Fenomena Bediding Diprediksi Sampai Oktober, Suhu Semarang Tembus 19 Derajat Celsius
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Beberapa hari terakhir, masyarakat Jawa Tengah merasakan suhu yang lebih dingin saat pagi hari.
Kota
Semarang
yang dikenal panas bahkan mencapai suhu dingin 19 derajat di pagi hari.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani Semarang menyebut, ini merupakan fenomena tahunan yang disebut Bediding.
Diperkirakan suhu dingin di pahi hari akan dirasakan hingga Oktober 2025, tergantung dari pola angin dan kondisi cuaca.
Prakirawan BMKG Ahmad Yani Semarang, Haris Syahid Hakim mengatakan, turunnya suhu udara pada malam hingga pagi hari mencapai 19 derajat celcius di Kota Semarang, seperti daerah Tembalang, Mijen, dan Kabupaten Semarang, Ungaran.
“Suhu di kota sendiri, mungkin lebih cenderung biasanya Semarang Selatan, lalu daerah Ungaran dan sekitarnya itu, Mijen dan dekat perbukitan itu antara 18–19 derajat,” tutur Haris saat dikonfirmasi, Sabtu (12/7/2025).
Dia menuturkan, suhu dingin ini terjadi karena beberapa faktor klimatologis, seperti embusan angin musim dingin dari Australia.
Angin tersebut membawa massa udara dingin ke Indonesia bagian selatan, termasuk Jawa Tengah.
“Fenomena ini merupakan fenomena yang berulang hampir di setiap tahun terjadi hampir di antara musim kemarau, antara bulan Juli sampai September ataupun Oktober cuma lebih sering terjadi di bulan Juni, Juli, kemudian Agustus,” katanya.
Selain itu, kondisi ini dipicu oleh minimnya tutupan awan di langit Jawa Tengah selama musim kemarau.
Akibatnya, panas dari bumi yang dilepaskan pada malam hari langsung menguap ke angkasa tanpa terperangkap oleh awan, dan suhu permukaan turun drastis.
“Di musim kemarau ini kan sudah berkurang, bahkan mungkin kalau dilihat hari ini bahkan tidak ada awan. Jadi sinar matahari yang nyampai ke bumi pada malam hari itu langsung dilepaskan. Jadi tidak tertahan lagi oleh awan,” imbuhnya.
Menurut Haris, daerah terdingin di Jawa Tengah saat ini adalah kawasan pegunungan, seperti Dieng, wilayah Gunung Merbabu, dan Gunung Slamet.
Bahkan di kawasan Dieng, suhu dapat mencapai nol derajat dan menimbulkan fenomena embun upas, yakni butiran es tipis yang menyelimuti permukaan tanaman.
“Cuma yang biasa terekspos itu Dieng karena sudah terkenal dengan fenomena embun upas. Suhunya bisa di bawah nol derajat,” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/10/686fbf8972509.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Fenomena Bediding Diprediksi Sampai Oktober, Suhu Semarang Tembus 19 Derajat Celsius Regional 12 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/12/6871d6cf9af9c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Modus Kencan, Karyawan di Samarinda Dirampok Polisi Gadungan Rp 40 Juta Regional 12 Juli 2025
Modus Kencan, Karyawan di Samarinda Dirampok Polisi Gadungan Rp 40 Juta
Tim Redaksi
SAMARINDA, KOMPAS.com
– Modus pemerasan berkedok kencan daring kembali memakan korban di
Samarinda
, Kalimantan Timur.
Seorang karyawan swasta berinisial SA (45) menjadi korban penipuan dan pemerasan oleh empat orang komplotan, salah satunya menyamar sebagai anggota kepolisian. Korban kehilangan uang hingga Rp 40 juta setelah dijebak dengan modus ajakan kencan yang berujung ancaman.
Peristiwa ini bermula pada Jumat, 13 Juni 2025, ketika SA menghubungi seorang perempuan untuk bertemu di sebuah penginapan di kawasan Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang, tak jauh dari Terminal Bus Banjarmasin.
Sebelum pertemuan, SA diminta perempuan tersebut untuk membelikan dua poket sabu seharga Rp 300.000.
“Setelah masuk kamar, kondisi gelap karena lampu dimatikan. Saat dinyalakan, korban kaget karena wajah perempuan itu berbeda dengan foto yang dikirim. Tapi korban tetap menyerahkan dua poket sabu yang dibawa,” terang Kapolsek Samarinda Seberang, AKP Baihaki, saat dikonfirmasi pada Jumat (11/7/2025).
