Kantor Bupati Blitar Didemo, Tuntut Percepatan Redistribusi Lahan Perkebunan
Tim Redaksi
BLITAR, KOMPAS.com
– Setidaknya seratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pendukung Reforma Agraria (AMPERA) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Blitar di Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kanigoro, Kamis (18/12/2025).
Sebelum menggelar aksi di depan Kantor Bupati
Blitar
, para pengunjuk rasa menggelar aksi di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar dan Kantor ATR BPN Kabupaten Blitar pada Kamis pagi.
Mengendarai puluhan sepeda motor dan mobil pengangkut perangkat pengeras suara, massa bergerak ke Kantor
Bupati Blitar
pada menjelang siang.
Dalam pernyataan sikapnya, massa pengunjuk rasa menuntut Bupati Blitar Rijanto dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Blitar segera memproses tuntutan
redistribusi lahan
perkebunan kepada petani penggarap.
Koordinator aksi unjuk rasa AMPERA, Muhammad Erdin Subchan mengatakan bahwa para pengunjuk rasa yang juga didukung oleh petani penggarap meminta Bupati Blitar segera melakukan langkah nyata untuk memproses redistribusi ratusan hektar lahan dua perkebunan kepada petani penggarap.
Dua lahan perkebunan itu adalah perkebunan Kruwuk yang dikelola PT Perkebunan Rotorejo Kruwuk di Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, dan Perkebunan Karangnongko yang dikelola oleh PT Veteran Sri Dewi di Desa Modangan, Kecamatan Nglegok.
“Konflik agraria di dua lokasi itu sudah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tahapan-tahapan untuk redistribusi lahan seperti yang diatur oleh regulasi sudah ditempuh kelompok masyarakat petani penggarap. Tapi sampai sekarang tidak ada langkah yang nyata dari Bupati Blitar,” ujar Subchan kepada awak media, Kamis.
Menurut Subchan, tidak adanya ketegasan Bupati terhadap reforma agraria dalam bentuk redistribusi lahan perkebunan berakibat pada pembiaran yang terus menerus yang bahkan telah berlangsung bertahun-tahun.
Situasi ini, menurut dia, menguntungkan para mafia tanah yang memang menghendaki adanya ketidakpastian pada lahan-lahan yang disengketakan.
“Rakyat memang sengaja dibuat lelah oleh pelambatan proses, ketidakpastian prosedur, dan ketertutupan informasi penanganan,” ujarnya.
Subchan menyebut, upaya membuat lelah itu dilakukan oleh mafia tanah yang berkolaborasi dengan oknum-oknum di sejumlah instansi dan berjejaring antara satu dengan lainnya. Dengan tujuan menghambat petani penggarap mendapatkan hak atas lahan perkebunan yang akan diredistribusikan.
“Padahal kita sudah menempuh jalur penyampaian aspirasi di forum GTRA dan telah ada kesepakatan pada 30 September 2025 lalu, serta pertemuan lanjutan pada akhir Oktober lalu,” katanya.
Mafia tanah, menurut Subchan, bahkan tidak hanya mencari keuntungan dari program reforma agraria di sektor perkebunan, tapi juga program reforma agraria di sektor kehutanan termasuk dalam program perhutanan sosial.
Sementara itu, aktivis senior reforma agraria Blitar, Mohammad Trijanto, mengatakan bahwa mafia tanah, mafia hukum, dan mafia hutan merupakan musuh nyata rakyat dalam implementasi kebiijakan reforma agraria.
“Karena itu tadi kami pun menggelar aksi di Kejari untuk menuntut penegakan hukum pada mafia-mafia yang telah menghambat jalannya rakyat mendapatkan hak-hak mereka dalam reforma agraria,” ujar Trijanto.
Menanggapi tuntutan pengunjuk rasa, Bupati Blitar Rijanto mengatakan bahwa proses redistribusi lahan perkebunan terhambat karena adanya pihak-pihak tertentu yang masuk ke kelompok masyarakat yang berhak menerima redistribusi lahan.
Masuknya pihak-pihak yang memiliki kepentingan itu, menurut dia, juga membuat warga terpecah-pecah ke dalam beberapa kelompok.
