Warga Jaktim Senang Bisa Tebus Sembako Bersubsidi, Tekan Pengeluaran Bulanan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah warga Jakarta Timur menyambut baik bantuan tebus
sembako bersubsidi
dari Perumda Pasar Jaya.
Susi (48), warga Cipayung, Jakarta Timur menyebut, bantuan ini meringankan pengeluaran bulanannya.
“Alhamdulillah membantu, gaji enggak seberapa, kalau ada ini (subsidi sembako) lumayan untuk mengurangi belanja bulanan, makanya banyak warga antusias ingin dapat,” ucap Susi saat ditemui di lokasi pengambilan sembako di RPTRA Garuda, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (19/6/2025).
Susi juga merasa senang karena paket sembako yang dia tebus terbilang lengkap, mulai dari beras, telur, ayam, ikan, daging, dan susu.
“Kalau saya dapatnya dari Kartu Jakarta Pintar (KJP), jadi ada susunya, lumayan buat anak. Kalau di luar KJP seperti lansia, enggak ada susu, tetapi semuanya sama,” katanya.
Senada dengan Susi, Nanik (39) menilai bantuan subsidi sembako sangat membantunya, apalagi harga bahan pokok terus naik.
“Lumayan banget, membantu banget ini, apalagi harga lagi pada naik. Belanja di sini Rp 126.000 sudah dapat enam macam seperti susu, beras, ikan, daging, ayam, telur,” ungkap Nanik.
Nanik berharap program serupa terus berlanjut sehingga meringankan masyarakat dalam membeli bahan pokok.
“Mudah-mudahan terus berlanjut untuk mengurangi biaya belanja. Tapi saran sih, antreannya dipermudah saja,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, warga berbondong-bondong mendatangi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Garuda di Cilangkap, Jakarta Timur, untuk menebus bantuan sembako bersubsidi dari Perumda Pasar Jaya.
Sebagian merupakan penerima manfaat Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, sebagian merupakan penerima Kartu Pangan Bersubsidi lainnya.
Pantauan
Kompas.com,
warga yang didominasi para ibu datang dengan membawa kantong belanja sejak sekitar pukul 07.00 WIB.
Sebelumnya, warga telah melakukan registrasi secara daring maupun di lokasi dan mendapat nomor antrean. Saat melakukan registrasi itu, warga juga menunjukkan identitas berupa KTP, Kartu Keluarga, KJP dan/atau Kartu Pangan Subsidi.
Berikutnya, warga melakukan pembayaran sembako bersubsidi menggunakan saldo di KJP atau Kartu Pangan Bersubsidi.
Satu paket sembako lengkap untuk penerima manfaat KJP dibanderol harga Rp 126.000. Isinya berupa 5 kilogram beras, 24 susu UHT kemasan 200 mililiter, satu ekor ayam, 15 butir telur, satu kilogram daging, dan satu kilogram ikan.
Sementara, paket sembako penerima manfaat Kartu Pangan Subsidi lain dibanderol harga Rp 96.000 yang berisikan 5 kilogram beras, satu ekor ayam, 15 butir telur, satu kilogram daging, dan satu kilogram ikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/06/19/6853d78811b2f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Jaktim Senang Bisa Tebus Sembako Bersubsidi, Tekan Pengeluaran Bulanan Megapolitan 19 Juni 2025
-
/data/photo/2023/12/15/657c1fcf5b22f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Apa Itu Love Scamming yang Rugikan Staf Media Prabowo? Ini Ciri-ciri dan Cara Hindarinya Megapolitan 19 Juni 2025
Apa Itu Love Scamming yang Rugikan Staf Media Prabowo? Ini Ciri-ciri dan Cara Hindarinya
Penulis
KOMPAS.com –
Kasus penipuan cinta atau
love scamming
menjadi sorotan publik baru-baru ini setelah menimpa salah satu staf media Presiden Prabowo Subianto, Kani Dwi Haryani.
Perempuan yang juga mantan jurnalis televisi nasional tersebut menjadi korban penipuan berkedok asmara oleh seseorang yang ternyata menyamar di media sosial.
Kani ditipu oleh seorang perempuan berinisial MS asal Banten yang mengaku sebagai pria bernama Febrian, seorang pilot.