Setelah menyerahkan sabu, SA berencana pulang, namun ditahan oleh perempuan itu dengan dalih ingin membeli minuman. Tak lama kemudian, perempuan itu kembali dan langsung mengunci pintu kamar.
“Tiba-tiba beberapa pria masuk dan mengaku sebagai anggota Polda serta suami dari perempuan tersebut,” lanjut Baihaki.
Para pelaku lantas membawa SA keluar dari penginapan menuju sebuah mobil, berpura-pura membawanya ke kantor polisi. Salah satu pelaku, yang kemudian diketahui bernama LA, bahkan secara spesifik mengaku sebagai anggota Polda.
Di dalam mobil, korban diancam akan diproses hukum jika tidak menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta.
Karena SA tidak sanggup, permintaan diturunkan menjadi Rp 50 juta. Namun, SA tetap tidak dapat memenuhi jumlah tersebut. Pelaku LA kemudian mengecek saldo mobile banking korban dan hanya menemukan sisa Rp 2 juta.
SA akhirnya menyanggupi untuk mencari dana tambahan sebesar Rp 20 juta dengan meminjam ke kantornya. Tak disangka, pihak kantor SA justru mentransfer Rp 40 juta ke rekeningnya, yang awalnya ditujukan untuk keperluan pembelian BBM jenis solar.
Mengetahui adanya uang masuk, pelaku langsung merampas ponsel SA dan mentransfer seluruh dana Rp 40 juta tersebut ke rekening BNI atas nama WN, yang diketahui sebagai istri dari pelaku LA.
“Setelah uang Rp 40 juta berhasil ditransfer, korban diancam untuk tidak melapor. Jika nekat, foto-foto di hotel akan disebar ke keluarga dan rekan kerja. Ponsel dikembalikan, lalu korban diturunkan di sekitar terminal,” jelas Baihaki.
Tak terima menjadi korban pemerasan, SA segera melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Samarinda Seberang. Setelah penyelidikan intensif selama hampir sebulan, polisi berhasil membekuk tiga dari empat pelaku pada Rabu malam, 9 Juli 2025.
Pelaku perempuan berinisial DS (31), seorang ibu rumah tangga, menjadi yang pertama ditangkap. DS mengaku beraksi bersama SH (49), RZ alias Ical (25), dan LA yang kini masih buron.
“DS mengaku pembagian uang hasil kejahatan dibagi empat. DS dan LA masing-masing dapat Rp 15 juta, sedangkan SH dan RZ dapat Rp 5 juta. Uang itu sudah habis digunakan untuk kebutuhan pribadi,” ungkap Baihaki.
Beberapa jam kemudian, SH dan RZ juga berhasil ditangkap di kawasan Jalan Sumber Baru, Mangkupalas, Samarinda Seberang, sekitar pukul 23.00 WITA. Ketiganya kini mendekam di tahanan Polsek Samarinda Seberang, sementara LA masih dalam pengejaran.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa bukti transfer, satu unit ponsel, dan rekaman percakapan yang digunakan para pelaku.
“Setiap pelaku punya peran masing-masing. Ada yang mengaku sebagai polisi, ada juga yang berpura-pura sebagai wanita penghibur. Mereka saling bekerja sama menjerat korban,” pungkas AKP Baihaki.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/11/687105b839e90.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 10.000 Data Konsumen Ninja Xpress Bocor, Pelaku Dibayar Rp 2.500 per Identitas Megapolitan
10.000 Data Konsumen Ninja Xpress Bocor, Pelaku Dibayar Rp 2.500 per Identitas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sebanyak 10.000 data konsumen jasa ekspedisi
Ninja Xpress
dicuri oleh seorang pekerja harian lepas perusahaan selama periode Desember 2024 hingga Januari 2025.
Mastermind
atau otak di balik
pencurian data
ini adalah pria berinisial G yang saat ini berstatus buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
G meminta mantan kurir Ninja Xpress berinisial FMB untuk mendapatkan akses data konsumen jasa ekspedisi tersebut.
Karena tidak memiliki akses, FMB lantas meminta bantuan T, yang saat itu bekerja sebagai harian lepas di perusahaan.
“Dari data-data yang diambil, tersangka G yang DPO ini menjanjikan Rp 2.500 per data. Kalau ini sudah selesai nanti akan ada jilid berikutnya,” ujar kata Kasubdit III Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung, Jumat (11/7/2025).