“Mestinya segera bisa kita tindak lanjuti dengan usulan redistribusi, tapi karena di lapangan itu sulit diadakan komunikasi antar kelompok sehingga berkepanjangan,” ujar Rijanto usai beraudiensi dengan perwakilan pengunjuk rasa.
Dia mengatakan, seandainya masyarakat bisa bersatu, maka Pemerintah Kabupaten Blitar bisa segera memfasilitasi pengusulan redistribusi lahan ke Kementerian ATR-BPN melalui GTRA.
“Kalau nanti sudah
clear
(bersatu), kita prosesnya melalui tim GTRA untuk kita usulkan ke Kementerian ATR-BPN agar redis bisa dilaksanakan dan perpajangan HGU untuk perusahaan bisa dilanjutkan,” kata Rijanto.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/18/6943f79e7aba6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kantor Bupati Blitar Didemo, Tuntut Percepatan Redistribusi Lahan Perkebunan Surabaya 18 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/18/6943ffa8b129c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga 10 Desa di Pasuruan Akan Gelar Istighosah Akbar Tolak Pembangunan Batalyon 15 Marinir Surabaya 18 Desember 2025
Warga 10 Desa di Pasuruan Akan Gelar Istighosah Akbar Tolak Pembangunan Batalyon 15 Marinir
Tim Redaksi
PASURUAN, KOMPAS.com
– Warga 10 Desa yang berasal dari Kecamatan Lekok dan Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, bakal menggelar Istighosah Akbar di Lapangan Semongkrong, Desa Pasinan, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan pada Jumat (19/12/2025).
Kegiatan tersebut sebagai upaya aksi penolakan terhadap pembangunan Batalyon 15 Marinir dan Sekolah Tamtama yang dinilai dapat mengganggu kehidupan dan keamanan warga setempat.
“Iya besok (19 Desember 2025), setelah shalat Jumat, kami warga dari 10 desa menggelar
Istighosah
dan doa bersama menolak proyek tersebut,” ujar Syafiudin, Kepala Desa Sumberanyar, Kamis (18/12/2025).
Dia pun mengungkapkan 10 Desa yang akan mengikuti kegiatan tersebut, yakni 9 desa di Kecamatan Lekok dan satu desa di Kecamatan Nguling.
Dengan rincian, Desa Alastlogo, Pasinan, Semedusari, Wates, Jatirejo, Branang, Tampung, Balonganyar, dan Gejugjati di Kecamatan Lekok. Sisanya, Desa Sumberanyar di Kecamatan Nguling.
“10 desa tersebut berada di kawasan Puslatpur 3 Grati
Pasuruan
. Ini ikhtiar kami setelah berkali-kali unjuk rasa atau dialog namun belum ada solusi. Pembangunan Batalyon 15 masih berlanjut. Kami hanya ingin desa kami aman, tidak was-was,” kata Syafiudin.
Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat mengakui bahwa belum ada titik temu terkait adanya penolakan Batalyon 15 dan Sekolah Tamtama di Kawasan Puslatpur 3 Grati Pasuruan.
Pihaknya pun mendorong agar persoalan tersebut diputuskan di Komisi II DPR RI dan Kementerian Pertahanan.
“Kami berharap bisa menyampaikan langsung ke Presiden dan Komisi II DPR RI agar permasalahan yang sudah lama ini bisa segera terselesaikan dan masyarakat tidak dikorbankan,” kata Samsul, Kamis.
Samsul menyebut, persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat lokal. Sebab, pemangku di Puslatpur 3 Marinir hanya menjalankan tugas dari Kementerian Pertahanan.
Sementara itu, warga masih tetap menolak dengan alasan tanah masih bersengketa dan demi keamanan.
“DPRD akan terus mengawal dan mengawasi proses ini demi menjaga kepastian hukum, keadilan bagi masyarakat, serta kondusivitas Kabupaten Pasuruan” ujarnya.
Untuk diketahui aksi penolakan terhadap pembangunan Batalyon 15 dan Sekolah Tamtama Marinir sudah dilakukan berkali-kali oleh warga.
Terakhir, aksi dilakukan warga Sumberanyar di Dusun Gunung Bukor, tempat lokasi proyek pembangunan Batalyon 15 Marinir pada Senin, 15 Desember 2025.
