Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Kebudayaan
Fadli Zon
menjelaskan pandangannya mengenai
pemerkosaan massal 1998
yang menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini.
Di hadapan anggota DPR, dia menegaskan tidak menyangkal pemerkosaannya. Namun dia meragukan tragedi itu berlangsung massal.
Dia mempertanyakan penggunaan diksi “massal” yang menurutnya mengandung makna terstruktur dan sistematis.
“Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia itu antara 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras,” ujar Fadli dalam rapat kerja bersama Komisi X di Gedung DPR RI, Rabu (3/7/2025).
Fadli mengaku telah mengikuti perdebatan mengenai isu ini selama lebih dari 20 tahun, termasuk berdiskusi secara terbuka di berbagai forum.
Dia pun menyatakan siap berdialog sebagai sejarawan, bukan semata sebagai menteri.
“Saya siap sebagai seorang sejarawan dan peneliti untuk mendiskusikan ini. Tidak ada denial sama sekali,” ujarnya.
Meski begitu, politikus Gerindra itu mengaku tetap memiliki sejumlah keraguan terhadap pendokumentasian peristiwa pemerkosaan massal 1998.
Dia pun menyinggung laporan awal Majalah Tempo dan pernyataan aktivis hak asasi manusia Sidney Jones, yang disebutnya kesulitan menemukan korban secara langsung dalam investigasi.
“Ini Majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun ’98, dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan (investigasi),” ucap Fadli sambil mengangkat Majalah Tempo.
“Kalau tidak salah seorang wartawannya mengatakan investigasi tiga bulan soal perkosaan massal itu, ada kesulitan. Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban,” sambungnya.
Suasana rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon berubah menjadi emosional ketika orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto itu bersikeras tidak ada pemerkosaan massal.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P My Esti Wijayati dan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI-P Mercy Chriesty Barends, menangis saat mendengar Fadli tetap mempertanyakan penggunaan diksi “massal” dalam kasus pemerkosaan 1998.
Air mata My Esti tumpah saat menginterupsi penjelasan Fadli yang meragukan data dan informasi soal pemerkosaan massal 1998, hingga membandingkannya dengan kasus kekerasan seksual massal di Nanjing dan Bosnia.
“(Mendengar) Pak Fadli Zon ini bicara kenapa semakin sakit ya soal pemerkosaan. Mungkin sebaiknya tidak perlu di forum ini, Pak, karena saya pas kejadian itu juga ada di Jakarta, sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari,” kata My Esti, dengan suara bergetar.
Menurut My Esti, penjelasan Fadli yang teoretis dan tak menunjukkan kepekaan justru menambah luka bagi mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung situasi mencekam pada masa itu.
“Ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban pemerkosaan. Sehingga menurut saya, penjelasan Bapak yang sangat teori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujar dia.
Fadli pun menyela pernyataan Esti dan menegaskan bahwa dirinya tidak menyangkal peristiwa tersebut.
“Terjadi, Bu. Saya mengakui,” ucap Fadli.
Namun, respons itu tidak cukup meredam emosi My Esti, yang kembali menegaskan bahwa penjelasan Fadli justru mengesankan keraguan penderitaan para korban.
“Itu yang kemudian Bapak seolah-olah mengatakan…,” ucap My Esti, sebelum kembali terdiam karena emosi.
Setelahnya, Mercy pun ikut bersuara sambil menangis.
Dia menyampaikan betapa menyakitkannya menyaksikan negara seolah kesulitan mengakui sejarah kelam, padahal data dan testimoni korban sudah dikumpulkan sejak awal Reformasi.
“Pak, saya ingin kita mengingat sejarah kasus Tribunal Court Jugun Ianfu. Begitu banyak perempuan Indonesia yang diperkosa dan menjadi rampasan perang pada saat Jepang. Pada saat dibawa ke Tribunal Court ada kasus, tapi tidak semua, apa yang terjadi? Pada saat itu pemerintah Jepang menerima semua,” tutur Mercy.
Rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Fadli Zon di Gedung DPR RI juga diwarnai aksi protes dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Sejumlah anggota koalisi yang hadir di balkon ruang rapat mendadak membentangkan spanduk dan poster sebagai bentuk penolakan terhadap proyek penulisan ulang sejarah nasional.