Dalam kerja sama tersebut, FMB mendapat bayaran Rp 1.000 per data, sedangkan T memperoleh Rp 1.500 per data. Total, FMB mengantongi Rp 10 juta, dan T mendapatkan Rp 15 juta.
T memanfaatkan kondisi lengah karyawan yang mempunyai akses untuk mencuri data konsumen Ninja Xpress.
Untuk memanipulasi pencurian data konsumen, G mencetak sendiri resi pengiriman yang menyerupai milik Ninja Xpress. Namun, resi tersebut tidak menyertakan logo resmi perusahaan.
“Yang kami temukan adalah dalam paket itu isinya kain-kain perca, sampah, atau koran-koran yang ditumpuk-tumpuk sehingga menjadi paket itu berat,” ujar Rafles.
“Kalau paket aslinya tetap ada dan tetap berproses untuk pengiriman kepada pelanggan. Jadi, pada akhirnya pelanggan tetap menerima paket aslinya,” kata Rafles.
Meski pelanggan Ninja Xpress belum merasakan kerugian secara langsung imbas pencurian data itu, tetapi berpotensi merugikan mereka di masa mendatang.
Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan, bisa saja
data pelanggan Ninja Xpress
akan diperjualbelikan dan disalahgunakan untuk kejahatan lain.
“Perkara ini juga bisa nantinya akan menjadi perkara penipuan. Karena adanya data pribadi konsumen yang diambil dan dijual oleh pelaku,” kata Fian dalam kesempatan yang sama.
Chief Marketing Officer (CMO) Ninja Xpress Andi Junardi Juarsa merasa prihatin atas keresahan yang dialami pelanggan. Ninja Xpress tidak menoleransi pelanggaran privasi dalam bentuk apa pun.
“Setelah menemukan indikasi anomali akses terhadap data internal, kami segera menginvestigasi dan langsung melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian,” ujar Andi di Polda Metro Jaya.
“Ini membuktikan perlindungan konsumen dan keamanan data pribadi adalah tanggung jawab kita bersama,” lanjut dia.
Ninja Xpress juga berkomitmen memperkuat sistem keamanan dan manajemen internal guna mencegah kejadian serupa terulang.
Kini, FMB dan T sudah ditangkap oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya.
Mereka dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/26/67beadb847b46.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Memburu Riza Chalid Tersangka Korupsi Pertamina, Dicekal tetapi Diduga Sudah Tak di Indonesia Nasional
Memburu Riza Chalid Tersangka Korupsi Pertamina, Dicekal tetapi Diduga Sudah Tak di Indonesia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Kejaksaan Agung
(Kejagung) telah menetapkan seorang pengusaha minyak, Mohammad
Riza Chalid
, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.
Ia menjadi satu dari sembilan tersangka yang ditetapkan Kejagung pada Kamis (10/7/2025).
Mereka adalah AN selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina; HB selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina; dan TN selaku VP Integrated Supply Chain.
Lalu, DS selaku VP Crude and Trading PT Pertamina tahun 2019-2020; AS selaku Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping; dan HW selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2019-2020.
Kemudian, MH selaku Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021; dan IP selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
Sayangnya, ia belum bisa ditangkap lantaran statusnya masih buron.
Kini, pihak kejaksaan masih mencari keberadaan Riza Chalid.
Riza Chalid menjadi satu-satunya tersangka yang keberadaannya tidak diketahui.
Sedangkan delapan dari sembilan tersangka lainnya sudah diamankan Kejagung.
Delapan tersangka lainnya langsung ditahan Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan sejak Kamis (10/7/2025) untuk kepentingan penyidikan.
Adapun penetapan sembilan tersangka baru ini menjadi lanjutan dari sembilan tersangka lain yang sudah ditetapkan lebih dulu.
Sembilan tersangka ini adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Atas status tersangkanya, Kejagung mengumumkan pencekalan terhadap Riza Chalid.
Sayangnya, Riza diduga tidak lagi berada di wilayah Indonesia.
“Yang bersangkutan, (MRC) adalah Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak. Jadi, dia sekarang keberadaannya diduga tidak di dalam Indonesia,” ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Riza bahkan tidak pernah hadir ketika Kejagung memanggilnya sebagai saksi sebanyak tiga kali.
Sejak penyidikan kasus bergulir, pengusaha minyak itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya di Kejagung.
Riza Chalid kemudian diduga berada di Singapura.
