Anggota DPR Nilai Peraturan Kapolri Perjelas Batas Polisi Aktif Menjabat di 17 Lembaga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem Rudianto Lallo mengatakan, dengan adanya Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025, batasan kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh polisi aktif menjadi jelas.
Sebab, dalam aturan baru tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membolehkan polisi aktif menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
“Jika sebelum lahirnya Perkap (Peraturan Kapolri) ini, ketidakjelasan batasan dan cakupan kementerian dan/atau lembaga apa saja yang dapat diemban melahirkan
confusing of norm
atau
vague norm
, dengan Perkap baru ini menjadi jelas dan terang batasan kementerian atau lembaga mana yang relevan dengan tugas dan fungsi kepolisian sebagaimana amanah Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945,” ujar Rudianto kepada Kompas.com, Minggu (14/12/2025).
“Sekaligus melahirkan
kepastian hukum
dan konstitusi bagi peran anggota kepolisian di luar institusi kepolisian,” sambungnya.
Rudianto menyampaikan, secara konstitusionalisme,
policy rules
terbaru yang dikeluarkan oleh Kapolri memperhatikan prinsip dan kaidah konstitusi.
Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari spirit dan filosofi hukum dari Perkap tersebut, yang melahirkan sekaligus memberikan kepastian hukum terkait batasan dan cakupan kelembagaan apa saja yang dapat diemban oleh polisi di luar Polri.
“Sebab, salah satu Ratio Decidendi atau argumentasi hukum MK membatalkan ketentuan frasa Pasal 28 Ayat (3) UU Polri, karena tidak adanya kepastian hukum dan kejelasan rumusan yang dimaksud. Dengan hadirnya Perkap ini sebagai bentuk penerjemahan spirit dan mandat substansi putusan MK tersebut agar hadir jaminan dan kepastian hukum,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken
Peraturan Polri
Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Beleid ini mengatur bahwa polisi aktif dapat menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga sipil di luar institusi Polri.
“Pelaksanaan Tugas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pelaksanaan Tugas Anggota Polri adalah penugasan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri yang dengan melepaskan jabatan di lingkungan Polri,” demikian bunyi Pasal 1 Ayat (1) peraturan tersebut.
Kemudian, Pasal 2 mengatur bahwa anggota Polri dapat melaksanakan tugas di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat (1) disebutkan, pelaksanaan tugas anggota Polri pada jabatan di dalam negeri dapat dilaksanakan pada kementerian/lembaga/badan/komisi dan organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.
Daftar kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh anggota Polri itu diatur dalam Pasal 3 Ayat (2), yakni Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/13/693ceb0dcc800.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pramono: Bantuan untuk Pedagang Kalibata Tunggu Proses Hukum Selesai Megapolitan 14 Desember 2025
Pramono: Bantuan untuk Pedagang Kalibata Tunggu Proses Hukum Selesai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menanggapi pertanyaan terkait bantuan untuk pedagang yang kiosnya dibakar usai pengeroyokan dua mata elang di Kalibata, Pancoran, Kamis (11/12/2025).
Menurut Pramono, pemerintah provinsi akan menunggu proses hukum dari kepolisian selesai sebelum memberikan bantuan.
“Persoalan di
Kalibata
masih ditangani polisi, jadi kami menunggu sampai urusan hukumnya selesai,” ujar Pramono usai meresmikan HKBP Ressort Pondok Kelapa, Minggu (14/12/2025).
Pramono menambahkan, kios-kios yang dibakar berdiri di atas lahan milik Pemprov Jakarta.
Setelah masalah hukum jelas, pemprov akan memberikan penjelasan lebih lanjut.
“Nanti pada saatnya saya akan sampaikan setelah ini clear, ya. Saya enggak mau ber-statement sebelum ini urusannya clear,” tutur Pramono.
Sementara itu, pedagang Kalibata kini menghadapi kesulitan membangun kembali usaha karena kehilangan modal.
“Untuk kondisi pedagang saat ini, kami belum keluar dulu (jualan). Pertama, memang situasi sudah kondusif, insya Allah sudah aman. Cuma memang, pertama kami masih trauma, kedua mau jualan pun meskipun sudah kondusif, kami kehabisan modal,” kata Purwanto, koordinator pedagang, Sabtu (13/12/2025).
Barang dagangan dan tempat bernaung pedagang musnah dilalap api. Para pedagang kini bingung memulai kembali usaha.
