Menghentikan Dwifungsi Polri, Mengembalikan Meritokrasi
Direktur Eksekutif Migrant Watch
MAHKAMAH
Konstitusi (MK) kembali mencatatkan dirinya dalam sejarah sebagai lembaga yang berani meruntuhkan persoalan laten yang selama ini merusak kesehatan sistem kenegaraan Indonesia: rangkap jabatan dalam birokrasi.
Setelah sebelumnya membatalkan praktik rangkap jabatan wakil menteri yang merangkap komisaris BUMN, kini MK menghentikan salah satu bentuk rangkap jabatan paling serius dan paling mengakar: penguasaan ruang sipil oleh polisi aktif.
Praktik rangkap jabatan oleh anggota Polri melalui skema “penugasan”—yang selama ini dianggap sah secara administratif dan kian meluas pada era Joko Widodo—akhirnya dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi.
MK menegaskan bahwa siapa pun anggota Polri yang ingin menduduki jabatan di luar institusinya harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu, dan tidak boleh lagi mengandalkan penugasan internal kepolisian.
Temuan adanya 4.351 anggota Polri aktif yang menduduki jabatan sipil menunjukkan betapa dalam distorsi tata kelola negara kita.
Angka ini bukan sekadar penyimpangan kecil, tetapi menggambarkan fenomena struktural yang telah menciptakan ketimpangan serius dalam pasar kerja publik.
Secara hukum, Polri memang dikategorikan sebagai lembaga sipil sejak dipisahkan dari TNI pada era reformasi. Namun, status ini hanya menyentuh karakter institusional, bukan fungsi kekuasaan.
Dalam teori administrasi publik, lembaga pemegang kewenangan koersif—seperti penyidikan, penangkapan, dan penggunaan kekuatan—harus dibatasi aksesnya terhadap jabatan sipil guna menjaga netralitas pemerintahan dan mencegah dominasi kelompok keamanan dalam administrasi negara.
Polri adalah lembaga sipil, tetapi anggotanya bukan ASN. Mereka berada dalam struktur komando tersendiri, tunduk pada kode etik internal kepolisian, dan menjalankan fungsi penegakan hukum yang bersifat koersif.
Karena itu, ketika anggota Polri aktif mengisi jabatan sipil melalui mekanisme penugasan, muncul inkonsistensi sistem kepegawaian, tumpang tindih otoritas, dan terkikisnya prinsip netralitas birokrasi.
Dalam kajian
civil–police relations
, penempatan aparat aktif pada jabatan sipil menyebabkan perembesan kekuasaan koersif ke dalam struktur administratif negara.
MK menangkap substansi persoalan ini dengan sangat tepat: jabatan sipil harus diisi oleh aparatur sipil dalam sistem kepegawaian sipil, bukan oleh aparat penegak hukum yang masih berada dalam garis komando lembaganya.
Koreksi konstitusional ini dituangkan secara tegas dalam
Putusan MK
Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan pada 13 November 2025, dalam pengujian Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
MK menyatakan bahwa penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil tidak memiliki dasar konstitusional dan bertentangan dengan prinsip negara hukum.
Konsekuensinya, praktik yang belakangan dikenal sebagai Dwifungsi Kepolisian—yang pengaruhnya justru semakin menguat selama beberapa tahun terakhir—harus dihentikan sepenuhnya.
Putusan ini menegaskan bahwa seluruh jabatan sipil harus kembali diisi melalui jalur rekrutmen meritokratis, tanpa campur tangan institusi penegak hukum yang masih aktif menjalankan fungsi koersif.
Putusan MK ini bersifat final dan mengikat, dan wajib segera diadopsi dalam tata kelola birokrasi nasional.
Lebih dari sekadar pembatalan norma, putusan ini merupakan koreksi mendalam atas distorsi panjang dalam manajemen jabatan publik—distorsi yang selama bertahun-tahun menggerus keadilan, profesionalisme, dan kesetaraan kesempatan bagi warga negara.
Ruang eksklusif dalam birokrasi Indonesia tidak hanya terjadi di tubuh Polri; ia telah mengakar dalam berbagai institusi negara.
