Category: Kompas.com

  • 8
                    
                        Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno
                        Nasional

    8 Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno Nasional

    Mantan Presiden dan Wapres yang Hadiri HUT Ke-79 Bhayangkara: SBY hingga Try Sutrisno
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah
    mantan Presiden
    dan Wakil Presiden (Wapres) terpantau menghadiri
    HUT Bhayangkara
    ke-79 di Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) pagi.
    Pantauan Kompas.com, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir bersamaan dengan Wapres ke-13 Ma’ruf Amin.
    Selain itu, SBY dan Ma’ruf juga terlihat datang bersama istri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah, serta Ketua DPR Puan Maharani.
    Lalu, tampak pula Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) dan Wapres ke-6 Try Sutrisno menghadiri HUT Polri ini.
    Sementara itu, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, serta Wapres ke-11 Boediono tidak tampak menghadiri HUT Bhayangkara.
    Presiden RI Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka sendiri sudah hadir di lokasi HUT Bhayangkara.
    Hingga berita ini dimuat, Prabowo sedang berkeliling Monas mengecek pasukan bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
    Diketahui, Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Bhayangkara akan diperingati pada hari ini, Selasa (1/7/2025).
    Perayaan tahun ini akan dipusatkan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
    Momen ini menjadi bagian penting dari sejarah panjang institusi kepolisian di Indonesia.
    Dilansir Kompas.com (30/6/2025), meskipun sering dianggap sebagai hari lahir Polri, tanggal 1 Juli sesungguhnya merujuk pada turunnya Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 1946.
    Peraturan ini menyatukan kepolisian daerah yang sebelumnya berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SBY, JK, hingga Ma”ruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran

    SBY, JK, hingga Ma”ruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran

    SBY, JK, hingga Maruf Amin Ikut Upacara HUT ke-79 Bhayangkara Bareng Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI
    Prabowo Subianto
    menghadiri acara Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 Bhayangkara di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Pantauan dari lokasi sekitar pukul 08.00 WIB, Prabowo tiba bersama dengan Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka dan istrinya, Selvi Ananda.
    Dalam upacara ini, Prabowo akan menjadi Inspektur Upacara.
    Selain Prabowo dan Gibran, para pejabat tokoh nasional lain turut hadir di antaranya Presiden ke-6 RI
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (
    SBY
    ); Wapres ke-13 RI Ma’ruf Amin; Wapres ke-10 dan ke-12 RI
    Jusuf Kalla
    (JK), Wapres ke-6 Try Surtisno, hingga anak Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, yakni Alissa Wahid dan Yeny Wahid.
    Selain itu, hadir tuan rumah Kapolri Jenderal Lisyo Sigit Prabowo. Kemudian sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yaitu Panglima TNI Agus Subiyanto, Menteri Koperasi Budi Arie; Menteri ESDM Bahlil Lahadali; Ketua DPR RI Puan Maharani; Ketua MPR RI Ahmad Muzani; Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
    Adapun dalam acara
    HUT Bhayangkara
    ini turut dihadiri masyarakat umum yang sudah memenuhi Kawasan Monas sejak pagi hari.
    Sejak pagi hari, di lokasi terpajang sejumlah kendaraan taktis milik Polri serta penampilan pasukan terjun payung yang membawa bendera logo satuan Korps Bhayangkara dan bendera Merah Putih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?

    Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?

