung Kotaagung Utara Register 39. Selain itu, laporan masyarakat juga menemukan kotoran gajah baru di Blok 9 kawasan tersebut,” ujar Hifzon dikonfirmasi Liputan6.com, Senin (15/12).

    Dia mengutarakan, terdapat dua kawanan gajah yang terpantau aktif. Yakni kawanan Bunga-Lestari berjumlah 12 ekor dan kawanan Jambul-Ramadhani berjumlah 6 ekor. Sejak 19 Juli 2024, kedua kawanan tersebut dipantau secara intensif menggunakan GPS Collar.

    Menurut Hifzon, meningkatnya interaksi negatif antara gajah dan manusia tidak lepas dari perubahan tutupan lahan di wilayah jelajah gajah. Kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan dan permukiman menjadi faktor dominan pemicu konflik.

    “Pembukaan kawasan hutan untuk pertanian, perkebunan, dan permukiman, serta penanaman tanaman bernilai ekonomi yang juga menjadi sumber pakan gajah, menjadi pemicu utama konflik manusia dan gajah,” jelasnya.

    Sebagai langkah mitigasi, BBTNBBS menerapkan pendekatan Community-Based Conflict Mitigation atau mitigasi konflik berbasis komunitas, dengan membentuk Satgas konflik gajah-manusia di tingkat desa atau pekon.

    Selain itu, pendekatan Integrated Prevention Model (IPM) juga diterapkan dengan menggabungkan aspek sosial, ekologi, dan teknologi.

    Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung BKSDA Bengkulu, Itno Itoyo mengatakan, pihaknya bersama TNBBS, KPH Kotaagung, dan Satgas terus melakukan peningkatan kesadaran masyarakat di wilayah rawan konflik.

    Ia menambahkan, pemanfaatan GPS Collar sangat membantu dalam memantau keberadaan kelompok gajah sehingga upaya antisipasi dan mitigasi dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.

    “Kami bersama para pihak melakukan monitoring dan edukasi di desa-desa seperti Sidomulyo dan Sedayu. Karakteristik wilayah yang berbukit dan pegunungan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penghalauan gajah,” kata Itno.

  • Polisi Kembali Gelar Pra Rekonstruksi, Tersangka Belum Ditetapkan

    Polisi Kembali Gelar Pra Rekonstruksi, Tersangka Belum Ditetapkan

    Kepala Lingkungan V, Tono, adalah saksi mata pertama yang tiba di lokasi setelah menerima laporan warga tentang adanya keributan.

    Ia mendapati ambulans RS Colombia Asia sudah di depan rumah dan Faizah sudah diperiksa oleh tim medis.

    “Korban sudah tiada,” kata petugas medis, memupus harapan suaminya, Alham, yang masih terpukul di samping jenazah istrinya.

    Tono awalnya hanya melihat luka di lengan korban. Namun, laporannya ke Polsek Sunggal mengungkapkan fakta yang jauh lebih mengerikan. Polisi menemukan 20 luka tusukan pisau yang bersarang di tubuh Faizah.

    Menurut keterangan yang didengar Tono, insiden berdarah ini diduga dipicu oleh cekcok yang terjadi antara ibu dan anak itu pada malam sebelumnya. Faizah sempat memarahi putrinya, A, sebelum tragedi itu pecah saat fajar.

    Kontras dengan kejahatan yang terjadi, keluarga ini justru dikenal sebagai keluarga yang harmonis dan tanpa masalah besar.

    “Akrab kali mereka itu. Ibu dan anaknya tak berjarak. Ibunya tiap pagi mengantar anaknya keluar, panggilkan Grab sebelum sekolah,” ujar Tono, menunjukkan betapa sulitnya warga mempercayai peristiwa ini.

    Rumah itu kini hanya dipenuhi kesunyian dan tatapan kosong.

    Garis polisi membentang di pintu, menandai akhir tragis dari kehidupan Faizah Soraya dan menghancurkan kehangatan keluarga yang dihuni 4 orang, ayah, ibu, serta 2 anak perempuan yang kini harus menghadapi kenyataan pahit.

     

  • Polisi Kembali Gelar Pra Rekonstruksi, Tersangka Belum Ditetapkan

    Polisi Kembali Gelar Pra Rekonstruksi, Tersangka Belum Ditetapkan

    Kepala Lingkungan V, Tono, adalah saksi mata pertama yang tiba di lokasi setelah menerima laporan warga tentang adanya keributan.

