Nestapa Sopir Truk Sampah Bertahan Belasan Jam, Terjebak Antrean Bantargebang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Di tengah gunungan sampah Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, antrean truk berwarna oranye terlihat mengular panjang.
Antrean truk
itu terjadi di zona empat titik pembuangan sampah
Bantargebang
sekitar pukul 15.00 WIB, Jumat (12/12/2025).
Jumlah truk yang mengantre terlihat terus bertambah setiap menitnya.
Mereka membawa sampah dari Jakarta dengan kapasitas penuh yang ditutup terpal agar tidak beterbangan.
Antrean truk terjadi karena para sopir mencari titik paling aman untuk menurunkan muatan sampahnya.
Sebab, hampir semua lokasi di Bantargebang sudah dipenuhi sampah yang menggunung.
Salah satu sopir, Hendra (bukan nama sebenarnya, 37) mengaku, dalam beberapa bulan terakhir antrean truk di Bantargebang memang selalu terjadi.
“Iya, benar itu semenjak dari tiga bulan lalu, itu kita harus menunggu belasan jam atau lebih dari 10 jam ada,” kata Hendra ketika diwawancarai Kompas.com, Jumat.
Mengantre hingga belasan jam untuk membuang muatan sampah, membuat para
sopir truk
kerap kali beroperasi melebihi jam kerja.
Imbasnya, banyak sopir truk yang tak memiliki waktu untuk istirahat cukup sampai sakit bahkan meninggal dunia.
Salah satunya Yudi (51),
sopir truk sampah
dari Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang tumbang pada Jumat (5/12/2025).
Kematian Yudi menuai sorotan banyak orang termasuk Gubernur Jakarta Pramono Anung.
Ia bilang, penyebab meninggalnya sopir itu karena mengalami penyakit jantung.
Kendati demikian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jakarta berjanji ke depannya akan mengevaluasi sistem pengangkutan sampah di Bantargebang.
Mereka akan menata ulang pola dan jadwal pengangkutan sampah dari lima wilayah kota di Jakarta agar tidak terjadi antrean yang membuat sopir kelelahan.
Namun, fakta di lapangan antrean truk di Bantargebang masih terjadi dan membuat sopir menunggu hingga belasan jam.
“Masih antre, kemarin saya masuk jam 15.00 WIB sore, kebuang jam 03.00 WIB pagi, terus jam 08.30 WIB mulai muat lagi karena menunggu alat berat di lokasi, sekarang jam 15.00 WIB udah di Bantargebang lagi, ini juga belum sempat pulang,” jelas Hendra.
Antrean belasan jam itu membuat para sopir truk kerja selama 24 jam non-setop dan tak sempat pulang ke rumah, bahkan untuk sekadar mandi.
Hendra mau tidak mau bekerja dengan kondisi badan yang sudah semakin lengket dan baju kotor imbas terkena sampah.
Selain bekerja dalam kondisi tidak mandi, antrean truk belasan jam itu membuat para sopir terpaksa mengisi perut di tengah gunungan sampah.
Aroma bau busuk menyengat tak memengaruhi nafsu makan para sopir truk yang harus mengisi tenaga karena antrean truk masih panjang.
Makanan-makanan itu mereka beli dari para pedagang yang berkeliling di sekitar area Bantargebang.
Sementara Hendra memilih untuk menyantap masakan istrinya yang dibawa dari rumah.
Menunggu belasan jam untuk sekadar membuang muatan sampah membuat para sopir sering terkurung di dalam truk.
“Kalau itu tergantung cuaca, kalau misalkan lagi hujan kemungkinan sopir terpenjara dalam mobil, kalau samping ada warung tenda kecil kita ke sana,” ucap dia.
Namun, tidak semua zona pembuangan sampah di Bantargebang terdapat warung tendaan untuk para sopir truk beristirahat.
Jika tak ada warung, mereka terpaksa harus menunggu di dalam truk sampah yang dikendarainya.
Sopir akan semakin tersiksa jika tak membawa bekal dan tidak memiliki uang.
Sebab mereka terpaksa harus menahan rasa lapar selama belasan jam di dalam truk sampahnya itu.
Mengingat dari pihak Bantargebang tak pernah menyediakan makanan atau minuman untuk para sopir yang harus antre belasan jam.
Tak hanya lelah secara fisik, pengeluaran uang para sopir truk juga lebih ekstra ketika harus menunggu antrean belasan jam.
Pasalnya, mereka harus membeli makanan dan minuman, karena perbekalannya dari rumah hanya cukup untuk makan satu kali.