“Khusus MRC, selama tiga kali berturut-turut dipanggil dengan patut, tidak hadir, berdasarkan informasi, yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri,” lanjutnya.
Karena tak pernah hadir setiap kali dipanggil, Kejagung menilai Riza Chalid sudah lama tidak berada di Indonesia.
Artinya, ia tidak lagi di Indonesia sebelum dicekal dan menjadi tersangka.
Sebelumnya pada Juni 2025, Kejagung memang masih terus memonitor keberadaan Riza karena belum diperiksa dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan, penyidik memonitor Riza Chalid melalui berbagai cara dan sarana.
“Kita monitor dengan berbagai sarana, dengan berbagai kerja sama,” kata Harli di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, pada 5 Juni 2025.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah berkoordinasi dengan perwakilan Kejaksaan RI di Singapura.
Kejagung juga menggandeng Kementerian Imigrasi untuk melacak keberadaannya mengingat statusnya masuk daftar cekal.
“Karena yang bersangkutan sudah masuk dalam daftar cekal, kita berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk dengan pihak imigrasi yang mengurusi lalu lintas perjalanan orang ke dalam dan ke luar negeri,” ujar Harli, kemarin.
Tak cuma itu, penyidik sudah mengambil sejumlah langkah hukum untuk mencari tahu keberadaan Riza Chalid.
Namun, penyidik masih akan mengupayakan agar Riza dapat segera ditangkap dan diboyong ke Indonesia.
Di sisi lain, penyidik masih menunggu iktikad baik Riza dalam memenuhi panggilan pemeriksaan.
“Apakah yang bersangkutan akan dinyatakan dalam daftar pencarian orang atau tidak, tergantung pada nanti proses pemanggilan yang akan disampaikan kepada yang bersangkutan sebagai tersangka,” jelasnya.
Riza Chalid merupakan Beneficial Owner PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak.
Ia adalah ayah dari salah satu tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).
Kerry ditetapkan tersangka selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa pada 27 Februari 2025 lalu.
Riza disebut bersepakat dengan tiga tersangka lain untuk menyewakan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Tangki Merak.
Tiga tersangka itu, yakni Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015 Alfian Nasution (AN); Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014 Hanung Budya (HB); dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak serta Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
“Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan tersangka HB, AN, dan GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati penyewaan Terminal BBM Tangki Merak,” jelas Qohar.
Padahal, menurut Qohar, PT Pertamina belum membutuhkan tambahan penyimpanan stok BBM.
Selain itu, ketiganya diduga menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/10/686f0230851c4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Masih di Luar Negeri, Apa Lagi Agenda Prabowo Selanjutnya? Nasional
Masih di Luar Negeri, Apa Lagi Agenda Prabowo Selanjutnya?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo Subianto
melanjutkan lawatannya ke sejumlah negara setelah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, dan bertemu dengan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva di Brasilia.
Setelah dari sana, Kepala Negara mengunjungi Belgia dan Perancis, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.
Di Brusel, Prabowo dijadwalkan akan menghadiri pertemuan maupun forum ekonomi.
Nantinya, terdapat sejumlah menteri yang akan mendampingi Prabowo.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya pun turut serta dalam lawatannya sejak di Arab Saudi dan Brasil.
“Yang pertama agendanya di Brusel adalah ada pertemuan ekonomi. Kemudian lanjut beliau lawatan ke Perancis,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2025).
Di Perancis, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) ini akan menghadiri Hari Nasional Republik Prancis, Bastille Day, di Paris, Perancis, pada Senin (14/7/2025).
Diketahui, Hari Bastille atau La Fête Nationale merujuk pada invasi Bastille pada 14 Juli 1789, yang dianggap sebagai awal Revolusi Perancis.
Hari tersebut identik dengan upacara dan
parade militer
besar-besaran di Jalan Champs-Élysées, Paris, yang ditonton oleh Presiden Perancis, pejabat pemerintahan, serta perwakilan asing.
“Ada undangan dari Presiden (Emmanuel) Macron dan pemerintah Prancis untuk menghadiri Hari Bastille, Bastille Day, tanggal 14,” kata Prasetyo.
Undangan tersebut adalah kehormatan besar bagi Indonesia.
Kunjungan Kepala Negara ke Perancis sekaligus menjadi kunjungan balasan, usai Presiden Perancis Emmanuel Macron menyambangi Indonesia beberapa waktu lalu.