Aksi dimulai saat Fadli Zon hendak menyampaikan tanggapan terhadap pertanyaan sejumlah anggota dewan dalam rapat.
Tiba-tiba, koalisi masyarakat sipil membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka di pagar balkon ruang rapat.
“Hentikan pemutihan sejarah!” teriak salah satu perwakilan koalisi, yang langsung disambut teriakan serupa dari rekan-rekannya.
“Dengarkan suara korban!” seru lainnya.
Koalisi juga menyerukan agar pemerintah dan DPR RI menghentikan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
“Tolak gelar pahlawan Soeharto!” teriak mereka.
Mendengar seruan tersebut, pimpinan dan anggota Komisi X beserta Fadli Zon dan jajarannya langsung menoleh ke arah balkon tempat aksi berlangsung.
Fadli Zon menanggapi santai aksi Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak dan meminta dihentikannya penulisan ulang sejarah oleh pemerintah.
“Ya, biasalah, kita dulu juga begitu,” ujar Fadli Zon.
“Biasa sajalah, aspirasi ya,” sambung dia.
Meski begitu, Fadli mengingatkan semua pihak untuk tidak langsung menghakimi proyek penulisan ulang sejarah yang sedang dilakukan.
Fadli Zon menyatakan akan tetap melanjutkan penulisan sejarah ulang meski terjadi penolakan atas rencana ini.
Ia meminta masyarakat tidak cepat-cepat menghakimi penulisan sejarah yang belum selesai.
Terlebih, sejarah ulang ini ditulis oleh para sejarawan profesional dari berbagai wilayah.
“Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini,” kata Fadli Zon.
Fadli juga mengaku heran mengapa masyarakat menuntut agar sejarah ulang tidak ditulis.
Ia mengutip kata-kata Presiden ke-1 RI Soekarno, yang meminta Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
“Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita,” beber dia.
Lebih lanjut, Fadli menyebut penulisan sejarah diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
Kini, sejarah seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 Soekarno, Presiden ke-2 Soeharto, dan Presiden ke-3 B.J. Habibie.
Penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan tone positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
“Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” jelasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/02/6864c35f58525.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Silat Lidah Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Massal 1998, Sampai Bikin Anggota DPR Nangis
-
/data/photo/2025/06/02/683d7e44cf027.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mendiktisaintek: Tukin Dosen ASN Ditargetkan Cair Paling Lambat Juli
Mendiktisaintek: Tukin Dosen ASN Ditargetkan Cair Paling Lambat Juli
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (
Mendiktisaintek
)
Brian Yuliarto
mengatakan, tunjangan kinerja (tukin) untuk dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) ditargerkan cair paling lambat pada bulan Juli ini.
Hal itu disampaikan Brian dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
“Kami targetkan paling lambat bulan Juli itu sudah bisa dibayarkan untuk tukin dari Januari sampai Juni,” kata Brian, dikutip dari
Antaranews
.
Dia pun menyebut, aturan detail terkait tukin sudah dibuat, serta disosialisasikan kepada seluruh pihak terkait.
Selain itu, Brian mengatakan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan para dosen maupun pimpinan Perguruan Tinggi Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker).
“Datanya hari ini seluruhnya sudah masuk,” ujarnya.
Kemudian, Brian menjelaskan bahwa ada dua jenis tukin yang akan diperoleh sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto.
Kedua jenis tukin tersebut adalah tukin dasar, serta tukin prestasi yang diberikan berdasarkan kinerja.
“Jadi teman-teman dosen, (perbandingannya) 60 persen dasar, 40 persen prestasi. Itu data sudah masuk, sekarang sedang diverifikasi oleh kampus masing-masing,” kata Mendiktisaintek.
Lebih lanjut, Brian mengungkapkan, tukin bulan Juli hingga Desember, bakal ditransfer langsung setiap bulannya.
Oleh karena itu, dia berharap semoga pemberian tukin tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia, sehingga nantinya dapat berimplikasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Sebelumnya, pemberian tukin tersebut telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang tunjangan kinerja (tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dalam Perpres tersebut ada 17 kelas jabatan, dengan besaran paling rendah Rp 2,5 juta untuk tukin kelas jabatan 1.