Hasilnya, tidak ada kesepakatan, masing-masing pihak tetap mempertahankannya. Pihak TNI Angkatan Laut (AL) tetap melanjutkan, sedangkan warga tetap akan melakukan perlawanan penolakan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/69440df3b7f8c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
ART di Samarinda Kehilangan Tangan Diserang Anak Majikan Regional 18 Desember 2025
ART di Samarinda Kehilangan Tangan Diserang Anak Majikan
Tim Redaksi
SAMARINDA, KOMPAS.com
– Aksi kekerasan dalam rumah tangga terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Seorang asisten rumah tangga (ART) berinisial AG (23) mengalami luka berat setelah diserang menggunakan senjata tajam oleh anak majikannya sendiri hingga kehilangan tangan kiri.
Peristiwa tersebut terjadi di sebuah rumah di RT 20, Jalan Juanda II, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan
Samarinda
Ulu, Selasa (16/12/2025) malam.
Insiden itu menggemparkan warga karena korban ditemukan dalam kondisi bersimbah darah di dalam rumah.
Kapolsek Samarinda Ulu AKP Wawan Gunawan membenarkan kejadian penganiayaan tersebut. Ia mengatakan, peristiwa terjadi saat korban dan terduga pelaku berada di ruang tamu rumah.
“Menurut keterangan saksi, saat kejadian korban dan terduga pelaku berada di ruang tamu, sementara anggota keluarga lainnya berada di bagian belakang rumah,” ujar Wawan, Kamis (18/12/2025).
Keributan dari arah ruang tamu membuat anggota keluarga pemilik rumah mendatangi lokasi. Namun, saat tiba, kondisi korban sudah sangat mengenaskan.
“Ketika saksi datang ke ruang tamu, korban sudah terbaring di lantai dalam keadaan bersimbah darah. Saksi belum mengetahui secara pasti apa pemicu awal penganiayaan,” kata Wawan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, polisi mencatat korban mengalami sejumlah luka serius akibat serangan senjata tajam. Luka terparah terdapat pada tangan kiri korban yang putus dari pergelangan.
Selain itu, korban juga mengalami luka di bagian pelipis kiri serta luka di kepala bagian belakang.
Polisi menduga senjata yang digunakan terduga pelaku berupa parang dengan panjang sekitar 40 sentimeter.
Terduga pelaku berinisial MAA (25), yang merupakan anak dari pemilik rumah tempat korban bekerja.
Saat ini, baik korban maupun terduga pelaku belum dapat dimintai keterangan karena masih menjalani perawatan medis.
“Korban dan terduga pelaku masih dirawat, sehingga pemeriksaan belum bisa dilakukan secara maksimal,” ujar Wawan.
Polisi juga mengungkapkan, berdasarkan keterangan keluarga, terduga pelaku memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Saat ini, MAA tengah menjalani observasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam.
“Kami masih menunggu hasil observasi medis untuk memastikan kondisi kejiwaan terduga pelaku sebelum melangkah ke proses hukum selanjutnya,” kata Wawan.
Hingga kini, kepolisian masih mendalami motif penganiayaan tersebut. Penanganan kasus akan dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan aspek medis, psikologis, serta perlindungan terhadap korban.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/6944112a357f3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
Tim Redaksi
PATI, KOMPAS.com
– Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
perjuangan masyarakat
mempertahankan
Pegunungan Kendeng
dari kerusakan lingkungan.
Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
Lukisan berjudul “
Kendeng Lestari
, Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
“Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
Taring Padi
.
Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara.
Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
“Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
“Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
Dalam
Festival Kendeng
2025, Taring Padi menampilkan
lukisan raksasa
ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
“Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/6944112a357f3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia Regional 18 Desember 2025
Lukisan Raksasa Curi Perhatian di Festival Kendeng Pati, Pernah Dipamerkan di Australia
Tim Redaksi
PATI, KOMPAS.com
– Komunitas seni rupa Taring Padi memeriahkan Festival Kendeng 2025 yang digelar di Dukuh Misik, Desa Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis (18/12/2025).
Mereka memamerkan sejumlah karya lukis yang merekam
perjuangan masyarakat
mempertahankan
Pegunungan Kendeng
dari kerusakan lingkungan.
Di berbagai sudut festival, lukisan-lukisan bertema pelestarian Kendeng terpajang.