“Ini penghormatan yang luar biasa untuk bangsa Indonesia,” imbuhnya.
Nantinya pada Hari Bastille, parade juga diikuti oleh TNI/Polri.
Presiden Prabowo telah lebih dulu melepas keberangkatan mereka di Lanud Halim Perdanakusuma, sesaat sebelum lawatannya ke Arab Saudi.
Prasetyo bilang Prabowo juga akan didampingi oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin hingga Panglima TNI Agus Subiyanto pada Hari Bastille.
“Di situ untuk pertama kalinya akan tampil di acara parade itu adik-adik kita dari TNI maupun Polri, sebagai pasukan defile yang memeriahkan perayaan Hari Bastille tersebut,” jelasnya.
Rencananya, Presiden Prabowo juga akan melakukan pertemuan untuk membahas kerja sama.
Tak heran, ada sejumlah menteri terkait yang akan mendampingi Prabowo.
Ada Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
“Mungkin akan ada penambahan karena pihak Perancis ada beberapa yang dalam perjalanannya akan ada kerja sama dalam bidang perhubungan, kemudian bidang kebudayaan, kemudian bidang pariwisata,” jelas Prasetyo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/25/67bcfa1134ba6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Daftar 18 Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Terbaru Ada Saudagar Minyak Riza Chalid
Daftar 18 Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Terbaru Ada Saudagar Minyak Riza Chalid
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi
tata kelola minyak
mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) bertambah menjadi 18 orang, setelah
Kejaksaan Agung
(Kejagung) menetapkan
Riza Chalid
sebagai tersangka pada Kamis (10/7/2025).
Adapun 18 tersangka berasal dari kalangan internal Pertamina, perusahaan rekanan, hingga pengusaha swasta.
Berikut daftar 18 tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina:
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan, Riza Chalid diduga terlibat dalam manipulasi kerja sama penyewaan terminal BBM Merak bersama tersangka Hanung Budya Yuktyanta (HB), Alfian Nasution (AN), dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
Mereka disebut melakukan intervensi terhadap kebijakan tata kelola PT Pertamina, termasuk memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak padahal saat itu belum dibutuhkan, serta menghapus skema kepemilikan aset terminal dalam kontrak.
Penyidik menilai kontrak kerja sama tersebut dibuat dengan harga yang sangat tinggi dan tidak wajar.
Akibatnya, kerugian negara mengalami kenaikan, ditaksir mencapai Rp 285 triliun, atau meningkat lebih besar dari angka awal yang diumumkan yaitu Rp 193,7 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa Riza telah ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya mangkir dari pemanggilan penyidik sebagai saksi.
Sebelumnya, penyidik menyebut bahwa saat ini Riza berada di Singapura dan pihak Kejagung telah berkoordinasi dengan otoritas hukum setempat.
Terkait hal itu, Harli menyebut, pihaknya sedang berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Imigrasi serta perwakilan Kejaksaan di luar negeri.
“Terkait status Daftar Pencarian Orang (DPO), itu tergantung apakah Riza akan memenuhi panggilan penyidik sebagai tersangka nantinya,” ujar Harli.
“Kalau panggilan tidak diindahkan secara berulang, maka tentu penyidik akan mengambil langkah hukum selanjutnya,” tambahnya.
Harli menegaskan bahwa proses penyidikan akan terus berlanjut, termasuk terhadap pihak-pihak lain yang dianggap relevan.
Harli juga tidak menutup kemungkinan anggota keluarga Riza Chalid dapat dipanggil jika dibutuhkan dalam pembuktian perkara.
“Fungsi penyidikan adalah membuat terang tindak pidana. Maka siapa pun yang relevan dan dibutuhkan keterangannya, bisa saja dipanggil,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/12/6871ae0faf246.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korupsi, AI, dan Pleidoi “Di Persimpangan” Thomas Lembong
Korupsi, AI, dan Pleidoi “Di Persimpangan” Thomas Lembong
Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
SIDANG
kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016 oleh Thomas Prikasih Lembong adalah babak genting dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air. Ini jalan pembuktian untuk sekurang-kurangnya tiga hal.
Pertama, apakah kebijakan oleh pejabat publik dapat dipidana dan apa alasan adikuat untuk menjerat kebijakan dengan hukum pidana?
Kedua, apakah unsur kerugian negara secara absolut memastikan adanya korupsi di balik kebijakan oleh pejabat publik?