    Ia mendapati ambulans RS Colombia Asia sudah di depan rumah dan Faizah sudah diperiksa oleh tim medis.

    “Korban sudah tiada,” kata petugas medis, memupus harapan suaminya, Alham, yang masih terpukul di samping jenazah istrinya.

    Tono awalnya hanya melihat luka di lengan korban. Namun, laporannya ke Polsek Sunggal mengungkapkan fakta yang jauh lebih mengerikan. Polisi menemukan 20 luka tusukan pisau yang bersarang di tubuh Faizah.

    Menurut keterangan yang didengar Tono, insiden berdarah ini diduga dipicu oleh cekcok yang terjadi antara ibu dan anak itu pada malam sebelumnya. Faizah sempat memarahi putrinya, A, sebelum tragedi itu pecah saat fajar.

    Kontras dengan kejahatan yang terjadi, keluarga ini justru dikenal sebagai keluarga yang harmonis dan tanpa masalah besar.

    “Akrab kali mereka itu. Ibu dan anaknya tak berjarak. Ibunya tiap pagi mengantar anaknya keluar, panggilkan Grab sebelum sekolah,” ujar Tono, menunjukkan betapa sulitnya warga mempercayai peristiwa ini.

    Rumah itu kini hanya dipenuhi kesunyian dan tatapan kosong.

    Garis polisi membentang di pintu, menandai akhir tragis dari kehidupan Faizah Soraya dan menghancurkan kehangatan keluarga yang dihuni 4 orang, ayah, ibu, serta 2 anak perempuan yang kini harus menghadapi kenyataan pahit.

     

  • Karang Taruna Dirikan Posko Ceria untuk Pulihkan Psikososial Anak Terdampak Bencana di Tapanuli Selatan

    Karang Taruna Dirikan Posko Ceria untuk Pulihkan Psikososial Anak Terdampak Bencana di Tapanuli Selatan

    Liputan6.com, Tapanuli Selatan – Pengurus Nasional Karang Taruna mendirikan Posko Ceria di Desa Pengkolan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian dan respons cepat terhadap kebutuhan psikososial anak-anak yang terdampak bencana.

    Posko Ceria difungsikan sebagai ruang ramah anak yang aman, nyaman, dan menyenangkan untuk membantu pemulihan mental dan emosional anak-anak melalui kegiatan trauma healing berbasis bermain. Berbagai aktivitas diselenggarakan, mulai dari permainan edukatif, menggambar dan mewarnai, bernyanyi, dongeng ceria, hingga penguatan emosional yang dipandu relawan Karang Taruna.

    Ketua Bidang Perempuan dan Anak Pengurus Nasional Karang Taruna, Maya Muizatil Lutfillah menjelaskan, bahwa pendirian Posko Ceria merupakan wujud komitmen Karang Taruna untuk hadir langsung di tengah masyarakat, khususnya dalam situasi darurat kebencanaan.

    “Anak-anak adalah kelompok paling rentan saat bencana. Posko Ceria hadir untuk memastikan mereka tetap memiliki ruang aman untuk bermain, tertawa, dan memulihkan diri secara psikologis,” ujar Maya.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Karang Taruna Malik Haramain menegaskan bahwa Posko Ceria merupakan bagian dari gerakan nasional Karang Taruna dalam merespons bencana secara menyeluruh. Tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga sosial dan kemanusiaan.

    “Penanganan bencana tidak cukup hanya dengan logistik. Pemulihan sosial dan psikologis, terutama bagi anak-anak, harus menjadi perhatian utama. Posko Ceria ini adalah ikhtiar Karang Taruna untuk memastikan anak-anak tetap terlindungi dan tidak kehilangan harapan,” kata Malik.

    Ia menambahkan, keterlibatan relawan muda Karang Taruna di lapangan menunjukkan peran strategis pemuda dalam kerja-kerja kemanusiaan dan kebencanaan. “Karang Taruna hadir sebagai kekuatan sosial di akar rumput. Para relawan bergerak cepat, bekerja bersama masyarakat, dan menjadi bagian dari proses pemulihan,” tambahnya.

    Salah seorang relawan Karang Taruna yang terlibat langsung dalam kegiatan Posko Ceria, Rizal Hasibuan, mengatakan bahwa pendekatan bermain terbukti membuat anak-anak lebih cepat pulih dari trauma pascabencana.

    “Di hari pertama, banyak anak yang masih diam dan terlihat takut. Tapi setelah diajak bermain dan bercerita, mereka mulai berani tertawa dan berinteraksi lagi. Itu tanda pemulihan mulai berjalan,” ujar Rizal.