Dengan dalih meminjam uang untuk biaya pendidikan adik, pelaku berhasil merugikan korban hingga Rp 48 juta. Hubungan antara keduanya terjalin secara daring sejak akhir 2024 melalui Instagram.
Lantas, apa itu
love scamming
? Bagaimana ciri-ciri dan cara menghindarinya?
Apa Itu Love Scamming?
Dilansir dari Kompas.com,
love scamming
atau
romance scamming
adalah bentuk penipuan berbasis hubungan asmara.
Pelaku love scamming biasanya berpura-pura menjalin hubungan romantis dengan korban lewat aplikasi kencan atau media sosial demi mendapatkan keuntungan pribadi, terutama uang.
Taktik ini termasuk ke dalam kejahatan berbasis rekayasa sosial (
social engineering
), di mana pelaku memanfaatkan kepercayaan emosional korban.
Setelah korban merasa dekat dan percaya, pelaku mulai memanipulasi dengan berbagai alasan darurat seperti sakit, kecelakaan, atau kebutuhan mendesak, agar korban mengirimkan uang atau bantuan lain.
Ciri-Ciri Love Scamming
Berikut ini beberapa tanda-tanda umum
love scamming
yang perlu diperhatikan.
Bagaimana Cara Menghindari Love Scamming?
Berikut ini beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari menjadi korban love scamming.
Kasus yang menimpa
staf media Prabowo
, Kani Dwi Haryani, menjadi peringatan bahwa siapa pun dapat menjadi korban
love scamming
, bahkan mereka yang memiliki latar belakang profesional sekalipun.
Di tengah meningkatnya aktivitas digital, kewaspadaan dan literasi digital menjadi kunci utama bagi masyarakat untuk mencegah penipuan serupa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/19/6853db8171e93.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tergusurnya Ruang Publik di Glodok Megapolitan 19 Juni 2025
Tergusurnya Ruang Publik di Glodok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ruang publik
atau lapangan olahraga di
Kebon Torong
, Kelurahan Glodok digusur Pemerintah Jakarta Barat untuk
pembangunan puskesmas
.
Puskesmas yang dibangun oleh Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat ini menuai penolakan warga setempat yang merasakan dampak kehilangan
ruang publik
.
Ketua Lapangan Kebon Torong, Purnadi, mengatakan warga RT 12 dan 13, RW 01, Kelurahan Glodok, sudah menyampaikan penolakan atas pembangunan puskesmas tersebut sejak 2023.
Bahkan, di setiap sosialisasi, warga mengeklaim selalu menolak pembangunan puskesmas. Namun, pemerintah tetap menjalankan proyek puskesmas di lapangan olahraga tersebut.
“Kita tidak setuju pembangunan puskesmas dengan menggusur lapangan olahraga yang aktif digunakan. Tidak hanya untuk berolahraga, tetapi juga untuk sebagai ruang terbuka hijau dan juga untuk fungsi sosial budaya,” ujar Purnadi saat ditemui Kompas.com, Kamis (19/6/2025).
Selama ini, menurut pengakuan Purnadi, lapangan yang telah rata dengan tanah ini secara swadaya dikelola warga setempat untuk tai chi, taekwondo, tenis, bola basket, dan kegiatan lainnya yang sejak lama telah dirawat.
Selain itu, lapangan tersebut juga dimaknai warga untuk menjalankan fungsi sosial budaya lantaran persis di sampingnya terdapat bangunan yang diduga cagar budaya bernama Yayasan Sejahtera Kemurnian.
“(Bangunan) itu sejak lama sudah digunakan untuk komunitas misalnya angklung, paduan suara, seni kaligrafi China,” ungkapnya.
Purnadi juga menjelaskan, lapangan tersebut telah menjadi simbol saksi kebangkitan warga setelah kerusuhan Mei 1998.
“Terutama setelah kerusuhan Mei 1998, jadi komunitas lokal bangkit dan ini adalah saksi kebangkitannya,” ujar dia.
“Setelah kerusuhan Mei itu kemudian membangun, membentuk sebuah komunitas kaligrafi China sampai kelas untuk kursus Mandarin,” tambah Purnadi.