Namun, satu karya raksasa berukuran 4 x 6 meter paling menyita perhatian pengunjung.
Lukisan berjudul “
Kendeng Lestari
, Nyawiji Kanggo Ibu Bumi” itu menjadi representasi visual paling kuat yang menggambarkan perjuangan warga Kendeng.
“Ini adalah potret dari apa yang dilakukan sedulur-sedulur Kendeng, JMPPK, Sedulur Sikep, dan Wiji Kendeng. Kami mencoba mengilustrasikan aktivitas dan semangat mereka dalam menjaga Kendeng,” ujar Fitri, salah satu seniman
Taring Padi
.
Lukisan tersebut terbagi dalam dua sisi kontras.
Di sisi kiri, wajah Samin Surosentiko dan sejumlah tokoh perjuangan pelestarian Kendeng.
Sementara di sisi kanan, sosok Joko Widodo, Ganjar Pranowo, serta aparat negara.
Di bagian tengah lukisan, tergambar aksi pengecoran kaki, simbol ikonik perlawanan warga Kendeng.
“Sisi kiri menggambarkan aktivitas yang dilakukan masyarakat Kendeng, sementara sisi kanan adalah gambaran pihak-pihak yang merusak Pegunungan Kendeng melalui penambangan dan kebijakan,” jelas Fitri.
Proses pengerjaan lukisan ini memakan waktu tiga hingga empat pekan, melibatkan sekitar 10 seniman dan relawan.
Karya tersebut rampung pada 2023 dan sempat dipamerkan di Australia sebelum akhirnya “pulang” ke Kendeng.
Menurut Fitri, proses kreatif lukisan ini bukan sekadar kerja artistik, melainkan perjalanan belajar yang panjang.
Diskusi demi diskusi dilakukan untuk merumuskan konsep, tema, hingga detail terkecil.
“Yang paling lama justru proses diskusinya, sampai akhirnya menemukan bentuk yang tepat,” tandasnya.
Taring Padi sendiri telah konsisten membersamai perjuangan warga Kendeng sejak 2006.
Dalam
Festival Kendeng
2025, Taring Padi menampilkan
lukisan raksasa
ini bersama puluhan karya lain sebagai penanda bahwa karya tersebut telah menjadi satu kesatuan utuh dengan perjuangan warga.
Tak hanya lukisan, Taring Padi juga memamerkan sepuluh panji berisi tembang-tembang perlawanan khas Samin.
Panji-panji tersebut turut dipasang di Pendopo Pengayoman, Blora.
“Festival Kendeng menjadi momen penting. Karya ini akhirnya kami persembahkan kembali kepada warga. Ia kembali ke tanahnya, tidak lagi menjadi beban, tapi menjadi milik bersama,” ujar seniman Taring Padi lainnya, Bebe.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/6944080004953.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi Tangkap Lagi 2 Jukir Liar di Surabaya, Langgar Batas Waktu dan Tak Punya Kartu Resmi Surabaya 18 Desember 2025
Polisi Tangkap Lagi 2 Jukir Liar di Surabaya, Langgar Batas Waktu dan Tak Punya Kartu Resmi
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Aparat Kepolisian kembali menangkap dua juru parkir (jukir) liar yang beroperasi di tepi jalan umum Surabaya. Mereka diamankan karena melanggar batas waktu hingga tidak memiliki kartu resmi.
Kasat Samapta Polrestabes
Surabaya
, AKBP Erika Purwana Putra mengatakan, penangkapan
jukir
liar tersebut dilakukan ketika menggelar patroli pada Rabu (17/12/2025) dini hari.
Kedua jukir liar yang ditangkap tersebut adalah Iswandi (50) asal Kecamatan Gondang, Mojokerto dan Hadi Ismanto (43) warga Kecamatan Simokerto, Surabaya.
“TKP (penangkapan dua jukir liar) di Jalan Sumatera Nomor 42 dan Nomor 31, Kecamatan Gubeng, Surabaya,” kata Erika, ketika dikonfirmasi, Kamis (18/12/2025).
Erika menyebut, pelaku Iswandi merupakan seorang jukir yang memiliki Kartu Identitas Petugas
Parkir
(KIPP). Akan tetapi, dia tidak menaati aturan batas waktu yang ditentukan.