Berikut besaran tukin dosen berdasarkan Perpres 19 Tahun 2025:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2023/05/27/6472255a96de9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PPIH Minta Bantuan Arab Saudi Cari 3 Jemaah Haji Demensia yang Hilang di Mekkah
PPIH Minta Bantuan Arab Saudi Cari 3 Jemaah Haji Demensia yang Hilang di Mekkah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Bidang Pelindungan Jemaah
Kolonel Harun Al Rasyid
menyampaikan, pihaknya telah meminta bantuan otoritas Arab Saudi untuk mencari tiga jemaah haji yang hilang di Mekkah.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah berkoordinasi dengan KKHI Mekkah, pihak KJRI, dan beberapa kantor polisi di wilayah Mekkah.
“Kami menyampaikan hal ini sekaligus minta bantuan kepada Wakil Menteri Haji dan Umrah saat kunjungan ke kantor misi haji Indonesia di Daker Mekkah,” ujar Harun, dalam keterangannya, Rabu (2/7/2025).
Upaya lain yang dilakukan, lanjut Harun, PPIH bersurat ke masing-masing syarikah penyedia layanan jemaah.
“Tujuannya untuk meminta mereka ikut serta proaktif dalam membantu pencarian,” imbuh dia.
Harun mengatakan, tim PPIH setiap hari melakukan penyisiran di berbagai tempat, termasuk wilayah Masjidil Haram dan di sekitaran hotel.
“Kami juga melakukan kunjungan ke Imigrasi Syumaisy guna mengecek keberadaan tiga jemaah tersebut,” ucap dia.
Harun menuturkan, PPIH telah membentuk dua tim untuk melakukan proses pencarian ketiga jemaah yang memiliki riwayat demensia itu.
“Ketiga jemaah ini memiliki riwayat demensia. Hingga saat ini kita terus melakukan pencarian terhadap ketiga jemaah,” ujar dia.
Selama proses pencarian, PPIH telah memeriksa Jabal Khandamah, Jabal Tsur, Kamar Mayat RS An-Noor Makkah, sejumlah tempat di sekeliling hotel tempat tinggal jemaah, kawasan Arafah dan Muzdalifah, perbatasan Makkah dan al-Lith, serta pengecekan CCTV.
“Mohon doa semoga ketiganya bisa segera kita temukan,” kata Harun.
Sebagai informasi, ketiga jemaah haji yang hilang, yakni Nurimah (80 tahun) dari Kelompok Terbang 19 Embarkasi Palembang, Sukardi (67) dari Kelompok Terbang 79 Embarkasi Surabaya, dan Hasbullah (75) dari Kloter 7 Embarkasi Banjarmasin.
Nurimah dilaporkan pergi dari hotel 614 dan tak kembali lagi sejak 28 Mei 2025 atau dua hari setelah tiba di Mekkah.
Sementara Sukardi dilaporkan pergi dari hotel 813 dan tak kembali lagi sejak 29 Mei 2025 atau dua hari setelah tiba di Mekkah.
Sedangkan Hasbullah dilaporkan meninggalkan hotel 709 pada 17 Juni 2025 dini hari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/03/19/67da8838ca583.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rapat Tertutup soal Kondisi Dunia, Menhan-TNI Waspada Tinggi, DPR Minta Maaf
Rapat Tertutup soal Kondisi Dunia, Menhan-TNI Waspada Tinggi, DPR Minta Maaf
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi I DPR menggelar rapat tertutup bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin,
Panglima TNI
Jenderal Agus Subiyanto, dan para kepala staf TNI mengenai situasi geopolitik terkini.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto meminta maaf karena rapat harus digelar tertutup.
Menurut dia, kepentingan nasional berada di atas segalanya.
“Saya minta maaf karena harus tertutup. Kepentingan nasional kita adalah yang terutama dan segala-galanya. Dari pengantar saya itu, yang jelas bagaimana Menhan dan Panglima TNI serta para kepala staf sudah bersikap dan sigap dalam menghadapi situasi geopolitik terkini,” ujar Utut, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Dalam kesempatan yang sama,
Menhan Sjafrie
juga enggan menjelaskan secara detail perihal rapat tertutup hari ini.