    Ditarget Selesai 17 Agustus, Penulisan Ulang Sejarah Sudah Sampai Mana?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Penulisan ulang sejarah
    Indonesia ditargetkan selesai pada 17 Agustus 2025 mendatang, bertepatan dengan 80 tahun negara Indonesia merdeka.
    Kini, progres
    penulisan ulang sejarah
    sudah hampir selesai.
    Menurut Menteri Kebudayaan (Menbud)
    Fadli Zon
    , progres proyek itu sudah mencapai 80 persen.
    “Itu kan para sejarawan yang nulis ya, jadi progresnya sekitar 80 persen. Penulisan sejarah itu yang menulis adalah para sejarawan yang memang profesional,” kata Fadli Zon di Cibinong, Kabupaten Bogor, dilansir ANTARA, Senin (30/6/2025).
    Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, penulisan sejarah melibatkan para sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia melalui pendekatan ilmiah dan faktual.
    Fadli Zon menyampaikan bahwa Indonesia telah lebih dari dua dekade tidak melakukan penulisan sejarah secara menyeluruh.
    Ia menyebut era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak yang belum tercatat secara utuh dalam narasi sejarah nasional.
    Oleh karenanya, Fadli menegaskan revisi sejarah bukan bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan untuk memperbarui dan melengkapinya.
    Selain itu, penulisan ulang ini juga akan memuat temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan.
    Ia mencontohkan temuan penting seperti situs Bongal yang mengindikasikan masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7, serta sejumlah prasasti dan artefak yang belum banyak diteliti secara serius.
    “Jadi enggak ada hal-hal yang aneh-aneh gitu. Jadi kita justru meng-
    update
    yang belum ada, tadi seperti temuan-temuan situs Bongal apalagi yang prasejarahnya,” ujarnya.
    “Ini bagian dari kerja peradaban. Kita ingin sejarah kita tidak stagnan, tapi terus berkembang seiring dengan penemuan baru dan kajian ilmiah,” ujarnya.
    Senada, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), Restu Gunawan, menjelaskan buku sejarah nasional Indonesia butuh pembaruan.
    Sebab, terakhir kali buku sejarah nasional Indonesia diperbaharui adalah 25 tahun lalu.
    Meski rencana penulisan ulang sejarah ini menimbulkan pro dan kontra, Restu menyebut bahwa penggarapan akan terus dilanjutkan hingga rampung pada Agustus 2025.
    Restu lantas mengatakan bahwa sebelum buku tersebut terbit, akan ada uji publik dan sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat.
    Namun, Restu belum merinci bagaimana mekanisme uji coba buku penulisan ulang sejarah nasional Indonesia ini.
    “Kalau itu sih secara teknis kayak gitu. Kalau uji publiknya gitu. Tunggu saja nanti kita lakukan. Pasti kita lakukan lah,” kata dia.
    Adapun program ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk soal tone positif dalam penulisan ulang sejarah nasional Indonesia.
    Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam
    Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia
    (AKSI) juga menolak penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah.
    Alasannya, AKSI menilai proyek itu adalah sarana untuk merekayasa masa lalu dengan menggunakan tafsir tunggal dari pemerintah.
    Bagi AKSI, pengalaman pahit bangsa Indonesia merupakan pengalaman penting yang tak boleh diselewengkan.
    Bukan hanya itu, ada juga sejumlah kejanggalan yang disampaikan Arkeolog Profesor Harry Truman Simanjuntak.
    Beberapa di antaranya terkait target penyelesaian penulisan sejarah yang terlalu singkat hingga proses yang disusun tanpa melibatkan seminar atau diskusi mendalam dengan para sejarawan.
    Pihak Istana pun membela Fadli Zon atas munculnya kritikan yang ada soal penulisan ulang sejarah Indonesia.
    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya.
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Rangkaian Acara HUT Bhayangkara di Monas Hari Ini, Ada Atraksi Udara, Robot Polisi, hingga Konser Musik
                        Nasional