Dalam pantauan Kompas.com, lapangan tersebut kini sudah tak berbentuk.
Terlihat dalam lokasi terdapat eskavator hingga satu alat bor besar yang telah bekerja untuk membangun puskesmas.
Lumpur sisa pengerjaan terlihat keluar hingga menyentuh tepi jalan raya.
Di sisi lain, hampir semua rumah warga di sekitar lapangan menempel spanduk penolakan atas proyek puskesmas.
“Satu-satunya ruang publik kami akan dihancurkan. Tanpa Rasa Empati,” tulis salah satu spanduk di depan pagar rumah warga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/07/25/66a24d9e0a96f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bursa Calon Ketum PSI dan Personalisasi Politik
Bursa Calon Ketum PSI dan Personalisasi Politik
Odri Prince Agustinus D. Sembiring adalah mahasiswa Magister Ilmu Politik di Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada. Minat risetnya berfokus pada representasi politik, ekologi politik, dan peran masyarakat sipil dalam mendorong transisi menuju keberlanjutan. Saat ini, ia tengah melakukan penelitian tentang paradoks kebijakan lingkungan di Norwegia dengan menggunakan pendekatan teori representasi deliberatif dan psikoanalisis politik. Untuk memperdalam pemahaman mengenai pembangunan global dan tata kelola sumber daya alam, Odri akan melanjutkan studi di Departemen Geografi, Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Norwegia. Di sana, ia akan mengikuti sejumlah mata kuliah seperti Diskursus Pembangunan dan Globalisasi, Jaringan Produksi Global, Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, serta Lanskap dan Perencanaan: Konsep, Teori, dan Praktik.
MENYAMBUT
pemilihan Ketua Umum
PSI
yang akan digelar pada Juli 2025 mendatang, dinamika internal partai anak muda ini kembali mencuri perhatian publik.
Setahun lalu, siapa menyangka
Kaesang Pangarep
, putra bungsu Joko Widodo yang lebih dikenal sebagai pengusaha kuliner dan vlogger, akan menduduki kursi Ketua Umum
Partai Solidaritas Indonesia
(PSI)?
Penunjukan Kaesang sebagai Ketum PSI pada 25 September 2023, mengejutkan banyak pihak. Hanya berselang dua hari setelah resmi bergabung, Kaesang langsung didapuk memimpin PSI periode 2023–2028, menggantikan Giring Ganesha (eks vokalis Nidji).
Peristiwa bak karbitan politik ini memicu cibiran bahwa PSI kini menjelma “Partai Solidaritas Istana”, sindiran tajam bahwa partai anak muda tersebut tak ubahnya perpanjangan tangan lingkar keluarga presiden.
Pergantian pucuk pimpinan PSI ini bukan sekadar gosip internal partai, melainkan gejala yang mencerminkan disfungsi lebih luas dalam sistem kepartaian Indonesia.
PSI sejak awal menahbiskan diri sebagai partai antitesis korupsi dan intoleransi, digawangi anak-anak muda perkotaan.
Namun, dalam perjalanannya, partai ini justru kian menampilkan watak politik Indonesia kontemporer: sarat personalisasi figur, intrik kolusi antarelite, dan rapuhnya pelembagaan partai.
Relasi kekeluargaan antara Kaesang dan Jokowi kini menjadi pintu masuk yang menarik untuk menelaah tiga problema utama tersebut melalui lensa teoretis: personalisasi politik, kartelisasi partai, dan kerapuhan pelembagaan partai.
Penunjukan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI menegaskan kecenderungan personalisasi politik di Indonesia.
Alih-alih melalui proses kaderisasi bertahap dan panjang, sosok “instan” yang populer berkat nama besar keluarganya langsung didorong ke posisi puncak partai.
PSI seolah bertaruh sepenuhnya pada daya tarik pribadi Kaesang, bukan pada rekam jejak politik atau platform ideologis yang jelas.
Fenomena ini sejalan dengan kecenderungan global, di mana partai politik semakin berorientasi pada figur individu, bukan lagi perjuangan kolektif atau ideologi tertentu (Cross, Katz, & Pruysers, 2018).
Di kasus PSI, sejak awal partai ini memang membangun citra yang bertumpu pada sosok muda dengan daya tarik tinggi di media.