Selama puluhan tahun, Indonesia menghadapi kondisi yang dalam literatur administrasi publik dikenal sebagai
institutional capture
—suatu keadaan ketika jabatan publik dikuasai oleh kelompok institusional tertentu sehingga akses kompetisi tertutup bagi masyarakat sipil.
Rangkap jabatan merupakan salah satu bentuk bahaya laten tersebut. Ia dibiarkan menggerogoti fondasi negara secara perlahan, menutup ruang bagi talenta sipil, dan menghambat proses regenerasi birokrasi.
Akses terhadap jabatan publik tidak pernah sepenuhnya terbuka; ia dipagari oleh jaringan institusional, diperkuat oleh pola patronase, serta dilestarikan oleh korporatisme profesi yang membatasi tumbuhnya kompetensi dari luar lingkaran kekuasaan.
Pada masa Orde Baru, Indonesia menyaksikan dominasi militer melalui Dwifungsi ABRI, di mana ruang sipil dikuasai oleh struktur militer. Reformasi 1998 meruntuhkan struktur tersebut sebagai syarat fundamental menuju demokratisasi.
Namun ironisnya, setelah dominasi TNI dibongkar, praktik serupa justru bergeser ke tubuh kepolisian. Sekarang melalui dalih “penugasan”, anggota Polri aktif mulai mengisi berbagai jabatan sipil.
Dalam senyap, bangkitlah “Dwifungsi gaya baru”, yang mengaburkan batas antara fungsi penegakan hukum dan administrasi pemerintahan.
Dampaknya sangat nyata: ribuan peluang jabatan bagi ASN dan profesional sipil tertutup oleh skema yang seharusnya tidak pernah eksis dalam sistem birokrasi modern.
Fenomena eksklusivitas ini tidak hanya terjadi di kepolisian—meskipun Polri merupakan institusi dengan skala rangkap jabatan terbesar.
Pola serupa terlihat dalam tubuh Kejaksaan, yang cenderung beroperasi sebagai korps tertutup, serta di berbagai kementerian dan lembaga yang mempromosikan “orang dalam” tanpa membuka seleksi yang kompetitif dan transparan.
Namun, temuan bahwa
4.351 anggota Polri aktif
menduduki jabatan sipil menegaskan bahwa masalah tersebut telah mencapai tingkat yang paling masif dan paling struktural di institusi kepolisian.
Ini bukan deviasi kecil, tetapi tanda jelas dari kegagalan sistemik dalam tata kelola jabatan publik.
Fenomena ini bukan sekadar persoalan hukum administrasi. Ia merupakan krisis ketenagakerjaan publik modern.
Dalam teori manajemen sumber daya manusia sektor publik, pengisian jabatan sipil seharusnya mengikuti prinsip-prinsip dasar: keterbukaan seluas-luasnya, kompetisi yang adil, kesetaraan kesempatan, dan perlindungan terhadap setiap bentuk monopoli dalam perekrutan.
Namun, penugasan anggota Polri aktif ke posisi sipil justru melanggar seluruh prinsip tersebut. Mekanisme ini merusak seleksi terbuka, menghilangkan proses uji kompetensi yang objektif, dan mencederai prinsip
meritokrasi
yang seharusnya menjadi fondasi pengisian jabatan publik.
Rangkap jabatan pada akhirnya menciptakan ruang peluang jabatan yang tertutup, di mana akses terhadap posisi strategis hanya tersedia bagi kelompok tertentu dan tidak terbuka bagi publik luas.
Kondisi ini menghasilkan ketidakseimbangan serius dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebab pengisian jabatan tidak lagi bertumpu pada prinsip keterbukaan, objektivitas, dan kesetaraan hak warga negara.
Praktik semacam ini melemahkan profesionalisme birokrasi secara sistematis. Ketika kandidat-kandidat kompeten dari kalangan sipil terhalang untuk berkompetisi, proses regenerasi dan pengembangan talenta nasional menjadi macet.
Akibatnya, kualitas kelembagaan dan efektivitas pelayanan publik terancam menurun.
Lebih jauh, pembatasan akses terhadap jabatan publik ini merusak asas keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh negara.
Jabatan publik adalah amanat konstitusional yang wajib diisi melalui mekanisme transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika jabatan tersebut didominasi oleh pihak tertentu melalui mekanisme non-meritokratis, hak warga negara untuk memperoleh kesempatan yang setara turut dilanggar.