    8 Rangkaian Acara HUT Bhayangkara di Monas Hari Ini, Ada Atraksi Udara, Robot Polisi, hingga Konser Musik Nasional

    Rangkaian Acara HUT Bhayangkara di Monas Hari Ini, Ada Atraksi Udara, Robot Polisi, hingga Konser Musik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hari ini,
    Polri
    merayakan
    HUT ke-79 Bhayangkara
    . Perayaannya akan dilaksanakan di silang Monas, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Sejumlah acara telah disiapkan, dan masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam rangkaian acara.
    Pada agenda pertama di puncak peringatan ini, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan menjadi inspektur upacara peringatan HUT ke-79 Bhayangkara.
    Upacara dijadwalkan akan dimulai pukul 07.00 WIB dan bakal dihadiri oleh sejumlah tamu undangan.
    Selain jajaran Polri, beberapa pejabat diundang dalam acara ini, baik dari TNI, kementerian, maupun lembaga lain yang merupakan mitra kepolisian.
    Tak hanya jajaran polisi dan pejabat negara, sejumlah mitra Polri yang berasal dari kalangan sipil juga diundang dalam acara, terutama mereka yang terlibat dalam sejumlah program Polri untuk mendukung keberhasilan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
    “(Mitra) untuk ketahanan pangan maupun MBG juga kita libatkan. Jadi ada gabungan kelompok tani (Gapoktan) juga kita libatkan. Kemudian, relawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kita libatkan,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, saat ditemui di Gedung Humas Polri, Jakarta, Senin (30/6/2025).
    Usai upacara, Polri dijadwalkan akan mengadakan parade yang menunjukkan sejumlah kemutakhirkan teknologi dan personel Polri.
    Tidak hanya prajurit terbaik Polri, beberapa teknologi yang dikembangkan kepolisian juga akan dipertontonkan.
    Salah satunya adalah Robot Polisi yang kini tengah banyak diperbincangkan.
    Akan ada 25 unit robot humanoid dan robot anjing (K9) yang bakal diperkenalkan ke publik nanti.
    Teknologi ini merupakan wujud komitmen Polri dalam modernisasi perangkat tugas untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan personel, dan efektivitas pelayanan publik.
    Sementara itu, Polri juga menampilkan sejumlah atraksi, baik di darat maupun udara.
    Salah satu penampilan yang disiapkan adalah aksi motor layang Polri.
    Formasi udara ini akan memperlihatkan kemampuan terbang dan manuver presisi dari para personel terlatih.
    Atraksi ini menjadi simbol keahlian dan kesiapsiagaan Polri untuk terjun di berbagai medan serta kondisi.
    Lebih lanjut, Polri juga menyediakan layanan SIM Keliling dan Samsat Keliling bagi masyarakat yang ingin membuat atau memperpanjang SIM mereka.
    Posisi layanan ini berada di tiga titik sekitar silang Monas.
    Jam operasional dibuka sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB.
    Kemudian, usai upacara dan parade selesai, masyarakat akan dihibur dengan rangkaian pesta rakyat dan konser musik yang diadakan hingga malam.
    Musisi legendaris Iwan Fals hingga grup band Padi dijadwalkan akan manggung di sana nanti malam. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Anak Nasikah Pernah Coba Titipkan Ibunya ke Rumah Sosial Pemprov Jatim tetapi Ditolak
                        Surabaya