Mulai dari Grace Natalie (mantan jurnalis televisi yang menjadi pendiri partai), Tsamara Amany (aktivis muda), hingga Giring Ganesha (mantan vokalis band Nidji), PSI konsisten memanfaatkan popularitas pribadi para tokohnya untuk meningkatkan elektabilitas.
Namun, strategi seperti ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, tokoh populer bisa memperbesar perhatian publik. Di sisi lain, ketergantungan yang berlebihan pada pesona pribadi figur-figur ini justru melemahkan pembangunan institusi partai yang kokoh.
Identitas atau “brand” partai menjadi sangat bergantung pada persona ketua umumnya. Kita bisa lihat jelas bagaimana gaya PSI pada masa kepemimpinan Giring begitu lekat dengan pendekatan komunikasinya yang unik dan cenderung nyentrik, mulai dari janji besar hingga pernyataan ambisi politik yang kontroversial.
Sebaliknya, ketika era Kaesang dimulai, partai ini dengan cepat berubah haluan, mengambil pendekatan mirip “politik keluarga” yang selama ini melekat pada citra Jokowi.
Personalisasi politik seperti ini juga membawa risiko lain, yaitu menurunnya loyalitas pemilih dan kader terhadap partai.
Banyak pendukung PSI yang memilih partai ini semata-mata karena terpikat oleh sosok tertentu, bukan karena meyakini visi dan program partai secara mendalam.
Ketika figur tersebut meninggalkan partai atau citranya meredup, dukungan publik dengan mudah berpindah ke partai lain atau figur baru yang sedang populer.
Para ahli seperti Gideon Rahat dan Tamir Sheafer (2007) menggambarkan fenomena personalisasi politik ini sebagai proses meningkatnya peran figur individu dalam politik, sementara peran partai sebagai organisasi justru melemah.
Artinya, dalam konteks PSI, sosok ketua umum seperti Kaesang menjadi daya tarik utama partai, sedangkan institusi partai dan ideologi yang semestinya menjadi fondasi perjuangan politik justru menjadi sekunder.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan untuk demokrasi yang sehat, karena idealnya partai politik bertumpu pada gagasan, ideologi, dan program yang konsisten, bukan hanya kharisma dan daya tarik sesaat seorang tokoh.
Tak kalah menarik adalah indikasi kartelisasi partai dalam dinamika PSI. Kartelisasi partai merupakan kecenderungan di mana partai-partai politik lebih sibuk saling berkolusi untuk berbagi kekuasaan dan sumber daya negara, ketimbang serius memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Dalam kondisi ini, partai tak lagi menjalankan perannya sebagai perantara antara rakyat dan negara secara optimal.
Sebaliknya, partai-partai tersebut berkolaborasi demi mempertahankan kepentingan elitnya sendiri, sehingga berubah menjadi semacam persekutuan elite penguasa yang cenderung tertutup dan menjauh dari rakyat.
Kasus PSI adalah contoh nyata bagaimana fenomena ini terjadi dalam skala lebih kecil. Sepanjang eksistensinya, PSI sering kali lebih memilih mendekatkan diri ke lingkaran kekuasaan dibandingkan mengambil posisi sebagai oposisi yang kritis dan substansial.
Sejak Pemilu 2019, misalnya, PSI secara konsisten mendukung penuh Presiden Jokowi, meskipun mereka gagal masuk ke parlemen.
Karena sikap politik ini, publik menyindir PSI sebagai “Partai Solidaritas Istana”. Label ini melekat akibat kedekatan PSI dengan Jokowi yang terkesan terlalu erat, mulai dari mendukung hampir semua kebijakan pemerintah hingga menyediakan posisi strategis bagi anggota keluarga presiden sendiri, seperti penunjukan Kaesang sebagai ketua umum.
Langkah PSI tentu bukan tanpa alasan. Dengan merapat ke pusat kekuasaan, PSI berharap mendapatkan berbagai keuntungan, seperti posisi publik, akses pendanaan, dan fasilitas politik lain yang membantu kelangsungan hidup partai.
Strategi ini terbukti efektif bagi para elite partai, meski bertentangan dengan idealisme yang selama ini mereka gaungkan.