    Seluruh kegiatan di Posko Ceria dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip ramah anak, tanpa paksaan, dan berorientasi pada rasa aman. Pelaksanaannya melibatkan kolaborasi antara Pengurus Nasional Karang Taruna, Karang Taruna Kabupaten Tapanuli Selatan, serta masyarakat Desa Pengkolan.

    Pemerintah desa dan masyarakat setempat menyambut positif kehadiran Posko Ceria. Mereka menilai program ini sangat membantu anak-anak agar tidak larut dalam rasa takut dan kecemasan pascabencana, serta mendorong mereka kembali menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih ceria.

    Ke depan, Posko Ceria direncanakan beroperasi secara berkelanjutan selama masa pemulihan. Program ini juga diharapkan menjadi model pendampingan psikososial anak yang dapat diterapkan di wilayah terdampak bencana lainnya di Sumatera.

  • Ada 13 Kasus Pencurian Kabel Trafo

    Ada 13 Kasus Pencurian Kabel Trafo

    Liputan6.com, Jakarta – PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh buka suara soal penyebab terganggunya pasokan listrik dan pemadaman di sejumlah daerah. PLN menyebut kondisi tersebut karena banyak temuan kabel trafo dan komponen listrik PLN di Banda Aceh dan Aceh Besar dicuri.

    Sejak akhir November hingga 14 Desember ini saja, sudah 13 kasus pencurian yang terdeteksi.

    “Data internal PLN mencatat setidaknya 13 insiden gardu distribusi menjadi sasaran pencurian sejak akhir November hingga 14 Desember 2025, dengan kerugian berupa kabel listrik berbagai ukuran yang hilang,” kata Manajer Komunikasi PLN UID Aceh, Lukman Hakim di Banda Aceh. Demikian dikutip dari Antara, Senin (15/12/2025).

    Temuan-temuan itu antara lain:

    – 28 November terjadi di Desa Pantai Lampuuk dan Meunasah Balee Lampuuk (Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar)

    – 5 Desember terjadi di Desa Tibang (Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh) serta Desa Beurawe (Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh) dan Desa Punge Blang Cut (Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh).

    – 12 sampai 14 Desember mencakup Desa Lampreh, Aneuk Galong, serta Keureuweung Krueng (Kecamatan Lambaro, Aceh Besar), ditambah Desa Inte Gajah (Kecamatan Jantho, Aceh Besar) dan Desa Buga (Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar).

  • Kronologi Lengkap Pasutri Tewas Dibunuh di Lampung hingga Pelaku Ditangkap

    Kronologi Lengkap Pasutri Tewas Dibunuh di Lampung hingga Pelaku Ditangkap

    Liputan6.com, Jakarta – Nasib tragis menimpa pasangan suami istri (Pasutri) berinisial RO (54) dan SI (50). Keduanya ditemukan tewas bersimbah darah di dalam rumahnya di Pekon Way Pring, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Sabtu malam (13/12/2025).

    Belakangan terungkap, keduanya tewas dibunuh oleh dua pelaku yang tak lain adalah tetangganya sendiri, yakni Aman Atmajaya (34) dan Ari Jupen Anggara (30).

    Peristiwa berdarah itu pertama kali diketahui setelah sejumlah warga mendengar suara erangan dari dalam rumah korban sekitar pukul 23.15 WIB.

    Saat itu, beberapa warga yang tengah bermain kartu di samping rumah korban sempat mengecek sumber suara, namun lampu rumah dalam kondisi mati dan suara mengerang tiba-tiba berhenti.

    “Beberapa saksi sempat mendengar suara seperti orang menggigil dari dalam rumah korban. Namun saat dicek bersama-sama, suara tersebut sudah tidak terdengar lagi,” kata Kapolres Tanggamus AKBP Rahmad Sujatmiko, Minggu (14/12/2025).

    Tak berselang lama, suara erangan kembali terdengar. Warga kemudian menghubungi anak korban, AR (24), yang saat itu sedang berada di luar rumah.

    Bersama warga lainnya, anak korban mengecek ke dalam rumah dan mendapati kedua orang tuanya sudah tergeletak bersimbah darah di ruang tengah menuju dapur.

    Melihat kondisi tersebut, anak korban langsung memecahkan kaca rumah untuk bisa masuk dan memastikan keadaan orang tuanya. Setelah itu, warga segera menghubungi pihak kepolisian.