“Tetap melaksanakan aktivitas sebagai jukir meski jam operasional perparkiran telah berakhir. Sehingga tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Pemkot Surabaya,” ujarnya.
Sementara itu, Hadi Ismanto tidak mengantongi KIPP untuk beroperasi di lokasi itu. Pelaku mengaku seorang petugas perbantuan dari jukir lain di tepi jalan umum tersebut.
“Hadi Ismanto melaksanakan kegiatan sebagai jukir pembantu tanpa dilengkapi Kartu Identitas Petugas Parkir. Sehingga tidak memiliki legalitas sebagai petugas parkir resmi,” kata Erika.
“Dengan modus tersebut, para pelanggar tetap menarik atau mengatur kendaraan di lokasi parkir tanpa memenuhi syarat administratif dan ketentuan operasional,” ujarnya lagi.
Kedua jukir itu pun menerima sanksi tindak pidana ringan (Tipiring) sebagaimana diatur dalam Pasal 39 peraturan daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perparkiran.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menangkap sebanyak 112 juru parkir (jukir) liar dalam dua pekan. Selanjutnya, pihaknya akan fokus penerapan dengan sistem digital.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, ratusan jukir liar itu ditindak ketika tengah beroperasi di tempat usaha yang sudah membayar pajak parkir.
“Sebanyak 112 (jukir) Itu rata-rata (beroperasi) di (usaha yang sudah) pajak parkir. (Ditangkap) karena mereka bergerak di sana,” kata Eri, ketika dikonfirmasi pada 12 Desember 2025.
Eri menyebut, penertiban jukir liar tersebut untuk menjaga transparansi pengelolaan lahan parkir. Di sisi lain, tindakan itu juga untuk melindungi pemilik usaha dari potensi kerugian.
“Sudah banyak yang ditangkap Pak Kapolrestabes Surabaya (Kombes Pol Luthfie Sulistiawan), terutama yang di tempat pajak parkir,” ujarnya.
“Saya sampaikan di tempat pajak parkir itu harus diselesaikan, agar tidak terjadi selisih pendapat antara yang punya lahan dengan yang mengelola lahannya,” kata Eri lagi.
Lebih lanjut, menurut Eri, pemilik usaha bisa langsung melapor ketika tempat parkirnya diisi oleh jukir yang tidak menggunakan atribut resmi atau tarif tidak sesuai dengan ketentuan.
“Kalau tidak sesuai tarif, tidak pakai rompi, yang punya usaha jadi sepi, orang malas ke sana, terganggu. Kalau yang punya usaha laporan, pasti Polrestabes akan melakukan tindakan,” ujar Eri Cahyadi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/6943cb176ac1c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Surabaya Lapor ke Armuji soal Dugaan Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 10 Miliar Surabaya 18 Desember 2025
Warga Surabaya Lapor ke Armuji soal Dugaan Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 10 Miliar
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Puluhan warga Surabaya melaporkan dugaan kasus investasi bodong dengan total kerugian sekitar Rp 10 miliar dari 300 korban, kepada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, di Rumah Aspirasi.
Salah seorang korban, Imelda Amelia (23), menjelaskan bahwa pertama kali mengenal terduga pelaku TI dari testimoni para customer di salonnya yang juga telah berinvestasi terlebih dahulu.
“Awalnya saya sempat ragu karena sebelumnya dua tahun lalu juga pernah kena (
investasi bodong
), tapi katanya customerku ini sudah terpercaya banget, aman banget,” ujar Imelda kepada
Kompas.com
, Kamis (18/12/2025).
Dia pun memutuskan untuk bergabung investasi TI pada 7 November 2025, dan dijanjikan uang tersebut akan diinvestasikan ke beberapa perusahaan ternama.
Pada pembayaran pertama, Imelda menyetorkan Rp 2 juta dan kembali mendapatkan keuntungan Rp 2,35 juta lima hari berikutnya.
“Awalnya semuanya lancar saja sampai tanggal 27 November (2025) itu enggak dibayar lagi gara-gara ada salah satu korban lain yang kerugiannya sampai Rp 190 juta itu minta uangnya, nah dari situ TI kan kebingungan buat bayarnya,” katanya.