“Kami pedagang hancur semua. Enggak tersisa. Kasihan teman-teman yang lain, mau jualan pun sudah tidak ada modal lagi,” ujarnya.
Polisi telah memberikan permintaan maaf dan menjanjikan jaminan keamanan serta bantuan modal saat pedagang mulai beraktivitas.
“Kedua, akan mem-back up kami pengamanannya saat kami beraktivitas berjualan lagi. Alhamdulillah memberikan bantuan, seberapapun bantuan kami terima, kami ucapkan terima kasih,” tambah Purwanto.
Meski ada bantuan, dana belum bisa langsung dibagikan karena harus melalui pendataan agar distribusi transparan.
“Kalau untuk aktivitas kembali, kita nunggu modal dulu meskipun sudah ada bantuan modal dari Kapolda Metro. Cuma kami belum bisa bagikan karena ini harus transparan pembagiannya,” jelasnya.
Pengeroyokan terhadap dua debt collector atau mata elang (matel) di Kalibata, Kamis (11/12/2025), berujung pada kematian kedua korban serta perusakan fasilitas warga.
Peristiwa bermula saat dua mata elang menghentikan seorang pengendara motor di Jalan Raya Kalibata sekitar pukul 15.45 WIB.
Melihat kejadian itu, lima orang dari sebuah mobil yang berada di belakang pemotor turun dan terlibat cekcok.
“Nah, setelah diberhentiin, tiba-tiba pengguna mobil di belakangnya membantu,” kata Kapolsek Pancoran Komisaris Polisi Mansur.
Berdasarkan keterangan warga, lima orang tersebut memukuli dua mata elang dan menyeret mereka ke pinggir jalan.
Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Polsek Pancoran menerima laporan dugaan penganiayaan melalui layanan 110.
“Polsek Pancoran menerima laporan melalui layanan 110 mengenai adanya dugaan penganiayaan terhadap dua pria di area parkir depan TMP Kalibata,” ujar Trunoyudo dalam konferensi pers, Jumat (12/12/2025) malam.
Saat petugas tiba di lokasi sekitar pukul 16.00 WIB, satu korban ditemukan tewas di tempat, sementara satu korban lainnya dalam kondisi kritis dan kemudian meninggal dunia di RS Budi Asih, Jakarta Timur.
Kematian kedua mata elang memicu amarah rekan-rekannya, yang kemudian merusak dan membakar kios pedagang di sekitar lokasi kejadian.
“Polri telah melakukan langkah-langkah intensif selama 1×24 jam, termasuk olah TKP, pemeriksaan 12 saksi, pengamanan lokasi, dan pendampingan keluarga korban,” kata Trunoyudo.
Polisi menetapkan enam anggota Polri sebagai terduga pelaku pengeroyokan, masing-masing berinisial JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
“Adapun keenam tersangka tersebut merupakan anggota dari Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri,” jelas Trunoyudo.
Keenamnya dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia dan tengah menjalani pemeriksaan etik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/22/68d10906d7636.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Citilink Resmi Buka Rute Jakarta–Bangkok, Terbang Setiap Hari Sejak 12 Desember 2025 Megapolitan 14 Desember 2025
Citilink Resmi Buka Rute Jakarta–Bangkok, Terbang Setiap Hari Sejak 12 Desember 2025
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Citilink resmi membuka rute internasional Jakarta–Bangkok yang mulai beroperasi setiap hari sejak 12 Desember 2025.
Rute ini menghubungkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dengan Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Direktur Utama Citilink Darsito Hendroseputro mengatakan, pembukaan rute Jakarta–Bangkok dilakukan untuk menjawab tingginya permintaan perjalanan antara Indonesia dan Thailand.
“Ini menjawab kebutuhan permintaan perjalanan antara Indonesia dan Thailand yang meningkat,” ujar Darsito dalam keterangan tertulis yang dikutip
Kompas.com
, Minggu (14/12/2025).
Penerbangan rute Jakarta–Bangkok dilayani setiap hari menggunakan pesawat Airbus A320.
Dari Bandara Soekarno-Hatta, penerbangan dengan nomor QG 512 dijadwalkan berangkat pukul 12.30 WIB dan tiba di Bandara Don Mueang pukul 16.10 waktu setempat.
Sementara itu, penerbangan dari Bangkok menuju Jakarta dengan nomor QG 513 dijadwalkan berangkat pukul 17.10 waktu setempat dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 20.30 WIB.