     

  • 22 Desa di Kabupaten Cirebon Terendam Banjir, Ribuan Warga Terdampak

    22 Desa di Kabupaten Cirebon Terendam Banjir, Ribuan Warga Terdampak

    Liputan6.com, Jakarta – Banjir melanda 22 desa di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada 13–14 Desember 2025. Sebanyak 6.530 jiwa dari 1.843 kepala keluarga (KK) dilaporkan terdampak.

    Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cirebon Hadi Eko menjelaskan peristiwa banjir pada akhir pekan ini, dipicu hujan berintensitas tinggi dengan durasi lama yang mengguyur wilayah Kabupaten Cirebon, sehingga menyebabkan sejumlah sungai meluap.

    Hadi merinci total warga terdampak banjir mencapai 6.530 jiwa, dengan jumlah pengungsi sementara tercatat 15 orang.

    “Banjir terjadi di 22 desa dan kelurahan yang tersebar di 10 kecamatan, di Kabupaten Cirebon,” katanya, dikutip dari Antara, Minggu (14/12/2025).

    Menurut dia, tinggi muka air di wilayah terdampak banjir bervariasi, mulai dari 10 cm hingga mencapai 100 cm, yang mengakibatkan jalan dan rumah warga terendam.

    Hadi menyebutkan wilayah dengan jumlah warga terdampak banjir cukup besar yakni di Desa Junjang Wetan, Kecamatan Arjawinangun, dengan lebih dari 4.000 jiwa.

    Selain itu, kata dia, BPBD Kabupaten Cirebon juga mencatat dampak dari peristiwa tersebut terhadap infrastruktur dan fasilitas umum, dengan total 1.306 unit terendam banjir.

    “Beberapa fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, dan tempat usaha turut terendam, serta terdapat kerusakan pada tanggul penahan sungai di Desa Kebarepan,” katanya.

     

  • Sudah Terjadi, Mau Bagaimana lagi

    Sudah Terjadi, Mau Bagaimana lagi

    Liputan6.com, Jakarta – Nasrudin menatap panjang bidang tanah yang dipenuhi lumpur dan bebatuan di hadapannya. Tidak ada sisa bangunan di tanah itu, hanya sisa-sisa material banjir bandang yang menghantam kampungnya, Toboh, Malalak Timur, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 26 November 2025 sore.

    Rumahnya habis disapu banjir bandang, rumah bertingkat dengan cat putih itu hanya tersisa di dalam ingatan Nasrudin.

    “Saya sudah 63 tahun hidup lahir dan besar di sini, belum sekalipun peristiwa seperti ini terjadi,” kata Nasrudin kepada Liputan6.com. Sabtu (13/12/2025).

    Namun dia tetap merasa bersyukur karena masih diberi keselamatan, karena ketika galodo atau banjir bandang menghantam kampungnya, ia bisa menyelamatkan diri dan lari ke tempat yang dirasa aman.

    “Iya sore hari, saya sedang duduk di rumah adik saya, lalu dari bagian atas sana terdengar gemuruh dan orang-orang berlarian, saya ikut lari bersama keluarga,” ujarnya.

    Saat ini ia hanya bergantung pada bantuan yang disalurkan ke kampungnya. Sebab ketika kejadian, hanya baju yang lekat di badan yang tersisa.

    “Lah tajadi, baa lai (sudah terjadi, mau bagaimana lagi),” kata Nasrudin.

    Data BPBD Agam, sebanyak 14 orang meninggal dunia di Toboh Malalak dan hingga kini 3 orang masih dalam pencarian. Pantauan Liputan.com di Malalak, dua minggu setelah galodo, kondisi Malalak masih jauh dari pulih.

    Material galodo berupa lumpur, pohon dan bebatuan masih menutup rumah-rumah warga. Sementara dari informasi yang dihimpun, setidaknya 75 rumah di Toboh rusak berat hingga hanyut.

    Sementara Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Agam, Rahmad Lasmono mengatakan, secara umum di Kabupaten Agam, dampak kerusakan rumah akibat bencana, meliputi 256 unit rumah hanyut, 511 unit rusak berat, 396 unit rusak sedang, dan 486 unit rusak ringan.

    “Penanganan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kerusakan,” ujarnya.

  • Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng

    Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng

    Bangkit kemudian menceritakan cerita pilu yang dialami AT pada 9 April 2025 silam. Saat itu, AT yang sedang berada di rumah didatangi sejumlah polisi dan bidan. Mereka datang tanpa surat panggilan maupun bukti permulaan yang memadai.