“Iya, pengeluaran jadi ekstra karena harus beli makan dan minum. Biasanya, uang bisa sampai Rp 100.000 ke atas, kalau makan Rp 15.000 tiga kali udah berapa itu kalau diirit-irit,” ujar Hendra.
Di tengah pengeluaran yang ekstra, para sopir truk tak mendapat uang lembur, meski harus belasan jam mengantre di Bantargebang.
Hal itu lah yang membuat mereka harus putar otak dalam mengelola gaji yang diterima per bulan.
“Kalau soal gaji mau gimana lagi, kita pas-pasin aja buat di dapur. Abis gimana kita kan harus jalanin harus teriak ke mana, mau ngadu ke mana percuma,” kata Hendra.
Sopir truk lain, Santo (bukan nama sebenarnya, 39) juga mengaku, pengeluaran uangnya lebih banyak karena antrean pembuangan sampah di Bantargebang mencapai belasan jam.
Di tengah pengeluarannya yang meningkat, Santo mengeluhkan gajinya yang tak kunjung naik.
“Untuk saat ini saya nerima di rekening itu Rp 7,5 juta. Jadi, enggak ada tunjangan-tunjangan lain, cuma itu doang,” ujar dia.
Santo berharap, agar para sopir bisa mendapat pesangon ketika sudah tidak lagi dipekerjakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta.
Pasalnya, meski pendapatannya sudah di atas UMR Jakarta, para sopir merasa gajinya tetap pas-pasan di tengah risiko pekerjaan yang tinggi dan jarang pulang ke rumah.
Kemudian, Santo juga berharap jalan di Bantargebang segera diperbaiki agar aman dilintasi para sopir truk, sebab banyak akses yang rusak dan licin yang berpotensi membahayakan.
“Emang semua harapan sopir truk itu. Pengin diperbaiki jalannya, karena menyiksa,” ujar dia.
Lalu, ia juga meminta agar landfill atau zona untuk membuang sampah bisa dibuat rata dan tidak miring agar tak membahayakan sopir truk.
Sebab, jika sopir truk membongkar muatan sampah di area landfill yang miring maka kendaraan mereka berpotensi terbalik.
Pengamat perkotaan Universitas Indonesia (UI) Muh Aziz Muslim menilai, antrean truk menunjukkan bahwa kuantitas sampah Jakarta terus bertambah di tengah kapasitas TPST Bantargebang yang sudah melebihi batas.
Di sisi lain, infrastruktur TPST yang kurang memadai, seperti jalan rusak, landfill yang sudah penuh juga jadi penyebab terjadinya antrean truk yang mau membuang sampah di Bantargebang mencapai belasan jam.
“Kondisi ini tentu membutuhkan adanya skenario ya bagaimana kapasitas landfill yang terbatas ya dan infrastruktur yang juga mengalami kerusakan itu dapat diselesaikan,” ujar Aziz.
Untuk mengatasi persoalan itu maka diperlukan perbaikan dari hulu ke hilir.
Perbaikan di hulu bisa dimulai dari rumah dan kawasan industri dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) itu nanti akan meringankan beban TPA-nya.
Dengan berkurangnya volume sampah yang masuk maka permasalahan landfill yang melebihi kapasitas di Bantargebang bisa teratasi.
Kemudian, infrastruktur jalan di Bantargebang juga tidak akan mudah lagi rusak jika volume sampah yang masuk bisa berkurang secara signifikan.
Aziz juga menyeroti perihal keselamatan kerja para sopir truk yang melakukan bongkar muat sampah di Bantargebang.
“Kalau terkait dengan keselamatan kerja bagaimana pemerintah memperlakukan sopir truk sampah. Undang-undangnya jelas, terkait dengan masalah Undang-Undang Ketenagakerjaan kita,” jelas dia.
Dalam Undang-undang itu, diatur bagaimana penetapan jam kerja, kewajiban, hingga hak-hak para pekerja atau sopir truk.
“Ini mesti diperhatikan apakah hak-haknya sudah diperhatikan, standar keselamatan kerja sudah diperhatikan atau belum, dan kita melihat kondisi truk serta fasilitas kerja yang mereka miliki juga mesti menjadi perhatian,” kata Aziz.
Selain itu, pemerintah juga diminta memperhatikan bagaimana mekanisme atau manajemen antrean truk sampah di Bantargebang agar bisa diperpendek dan diperbaiki.
Jangan sampai, kata Aziz, mekanisme antrean yang buruk justru membuat sopir truk menjadi korban lagi karena tak memiliki waktu istirahat yang cukup.