Menurut Darsito, rute baru ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pariwisata, bisnis, serta pertukaran budaya antara Indonesia dan Thailand.
“Bangkok merupakan salah satu kota paling dinamis di Asia Tenggara. Melalui rute ini, kami berharap dapat memberikan lebih banyak kemudahan serta pilihan perjalanan bagi masyarakat di kedua negara,” kata dia.
Selain membuka rute baru, Citilink juga menyiapkan tambahan kapasitas untuk menghadapi lonjakan penumpang selama libur akhir tahun.
Selama periode puncak perjalanan, Citilink menyediakan tambahan sekitar 99.900 kursi.
“Diharapkan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih luas bagi masyarakat yang melakukan perjalanan selama periode liburan,” ucap Darsito.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2022/10/28/635b5f3934c44.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gini Tinggi, Jakarta untuk Siapa? Megapolitan 14 Desember 2025
Gini Tinggi, Jakarta untuk Siapa?
Guru Besar Ilmu Manajemen, Dosen Program Studi Doktor Manajemen Berkelanjutan Institut Perbanas
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
JAKARTA
bukan kota miskin. Jakarta adalah kota kaya. Namun justru di kota paling kaya di Indonesia inilah ketimpangan paling telanjang terlihat. Ketika Gubernur DKI Jakarta menyatakan bahwa gini ratio sulit turun karena “orang kaya di Jakarta banyak banget” (Kompas.com, 13/12/2025).
Pernyataan itu seharusnya dibaca sebagai alarm keras, bukan sekadar penjelasan teknokratis. Ia menandai bahwa pertumbuhan
Jakarta
berlari kencang, tetapi tidak berjalan bersama. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Maret 2025
gini ratio
DKI Jakarta mencapai 0,441, meningkat dari 0,431 pada September 2024, sekaligus menempatkan Jakarta sebagai provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi di Indonesia, jauh di atas rata-rata nasional sekitar 0,375 (BPS, 2025).
Gini ratio sendiri bukan istilah baru dan bukan pula sekadar angka statistik. Indeks ini diperkenalkan oleh Corrado Gini, seorang ahli statistik dan sosiolog asal Italia, pada tahun 1912, sebagai alat untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan dalam suatu masyarakat.
Nilainya berada pada rentang 0 hingga 1, di mana nilai 0 menunjukkan pemerataan sempurna dan nilai 1 menunjukkan ketimpangan sempurna (Gini, 1912; Cowell, 2011).
Hingga kini,
gini coefficient
digunakan secara luas oleh lembaga statistik nasional dan internasional—termasuk BPS, World Bank, dan IMF—sebagai indikator utama untuk menilai kualitas
pertumbuhan ekonomi
dan keadilan distribusinya (World Bank, 2023; IMF, 2024). Dengan demikian, gini ratio bukan sekadar alat ukur kemiskinan, melainkan cermin distribusi manfaat pembangunan.
Sebuah wilayah dapat mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi dan tingkat kemiskinan rendah, tetapi tetap memiliki gini ratio tinggi jika hasil pertumbuhan terkonsentrasi pada kelompok tertentu. Inilah yang terjadi di Jakarta.
Tren gini ratio Jakarta menunjukkan bahwa ketimpangan bukanlah kejadian sesaat. Pada 2019, sebelum pandemi, gini ratio Jakarta sudah berada di kisaran 0,39. Selama pandemi, ketimpangan justru meningkat; pada September 2021 tercatat sekitar 0,411. Alih-alih membaik saat ekonomi pulih, ketimpangan kembali melebar hingga 0,431 pada 2024 dan 0,441 pada 2025.
Data historis ini menunjukkan bahwa selama hampir satu dekade Jakarta secara konsisten menjadi wilayah dengan jurang kaya–miskin paling tajam di Indonesia (BPS DKI Jakarta; Katadata, 2024).
Konsistensi ini mengindikasikan masalah struktural. Ketimpangan Jakarta bukan akibat guncangan sementara, melainkan hasil dari arah pembangunan yang tidak cukup kuat mendorong pemerataan. Bukan karena miskin bertambah, tetapi kaya berlari terlalu cepat
Rendahnya angka kemiskinan sering dijadikan pembenaran bahwa kondisi sosial Jakarta masih terkendali. BPS mencatat persentase penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2025 sekitar 4,28 persen, salah satu yang terendah secara nasional.