Akhirnya, pada 27 November 2025, sekitar pukul 19.00, TI mengakui melalui grup WhatsApp (WA) bahwa selama ini perusahaan dan buki-bukti investasinya palsu.
Perusahaan investasi milik TI yang bernama PT Serasi Berkah Investama merupakan perusahaan fiktif yang alamat, foto gedung, serta logo perusahaannya diambil melalui Pinterest.
“Di grup WA itu dia bilang sendiri kalau selama ini perusahaan, bukti transfer, dan lainnya itu diambil dari Pinterest, dari nama perusahaan yang asli PT Tri Mega,” ujar Imelda.
Begitu mengetahui adanya dugaan penipuan, Imelda bersama puluhan korban lainnya bersama-sama mendatangi rumah TI untuk meminta pertanggung jawaban.
“Akhirnya kita datangi rumahnya dan dia bilang kalau sisa uang yang dia punya hanya ada sekitar Rp 40 juta, itu dibagi ke semua korban yang datang dan saya cuma dapat Rp 850.000,” katanya.
Imelda sendiri mengungkapkan bahwa dia mengalami kerugian Rp 5,5 juta.
“Sebenarnya saya sudah ada uang masuk sekitar Rp 12 juta, tapi kalau dikurangi sama keuntungan yang saya dapat, jadi sisa (kerugiannya) sekitar Rp 5,5 juta,” ujarnya.
Ada sekitar 300 korban lainnya yang berasal dari Surabya, Gresik, Malang, Yogyakarta, hingga Lampung.
“Bahkan, sewaktu kita ke rumahnya itu ada korban dari Yogyakarta yang bela-belain naik kereta hanya untuk nagih minta uangnya kembali,” kata Imelda.
Setelah itu, Imelda bersama beberapa korban lainnya melaporkan dugaan penipuan tersebut ke Polda Jatim pada 1 Desember 2025.
Kini, TI, kedua orang tuanya, serta pacarnya telah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Karena yang kedua kali kita ke sana rumahnya itu sudah kuncian, enggak dibukakan pintu, orangnya sudah kabur, bahkan di depannya ada tulisan kayak ‘jangan menggangu atau nanti akan dilaporkan’,” ujar Imelda.
Menurut dia, TI juga beberapa kali menantang agar para korban lebih baik memenjarakan dirinya daripada harus mengembalikan uang ganti rugi.
“Dia itu juga setiap ditagih selalu bilang ‘
penjarakno ae aku, nek
dipenjara berarti utangku lunas (penjarakan saja aku, kalau dipenjara berarti hutangku lunas)’,” katanya.
Imelda mengungkapkan, gaya hidup TI dapat dikatakan cukup mewah, sementara pekerjaannya hanya sebagai
cleaning service
.
“Dia HP-nya Iphone, sepatunya selalu ganti-ganti branded semua, tapi waktu kita datangi rumahnya dia bilang kalau sudah enggak punya uang lagi,” ujarnya.
Kemudian, para korban pun melaporkan perakara tersebut ke
Armuji
pada Selasa, 16 Desember 2025.
Cak Ji, sapaan akrab Armuji, berkomitmen akan melakukan sidak ke orangtua pelaku. Sebab, keberadaan pelaku sudah tidak diketahui.
“Ya, nanti kita sidak ke sana, tapi pastikan dulu orang tua pelaku ada disana,” kata Cak Ji.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/69440b756d90b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pakar: Serangga Berpotensi Jadi Sumber Protein Masa Depan Indonesia
Pakar: Serangga Berpotensi Jadi Sumber Protein Masa Depan Indonesia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah serangga di Nusantara, seperti belalang, jangkrik, dan ulat sagu dinilai memiliki potensi besar sebagai sumber protein alternatif yang efisien, bergizi, dan lebih ramah lingkungan dibandingkan sumber protein hewani konvensional.
Di tengah tantangan ketahanan pangan, perubahan iklim, serta keterbatasan sumber daya alam, pemanfaatan serangga sebagai pangan dinilai layak dipertimbangkan sebagai bagian dari strategi diversifikasi pangan nasional.
Hal itu mengemuka dalam
talkshow
“Melacak Jejak
Pangan Nusantara
” yang digagas Kompasiana di Studio KompasTV, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Pakar entomologi Dadan Hindayana menjelaskan bahwa tidak semua serangga dapat dikonsumsi.