Dampak
kesehatan
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia Prof. Dr Ari Fahrial Syam menilai, antrean pembuangan sampah di Bantargebang yang mencapai belasan jam tentu saja akan membuat para sopir truk kekurangan jam istirahat.
Padahal, idealnya dalam satu hari seseorang harus tidur sekitar enam hingga delapan jam, delapan jam lainnya bisa digunakan untuk melakukan aktivitas berat dan delapan jam lagi untuk melakukan aktivitas ringan.
“Nah, kalau kita lihat bahwa para sopir truk ini bekerja dengan jam sangat panjang, kurang tidur, nah ini tentu akan memengaruhi keadaan tubuhnya, kesehatannya secara keseluruhan,” ungkap Ari.
Kondisi semakin buruk karena para sopir truk mengantre di tengah gunungan sampah sehingga tanpa sadar terpapar dengan polutan dan gas metana.
Jadi, sudah seharusnya para sopir truk menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker, sehingga tidak terpapar polutan dan gas metana secara langsung.
Pasalnya, paparan polutan dan gas metana dari tumpukan sampah berpotensi meningkatkan risiko sopir mengalami micro sleep.
Jika micro sleep itu terjadi, maka akan berpotensi fatal untuk para sopir truk karena bisa menyebabkan kecelakaan.
Kurang tidur dalam jangka waktu panjang juga membuat para sopir truk mudah mengalami infeksi dan meningkatkan stres.
“Apalagi kalau dia punya bakat atau sudah ada faktor genetik untuk hipertensi, mungkin hipertensi orang-orang dengan tidur yang kurang, kecapekan, kelelahan tentu juga akan memengaruhi kalau dia punya penyakit kronis misalnya gula darah yang tidak terkontrol ya. Kalau hipertensi tadi mungkin bisa menjadi stroke misalnya seperti itu,” ucap dia.
Sementara untuk paparan gas metana dan polutan dari sampah dalam jangka panjang bisa membuat paru-paru para sopir truk bermasalah.
Misalnya, seperti penyakit paru obstruksi kronis, asma, dan lain sebagainya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/15/693f951cd6075.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Ida Budhiati soal Riwayat Pendidikan Gibran: Vonis PTUN Harus Diterima Nasional
Ida Budhiati soal Riwayat Pendidikan Gibran: Vonis PTUN Harus Diterima
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Bhayangkara, Ida Budhiati, menilai bahwa jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sudah menjatuhkan vonis untuk sebuah sengketa, objek permasalahannya seharusnya tidak digugat lagi ke pengadilan negeri.
Hal ini disampaikan Ida ketika dihadirkan sebagai ahli dari kubu Wakil Presiden
Gibran Rakabuming Raka
dan
KPU RI
dalam sidang lanjutan gugatan perdata terhadap riwayat pendidikan SMA Gibran.
“Suka tidak suka, kemudian puas atau tidak puas, maka putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara
itu harus diterima. Dan tidak memberikan beban kepada peradilan lain di bawah tadi ya (pembinaan) Mahkamah Agung,” ujar Ida dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Ida mengatakan, sengketa terkait dengan lembaga penyelenggara negara, termasuk KPU, menjadi objek wewenang PTUN untuk memeriksa dan mengadili.
“Menurut saya, sesuai dengan konstruksi hukum yang berlaku di Indonesia, ya sarananya, kanalnya untuk meminta akuntabilitas dari KPU sebagai pejabat administrasi negara itu melalui Peradilan Tata Usaha Negara,” imbuh Ida, mantan komisioner KPU ini.
Ida menilai, meski Gibran digugat dalam kapabilitas sebagai warga negara, gugatan perdata ini tetap menjadi kewenangan PTUN untuk mengadili karena tidak terlepas dari penyelenggaraan Pemilu yang menjadi obyek PTUN.
Sejak didaftarkan pada 29 Agustus 2025, perkara nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst ini mencantumkan beberapa tuntutan terhadap Gibran dan KPU RI.
Pertama, kedua tergugat, Gibran dan KPU, dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004.
Lalu, di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007. Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, Subhan menilai, dua institusi ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada di undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidik setingkat SLTA.
Atas hal ini, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
Seusai persidangan,
Kompas.com
bertanya ke
Ida Budhiati
perihal perkara di PTUN yang dia maksud saat dia berbicara di persidangan.
Ida Budhiati menjelaskan, perkara di PTUN yang dia maksud adalah perkara gugatan Subhan Palal terhadap KPU pada 12 Agustus 2025, dengan nomor
264/G/2025/PTUN.JKT
.