Yang pasti, kata Sjafrie, kondisi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi saat ini menuntut sektor pertahanan untuk merumuskan kebijakan strategi dan administrasi anggaran.
“Dan Panglima TNI yang merumuskan kebijakan operasional dari Tentara Nasional Indonesia yang juga akan dilaksanakan oleh para kepala staf angkatan,” ujar Sjafrie.
Sjafrie mengatakan, pada intinya, Kemenhan dan TNI meningkatkan kewaspadaan yang tinggi.
Dia menyebut, mereka akan terus melakukan pembangunan kekuatan TNI dengan menggunakan filosofi Trisula Nusantara.
“Kemudian tentunya, kebutuhan-kebutuhan alutsista yang dibutuhkan oleh TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, serta TNI Angkatan Udara ini, dipasok tanpa pembatasan,” papar dia.
“Kita sebagai negara yang menganut politik bebas aktif dan berada pada garis non-blok tidak mempunyai restriksi apa-apa terhadap pengadaan alutsista. Jadi, kebutuhan pengguna dan pembina kekuatan ini kita fasilitasi untuk memperkuat kekuatan matra darat, laut, dan udara,” imbuh Sjafrie.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/02/6865037378dd8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Fachrul Razi Tak Ajak Try Sutrisno di Forum Purnawirawan Makzulkan Gibran Nasional
Fachrul Razi Tak Ajak Try Sutrisno di Forum Purnawirawan Makzulkan Gibran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn)
Fachrul Razi
menegaskan bahwa pihaknya tidak secara formal mengajak eks Wakil Presiden
Try Sutrisno
untuk bergabung dalam
forum purnawirawan TNI
yang tengah mendesak pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Meski demikian, Fachrul menyebut Try Sutrisno memiliki keprihatinan yang sama terhadap kondisi bangsa.
“Pak Try kan sifatnya mengetahui tentang apa yang dia lakukan, dia sejalan dengan itu. Dia punya kegelisahan yang sama, tapi saya enggak mau ngajak beliau jadi bagian dari tim kita,” kata Fachrul ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Pernyataan ini disampaikan Fachrul menanggapi pertanyaan awak media usai menghadiri konferensi pers sikap forum purnawirawan TNI terhadap
pemakzulan Gibran
.
Awak media menanyakan kepada Fachrul soal posisi Try Sutrisno yang sebelumnya disebut-sebut bersama forum purnawirawan yang mengusulkan pemakzulan Gibran.
“Beliau (Try Sutrisno) peduli sama bangsa kita sangat peduli,” ungkap mantan Menteri Agama (Menag) itu.
Fachrul Razi mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait tuntutan tersebut, namun belum ada respons progresif.
Meski demikian, forum purnawirawan TNI ini berkomitmen untuk terus menyebarluaskan konten tuntutan mereka.
“Kita terus gulirkan tentang tuntutan itu ya. Karena ini masalah bangsa, kadang-kadang kita buktikan tapi tidak ada yang peduli,” tegasnya.
Sebelumnya, hubungan antara Try Sutrisno dan Gibran menjadi perbincangan publik setelah muncul
Forum Purnawirawan TNI
-Polri yang mengusulkan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mencopot Gibran dari posisi wakil presiden.
Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mengusulkan pencopotan Gibran terdiri dari sejumlah tokoh senior, termasuk 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Forum tersebut mengeluarkan deklarasi berisi delapan poin, yang antara lain mencakup penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
Salah satu poin paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden yang disampaikan kepada MPR, berdasarkan dugaan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan Gibran maju pada Pemilu 2024 lalu melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Ada sejumlah nama tenar yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, salah satunya adalah Try Sutrisno yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tahun 1988-1993.