Ketiga, apakah penegakan hukum yang berat ke soal kerugian negara akan terus jadi tumpuan di masa mendatang? Mungkinkah kasus
Thomas Lembong
bakal menjadi titik balik dalam urusan membidik koruptor secara tepat sasaran dan adil?
Tiga soal ini sudah mencuat sejak “Centurygate”, Karen Agustiawan dan sekarang: Thomas Lembong.
Pembacaan pleidoi oleh Thomas Lembong, 9 Juli 2025 lalu, memberi dimensi lain dalam memahami kasus dugaan korupsi mantan Menteri Perdagangan itu.
Entah frustrasi atau tidak, ia membawa-bawa
artificial intelligence
atau kecerdasan buatan untuk meyakinkan hakim bahwa dirinya tak bersalah. Belakangan AI menjadi kekuatan “adimanusia” yang celakanya membuat manusia kian tergantung.
Menurut Tom, jika AI ditanya atas kasus yang menjeratnya, AI akan menyimpulkan ia tak bersalah.
“Dan pada saat itu, artificial intelligence akan menjawab ‘Berdasarkan ribuan halaman berkas, berita acara pemeriksaan, kompilasi aturan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat disimpulkan bahwa Thomas Lembong, Charles Sitorus dan sembilan individu dari sektor institusi gula tidak bersalah’,” papar Tom (
Kompas.com
, 9 Juli 2025).
Dalam pleidoi itu, Tom berkilah AI dapat mendorong pada “penilaian yang sepenuhnya objektif” dan dengan begitu membantu manusia menemukan kebenaran. Sebuah sentilan yang kita tahu kepada siapa itu dialamatkan: Penegak hukum.
Saat ini, pleidoi Tom tersebut mungkin masih sebuah nubuat. Di masa depan jauh mungkin saja menjadi kenyataan. Seiring derasnya kecerdasan buatan yang merambah banyak bidang, di masa depan, AI boleh jadi akan merampas peran hakim, jaksa atau kuasa hukum.
Ketika manusia tak dapat mengendalikan AI, ia akan membiarkan tugas mahapenting tadi kepada bukan manusia. Hal yang absurd karena bagaimanapun manusia tetaplah manusia—tak semua hal bisa diserahkan pada AI, algoritma, robot, dan komputer.
Mari menempatkan kasus Tom sebagai peristiwa yang dilakukan oleh manusia, menguntungkan manusia, lalu dituntut dan diadili oleh manusia.
Pokok kata, kasus Tom harus dipandang sebagai kasus tentang Homo sapiens–spesies yang berkat volume otaknya disebut sebagai manusia bijaksana.
Korupsi adalah musuh terbesar dan terberat bangsa ini. Sudah lama diingatkan proklamator, Bung Hatta. Korupsi menyengsarakan rakyat, namun bikin kaya pelaku, pihak lain serta korporasi yang diuntungkan oleh perbuatan aktor utama.
Untuk urusan ini kita satu sikap: Maling, pencuri, garong, penilep, tukang sogok, tukang gasak duit negara mesti digelandang ke meja hijau dan mendapat hukuman seberat-beratnya.
Diksi-diksi di atas yang diniatkan untuk mengganti–atau sebagai padanan–kata koruptor itu pernah digunakan
Kompas
di masa-masa awal harian tadi menapakkan jejak dalam sejarah jurnalisme Indonesia.
Diksi-diksi itu sangat pas–mengutip wejangan seorang guru–karena lebih tanpa tedeng aling-aling, apa adanya serta dapat memberi efek “muak” kepada masyarakat luas sehingga emoh meniru perbuatan koruptor.
Koruptor tak ubahnya maling ayam, seharusnya diperlakukan sama dan justru lebih berat dari maling, karena mudharat yang ditimbulkan jauh lebih besar, masif dan luas.
Sebaiknya sematan stempel itu diberikan setelah kasusnya telah berkekuatan hukum tetap, inkrah. Sebelum itu, tersangka dan terdakwa kasus dugaan korupsi mesti diperlakukan dengan hormat. Asas praduga tak bersalah berlaku karena itu terdakwa boleh dan wajib membela diri.
Di sini, relevan kalimat Pramoedya Ananta Toer di tetralogi “Bumi Manusia”, “Anak Semua Bangsa”, “Jejak Langkah” dan “Rumah Kaca”.
Lewat seorang tokohnya, terukir kalimat menyentak ini. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” Aspek “adil” dan “keadilan” ini mestinya menonjol dalam persidangan di pengadilan.