Keterangan:
Judul berita ini telah mengalami perubahan pada Minggu (15/12/2025) pukul 23.27 WIB, setelah Kompas.com meminta dan mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari narasumber di berita ini, Ida Budhiati.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693fa9aa8ae57.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sepanjang 2025, Kemkomdigi Terima 300 Lebih Laporan Penipuan Kerja PMI
Sepanjang 2025, Kemkomdigi Terima 300 Lebih Laporan Penipuan Kerja PMI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan pihaknya menerima lebih dari 300 laporan penipuan kerja terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Januari hingga Desember 2025.
“Kalau dihitung dari bulan Januari hingga Desember, kami sudah menerima 300 lebih laporan terkait
penipuan
yang berkaitan dengan PMI. Paling banyak itu adalah lowongan kerja yang diduga fiktif dan ilegal,” kata Meutya, di kantor Kementerian P2MI, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).
Meutya menuturkan, penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian P2MI ini membuktikan bahwa pemerintah berkomitmen menangani maraknya penipuan terhadap PMI.
Bersama Kementerian P2MI, Kemkomdigi akan lebih cepat untuk menutup (
take down
) konten-konten atau lowongan pekerjaan yang diduga merupakan penipuan.
“Kami berharap bisa memperkuat kanal-kanal laporan, kanal-kanal aduan, baik dari PMI maupun juga dengan Kementerian P2MI, agar bisa kita lakukan dengan lebih cepat dan lebih masif lagi untuk melakukan
take down
terhadap konten-konten yang menipu, mengeksploitasi, dan menyesatkan para pekerja migran kita,” ucap dia.
Bukan cuma lowongan pekerjaan fiktif, kata Meutya, pihaknya juga membersihkan ruang digital sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto.
Pembersihan ruang digital itu dilakukan untuk menekan angka penggunaan judi
online
(judol).
“Arahan dari Pak Presiden terkait judi
online
. Ini mungkin nanti juga banyak sasarannya kepada para PMI, jadi ini juga yang harus kita jaga betul. Karena kasihan, sudah capek-capek bekerja, kemudian uangnya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif seperti judi
online
,” ucap dia.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri P2MI Mukhtarudin juga mengakui bahwa PMI ilegal berangkat karena tertipu melalui iklan di media sosial.
“Memang, kebanyakan, kita mau jujur saja, korban-korban dari Pekerja Migran yang ilegal ini, mereka itu tertipu, ditipu oleh iklan-iklan yang ada di media sosial,” tutur dia.
Mukhtarudin berharap, Kemkomdigi dapat membantu mendukung kebijakan serta penanganan konten ilegal di ruang digital.
“MoU ini bukan hanya sekadar persoalan administratif, tetapi juga harus kita
follow up
dalam kegiatan program ke depan yang lebih dirasakan oleh pekerja migran,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f9af81ce90.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kuasa Hukum Roy Suryo Cs Soroti Prosedur Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi Megapolitan 15 Desember 2025
Kuasa Hukum Roy Suryo Cs Soroti Prosedur Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kuasa hukum
Roy Suryo
Cs menegaskan akan menyoroti sejumlah aspek dalam gelar perkara khusus terkait kasus dugaan
ijazah palsu
Presiden ke-7 RI
Joko Widodo
yang digelar di
Polda Metro Jaya
, Senin (15/12/2025).
Ahmad Khozinudin, kuasa hukum Roy Suryo Cs, mengatakan pihaknya akan mengevaluasi dan mengoreksi proses gelar perkara untuk memastikan semua tahapan dan prosedur berjalan sesuai ketentuan.
Hal pertama yang menjadi fokus adalah aspek kewenangan penyidik Polda Metro Jaya.
“Apakah proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dilakukan dengan menyalahgunakan wewenang atau bertindak secara sewenang-wenang,” ujar Khozinudin.
Hal kedua yang menjadi perhatian adalah kepatuhan prosedural. Khozinudin menekankan proses tahapan dan prosedur harus dilakukan tanpa cacat prosedur.
“Apakah proses tahapan dan prosedur sudah dilakukan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak melanggar asas-asas hukum pidana, dan tentu saja kalau melanggar ini akan menjadi catatan daripada cacat prosedur,” ucapnya.
Selain itu, kuasa hukum juga menuntut agar ijazah asli Joko Widodo dapat ditunjukkan dalam forum gelar perkara sebagai substansi utama yang memicu perdebatan publik.
“Kami ingin agar secara substansi masalah yang bikin gaduh seluruh rakyat, yakni ijazah, bisa ditunjukkan dalam proses gelar perkara,” tambah Khozinudin.