Selain Try, ada pula nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, hingga Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto yang ikut menandatangani deklarasi itu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/18/673ae6e207349.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polemik Lahan TN Tesso Nilo, BAM DPR Minta Pemerintah Tak Abaikan Warga
Polemik Lahan TN Tesso Nilo, BAM DPR Minta Pemerintah Tak Abaikan Warga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI meminta pemerintah tidak mengabaikan hak-
hak warga
yang telah lama tinggal dan mengelola lahan di kawasan yang kini ditunjuk sebagai bagian dari
Taman Nasional Tesso Nilo
(TNTN) di Riau.
Ketua
BAM DPR RI
, Ahmad Heryawan, mengatakan pelaksanaan program
konservasi hutan
oleh pemerintah memang harus didukung.
Namun, prosesnya tidak boleh bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak warga negara.
“Sehingga program negara jalan, di saat yang sama masyarakat yang selama ini mengelola secara legal, dengan SHM, juga tentu harus mendapatkan hak-haknya secara baik,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Aher menerangkan bahwa BAM DPR RI telah menerima permohonan audiensi dari warga yang tergabung dalam Masyarakat Korban Tata Kelola Pertanahan dan Kehutanan Riau.
Dari situ, BAM DPR RI mendapatkan informasi bahwa banyak warga yang telah menempati kawasan tersebut sejak lebih dari dua dekade lalu secara legal, bahkan memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Para warga yang tanah tempat tinggalnya kini masuk kawasan TNTN menyampaikan keberatan dengan rencana pemerintah melalui pengosongan lahan.
“Mereka sudah mengelola itu sejak lama, ya, sejak tahun 1998. Mereka sudah punya SHM (sertifikat hak milik), dan di kawasan tersebut ada koperasi, ada rumah warga, ada fasilitas negara juga, seperti jalan dan sekolah,” kata Aher.
Berdasarkan data yang diterima BAM DPR RI, kata Aher, ada lebih dari 1.700 sertifikat hak milik atas lahan yang kini masuk dalam calon kawasan TNTN.
Namun, persoalan tanah muncul setelah terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor 255 Tahun 2004 yang menunjuk sebagian kawasan itu sebagai calon TNTN.
Oleh karena itu, Aher berharap pemerintah mempertimbangkan berbagai opsi agar tidak merugikan masyarakat, salah satunya dengan membuat pengecualian atau enclave terhadap wilayah yang sudah dihuni secara sah.
“Atau kalau harus ada relokasi, tentu harus ditanggung negara, termasuk memikirkan ulang soal mata pencaharian. Yang dipindahkan bukan barang, tapi manusia, warga negara Indonesia,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah menertibkan kawasan TNTN yang dikuasai secara ilegal.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat, 40.000 hektar kawasan hutan TNTN telah dibuka lalu ditanami sawit secara ilegal.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan pemerintah akan memulihkan kawasan hutan tersebut melalui skema rehabilitasi berbasis padat karya, restorasi ekosistem, serta penegakan hukum secara menyeluruh.
“TNTN menjadi target strategis Presiden dalam program pemulihan kawasan hutan, yang hasil awalnya akan diumumkan pada 17 Agustus 2025. Kami didukung oleh seluruh elemen, termasuk eselon I Kemenhut, untuk merehabilitasi kawasan hutan dengan pendekatan komprehensif dan humanis,” ucap Dwi dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Penguasaan lahan ini juga viral di media sosial ketika Kepala Balai TNTN mendapatkan ancaman pembunuhan.
Sementara itu, Komandan Satgas Garuda menyebut kondisi TNTN saat ini sangat memprihatinkan.
Pihaknya melaporkan, populasi gajah makin menurun ditambah degradasi kawasan karena aktivitas ilegal para pendatang dalam 20 tahun terakhir.
Dari sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di kawasan TNTN, hanya 10 persen yang merupakan penduduk asli.
Sejauh ini, pihaknya telah menempatkan 380 personel di 13 titik, memasang portal, membangun pos penjagaan, dan memulai proses pengosongan wilayah secara persuasif.
Beberapa penduduk juga mulai meninggalkan kawasan TNTN secara sukarela.
Satgas mencatat 1.805 sertifikat hak milik (SHM) yang tengah diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/03/686574c82d30b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/10/01/66fbc23f738ab.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/02/6864c846b850d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/02/6864faaeabb46.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)