Korupsi menghendaki adanya dua hal: Ada niat jahat (
mens rea
) dan perbuatan jahat (
actus reu
s). Menurut Legal Information Institute, “mens rea” diterjemahkan dari bahasa Latin. Artinya pikiran bersalah.
Mens rea
adalah keadaan pikiran yang diwajibkan oleh UU untuk menghukum terdakwa tertentu atas kejahatan tertentu.
Saat kali pertama diumumkan Kejaksaan Agung, akhir Oktober 2024, Thomas Lembong dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya seumur hidup. Dan ini konstruksi tuduhan perbuatan jahat kepada Tom.
Pada 2015, ia diduga memberikan izin kepada perusahaan swasta, PT AP, untuk mengimpor gula kristal mentah/GKM (
Kompas.com
, 29 Oktober 2024). Besarnya 105.000 ton.
PT AP lalu mengolah GKM menjadi gula kristal putih atas seizin Tom. Tindakan itu dinilai tak senapas dengan rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015, yang menyatakan Indonesia surplus gula dan tidak butuh impor.
Menurut Kejaksaan, Thomas Lembong telah melanggar Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004. Beleid ini menyatakan, pemerintah hanya boleh mengimpor gula kristal putih yang siap dijual ke masyarakat.
Patgulipat berikutnya, masih menurut Kejaksaan, gula kristal putih yang telah diolah lalu dibeli PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Kemudian delapan perusahaan swasta menjualnya kepada masyarakat dengan harga Rp 16.000 per kilogram, lebih mahal dibandingkan harga eceran tertinggi (HET) gula saat itu, yang sebesar Rp 13.000 per kilogram. Akibatnya negara merugi sebesar Rp 400 miliar.
Belakangan kerugian negara itu membengkak menjadi Rp 578 miliar menurut hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Setidaknya begitu yang dipaparkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan (
Kompas.com
, 6 Maret 2025).
Selanjutnya, dalam sidang 4 Juli, jaksa menuntut Thomas Lembong hukuman tujuh tahun penjara. Namun Tom tak dibebani untuk membayar uang pengganti. Jaksa juga tidak menyebut Tom memperoleh keuntungan dari perkara tersebut (
Kumparan.com
, 4 Juli 2025).
Pidana uang pengganti hanya dibebankan kepada para terdakwa dari pihak swasta.
Selama ini ada dua pasal yang sering digunakan untuk menggaruk tersangka atau terdakwa kasus korupsi, yakni Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Selanjutnya, Pasal 3 menyatakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal satu miliar.
Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor ini menegaskan bahwa perbuatan korupsi itu harus ada niat dan perbuatan “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara”. Ketika ada kerugian negara akibat niat dan perbuatan jahat dari pejabat publik, maka itu korupsi.
Kebijakan atau
policy
oleh pejabat publik terikat pada ruang lingkup masalah, ruang dan waktu. Ia tak terjadi di ruang hampa.
Sang pejabat harus mengambil
policy
berdasarkan konteks masalahnya. Kebijakan itu bisa benar dan salah. Imbas terbitnya
policy
itu bisa menguntungkan, dan dapat juga merugikan negara.
Selama si pejabat tak punya niat jahat dan perbuatan jahat, sebuah kebijakan dari pejabat publik yang merugikan negara, mestinya tidak dikategorikan sebagai korupsi dan pelakunya tak dapat dijerat pidana.
Itulah mengapa belakangan menyembul usulan untuk mempertegas hal-ihwal yang dikategorikan sebagai korupsi.
Kebijakan oleh pejabat publik yang merugikan negara, secara langsung atau tidak langsung, “tidak disebut korupsi” selama sang pejabat tidak menerima uang sogok atau suap atau gratifikasi dari orang lain atau korporasi yang mendapat manfaat alias diperkaya oleh kebijakan yang diterbitkan oleh si pejabat publik.
Ide ini untuk membedakan mana yang administrasi dan mana yang kriminal. Kesalahan administrasi beda dengan kriminalitas.
Kriminalitas atau kasus kriminal wajib dijerat hukum, sedang kesalahan administrasi harusnya tidak berujung kriminalisasi.
Thomas Lembong memberi judul pleidoinya dengan dua kata: “Di persimpangan”. Dia memang ada di persimpangan jalan, divonis hukuman penjara seturut tuntutan jaksa, lebih berat, lebih ringan atau justru bebas.
Dalam pemberantasan dan penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi, saya kira negeri kita senasib dengan Thomas: Berada di persimpangan jalan.