Polda Metro Jaya menjadwalkan gelar perkara khusus pada pukul 10.00 WIB atas permintaan kubu tersangka Roy Suryo dan kawan-kawan. Gelar perkara ini akan melibatkan pihak internal maupun eksternal kepolisian.
Dari internal Polri, hadir perwakilan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum), Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), serta Divisi Hukum (Divkum). Sementara itu, pihak eksternal diwakili oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ombudsman Republik Indonesia.
“Jadi hari Senin akan dilaksanakan gelar khusus, akan dihadiri pihak internal maupun eksternal. Sebagai contoh, dari Irwasum, dari Propam, Divkum, dan eksternal ada Kompolnas, Ombudsman, ini akan kita hadiri,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budhi Hermanto.
Rencananya, sesi pertama digelar pukul 10.00 WIB untuk membahas klaster pertama yang melibatkan lima tersangka. Sesi kedua akan digelar pukul 14.00 WIB untuk membahas klaster kedua, yang mencakup tiga tersangka, yaitu Roy Suryo, Rismon, dan dr. Tifa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/29/6901c9217dee4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Delpedro Cs Jalani Sidang Perdana Kasus Demo Agustus di PN Jakpus Besok Megapolitan 15 Desember 2025
Delpedro Cs Jalani Sidang Perdana Kasus Demo Agustus di PN Jakpus Besok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa dugaan penghasutan demo Agustus 2025, Delpedro Marhaen Rismansyah akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025) besok.
“Jadwalnya (
sidang perdana
) besok,” ujar Juru Bicara
PN Jakarta Pusat
, Sunoto saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (15/12/2025).
Selain Delpedro, tiga terdakwa lain untuk kasus yang sama, yakni Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar juga akan menjalani jadwal sidang perdana besok hari.
Sunoto menyebut, sidang akan dimulai pukul 10.00 WIB.
“Ya begitu (pukul 10.00 WIB),” tuturnya.
Persidangan perdana ini dijadwalkan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara Delpedro dan tiga orang lainnya ke PN Jakarta Pusat pada 8 Desember 2025.
Keempat terdakwa dikenakan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Atau pasal 28 ayat (3) Jo Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Atau pasal 160 KUHP Jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Atau Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana,” tambah Fajar.
Kasus dugaan penghasutan demo berujung ricuh pada akhir Agustus 2025 yang melibatkan
Delpedro Marhaen
, dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Delpedro dan tiga orang lain yang menjadi tersangka pun ditahan oleh polisi.
Ia sempat mengajukan permohonan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Sulistyanto Rokhmad Budiharto menolak gugatan praperadilan tersebut pada Senin (27/10/2025).
“Satu, menolak permohonan pemohon praperadilan untuk seluruhnya. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” kata hakim di ruang sidang 4 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).
Hakim menilai bahwa berdasarkan berkas dan bukti yang disampaikan Polda Metro Jaya sebagai pihak termohon, penetapan Delpedro sebagai tersangka sudah sah.
“Hakim praperadilan berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap pemohon berdasarkan dua alat bukti yaitu saksi dan ahli,” tutur dia.
Selain Delpedro, gugatan praperadilan untuk aktivis lainnya seperti Muzaffar Salim, Khariq Anhar, dan Syahdan Husein juga ditolak.
Sebelumnya, terkait dengan aksi demonstrasi pada akhir Agustus lalu, Polisi telah menetapkan enam orang admin media sosial sebagai tersangka dugaan penghasutan anak di bawah umur untuk melakukan aksi anarkistis di Jakarta lewat media sosial.
Enam orang tersebut salah satunya Delpedro.
Sementara lima orang lainnya berinisial MS, SH, KA, RAP, dan FL.
Keenam orang itu diduga membuat konten yang menghasut dan mengajak para pelajar dan anak di bawah umur untuk melakukan tindakan anarkistis di Jakarta, termasuk Gedung DPR/MPR RI.
Selain itu, keenamnya juga disebut melakukan siaran langsung saat aksi anarkistis itu dilakukan.
“Menyuarakan aksi anarkis dan ada yang melakukan live di media sosial inisial T sehingga memancing pelajar untuk datang ke gedung DPR/MPR RI sehingga beberapa di antaranya melakukan aksi anarkis dan merusak beberapa fasilitas umum,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, pada 2 September 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f904708792.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ahmad Ali Rindu Anggota DPRD PSI DKI yang Berani Kritisi Pemerintah Megapolitan 15 Desember 2025
Ahmad Ali Rindu Anggota DPRD PSI DKI yang Berani Kritisi Pemerintah
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menyampaikan kritik keras terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PSI DKI Jakarta yang dinilai kehilangan keberanian dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.