Contoh paling jelas adalah Giring Ganesha yang, setelah mundur dari posisi ketua umum PSI, mendapatkan jabatan strategis sebagai Wakil Menteri Kebudayaan dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto hasil Pemilu 2024.
Yang menarik, Prabowo sebelumnya adalah rival utama Jokowi di dua pemilihan presiden. Namun, PSI dengan mudah menyeberang kubu begitu konstelasi politik berubah.
Ini jelas menunjukkan logika kartel politik: selama bisa dekat dengan kekuasaan, partai tidak segan-segan berpindah koalisi tanpa peduli konsistensi politik.
Dengan kondisi seperti ini, “solidaritas” yang menjadi jargon PSI seolah lebih tepat disebut solidaritas antar-elite ketimbang solidaritas untuk masyarakat luas.
Ini merupakan gambaran lebih besar yang terjadi di politik Indonesia, di mana hampir semua partai lebih memilih bergabung dalam pemerintahan, meninggalkan peran sebagai oposisi yang kritis.
Situasi seperti ini tentu membuat publik bingung karena sulit membedakan mana partai yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan mana yang sekadar mengejar keuntungan pribadi lewat kolusi pragmatis antar-elite.
Akibatnya, akuntabilitas atau pertanggungjawaban para politisi kepada rakyat menjadi kabur, dan demokrasi menjadi semakin kehilangan arah.
Gejala terakhir yang sangat terasa dalam kasus PSI adalah lemahnya pelembagaan partai. Pelembagaan partai berarti sejauh mana partai politik tertanam kuat di masyarakat, punya identitas yang stabil, dan mampu bertahan dalam jangka panjang.
Menurut pakar politik Scott Mainwaring (1998), sistem partai yang lemah biasanya ditandai oleh akar sosial yang dangkal di masyarakat, identitas partai tidak jelas, dan lebih dominannya ketergantungan pada tokoh atau patron dibandingkan ideologi partai itu sendiri.
Mainwaring bahkan menegaskan bahwa lemahnya pelembagaan partai menjadi salah satu hambatan utama bagi terwujudnya demokrasi yang stabil dan kuat.
PSI adalah contoh nyata partai dengan pelembagaan yang masih rapuh. Sebagai partai yang baru berdiri pada 2014 dan gagal masuk parlemen pada Pemilu 2019, PSI belum sempat membangun basis pendukung yang kuat dan stabil.
Dukungan yang mereka terima dari masyarakat sering kali bersifat sementara, mengikuti tren atau sosok populer tertentu. Tidak heran jika tingkat perolehan suara PSI mudah naik turun dari satu pemilu ke pemilu berikutnya.
Pada Pemilu 2019 lalu, misalnya, PSI hanya meraih sekitar 2 persen suara dan kembali menghadapi tantangan besar pada Pemilu 2024 dengan perolehan 2,8 persen suara.
Di internal partai pun, PSI menunjukkan instabilitas yang tinggi. Dalam waktu kurang dari lima tahun saja, PSI sudah berganti pimpinan sebanyak tiga kali: dari Grace Natalie, beralih ke Giring Ganesha, lalu kini dipegang oleh Kaesang Pangarep.
Pergantian yang cepat ini menunjukkan lemahnya aturan organisasi dan ketergantungan partai pada tokoh tertentu.
Aturan-aturan internal partai juga tampak berubah sesuai kehendak elite partai. Sebagai contoh, normalnya seorang ketua umum menjabat selama lima tahun, tetapi Kaesang yang baru saja menjabat pada 2023 akan diuji kembali dalam pemilihan ketua umum pada Juli 2025 mendatang.
Meskipun mungkin bertujuan untuk membangun citra sebagai partai yang sangat terbuka, langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa aturan organisasi dalam PSI belum stabil dan masih mudah berubah.
Lebih jauh lagi, PSI juga menghadapi persoalan lemahnya jaringan pendukung yang solid di akar rumput.
Mereka memang kuat di media sosial, tetapi di luar perkotaan, terutama di pedesaan, basis massa mereka sangat tipis.
Akibatnya, loyalitas pendukung PSI cenderung mudah tergerus begitu ada isu atau figur politik baru yang lebih menarik.