Dengan demikian, rangkap jabatan bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia merupakan persoalan fundamental yang berdampak langsung pada kualitas demokrasi, integritas kelembagaan, serta kemampuan negara memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh rakyatnya.
Tantangan ke depan jauh lebih besar daripada sekadar menerima putusan Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan normatif.
Persoalan utamanya kini adalah memastikan agar reruntuhan ruang eksklusif birokrasi tidak kembali dibangun melalui celah regulasi, rekayasa administratif, atau kompromi politik yang kerap muncul setelah praktik dinyatakan inkonstitusional.
Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam hal ini: ketika satu pintu penyimpangan ditutup oleh hukum, pintu lain sering dibuka oleh siasat birokrasi. Karena itu, implementasi putusan MK membutuhkan pengawasan publik yang intensif dan konsisten.
Pembukaan ruang sipil setelah dihentikannya rangkap jabatan anggota Polri aktif merupakan momen penting dalam memperbaiki tata kelola negara. Ini bukan hanya persoalan kepatuhan pada konstitusi, tetapi juga pemulihan kesempatan kerja yang adil bagi warga negara.
Jabatan publik yang selama ini terblokir oleh skema penugasan institusional kini kembali terbuka bagi ASN, profesional muda, dan talenta dari berbagai daerah.
Temuan 4.351 jabatan sipil yang sebelumnya ditempati anggota Polri aktif menunjukkan betapa besar jumlah peluang yang selama ini tertutup dan dampak pemerataannya bagi generasi muda Indonesia.
Dalam konteks negara yang masih menghadapi ketimpangan antardaerah, pembukaan kembali jalur meritokratis ini merupakan langkah penting untuk memastikan setiap warga negara memiliki peluang yang setara dalam jabatan publik.
Rekrutmen pejabat negara dapat kembali bertumpu pada kompetensi, bukan pada kedekatan institusional yang selama ini menciptakan hambatan struktural.
Prinsip dasar bernegara harus ditegakkan, bahwa jabatan publik adalah amanat rakyat, dan tidak boleh dibiarkan berubah menjadi hak istimewa bagi kelompok tertentu ataupun institusi tertentu yang memanfaatkan posisi strukturalnya dalam negara.
Meski demikian, sejarah administrasi publik Indonesia mengajarkan bahwa setiap koreksi besar selalu diikuti upaya penyiasatan.
Pola-pola baru dapat muncul, seperti perubahan bentuk penugasan menjadi jabatan non-struktural—penasihat teknis, pejabat penghubung, atau staf khusus—yang meski tidak disebut jabatan sipil, tetap memiliki pengaruh strategis.
Kemungkinan lain adalah munculnya gelombang pensiun cepat agar eks anggota Polri tetap dapat mengisi jabatan sipil tanpa melalui seleksi terbuka.
Bahkan lembaga semi-sipil seperti BUMN, BLU (Badan Layanan Umum), atau badan ad hoc bisa menjadi saluran baru untuk mempertahankan dominasi struktural yang sebelumnya ditopang oleh mekanisme penugasan.
Jika pola-pola tersebut dibiarkan, semangat putusan MK dapat digerogoti dari dalam. Reformasi tinggal menjadi formalitas administratif, sementara substansi ketidakadilan tetap berlangsung.
Karena itu, implementasi putusan MK sering berujung pada permainan “kucing-kucingan” antara regulator dan pihak yang ingin mempertahankan status quo. Secara administratif tampak patuh, tetapi secara substansial tetap melanggar.
Untuk menghindari hal ini, diperlukan pengawasan kuat dari lembaga kepegawaian, Ombudsman, DPR, akademisi, media, dan masyarakat sipil.
Reformasi birokrasi adalah proses panjang yang harus dijaga. Negara yang kuat dibangun bukan melalui dominasi satu institusi, tetapi oleh aparatur sipil yang kompeten, netral, dan berintegritas.
Jabatan publik tidak boleh didominasi oleh lembaga pemegang kewenangan koersif, karena hal itu bertentangan dengan prinsip demokrasi modern dan berpotensi menciptakan subordinasi ruang sipil pada kekuatan penegak hukum.