Kritik tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil)
PSI
DKI Jakarta di Grand Sahid Jakarta, Minggu (14/12/2024).
Ahmad Ali
menegaskan, ia merindukan sosok
anggota DPRD
PSI Jakarta yang berani bersuara dan tidak takut mengkritik kebijakan yang keliru demi kepentingan rakyat.
“Saya rindu anggota DPRD PSI Jakarta yang dulu. Yang berani bersuara, tidak takut mengkritik kebijakan yang keliru, dan benar-benar berdiri membela kepentingan rakyat,” tegas Ahmad Ali di hadapan peserta Rakorwil.
Menurutnya, sejak awal berdiri, PSI kuat di DKI Jakarta karena kepercayaan masyarakat. Kepercayaan tersebut lahir bukan dari kompromi politik, melainkan dari sikap tegas PSI yang berani mengatakan benar itu benar dan salah itu salah, bahkan ketika berhadapan dengan kekuasaan.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta, Elva Qolbina mengingatkan bahwa PSI Jakarta pernah mencetak preseden penting dalam politik nasional dengan memecat kader yang terindikasi korupsi, sebuah langkah yang jarang dilakukan partai lain.
“Apa artinya kita punya anggota dewan, kalau mereka tidak berani mengkritik persoalan yang nyata terjadi di masyarakat? DPRD itu
wakil rakyat
, bukan perpanjangan tangan kekuasaan,” ujar Ahmad Ali.
Ia menegaskan, kehilangan keberanian sama artinya dengan kehilangan identitas PSI. Jika hal itu terjadi, PSI akan kehilangan alasan keberadaannya di tengah publik.
Dalam arahannya, Ahmad Ali juga menekankan target politik PSI untuk memenangkan pertarungan di DKI Jakarta pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2029.
“Kita sudah punya modal. Setiap pemilu, PSI selalu mendapatkan kursi jika lolos. Artinya, dukungan itu nyata. Tinggal kita jaga dan perkuat,” katanya.
Ia mengingatkan kembali janji para pendiri PSI untuk menghadirkan kesejahteraan masyarakat melalui politik yang bersih dan berani. Perjuangan tersebut, belum selesai dan justru sedang berada di fase penentuan.
Dalam konteks sosial dan keagamaan, Ahmad Ali menegaskan sikap PSI yang inklusif dan terbuka terhadap kritik dari berbagai pihak.
“PSI jangan pernah jauh dari kelompok agama. Dengarkan kritik, benahi diri, jangan anti-masukan. Koreksi itu penting agar kita jadi lebih baik,” ujarnya.
Namun, ia memberi batasan tegas terkait hubungan PSI dengan tokoh agama. Kiai dan ulama boleh dijadikan sebagai guru dan sumber nilai, tetapi agama tidak boleh dijadikan alat politik untuk meraih kemenangan.
“Jadikan kiai dan ulama sebagai guru, sebagai sumber nilai dan etika. Tapi jangan pernah menjadikan agama sebagai alat politik untuk meraih kemenangan,” tegasnya.
Ahmad Ali menutup arahan dengan mengajak seluruh kader PSI Jakarta untuk kembali pada akar perjuangan, yaitu keberanian, integritas, dan keberpihakan pada rakyat.
“Harapan masyarakat dititipkan kepada kita. Jangan dikhianati. Jangan kehilangan jati diri. Di situlah kekuatan PSI,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f951cd6075.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ahli Nilai Gugatan terhadap Gibran Terlambat, Pemilu Sudah Selesai
Ahli Nilai Gugatan terhadap Gibran Terlambat, Pemilu Sudah Selesai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Bhayangkara, Ida Budhiati menilai, seorang warga negara kehilangan kesempatan untuk menggugat dugaan pelanggaran dalam Pemilihan Umum (Pemilu) jika proses Pemilu sudah selesai dilaksanakan.
Hal ini disampaikan Ida ketika dihadirkan sebagai ahli dari kubu Wakil Presiden
Gibran Rakabuming Raka
dan KPU RI dalam sidang lanjutan
gugatan perdata
terhadap riwayat pendidikan SMA Gibran.
“Berkaitan dengan sengketa, bahwa warga negara kemudian mengetahui (ada dugaan pelanggaran) setelah pemilu berakhir, maka menurut kerangka hukum pemilu, kehilangan kesempatan untuk mengajukan komplain mengajukan sengketa,” ujar Ida, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Ida mengatakan, masyarakat telah diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan ketika menemukan adanya kejanggalan saat proses Pemilu masih berlangsung.