    “Langsung dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Tidak ada pemeriksaan awal, tidak ada surat penggeledahan, dan tidak ada dua alat bukti yang cukup,” ujarnya usai membuat laporan di Bidpropam Polda Jateng.

    Tak sampai di situ kesedihan AT. Saat pemeriksaan dilakukan, AT juga diperlakukan tidak manusiawi.

    “Diminta membuka pakaian dan mengalami tindakan pemeriksaan fisik yang tidak semestinya dilakukan kepada anak di bawah umur. Pemeriksaan tersebut bahkan menyentuh area sensitif yang sama sekali tidak relevan dan tidak sesuai prosedur,” katanya.

    Beberapa hari kemudian, ujar Bangkit, pihaknya menerima hasil pemeriksaan dari RSUD Blora. AT dinyatakan tidak pernah hamil maupun melahirkan. Anehnya, setelah keluarga menerima hasil pemeriksaan, penanganan kasus justru tidak dilanjutkan kepolisian.

    “Begitu polisi tahu korban tidak pernah hamil, kasusnya menguap begitu saja. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan prosedur. Karena itu kami melaporkan oknum Polsek Jepon dan Polres Blora ke Propam Polda Jateng,” tegasnya.

    Kejadian ini menimbulkan kecurigaan keluarga bahwa ada yang tidak beres.

    “Ini bukan sekadar ulah individu, tetapi ada rantai komando. Bahkan pihak Polres pernah mengatakan supaya masalah ini tidak terlalu dipikirkan. Ini fatal,” ujarnya.

    Bangkit sangat miris dengan peristiwa ini. Bagaimana bisa anak di bawah umur menjadi korban salah tangkap sekaligus mengalami perbuatan tak manusiawi.

    “Kalau memang AT pelakunya, kami siap menyerahkan. Tapi kalau tidak, harus ada pemulihan nama baik dan kompensasi. Anak ini sudah mengalami tekanan luar biasa,” pungkasnya.

     

  • Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng

    Viral Polisi Diduga Salah Tangkap Gadis di Blora Usai Dituduh Buang Bayi, Ini Kata Polda Jateng

    Bangkit kemudian menceritakan cerita pilu yang dialami AT pada 9 April 2025 silam. Saat itu, AT yang sedang berada di rumah didatangi sejumlah polisi dan bidan. Mereka datang tanpa surat panggilan maupun bukti permulaan yang memadai.

    “Langsung dituduh sebagai pelaku pembuangan bayi. Tidak ada pemeriksaan awal, tidak ada surat penggeledahan, dan tidak ada dua alat bukti yang cukup,” ujarnya usai membuat laporan di Bidpropam Polda Jateng.

    Tak sampai di situ kesedihan AT. Saat pemeriksaan dilakukan, AT juga diperlakukan tidak manusiawi.

    “Diminta membuka pakaian dan mengalami tindakan pemeriksaan fisik yang tidak semestinya dilakukan kepada anak di bawah umur. Pemeriksaan tersebut bahkan menyentuh area sensitif yang sama sekali tidak relevan dan tidak sesuai prosedur,” katanya.

    Beberapa hari kemudian, ujar Bangkit, pihaknya menerima hasil pemeriksaan dari RSUD Blora. AT dinyatakan tidak pernah hamil maupun melahirkan. Anehnya, setelah keluarga menerima hasil pemeriksaan, penanganan kasus justru tidak dilanjutkan kepolisian.

    “Begitu polisi tahu korban tidak pernah hamil, kasusnya menguap begitu saja. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan prosedur. Karena itu kami melaporkan oknum Polsek Jepon dan Polres Blora ke Propam Polda Jateng,” tegasnya.

    Kejadian ini menimbulkan kecurigaan keluarga bahwa ada yang tidak beres.

    “Ini bukan sekadar ulah individu, tetapi ada rantai komando. Bahkan pihak Polres pernah mengatakan supaya masalah ini tidak terlalu dipikirkan. Ini fatal,” ujarnya.

    Bangkit sangat miris dengan peristiwa ini. Bagaimana bisa anak di bawah umur menjadi korban salah tangkap sekaligus mengalami perbuatan tak manusiawi.

    “Kalau memang AT pelakunya, kami siap menyerahkan. Tapi kalau tidak, harus ada pemulihan nama baik dan kompensasi. Anak ini sudah mengalami tekanan luar biasa,” pungkasnya.