Dalam kajian ilmiah dikenal kelompok
edible insects
, yakni jenis serangga yang aman dan layak dikonsumsi manusia, seperti belalang, jangkrik, ulat jati, dan laron.
“Serangga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi dan efisiensi produksi yang jauh lebih baik dibandingkan ternak konvensional. Dari sisi lingkungan, serangga juga jauh lebih ramah,” ujar Dadan, Kamis.
Ia menambahkan, berbagai penelitian menunjukkan bahwa rasa belalang dan jangkrik kerap dinilai mirip dengan udang karena keduanya sama-sama hewan beruas dan memiliki kedekatan secara evolusi.
Selain protein, serangga juga kaya vitamin dan asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh.
Melansir IPB University, Kamis (13/2/2025), Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa serangga yang dapat dimakan mengandung protein berkualitas tinggi, vitamin, serta asam amino esensial yang bermanfaat bagi manusia.
FAO juga menilai serangga berpotensi menjadi solusi alternatif di tengah meningkatnya kebutuhan protein global.
Keunggulan utama serangga terletak pada efisiensi produksinya. Untuk menghasilkan jumlah protein yang sama, jangkrik membutuhkan pakan sekitar enam kali lebih sedikit dibandingkan sapi, empat kali lebih sedikit dibandingkan domba, serta dua kali lebih sedikit dibandingkan babi dan ayam broiler.
Selain itu, serangga juga menghasilkan emisi gas rumah kaca dan amonia yang lebih rendah dibandingkan ternak konvensional.
Dadan menambahkan, dalam praktik global, potensi tersebut telah dimanfaatkan oleh sejumlah negara.
China, misalnya, telah membudidayakan belalang secara masif sebagai sumber protein dengan lahan relatif sempit dan teknologi sederhana, bahkan dipasarkan hingga ke luar negeri.
Namun, di Indonesia, pemanfaatan serangga sebagai pangan masih didominasi praktik tradisional dan berbasis tangkapan alam. Akibatnya, pasokan belum stabil dan nilai ekonominya belum optimal.
“Tantangan terbesarnya bukan hanya soal teknologi, tetapi soal kebiasaan. Apa yang tidak dibiasakan akan terasa asing. Hal yang sama bisa terjadi pada serangga,” kata Dadan.
Research Director Center for Sustainable Indonesian Food and Agriculture (CS-IFA) Repa Kustipia menilai, serangga sebagai pangan tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang sistem pangan Nusantara.
Menurut Repa, gastronomi bukan sekadar urusan rasa atau kuliner, melainkan ilmu yang mempelajari hubungan antara pangan, budaya, dan peradaban manusia.
Dalam konteks Indonesia, jejak pangan terbentuk melalui berbagai fase, mulai dari pemburu dan peramu, pertanian awal, sistem irigasi besar, hingga fase kolonial yang membawa perubahan besar dalam pola konsumsi.
“Pada fase kolonial, banyak
pangan lokal
mengalami pergeseran akibat dominasi perdagangan global dan sistem pangan kolonial. Selera makan tidak lagi semata persoalan lidah, tetapi juga dipengaruhi kekuasaan,” ujar Repa.
Ia menyebut kondisi tersebut sebagai
gustatory politics
atau politik selera, yakni situasi ketika pilihan pangan masyarakat dibentuk oleh kebijakan, struktur ekonomi, dan rantai pasok global.
Dalam konteks ini, diversifikasi pangan, termasuk pemanfaatan serangga, menjadi bagian dari upaya merebut kembali kedaulatan pangan.
Padahal, Indonesia memiliki kekayaan pangan lokal yang luar biasa, termasuk praktik
gastroforaging
, yaitu mencari dan memanfaatkan pangan langsung dari alam.
“Sayangnya, banyak pangan endemik belum terdokumentasi dengan baik sehingga sulit dikembangkan secara berkelanjutan dan bernilai ekonomi tinggi,” jelasnya.
Dari sisi riset, Kepala Riset Hortikultura dan Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dwininta Wika Utami menegaskan bahwa Indonesia memiliki kekayaan sumber daya genetik pangan yang sangat besar, mulai dari serealia, umbi-umbian, hingga hortikultura.