Kondisi ini umum ditemukan dalam sistem demokrasi yang masih berkembang, di mana partai-partai yang belum punya akar ideologis yang kuat akan mudah tergantikan oleh partai baru yang lebih menarik perhatian publik.
Dalam kondisi demikian, para politisi pun sering kali lebih memilih jalur pribadi atau berpindah partai yang menawarkan peluang lebih menjanjikan, ketimbang serius membangun institusi partai untuk jangka panjang.
Di PSI sendiri, fenomena ini tampak jelas dengan sejumlah kader awal yang berpindah ke partai lain atau memilih berkarier secara independen begitu ada tawaran lebih baik.
Semua ini menunjukkan bahwa PSI masih jauh dari menjadi organisasi politik yang stabil dan matang. Sebaliknya, partai ini tampak lebih mirip kendaraan politik sementara yang mudah ditinggalkan begitu dianggap tidak lagi menguntungkan.
Drama internal PSI, mulai dari efek Kaesang hingga berbagai manuver politik Giring, sejatinya menjadi cermin buram bagi kondisi demokrasi kita saat ini.
Personalisasi politik yang berlebihan menyebabkan partai kehilangan karakter dan tujuan utamanya, tenggelam dalam kultus individu tertentu.
Kartelisasi partai, kecenderungan partai-partai untuk saling berkolusi dan berbagi kekuasaan, membuat demokrasi kita kekurangan oposisi yang benar-benar substantif.
Alih-alih adu gagasan demi memperjuangkan kepentingan rakyat, partai-partai justru sibuk berbagi jabatan demi mempertahankan posisi dan kekuasaan.
Sementara itu, lemahnya pelembagaan partai membuat sistem politik kita ibarat pasar bebas: partai politik datang dan pergi dengan mudah, semangat organisasi yang kuat jarang terbentuk, dan yang tersisa hanyalah ambisi sesaat para tokohnya.
PSI mungkin merupakan contoh paling ekstrem, tetapi sesungguhnya kondisi yang sama juga terlihat di berbagai partai politik lain di Indonesia.
Misalnya, politik dinasti keluarga yang makin lazim di partai-partai besar, kebiasaan bagi-bagi jabatan dalam koalisi pemerintahan yang terlalu besar, hingga kemunculan partai-partai baru yang sekadar menjadi kendaraan politik pragmatis menjelang pemilu, hanya untuk segera ditinggalkan sesudahnya.
Jika dibiarkan terus-menerus, maka semua kecenderungan ini akan menggerus kualitas demokrasi kita secara perlahan.
Idealnya, partai politik berfungsi sebagai pilar utama penyalur aspirasi rakyat. Namun, ketika partai hanya dijadikan mesin politik pribadi atau kelompok tertentu demi meraih kekuasaan, yang paling dirugikan adalah masyarakat luas.
Suara rakyat menjadi samar, pertanggungjawaban politik hilang, dan demokrasi kita semakin tak tentu arah.
Pada akhirnya, julukan “Partai Solidaritas Istana” mungkin terdengar seperti sindiran ringan, tetapi mengandung pesan serius tentang kondisi politik di Indonesia.
Dinamika PSI saat ini adalah peringatan keras bahwa sistem kepartaian kita sedang dalam kondisi yang memprihatinkan.
Solusinya mungkin tidak sederhana. Namun langkah awal yang harus dilakukan adalah mengembalikan fungsi partai sebagai institusi milik publik, bukan dikuasai secara pribadi atau keluarga tertentu.
Tanpa langkah ini, partai politik akan terus menjadi kapal kosong yang mudah terombang-ambing, bukannya menjadi jangkar kuat bagi demokrasi yang matang dan stabil.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/19/6853d78811b2f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Keluhkan Sulitnya Dapat Nomor Antrean Bantuan Sembako Bersubsidi Megapolitan 19 Juni 2025
Warga Keluhkan Sulitnya Dapat Nomor Antrean Bantuan Sembako Bersubsidi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah warga mengeluhkan kesulitan untuk mendapatkan nomor antrean bantuan
sembako bersubsidi
dari Perumda Pasar Jaya di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Garuda, Cilangkap, Jakarta Timur.