    4 Anak Nasikah Pernah Coba Titipkan Ibunya ke Rumah Sosial Pemprov Jatim tetapi Ditolak Surabaya

    Anak Nasikah Pernah Coba Titipkan Ibunya ke Rumah Sosial Pemprov Jatim tetapi Ditolak
    Tim Redaksi
    URABAYA, KOMPAS.com
    – Anak nenek
    Nasikah
    (74), Fitriya bersama saudaranya, Sri Rahayu (42) menceritakan awal mula mereka berniat menitipkan sang ibu ke Griya
    Lansia
    Husnul Khatimah
    Malang
    .
    Kisah dua anak asal Surabaya yang menitipkan ibunya ke Griya Lansia Husnul Khatimah Malang ini viral setelah diunggah Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra ke media sosial.
    “Dua anak kandung buang ibunya ke Griya Lansia, Sidoarjo, Jumat 27 Juni 2025. Jangan nangis dengan berita ini… dalam draft yang ditandatangani, jika beliau ini tutup usia, maka dua anaknya nggak perlu dikabari,”
    tulis Arief.
    Fitriya dan Sri Rahayu dihujat
    netizen
    karena dituding membuang ibunya. Namun, dia membantah karena dia berniat menitipkan dan berjanji akan sering dijenguk.
    Fitriya pun membeberkan alasan dia dan saudaranya berniat menitipkan ke Griya Lansia
    Mulanya, keluarga besar Nasikah memiliki rumah di kawasan Babatan, Surabaya.
    Namun, karena saudaranya terjerat utang maka tanahnya dijual.
    Kemudian, Nasikah dan keluarganya menempati sebuah rumah di Kecamafan Mojo, Surabaya. Namun, Nasikah tidak betah dan ingin kembali ke Babatan.
    “Emak dan adik saya enggak betah, minta balik ke Babatan. Karena di sini sudah tidak ada tanah, maka emak saya ngekos,” kata Fitriya saat diwawancara Kompas.com, Senin (30/6/2025).
    Saat masih bisa berjalan, Nasikah bekerja sebagai pencabut rumput di lahan yang tak jauh dari kosnya.
    Namun, suatu hari dia mengalami gangguan kesehatan sepulang kerja hingga tidak bisa berjalan.
    “Terus ibu saya bawa pulang ke Mulyorejo, ke rumah saya. Lah di sana ibuku suka ngesot (merangkak) ke luar rumah sampai mau keluar jalan raya. Digendong balik lagi ke rumah, gitu terus,” tuturnya.
    Rumahnya yang hanya berukuran 4×4 meter itu ditinggali oleh lima kepala selama dua tahun dan dinilai terlalu sesak.
    Begitupun yang dirasakan oleh anak pertamanya Nasikah, Sri Rahayu yang masih tinggal dengan mertuanya.
    Oleh karena itu, mereka berniatan menetapkan menitipkan Nasikah ke tempat lain. Sebab, anak ketiganya sudah meninggal.
    Tahun 2024, Fitriya berencananya menitipkan Nasikah ke Rumah Sosial milik Pemprov Jatim.
    Namun, tidak setujui karena masih memiliki keluarga dan terikat dengan Perwali Kota Surabaya.
    “Kan ada anak, meskipun tidak punya rumah enggak bisa diterima. Akhirnya saya dapat info dari teman soal Griya Lansia,” ujarnya.
    Dia mendapat informasi jika menitipkan ke Griya Lansia tidak dipungut biaya dan akan dirawat dengan baik. Akhirnya, Fitriya pun menghubungi Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra.
    “Enak gratis, ternyata benar diterima dengan baik tapi ujung-ujungnya dikontenin dengan judul seperti itu. Sebenarnya tidak begitu Mbak,” ujarnya.
    Fitriya mengatakan bahwa dia berniat meminta tolong untuk menitipkan ibunya. Namun, dia kecewa lantaran Arief Camra memberikan narasi “buang”.
    “Saya niatan ke saya cuma minta bantuan untuk menitipkan ibu. Tapi kok ternyata itu diviralkan dengan caption membuang,” tuturnya.
    Fitriya juga menjelaskan bahwa di perjanjian awal, pihak keluarga akan dikabari jika terjadi sesuatu pada Nasikah. Namun, Arief bilang dalam videonya tidak akan dikabari bahkan ketika meninggal.
    “Tidak akan dikabari itu bahasa kasarnya gitu, dalam surat itu tidak ada membuang. Supaya keluarga lain tidak ada yang berniatan untuk nitip ke sana. Aslinya bisa dijenguk dan dikabari,” ucap Fitriya.
    Perempuan berusia 42 tahun tersebut menunjukkan bukti obrolan chat WhatsApp antara dirinya dengan Arief Camra.
    Bahwa, Arief menuliskan, “Secara perjanjian memang kejam tapi insyaAllah kalau ada apa-apa pasti saya kabari.”
    Setelah viral dan kecewa dengan pihak Griya Lansia, keluarga Nasikah pun kembali menjemput.
    Kini, Nasikah kembali ke kos lamanya yang berada di kawasan Babatan Surabaya. Keluarga besarnya pun merawatnya secara bergantian dalam sehari karena harus bekerja dan merawat keluarga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD “45 karena Pisahkan Pemilu

    Pernyataan Lengkap NasDem Sebut MK Langgar UUD 45 karena Pisahkan Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
    Nasdem
    menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait
    pemisahan pemilu
    adalah melanggar konstitusi serta mencuri kedaulatan rakyat. Begini pernyataan lengkap
    NasDem
    .
    Pernyataan sikap partai ini disampaikan di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025) malam.
    Pernyataan sikap ini disampaikan oleh Anggota Majelis Tinggi
    Partai Nasdem
    Lestari Moerdijat, yang disaksikan oleh sejumlah kader Nasdem.
    Adapun kader-kader yang hadir meliputi Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Ada pula Ketua Komisi II DPR RI yang merupakan kader Nasdem, Rifqinizamy Karyasuda.
    DPP Partai Nasdem menilai putusan tersebut
    inkonstitusional
    sehingga mencuri kedaulatan masyarakat.