Selain padi putih, Indonesia memiliki padi seperti merah, hitam, dan ungu, serta sorgum, sagu, hanjeli, dan berbagai umbi yang berpotensi menjadi alternatif sumber karbohidrat.
Kekayaan genetik ini, menurut Dwininta, merupakan aset negara yang harus dikelola secara kolaboratif.
“Pengelolaan pangan lokal membutuhkan kerja sama antara peneliti, pemerintah daerah, dan masyarakat agar hasil riset tidak berhenti di laboratorium, tetapi bisa dimanfaatkan secara luas,” kata Dwininta.
BRIN, lanjut dia, telah meneliti berbagai komoditas lokal, termasuk talas, ganyong, ubi jalar, sorgum, pisang lokal, hingga tanaman yang selama ini dikenal sebagai tanaman hias, tetapi memiliki potensi pangan dan kesehatan.
“Melalui hilirisasi riset dan kolaborasi pangan alternatif, termasuk serangga, dapat menjadi bagian penting dalam memperkuat ketahanan dan kemandirian pangan Indonesia di masa depan,” kata Dwininta.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/18/69440d9a1e8e8.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemprov Kalteng dan Kejaksaan Teken MoU, Siapkan Pidana Kerja Sosial Regional 18 Desember 2025
Pemprov Kalteng dan Kejaksaan Teken MoU, Siapkan Pidana Kerja Sosial
Tim Redaksi
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) sedang menggodok penerapan pidana kerja sosial.
Aturan ini diperuntukkan bagi pelaku tindak pidana agar bisa bertanggung jawab atas perbuatannya, tanpa harus dipenjara.
Pemprov
Kalteng
dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng menandatangani Nota Kesepakatan (MoU) tentang penanganan masalah hukum, yang dirangkai dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kejaksaan Negeri dan Bupati/Wali Kota se-Kalteng.
Kegiatan ini berlangsung di Aula Utama Kejati Kalteng, Palangka Raya, Kamis (18/12/2025).
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Gubernur Kalteng Agustiar Sabran dan Kajati Kalteng Nurcahyo Jungkung Madyo.
Sementara itu, PKS ditandatangani oleh para bupati dan wali kota se-Kalteng bersama Kepala Kejaksaan Negeri masing-masing.
Gubernur Kalteng Agustiar Sabran menegaskan bahwa penandatanganan kesepakatan ini merupakan bentuk komitmen untuk memperkuat
penegakan hukum
yang berkeadilan.
Khususnya dalam penanganan masalah hukum di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, serta penerapan
pidana kerja sosial
.
Ia menambahkan, pidana kerja sosial menjadi instrumen penting dalam sistem hukum modern.
Sebab memberikan ruang bagi pelaku pelanggaran untuk tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan pembangunan daerah.
“Melalui pidana kerja sosial, pelaku tidak hanya dihukum, tetapi juga didorong untuk berperan aktif dan produktif bagi lingkungan sosialnya,” pungkasnya.
Kepala Kejati Kalteng Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan, pidana kerja sosial diatur sebagai salah satu bentuk pemidanaan yang menekankan pendekatan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, dengan tujuan mendorong perubahan perilaku serta tanggung jawab sosial pelaku.
“Pidana kerja sosial tidak hanya menjadi alternatif terhadap pidana penjara, tetapi juga mencerminkan paradigma pemidanaan modern yang mengedepankan pemulihan sosial dan manfaat langsung bagi masyarakat,” jelasnya.
Direktur C Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung RI Agoes Soenanto Prasetyo menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antara kejaksaan dan pemerintah daerah dalam mendukung penerapan pidana kerja sosial sesuai dengan ketentuan KUHP Nasional yang akan berlaku efektif pada 2026.
Menurut Agoes, penerapan pidana kerja sosial harus dilaksanakan secara hati-hati dan mengedepankan asas keadilan bagi pelaku dan tanggung jawab hukum yang harus dijalaninya.
“Implementasi pidana kerja sosial harus dilaksanakan secara hati-hati, proporsional, dan tidak menghilangkan mata pencaharian pelaku, sehingga tujuan keadilan korektif dan reintegrasi sosial dapat tercapai,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/18/6944052831911.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)