Namun teori distribusi pendapatan menegaskan bahwa gini ratio meningkat bukan karena orang miskin bertambah, melainkan karena pendapatan kelompok atas tumbuh jauh lebih cepat dibanding kelompok bawah, sebuah kondisi yang dikenal sebagai
unequal growth
(IMF, 2024; World Bank, 2023).
Jakarta mencerminkan pola ini secara ekstrem. Sektor keuangan, properti, dan ekonomi berbasis aset tumbuh agresif, sementara pendapatan berbasis upah—yang menopang mayoritas warga—bergerak lambat dan tergerus biaya hidup kota. Pertumbuhan ada, tetapi tidak dibagi secara proporsional.
Sebagai kota global, Jakarta memberi keuntungan besar bagi mereka yang memiliki modal, pendidikan tinggi, dan akses jaringan. Namun bagi kelompok berpendapatan rendah dan menengah, jalan untuk naik kelas semakin sempit.
Model Galor–Zeira dalam ekonomi pembangunan menjelaskan bahwa ketimpangan awal menghambat investasi human capital karena kelompok miskin kesulitan mengakses pendidikan dan pembiayaan, sehingga produktivitas mereka tertahan secara sistemik (Galor & Zeira, 1993).
Di Jakarta, mahalnya pendidikan, perumahan, dan transportasi memperkuat jebakan ini. Mobilitas sosial tidak lagi sekadar soal kerja keras, tetapi soal titik awal yang timpang. Kota tumbuh ke atas, tetapi fondasi sosialnya rapuh.
Ketimpangan yang tinggi bukan hanya isu keadilan, tetapi juga ancaman stabilitas. IMF mencatat bahwa wilayah dengan gini ratio tinggi cenderung mengalami penurunan kepercayaan publik terhadap institusi, meningkatnya polarisasi sosial, dan risiko ketegangan politik.
Dari sisi ekonomi, World Bank menunjukkan bahwa konsentrasi pendapatan pada kelompok atas melemahkan daya beli mayoritas penduduk, sehingga pertumbuhan jangka panjang menjadi tidak berkelanjutan.
Dalam jangka panjang, ketimpangan juga menurunkan mobilitas sosial antar generasi. Konsep Great Gatsby Curve menunjukkan bahwa semakin tinggi ketimpangan, semakin kecil peluang anak dari keluarga miskin untuk naik kelas sosial dibanding anak dari keluarga kaya (OECD, 2018).
Menurunkan gini ratio bukan berarti menahan orang kaya, melainkan memperluas peluang ekonomi bagi yang tertinggal. IMF dan World Bank menegaskan bahwa kombinasi kebijakan fiskal progresif, investasi pendidikan dan keterampilan, serta perluasan kesempatan kerja produktif merupakan instrumen paling efektif untuk menekan ketimpangan (IMF, 2024; World Bank, 2023).
Di Jakarta, kebijakan ini berarti keberanian menekan biaya hidup, memastikan pendidikan berkualitas dapat diakses luas, serta mentransformasi UMKM agar tidak terjebak di sektor informal berupah rendah. Tanpa itu, pertumbuhan hanya akan terus menguntungkan mereka yang sudah unggul sejak awal.
Pernyataan Gubernur DKI Jakarta seharusnya menjadi titik balik kebijakan, bukan sekadar penjelasan keadaan. Data historis gini ratio menunjukkan bahwa tanpa koreksi arah, ketimpangan Jakarta akan terus tinggi meskipun ekonomi tumbuh.
Pada akhirnya, pertanyaan paling jujur tetap menggantung: jika gini ratio Jakarta terus menjadi yang tertinggi di Indonesia, Jakarta sesungguhnya dibangun untuk siapa? Untuk segelintir yang telah berada di puncak piramida ekonomi, atau untuk jutaan warga yang berharap bahwa kerja keras mereka benar-benar membuka jalan naik kelas?
Jakarta tidak kekurangan pertumbuhan. Yang masih langka adalah keberanian untuk membagi kemajuan secara adil.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/14/693e0b043c883.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Kepemimpinan PBNU Diuji Waktu
Ketika Kepemimpinan PBNU Diuji Waktu
Yana Karyana merupakan penulis dan pengamat isu pendidikan, dengan fokus pada penguatan sumber daya manusia, kebijakan publik, dan peran guru sebagai fondasi peradaban bangsa. Berdomisili di Tangerang, Banten, ia menulis sebagai bagian dari komitmennya mendorong kehadiran negara yang berpihak pada dunia pendidikan.