    Nasdem pun beranggapan bahwa
    putusan MK
    seolah mengambil tanah legislasi.
    “Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyangkut pemisahan skema pemilihan umum, Dewan Pimpinan Pusat
    Partai NasDem
    menyampaikan bahwa terdapat problematik ketatanegaraan yang dapat menimbulkan ketidakpastian bernegara,” kata Lestari memulai pernyataan sikap.
    Berikut adalah 10 poin yang disampaikan Lestari Moerdijat mewakili DPP Partai NasDem:
    1. Kewenangan MK dalam UUD NRI 1945 Pasal 24C Ayat (1) menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
    2. Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock konstitutional. Sebab, apabila putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi. Pasal 22E UUD NRI 1945 menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)]. Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional.
    3. MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah). MK telah menjadi negative legislator sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi.
    4. MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum; ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum.
    5. Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan Kepala Daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22E UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam Putusan MK 95/2022, sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda.
    6. MK, dalam kapasitas sebagai guardian of constitution, tidak diberikan kewenangan untuk mengubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional dan bertentangan dengan Pasal 22B UUD NRI 1945.
    7. Bahwa perpanjangan masa jabatan anggota DPRD setelah selesai periode 5 tahun, akan menempatkan para anggota DPRD tersebut bertugas dan menjabat tanpa landasan demokratis, padahal jabatan anggota DPRD adalah jabatan politis yang hanya dapat dijalankan berdasarkan hasil pemilu sebagaimana Pasal 22E UUD NRI 1945. Artinya, berdasarkan konstitusi, tidak ada jalan lain selain pemilu yang dapat memberikan legitimasi seseorang menjadi anggota DPRD. Menjalankan tugas perwakilan rakyat tanpa mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui pemilu adalah inkonstitusional.
    8. Perubahan sistem pemilu berdasarkan putusan MK yang mengambil posisi positive legislator ini harus dirunut sejak putusan MK yang memerintahkan pilpres dan pileg serentak, yang pertimbangannya bukan didasarkan tafsir konstitusional yang berdasarkan risalah pembahasan terkait pelaksanaan pemilu dengan 5 kotak, termasuk kotak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, dalam putusan MK kali ini, MK menegasikan pertimbangan pemilu 5 kotak yang didasarkan pada tafsir konstitusionalitas MK sendiri, dengan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah. Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi, di mana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri.
    9. MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan mengubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini, MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat.
    10. Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Anak Nasikah Pernah Coba Titipkan Ibunya ke Rumah Sosial Pemprov Jatim tetapi Ditolak
                        Surabaya

    1 Pengakuan Anak yang Titipkan Ibunya ke Griya Lansia Malang: "Niat Saya Cuma Minta Bantuan, tetapi Kok Diviralkan?" Surabaya