Susi (49), warga Cipayung, Jakarta Timur, mengaku harus bangun dini hari untuk mendapatkan nomor antrean tersebut.
“Susah (mendapatkan nomor antrean), saya mengambil nomor antrean manual langsung ke RPTRA Garuda. Itu saja, habis subuh sudah ada 150 orang,” ungkap Susi saat ditemui di RPTRA Garuda, Kamis (19/6/2025).
Susi menjelaskan, setelah mendapatkan nomor antrean, dirinya harus membayar menggunakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) atau Kartu Pangan Bersubsidi yang terdaftar.
“Saya ngambil nomor kemarin, Rabu. Terus itu langsung bayar atau gesek kartu, baru ngambil sembako sekarang di hari Kamis,” kata Susi.
Meski begitu, Susi mengungkapkan, proses distribusi sembako di beberapa lokasi dilakukan dalam tiga tahap selama tiga hari.
Pada hari pertama, warga diminta untuk mengambil nomor antrean. Kemudian, pada hari kedua, mereka diminta untuk membayar.
“Hari ketiga baru dapat sembako,” jelas Susi.
Susi menjelaskan, pengambilan nomor antrean di RPTRA Garuda dilakukan secara
offline
, sehingga ia lebih memilih antre sejak dini hari.
“Enggak bisa kalau
online
. Kalau secara
online
, setahu saya itu untuk yang pengambilan di pasar,” ungkapnya.
Senada dengan Susi, Nanik (39), warga Bambu Apus, Jakarta Timur, mengaku kesulitan untuk mengambil nomor antrean secara
online
.
“Iya, pakai
online
awalnya, tapi susah juga mendapatkan nomor antreannya. Akhirnya milih langsung saja ke RPTRA Garuda,” jelasnya.
Meski begitu, Nanik juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan nomor antrean secara
offline
sehingga ia harus berkeliling ke sejumlah RPTRA.
“Saya sempat enggak kebagian nomor antrean. Jadi saya sempat ke RPTRA lain, tapi enggak dapat, jadi lari ke RPTRA Garuda. Kalau tidak salah 400 per hari, jadi susah,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, warga berbondong-bondong mendatangi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Garuda di Cilangkap, Jakarta Timur, untuk menebus bantuan sembako bersubsidi dari Perumda Pasar Jaya.
Sebagian merupakan penerima manfaat Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, sebagian merupakan penerima Kartu Pangan Bersubsidi lainnya.
Pantauan
Kompas.com
, warga yang didominasi para ibu datang dengan membawa kantong belanja sejak sekitar pukul 07.00 WIB.
Sebelumnya warga telah melakukan registrasi secara daring maupun di lokasi dan mendapat nomor antrean. Saat melakukan registrasi itu, warga juga menunjukkan identitas berupa KTP, Kartu Keluarga, KJP dan/atau Kartu Pangan Subsidi.
Berikutnya, warga melakukan pembayaran sembako bersubsidi menggunakan saldo di KJP atau Kartu Pangan Bersubsidi.
Satu paket sembako lengkap untuk penerima manfaat KJP dibanderol harga Rp 126.000. Isinya berupa 5 kilogram beras, 24 susu UHT kemasan 200 mililiter, satu ekor ayam, 15 butir telur, satu kilogram daging, dan satu kilogram ikan.
Sementara, paket sembako penerima manfaat Kartu Pangan Subsidi lain dibanderol harga Rp 96.000 yang berisikan 5 kilogram beras, satu ekor ayam, 15 butir telur, satu kilogram daging, dan satu kilogram ikan.
Setelah menyelesaikan proses pembayaran, warga langsung mengambil beras susu, dan telur. Pembagian berlangsung lancar tanpa antrean panjang meski warga terus berdatangan.
Terlihat dua petugas membagikan tiga item bahan pokok itu, satu petugas mencatat data penerima, dan satunya mengambilkan barang. Sementara, antrean terlihat di stand pembagian daging, ikan, dan ayam. Hanya ada satu petugas yang melayani warga.