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu.
“Warga negara itu dibuka kesempatan untuk mengajukan keberatan-keberatan atau meminta akuntabilitas dari pelaksanaan tugas pejabat administrasi negara di bidang kepemiluan,” ujar Ida.
Namun, keberatan ini harus diajukan saat Pemilu masih berlangsung dan pada tahap yang sesuai.
Misalnya, untuk sengketa pencalonan presiden dan wakil presiden, diajukan sebelum calon ini ditetapkan sebagai pasangan calon.
Ida mengatakan, batas waktu ini juga harus ditaati oleh warga negara yang hendak mengajukan keberatan.
“Dan warga negara itu harus mematuhi kapan waktunya yang disediakan UU,” imbuh dia.
Selain itu, Ida menilai, obyek gugatan perdata ini masuk ke ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sebab, yang digugat adalah dugaan pelanggaran yang dilaksanakan oleh KPU selaku penyelenggara negara.
Ida menilai, meski Gibran digugat dalam kapabilitas sebagai warga negara, gugatan perdata ini tetap menjadi kewenangan PTUN untuk mengadili karena tidak terlepas dari penyelenggaraan Pemilu yang menjadi obyek PTUN.
Sejak didaftarkan pada 29 Agustus 2025, perkara nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. ini mencantumkan beberapa tuntutan terhadap Gibran dan KPU RI.
Pertama, kedua tergugat, Gibran dan KPU, dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004, lalu di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007.
Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, Subhan menilai, dua institusi ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada di undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidik setingkat SLTA.
Atas hal ini, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f9af1ecfe7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mata Elang dan Privatisasi Kekerasan di Jalanan Megapolitan 15 Desember 2025
Mata Elang dan Privatisasi Kekerasan di Jalanan
Polisi Militer TNI Angkatan Darat
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
ISTILAH
“Mata Elang” kini tidak lagi sekadar julukan bagi ketajaman visual, melainkan telah menjadi sinyal teror di ruang publik.
Di sudut-sudut jalan kota besar, kelompok penagih utang (
debt collector
) ini beroperasi dengan modus operandi yang kian canggih: berbekal aplikasi pelacak pelat nomor yang terhubung basis data debitur secara
real-time.
Namun, fenomena ini bukan sekadar urusan kredit macet; ini adalah manifestasi dari transformasi penagihan utang menjadi aksi kepolisian swasta (
private policing
) yang koersif dan berbahaya.
Secara yuridis, keberadaan jasa penagihan pihak ketiga memang diakui legalitasnya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 memperbolehkan perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan pihak lain untuk fungsi penagihan, asalkan berbadan hukum dan bersertifikasi.
Namun, ada jurang menganga (gap) antara norma hukum (
das sollen
) dan realitas jalanan (
das sein
). Regulasi mensyaratkan penagihan dilakukan tanpa ancaman, kekerasan, atau tindakan yang mempermalukan.
Faktanya, yang terjadi adalah intersepsi paksa di jalan raya, perampasan kunci kontak, hingga intimidasi fisik.
Tindakan mencegat dan merampas kendaraan di jalan raya jelas merupakan anomali dalam negara hukum.
Ketika seorang penagih utang mengambil paksa barang milik debitur dengan kekerasan atau ancaman, tindakan tersebut telah bergeser dari ranah perdata ke ranah pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 tentang pemerasan dan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan secara tegas melarang praktik ini.
Yurisprudensi pun telah ada; pengadilan negeri pernah memvonis
debt collector
dengan hukuman penjara karena terbukti melakukan perampasan motor di jalan dengan dalih penunggakan.
Di Medan, misalnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada empat
debt collector
yang merampas mobil korban di Jalan Stadion, tepatnya di depan Kantor Polsek Medan Kota (
Antaranews.com
, 5 November 2025).
Dari kacamata kriminologi, fenomena
Mata Elang
menunjukkan gejala erosi otoritas negara. Ketika negara kewalahan memonopoli penggunaan upaya paksa, ruang kosong tersebut diisi oleh aktor non-negara.
Akibatnya, muncul “pengadilan jalanan”: penagih menghukum debitur dengan perampasan sepihak, dan masyarakat merespons balik dengan vigilantisme atau main hakim sendiri.
Insiden berdarah di Kalibata beberapa waktu lalu, adalah bukti nyata bagaimana konflik privat ini dapat bereskalasi menjadi gangguan keamanan publik yang fatal.