    Pengakuan Anak yang Titipkan Ibunya ke Griya Lansia Malang: “Niat Saya Cuma Minta Bantuan, tetapi Kok Diviralkan?”
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Kisah dua anak asal
    Surabaya
    yang menitipkan ibunya ke Griya
    Lansia
    Husnul Khatimah Malang mendadak viral.
    Kisah Fitriya bersama saudaranya, Sri Rahayu (42) yang mengantar ibunya,
    Nasikah
    (74) ke Griya Lansia Husnul Khatimah Malang viral setelah diunggah Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra ke media sosial.
    “Dua anak kandung buang ibunya ke Griya Lansia, Sidoarjo, Jumat 27 Juni 2025. Jangan nangis dengan berita ini… dalam draft yang ditandatangani, jika beliau ini tutup usia, maka dua anaknya nggak perlu dikabari,”
    tulis Arief.
    Fitriya dan Sri Rahayu dihujat
    netizen
    karena dituding membuang ibunya. Namun, dia membantah karena dia berniat menitipkan dan berjanji akan sering dijenguk.
    Fitriya pun membeberkan alasannya mengapa dia dan saudaranya berniat menitipkan ke Griya Lansia
    Mulanya, keluarga besar Nasikah memiliki rumah di kawasan Babatan, Surabaya namun karena saudaranya terjerat utang maka tanahnya dijual.
    Kemudian, Nasikah dan keluarganya menempati sebuah rumah di Kecamafan Mojo, Surabaya. Namun, Nasikah tidak betah dan ingin kembali ke Babatan.
    “Emak dan adik saya enggak betah, minta balik ke Babatan. Karena di sini sudah tidak ada tanah, maka emak saya ngekos,” kata Fitriya saat diwawancara
    Kompas.com
    , Senin (30/6/2025).
    Saat masih bisa berjalan, Nasikah bekerja sebagai pencabut rumput di lahan yang tak jauh dari kosnya.
    Namun, suatu hari dia mengalami gangguan kesehatan sepulang kerja hingga tidak bisa berjalan.
    “Terus ibu saya bawa pulang ke Mulyorejo, ke rumah saya. Lah di sana ibuku suka ngesot (merangkak) ke luar rumah sampai mau keluar jalan raya. Digendong balik lagi ke rumah, gitu terus,” ungkapnya.
    Rumahnya yang hanya berukuran 4×4 meter itu ditinggali oleh lima kepala selama dua tahun dan dinilai terlalu sesak.
    Begitupun yang dirasakan oleh anak pertamanya Nasikah, Sri Rahayu yang masih tinggal dengan mertuanya.
    Oleh karena itu, mereka berniatan menetapkan menitipkan Nasikah ke tempat lain. Sebab, anak ketiganya sudah meninggal.
    Tahun 2024, Fitriya berencananya menitipkan Nasikah ke Rumah Sosial milik Pemprov
    Jatim
    .
    Namun, tidak setujui karena masih memiliki keluarga dan terikat dengan Perwali Kota Surabaya.
    “Kan ada anak, meskipun tidak punya rumah enggak bisa diterima. Akhirnya saya dapat info dari teman soal Griya Lansia,” ujarnya. 
    Dia mendapat informasi jika menitipkan ke Griya Lansia tidak dipungut biaya dan akan dirawat dengan baik. Akhirnya, Fitriya pun menghubungi Ketua Yayasan Griya Lansia, Arief Camra.
    “Enak gratis, ternyata benar diterima dengan baik tapi ujung-ujungnya dikontenin dengan judul seperti itu. Sebenarnya tidak begitu Mbak,” ujarnya.
    Fitriya mengatakan bahwa dia berniat meminta tolong untuk menitipkan ibunya. Namun, dia kecewa lantaran Arief Camra memberikan narasi “buang”.
    “Saya niatan ke saya cuma minta bantuan untuk menitipkan ibu. Tapi kok ternyata itu diviralkan dengan
    caption
    membuang,” tuturnya.
    Fitriya juga menjelaskan bahwa di perjanjian awal, pihak keluarga akan dikabari jika terjadi sesuatu pada Nasikah. Namun, Arief bilang dalam videonya tidak akan dikabari bahkan ketika meninggal.
    “Tidak akan dikabari itu bahasa kasarnya gitu, dalam surat itu tidak ada membuang. Supaya keluarga lain tidak ada yang berniatan untuk nitip ke sana. Aslinya bisa dijenguk dan dikabari,” ucap Fitriya.
    Perempuan berusia 42 tahun tersebut menunjukkan bukti obrolan chat WhatsApp antara dirinya dengan Arief Camra.
    Bahwa, Arief menuliskan, “Secara perjanjian memang kejam tapi insyaAllah kalau ada apa-apa pasti saya kabari.”
    Setelah viral dan kecewa dengan pihak Griya Lansia, keluarga Nasikah pun kembali menjemput.
    Kini, Nasikah kembali ke kos lamanya yang berada di kawasan Babatan Surabaya. Keluarga besarnya pun merawatnya secara bergantian dalam sehari karena harus bekerja dan merawat keluarga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Perusakan Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi Dilaporkan ke Polisi
                        Bandung

    10 Perusakan Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi Dilaporkan ke Polisi Bandung

    Perusakan Rumah Singgah di Cidahu Sukabumi Dilaporkan ke Polisi
    Tim Redaksi
    SUKABUMI, KOMPAS.com
    – Buntut perusakan
    rumah singgah
    atau vila yang sempat disangka menjadi
    tempat ibadah
    di Cidahu, Kabupaten
    Sukabumi
    ,
    Jawa Barat
    , berujung pada pelaporan ke polisi.
    Kapolsek Cidahu, AKP Endang Slamet, mengatakan bahwa kasus tersebut kini telah dilimpahkan ke Polres Sukabumi dan tengah ditangani.
    “Kami mendapatkan informasi bahwa kejadian ini diambil alih oleh Polres prosesnya dan pelapor pun sudah mendatangi Polres,” kata Endang kepada awak media di Kampung Tangkil, RT 4/RW 1, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Senin (30/6/2025).
    Polsek (kini) hanya menjaga, mengawasi, dan mengawal di tempat kejadian. Mudah-mudahan ke depannya tetap kondusif,” tuturnya.
    Dikonfirmasi terpisah, Satreskrim Polres Sukabumi membenarkan bahwa kini kasus perusakan rumah yang sempat disangka menjadi tempat ibadah tersebut telah dilaporkan oleh korban kepada kepolisian.
    “Iya (sudah buat laporan),” kata Kasat Reskrim Polres Sukabumi, Iptu Hartono, dalam keterangan tertulisnya saat dihubungi Kompas.com via WhatsApp, Senin (30/6) malam.
    Diberitakan sebelumnya, rumah singgah atau vila di Kampung Tangkil, RT 4/RW 1, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, sempat didatangi warga.
    Warga sempat mengira bahwa vila tersebut dijadikan tempat ibadah dan membubarkan aktivitas tersebut.
    Namun, di vila tersebut, pada Jumat (27/6/2025) lalu, sedang berlangsung kegiatan retret para pelajar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