Meski begitu, antrean tetap tertib dan cepat terurai. Warga pun tampak antusias menerima sembako bersubsidi tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/12/31/6772fa826076b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hanya Rp 1 Naik Transjakarta, MRT, dan LRT Jakarta pada 22 Juni, Simak Ketentuannya Megapolitan 19 Juni 2025
Hanya Rp 1 Naik Transjakarta, MRT, dan LRT Jakarta pada 22 Juni, Simak Ketentuannya
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Masyarakat Jakarta bisa menikmati layanan
TransJakarta
,
MRT
Jakarta, dan
LRT Jakarta
hanya dengan tarif Rp 1 pada 22 Juni 2025, tepat pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-498 Kota Jakarta.
Kebijakan ini diumumkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai bentuk apresiasi terhadap pengguna transportasi umum serta upaya mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.
“Kebijakan penetapan tarif Rp 1 ini juga didukung dengan perpanjangan jam operasional di sejumlah rute, khususnya untuk mendukung mobilitas warga dalam perayaan malam puncak HUT Jakarta,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, dalam keterangan tertulis, dikutip, Kamis (19/6/2025).
Tarif khusus ini berlaku selama 24 jam penuh, dimulai pukul 00.00 hingga 23.59 WIB pada Minggu, (22/6/2025).
Pengguna cukup membayar Rp 1 untuk satu kali perjalanan pada moda TransJakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
Selain itu, layanan Mikrotrans, TransJakarta Cares, dan layanan TransJakarta gratis lainnya akan tetap beroperasi seperti biasa tanpa perubahan tarif.
Untuk menunjang mobilitas warga selama perayaan
HUT Jakarta 2025
, Pemprov DKI juga menambah jam operasional transportasi umum sebagai berikut:
Pemprov DKI berharap kebijakan tarif Rp1 ini bisa mendorong lebih banyak warga untuk beralih ke transportasi umum, sekaligus merayakan hari jadi kota dengan cara yang ramah lingkungan dan lebih efisien.
Warga Jakarta dan sekitarnya diimbau untuk memanfaatkan kesempatan ini secara optimal, baik untuk merayakan HUT Jakarta maupun untuk mencoba langsung kemudahan dan kenyamanan sistem transportasi publik ibu kota.
(Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Akhdi Martin Pratama)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/19/68539557af937.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bos Formula E Ingin Jakarta Masuk Kalender Balap Musim Depan Megapolitan 19 Juni 2025
Bos Formula E Ingin Jakarta Masuk Kalender Balap Musim Depan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Penyelenggara ajang
Formula E
menginginkan
Jakarta
tetap masuk kalendar balap pada musim depan tahun 2026.
“Kami berharap Jakarta masih ada di musim depan, kami sedang berbicara dengan pemangku kepentingan untuk memperbarui kontrak,” ujar Co-founder dan Chief Championship Officer Formula E
Alberto Longo
di Ancol, Kamis (19/6/2025).
Alberto mengaku akan membahas balapan Formula E 2026 dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung dan pemerintah pusat.
Dia berharap ada niat baik dari pemerintah Indonesia untuk mengadakan ajang balapan ini tahun depan.
“Tapi saya pikir ada niat baik dari Gubernur dan pemerintah pusat untuk Formula E menemukan cara agar melanjutkan selama bertahun-tahun,” ucapnya.
Dia mengaku senang balapan Formula E berada di Jakarta karena pusat kota.
“Orang-orang sangat bersemangat tentang balapan ini di sini (Jakarta), saya pun akan mengatakan gairah,” imbuhnya.
Selain itu, menurut dia, para pembalap dan tim sangat bersemangat ajang Formula E digelar di Jakarta.
“Tetapi yang paling penting adalah para pengemudi dan tim, mereka merasakan ketika berjalan-jalan bagaimana orang-orang bersorak untuk mereka,” kata dia.
Diketahui, sebanyak 12 tim dari berbagai negara akan bertarung dalam ajang balap mobil listrik Formula E atau
Jakarta E-Prix 2025
di Jakarta International E-Prix Circuit, Ancol, Sabtu (21/6/2025).
Balapan ini merupakan bagian dari musim ke-11 ABB FIA Formula E Championship.
PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai penyelenggara menargetkan kehadiran 20.000 penonton.
Tiket dijual dengan harga mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 10 juta untuk kategori tertinggi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/19/6853ec0045a5c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/19/6853a76bbd38b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/04/683fc8e3bf4bd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)