PRAHARA
di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru setelah Pleno PBNU pada 9-10 Desember 2025, di Hotel Sultan Jakarta, menetapkan KH. Zulfa Mustofa, sebelumnya Wakil Ketua Umum PBNU, sebagai Pejabat Sementara (PJS) Ketua Umum PBNU hingga Muktamar 2026.
Penetapan ini dinyatakan sebagai tindak lanjut Risalah Rais Aam PBNU tertanggal 20 November 2025, yang digelar di Hotel Aston Jakarta.
Keputusan tersebut segera memantik perdebatan luas. Bukan semata soal figur, melainkan tentang cara PBNU membaca konstitusi organisasi, menafsirkan keadaan darurat, dan memaknai adab sebagai fondasi etik kepemimpinan.
Pada titik ini, PBNU tidak hanya menghadapi persoalan struktural, tetapi juga ujian kebijaksanaan.
Pihak yang mendukung penetapan PJS berargumen bahwa langkah itu diperlukan demi kesinambungan organisasi.
Rujukan yang kerap dikemukakan adalah pandangan KH. Afifuddin Muhajir, Wakil Ketua Rais Aam PBNU, yang menilai bahwa dalam kondisi darurat, penyimpangan prosedural dapat dibenarkan.
Pandangan ini berakar pada kaidah ushul fiqh
Adh-dharurat tubihul mahzarat
, darurat membolehkan hal-hal yang semula terlarang.
Namun dalam tradisi ushul fiqh, kaidah darurat tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu dibatasi oleh kaidah
Adh-dharuratu tuqaddaru bi qadarih
a, darurat harus diukur sebatas kebutuhannya.
Artinya, darurat bukan cek kosong untuk menanggalkan aturan, melainkan pengecualian yang bersifat sementara, proporsional, dan berorientasi mencegah kerusakan yang lebih besar.
Pertanyaan kuncinya kemudian: apakah penetapan PJS benar-benar membatasi mudarat, atau justru memperluasnya?
Di sisi lain, penolakan terhadap keputusan pleno berpijak pada argumen konstitusional yang tak kalah kuat.
Rais Aam dan Ketua Umum PBNU sama-sama dipilih melalui Muktamar, sehingga memiliki legitimasi setara.
Dalam kerangka ini, perubahan kepemimpinan tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh salah satu unsur. Karena itu, risalah dan seluruh produk turunannya, termasuk penetapan PJS dipandang melampaui kewenangan konstitusional.
Perdebatan menjadi semakin kompleks ketika hadir pandangan Nadirsyah Hosen, akademisi hukum Islam dan mantan Ketua PCINU Australia, yang mengingatkan bahwa NU bukan sekadar organisasi hukum, melainkan peradaban adab.
Ketaatan tekstual pada AD/ART tanpa kebijaksanaan berisiko mengeringkan ruh keulamaan. Catatan ini penting sebagai pengingat bahwa hukum organisasi memerlukan etika agar tetap manusiawi.
Masalahnya, diskursus PBNU belakangan seolah terjebak pada dikotomi keliru, memilih antara konstitusi atau adab.
Dalam tradisi NU, keduanya tidak pernah dipertentangkan. Konstitusi lahir dari adab; adab menemukan bentuk operasionalnya melalui konstitusi.
Ushul fiqh menyediakan jembatan melalui kaidah
Al-umuru bi maqasidiha
, setiap perkara dinilai dari tujuan akhirnya.
Tujuan kepemimpinan PBNU bukan sekadar menjaga struktur, melainkan menjaga keteduhan umat dan kewibawaan ulama.
Fakta menunjukkan, penetapan PJS belum sepenuhnya meredakan ketegangan. Polarisasi menguat, sementara seruan pengendalian diri dari para sesepuh di Ploso dan Tebuireng agar semua pihak menahan diri belum sepenuhnya direspons.
Wacana Muktamar Luar Biasa, sebagaimana disampaikan KH. Ma’ruf Amin, mengemuka sebagai opsi penjernihan. Ini menandakan bahwa kerusakan yang dikhawatirkan belum sepenuhnya terhindarkan.
Di titik inilah, upaya segera rekonsiliasi (islah) menjadi keniscayaan. NU memiliki preseden sejarah yang relevan.
Pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an, NU pernah berada dalam ketegangan serius antara poros Cipete, yang merujuk pada kepemimpinan KH. Idham Chalid sebagai Ketua Umum PBNU dan Situbondo, yang merepresentasikan kegelisahan ulama pesantren untuk mengembalikan NU ke Khittah 1926.
Dalam situasi genting tersebut, peran tiga ulama kunci menjadi penentu: KH. Achmad Siddiq, KH. Ali Maksum, dan KH. As’ad Syamsul Arifin.
KH. Achmad Siddiq tampil sebagai perumus jalan tengah secara konseptual dan teologis, menggunakan bahasa fikih yang menenangkan untuk menyatukan pandangan.
KH. Ali Maksum, sebagai Rais Aam PBNU, menjaga keseimbangan moral organisasi agar dinamika tidak keluar dari adab ulama.
Sementara KH. As’ad Syamsul Arifin, kiai kharismatik Situbondo, berperan sebagai peneduh lapangan: meredam ketegangan, menguatkan komunikasi antar-kubu, dan mengajak semua pihak kembali pada kelapangan jiwa.
Melalui kewibawaan dan kebesaran jiwa para ulama ini, konflik tidak diselesaikan dengan saling menyingkirkan, tetapi dikembalikan ke mekanisme tertinggi organisasi, berpuncak pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984, rekonsiliasi besar yang menyelamatkan NU dari perpecahan.
Preseden Cipete-Situbondo memberi pelajaran penting bagi PBNU hari ini. Bahwa konflik bukan hal asing di NU, tetapi cara menyikapinya menentukan apakah NU keluar sebagai organisasi yang lebih matang atau justru terluka.
Dalam bahasa ushul fiqh, kaidah
Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil masalih
, menghindari kerusakan didahulukan daripada meraih kemaslahatan, menjadi kompas moral untuk menahan langkah yang memperbesar kegaduhan, sekalipun tampak sah secara formal.
Pada akhirnya, prahara PBNU hari ini mengingatkan kita pada satu kenyataan mendasar: konstitusi memang perlu, tetapi tidak pernah cukup sendirian.
AD/ART adalah pagar agar organisasi tidak liar, tapi adab dan kebijaksanaan (
wisdom
) adalah jiwa yang membuat NU tetap hidup dan bermartabat.
Tanpa adab, konstitusi mudah berubah menjadi alat pembenar; tanpa kebijaksanaan, prosedur berisiko melahirkan kemenangan yang kering dari keteduhan.
Warisan para muassis dan kiai sepuh NU mengajarkan bahwa mengelola konflik bukan soal memenangkan tafsir hukum, melainkan menjaga perasaan jamaah dan kewibawaan ulama.
Sejarah Cipete-Situbondo menunjukkan bahwa NU selamat bukan karena aturan ditegakkan secara kaku, tetapi karena para ulama memilih menurunkan ego, memperluas musyawarah, dan menempatkan maslahat di atas ambisi. Di sanalah adab memandu konstitusi, dan kebijaksanaan mengarahkan keputusan.
Karena itu, ujian kepemimpinan PBNU hari ini bukan sekadar soal sah atau tidak sah, melainkan soal kebesaran jiwa.
Apakah para pemangku mandat bersedia mengalah demi islah? Apakah mereka sanggup menahan langkah yang sah secara formal, tetapi berisiko melukai ketenangan umat?
Pertanyaan-pertanyaan ini lebih menentukan masa depan NU daripada hasil keputusan apa pun.
NU akan tetap besar bukan karena mampu mengunci keputusan, melainkan karena mampu menjaga warisan adab dan kebijaksanaan ulama dalam setiap badai konflik.
Sebab pada akhirnya, NU bukan hanya milik struktur, tetapi milik jamaah dan sejarah yang menuntut para pemimpinnya setia pada konstitusi, tapi lebih setia lagi pada hikmah dan keluhuran adab.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/09/69375abbb067c.jfif?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Fakta-fakta Penipuan WO Ayu Puspita: Gali Lubang Tutup Lubang demi Hidup Hedonis Megapolitan
Fakta-fakta Penipuan WO Ayu Puspita: Gali Lubang Tutup Lubang demi Hidup Hedonis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kasus dugaan penipuan dan penggelapan wedding organizer (WO) milik Ayu Puspita mengungkap praktik bisnis bermasalah yang telah berjalan bertahun-tahun.