    Nasdem Desak DPR Minta Penjelasan MK Buntut Putusan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    Nasdem
    dalam pernyataan sikapnya mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta penjelasan Mahkamah Konstitusi (
    MK
    ) terkait putusan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (
    pemilu
    ) serentak nasional dan lokal.
    “Partai
    NasDem
    mendesak
    DPR RI
    untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat di kantor DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Pasalnya, Nasdem dengan tegas menyatakan bahwa
    putusan MK
    tersebut menyalahi konstitusi.
    “Pemisahan skema pemilihan presiden,
    DPR
    RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” ujar Lestari.
    Wakil Ketua MPR yang biasa disapa sebagai Rerie ini memaparkan bahwa putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “Perlu untuk dipahami bahwa pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu. Penegasan DPRD sebagai rezim pemilu dijelaskan dalam Pasal 22e UUD NRI 1945, sedangkan pilkada sebagai rezim pemilu ditegaskan dalam putusan MK 95/2022,” katanya.
    “Sehingga secara konstitusional, pemilu harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan terlepas dari waktu pemilihan yang berbeda,” ujar Lestari lagi.
    Selain itu, dia menyebut, MK telah memasuki dan mengambil kewenangan legislatif dan pemerintah. Sebab, penentuan waktu pasti penyelenggaraan pemilu merupakan
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden atau pemerintah.
    “MK memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait
    open legal policy
    yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah),” kata Lestari.
    Tak hanya itu, Nasdem menilai, MK melakukan pencurian terhadap kedaulatan rakyat karena memutuskan pemisahan pemilu serentak nasional dan lokal.
    Sebab, lagi-lagi berdasarkan Pasal 22e ayat 1 UUD NRI 1945, pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
    “MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru, apalagi membuat putusan merubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat,” ujar Lestari.
    Dalam pernyataan sikap ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).
    Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan
    Pemilu
    2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.
    Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan
    Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat

    NasDem: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Tak Berkekuatan Mengikat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Partai
    NasDem
    menilai putusan
    MK
    soal pemisahan pemilu serentak tidak punya kekuatan hukum yang mengikat lantaran bersifat inkonstitusional.
    “Dan karenanya putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional,” kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem,
    Lestari Moerdijat
    di kantor DPP NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Dalam pengumuman pernyataan sikap DPP Partai NasDem ini, hadir politikus elite NasDem lain antara lain Ketua Fraksi NasDem DPR Victor Laiskodat, Ketua Fraksi NasDem MPR Robert Rouw, hingga Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha.
    NasDem menilai putusan MK itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22e ayat 1 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
    Adapun menurut putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, pemilu nantinya dipisah antara pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal dengan jeda antara 2 tahun sampai 2 tahun 6 bulan. Putusan itu akan diberlakukan untuk
    Pemilu 2029
    .
    “Pemisahan skema pemilihan presiden, DPR RI, DPR RI dengan kepala daerah dan DPRD adalah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” kata Rerie, sapaan Lestari Moerdijat.
    NasDem juga menyatakan MK tidak punya kewenangan mengubah norma hukum dan konstitusi.
    Sebagaimana diketahui, MK memutuskan bahwa pemilu serentak dibagi menjadi dua, yakni, pertama, pemilu serentak nasional terdiri dari Pilpres, Pileg DPR, MPR, dan DPD. Kedua, pemilu serentak lokal terdiri dari Pilkada, Pileg DPRD Provinsi, dan Pileg DPRD Kabupaten/Kota.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.