Bukan saja karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dibuat lemah di masa pemerintahan Joko Widodo, tapi lantaran pemberantasan korupsi kerap bertumpu pada unsur kerugian negara.
Saatnya dua pasal UU Tipikor, yakni Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 3, ditinjau ulang. Sudah sejak 1999 atau 26 tahunan, dua pasal itu disebut-sebut telah menjadi “pasal primadona” dalam tumpas kelor terhadap koruptor.
Jangan sampai dua pasal itu menjadi “pedang” yang pada sebagian kasus atau perkara justru menghantam alamat yang salah.
Hukum bukan untuk menghukum, tapi hukum mengabdi pada kebenaran dan keadilan. Adili koruptor yang memang menggasak duit negara—bukan mereka yang tak terbukti menerima uang sogok atau suap.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/25/685b92a1c8257.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap Nasional
Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKB Zainul Munasichin mengungkapkan sejumlah kemungkinan mengapa rakyat Indonesia
kesulitan mencari kerja
.
Zainul menduga, salah satunya disebabkan oleh
SDM Indonesia
yang tidak kompeten, sehingga tidak terserap lowongan kerja (loker).
“Jangan-jangan memang kita ini enggak siap SDM yang kompeten. Lowongan kerja banyak tetapi enggak keserap, karena standar SDM kita ini enggak kompeten untuk bisa mengisi lowongan itu,” ujar Zainul saat ditemui di kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Selain itu, Zainul membeberkan, kondisi
iklim usaha
selaku sektor hulu juga harus baik, sehat, dan bagus.
Jika sektor hulunya sehat, maka tenaga kerja yang merupakan sektor hilir akan terbawa ke dalamnya.
“Tapi kalau sektor hulunya ini enggak bagus, iklim usaha kita ini enggak bagus, maka tidak akan ada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas yang bisa diserap oleh pasar kerja kita,” tuturnya.
Zainul pun mencontohkan kondisi iklim usaha berupa investasi di Indonesia.
Pada kuartal pertama 2025 ini, kata Zainul, investasi Indonesia meningkat hingga 15 persen.
Hanya saja, Zainul heran kenapa investasi yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerjanya.
“Rp 486 triliun dana masuk ke Indonesia investasi, tapi serapan tenaga kerjanya kecil, hanya 600.000. Kalau dibikin indeksnya, 1 tenaga kerja itu yang direkrut butuh Rp 700 juta investasi. Rp 700 juta investasi hanya merekrut 1 tenaga kerja. Kan mahal sekali,” jelas Zainul.
Meski demikian, Zainul menduga, bisa saja investasi yang masuk memang bukan padat karya, melainkan padat modal.
Dia mengatakan, sektor pertambangan adalah contoh padat modal, di mana investasi Rp 1 triliun hanya akan menyerap 5.000 tenaga kerja.
Sedangkan di sektor pertanian, investasi Rp 1 triliun bisa menyerap 150 ribu tenaga kerja.
Lalu, Zainul juga memprediksi uang investasi banyak yang terbuang karena mengurus perizinan hingga dipalak ormas.
“Yang kedua, mungkin padat karya mungkin, tapi karena proses birokrasi kita ini tidak mendukung untuk itu, maka banyak dana yang bocor.
High cost
. Uang investasi yang harus dipakai untuk kegiatan produksi habis ke mana-mana itu ngurus perizinannya mahal, termasuk kena ormas-ormas yang mengganggu itu,” kata Zainul.
Sebagai informasi, jumlah
pengangguran di Indonesia
pada 2025 mencapai 7,28 juta orang atau setara dengan 4,76 persen.
Apabila dirinci, profil pendidikan pengangguran di Indonesia terdiri dari lulusan SD hingga sarjana. Dari data yang ditampilkan, sebanyak 2.422.846 lulusan SD dan SMP yang menganggur.
Kemudian, ada 2.038.893 lulusan SMA yang menganggur. Lalu, ada 1.628.517 lulusan SMK yang menganggur.
Selanjutnya, ada 1.010.652 lulusan universitas yang menganggur, dan terakhir sebanyak 177.399 lulusan diploma yang menganggur.
Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang saat ini bekerja sebanyak 145,77 juta orang. Dari jumlah itu, ada 38,67 persen yang bekerja di sektor formal dan 56,57 persen pekerja di sektor informal (termasuk setengah pengangguran).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/02/19/67b5efae308ff.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/11/6870de28c7594.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)