Polisi menyebut usaha tersebut dijalankan dengan pola gali lubang tutup lubang.
Uang dari pelanggan baru digunakan untuk menutup kewajiban kepada pelanggan lama.
Dana tersebut juga dipakai untuk membiayai kebutuhan pribadi para pelaku, mulai dari cicilan rumah hingga perjalanan ke luar negeri.
Hingga kini, jumlah korban yang melapor mencapai 207 orang dengan total kerugian ditaksir Rp 11,5 miliar.
Korban tidak hanya calon pengantin, tetapi juga vendor pernikahan yang jasanya tidak dibayar.
Dalam perkara ini, polisi menetapkan dua tersangka, yakni
Ayu Puspita
selaku pemilik WO dan Dimas Haryo sebagai pegawai.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Iman Imanuddin mengatakan, bisnis WO tersebut dijalankan dengan pola menyerupai skema ponzi.
Adapun maksud dari skema Ponzi, yakni menggunakan uang dari pelanggan baru untuk menutup kewajiban kepada pelanggan lama.
“Memang di dalam menjalankan bisnisnya ini, tersangka menggunakan sistem gali lubang tutup lubang. Untuk menutupi kegiatan yang daftar lebih dahulu, digunakan dana dari pendaftar berikutnya,” ujar Iman dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Sabtu (13/12/2025).
Skema itu dilakukan dengan menawarkan paket pernikahan berharga murah untuk menarik banyak konsumen.
Namun, saat jumlah pelanggan baru menurun, kewajiban terhadap konsumen lama tak lagi tertutup.
“Karena nilainya murah, kemudian ditutupi dengan pendaftar berikutnya. Begitu seterusnya, sampai akhirnya muncul kerugian besar,” kata Iman.
Iman menjelaskan, para korban tertarik karena dijanjikan paket pernikahan murah disertai fasilitas tambahan yang dirasa menguntungkan.
“Pertama yang ditawarkan adalah paket murah. Kemudian dari paket murah itu ada fasilitas lain, misalnya tempat pelaksanaan pernikahan yang fantastis. Lalu ada paket liburan, ke Bali misalnya, termasuk paket honeymoon,” jelas Iman.
Bahkan, korban dijanjikan keuntungan tambahan jika melunasi pembayaran lebih awal.
Akibatnya, banyak korban membayar uang muka besar hingga melunasi biaya sebelum hari acara.
Alih-alih digunakan untuk keperluan pernikahan, uang korban justru digunakan untuk kebutuhan pribadi para tersangka.
“Motifnya ekonomi. Keuntungan yang diperoleh atas perbuatan para tersangka digunakan untuk kepentingan pribadi, baik itu untuk membayar cicilan rumah, kemudian untuk kegiatan jalan-jalan ke luar negeri, dan kepentingan pribadi lainnya,” ujar Iman.
Polisi masih mendalami motif tersebut, termasuk tujuan perjalanan ke luar negeri yang dilakukan para tersangka.
Dari delapan laporan polisi yang diterima, salah satunya berasal dari vendor pernikahan.
“Vendor tersebut sudah melaksanakan kewajibannya, memenuhi permintaan atau order dari tersangka, namun tidak dilakukan pembayaran,” jelas Iman.
Kerugian korban bervariasi, mulai dari Rp 40 juta hingga Rp 60 juta, tergantung paket dan besaran pembayaran awal.
Ayu Puspita dan Dimas Haryo kini ditahan dan dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan serta Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dengan ancaman maksimal empat tahun penjara.
“Kami tegaskan, dalam perkara ini penyidik sudah menetapkan dua orang tersangka, saudari APD dan saudara DHP. Penetapan ini berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang kami peroleh,” kata Iman.
Sementara itu, tiga orang lainnya masih berstatus saksi karena belum cukup alat bukti.
Polda Metro Jaya masih membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban.
“Kami mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor,” ujar Iman.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap penawaran WO dengan harga terlalu murah dan janji berlebihan.
“Masyarakat untuk lebih waspada terhadap penawaran jasa wedding organizer yang menjanjikan berbagai bonus, tiket, honeymoon, fotografer, hingga cashback, tetapi tidak pernah terealisasi,” kata Budi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/13/69158bdbdc8d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/22/6921a24c1d7b3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/13/693d80583cffe.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2023/11/09/654c1da845fca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/08/69365c22de79b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)