Dua Mata Elang tewas dikeroyok saat hendak mengambil paksa motor di jalan. Enam polisi yang melakukan pengeroyokan sudah ditangkap dan dijadikan tersangka.
Untuk mengakhiri normalisasi premanisme berkedok penagihan ini, diperlukan solusi yang menyentuh akar masalah.
Pertama, penegakan hukum harus bersifat represif dan tanpa kompromi. Kepolisian tidak boleh sekadar menunggu laporan viral.
Setiap aksi perampasan paksa di jalan raya harus diproses sebagai tindak pidana murni—baik itu pemerasan maupun pencurian dengan kekerasan—demi memberikan efek jera.
Perlindungan hukum harus hadir nyata, di mana korban didorong untuk melapor dan laporan tersebut diproses hingga tuntas.
Kedua, regulator perlu mempertegas aturan main. Tidak cukup hanya dengan POJK; diperlukan payung hukum setingkat Undang-Undang yang mengatur profesi penagihan secara spesifik.
Aturan ini harus memuat larangan mutlak terhadap eksekusi jaminan fidusia di jalan raya tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan pendampingan aparat resmi.
Ketiga, akuntabilitas korporasi. Perusahaan pembiayaan tidak bisa lepas tangan dengan dalih
outsourcing.
Jika pihak ketiga yang mereka sewa melakukan kekerasan, perusahaan pemberi kuasa harus turut dimintai pertanggungjawaban hukum.
Membiarkan “Mata Elang” beroperasi dengan cara-cara premanisme sama halnya dengan membiarkan hukum rimba berlaku di jalanan kita.
Sudah saatnya negara mengambil alih kembali otoritasnya dan memastikan bahwa eksekusi jaminan dikembalikan ke jalur hukum yang bermartabat, bukan diselesaikan lewat adu otot di aspal panas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/15/693f93689b70b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Peradi Bersatu Desak Penahanan Roy Suryo Cs Setelah Berkas Perkara Rampung Megapolitan 15 Desember 2025
Peradi Bersatu Desak Penahanan Roy Suryo Cs Setelah Berkas Perkara Rampung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Peradi Bersatu
mendorong
Polda Metro Jaya
melakukan
penahanan
terhadap
Roy Suryo
dan pihak terkait (Cs) setelah seluruh berkas perkara dinyatakan rampung.
Menurut organisasi advokat ini, ancaman pidana dalam kasus tersebut di atas lima tahun sehingga memenuhi syarat penahanan.
Salah satu perwakilan pelapor, Lechumanan, menegaskan status tidak ditahannya Roy Suryo saat ini bukan berarti penahanan tidak akan dilakukan sama sekali. Keputusan itu masih berada dalam diskresi penyidik karena proses pemeriksaan belum rampung.
“Tidak ditahan itu bukan berarti tidak ditahan seterusnya. Ini perlu kita tahu, belum ditahan ya. Ini perlu kami pertegas ya,” ujar Lechumanan saat ditemui media di Polda Metro Jaya, Senin (15/12/2025).
Lechumanan menekankan, setelah seluruh berkas perkara selesai, penahanan wajib dilakukan karena ancaman pidana melebihi lima tahun.
“Saya perlu pertegas, saya akan mendorong Kapolda Metro Jaya, Wakapolda Metro Jaya khususnya Dirkrimum, ini harus melakukan penahanan setelah semua berkas rampung,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, tidak dilakukannya penahanan berpotensi menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian.
“Nanti semua akan mengikuti ya kan? Ancaman di atas lima tahun ini enggak perlu ditahan. Kemudian orang malas lapor polisi jadinya, gitu,” ucap Lechumanan.
Senada, Ketua Umum Peradi Bersatu, Zevrijn Boy Kanu, menilai tidak ditahannya tersangka berdampak pada kondisi sosial karena Roy Suryo Cs terus menyampaikan pernyataan yang memicu polarisasi publik.
“Ya, padahal kan perbuatannya berulang. Jadi kalau tidak ditahan, dia terus berkoar-koar. Jadi ini menyebabkan polarisasi di masyarakat makin menjadi-jadi,” ujar Zevrijn saat ditemui media pada Senin.
Ia berharap penyidik mempertimbangkan penahanan terhadap Roy Suryo setelah gelar perkara khusus digelar.
“Itu sebabnya kami minta nanti dalam gelar perkara nanti, harapan kami supaya beliau-beliau yang jadi tersangka ini harus diadakan penahanan,” tutur Zevrijn.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/15/693f4d2160e0e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/693f89c5c2452.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)