Penegakan putusan MK adalah langkah penting untuk memastikan bahwa jabatan publik dikembalikan pada jalur yang benar—jalur meritokrasi, transparansi, dan keadilan.
Dengan dihapusnya rangkap jabatan dan dibukanya kembali ruang sipil secara adil, Indonesia tidak hanya memperbaiki kualitas birokrasi, tetapi juga menciptakan peluang besar bagi anak bangsa untuk berkarier dalam struktur negara.
Talenta dari berbagai daerah kini memiliki kesempatan yang lebih besar untuk tampil, berkembang, dan mengambil posisi kepemimpinan tanpa menghadapi tembok struktural seperti sebelumnya.
Hal ini menandai dimulainya regenerasi birokrasi yang lebih sehat, lebih berintegritas, dan lebih inklusif.
Esensi reformasi adalah mengembalikan keadilan sebagai prinsip utama dalam tata kelola negara. Negara yang sehat adalah negara yang menjamin kesempatan setara bagi seluruh warganya untuk berkontribusi, bukan negara yang mempertahankan kenyamanan sekelompok kecil pemilik kekuasaan.
Implementasi putusan MK harus menjadi tonggak untuk membawa Indonesia menuju birokrasi yang lebih terbuka, lebih meritokratis, dan lebih adil bagi seluruh anak bangsa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/11/12/691422f406d00.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
TNI AL Bantah Jadi Beking Perusahaan Migas di Pulau Kangean, Sebut Hanya Memediasi Nelayan
TNI AL Bantah Jadi Beking Perusahaan Migas di Pulau Kangean, Sebut Hanya Memediasi Nelayan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) membantah tudingan bahwa anggotanya membekingi perusahaan minyak di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Hal ini menyusul video viral dari Instagram yang memperlihatkan
nelayan
tengah protes terhadap anggota TNI di tengah perairan.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama Tunggul menjelaskan bahwa prajurit
TNI AL
sedang memediasi perdebatan di lokasi.
“Personel TNI AL di lokasi itu guna menengahi atau mediasi aksi protes sejumlah nelayan terhadap Survei Seismik yang dilaksanakan oleh Kapal SK Carina dari PT KEI (Kangean Energi Indonesia) yang berada di bawah pengawasan SKK Migas (institusi pemerintah) di wilayah Perairan
Pulau Kangean
,” ucap Tunggul saat dikonfirmasi, Senin (17/11/2025).
Tunggul mengungkapkan bahwa unggahan pada akun Instagram tersebut adalah potongan video yang tidak lengkap.
“Video tersebut hanya pada saat personel TNI AL menengahi protes sejumlah nelayan,” jelas dia.
Berdasarkan informasi yang Tunggul peroleh, permasalahan antara nelayan dan pelaksanaan survei Seismik oleh Kapal SK Carina telah menemui titik tengah.
“Dan permasalahan selesai dengan damai,” tegas dia.
Video viral tersebut menunjukkan beberapa nelayan tengah protes terhadap anggota prajurit TNI di atas perairan Pulau Kangean.
Kedua pihak tampak berada di atas kapal berukuran kecil.
Sementara, di belakang anggota TNI terdapat kapal yang ukurannya lebih besar dengan tulisan SK Carina.
“Sampean itu pengaman negara!” teriak seorang nelayan sambil menunjuk anggota TNI.
“Kemarin kita sudah minta waktu, bertemu warga Kolokolo, dari warga Kolokolo oke juga,” jelas salah satu prajurit TNI dari atas kapal.
Setelah itu, video dilanjutkan dengan narator yang menuding anggota TNI melindungi perusahaan migas.
Dalam penjelasan narator disebutkan bahwa kapal dari perusahaan migas masuk perairan Kangean tanpa dialog dan sosialisasi kepada warga setempat.
“Tapi anehnya begitu mereka datang, aparat berseragam langsung menyertai, seolah-olah ada operasi khusus menjaga kepentingan korporasi,” ujar narator dari video tersebut.
“Nelayan yang mau cari makan diusir, dipaksa mundur dari laut mereka sendiri,” tambah narator.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2025/11/17/691b3c70a9f9a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hujan Guyur Kota Banyuwangi, 3 Sungai Meluap Surabaya 17 November 2025
Hujan Guyur Kota Banyuwangi, 3 Sungai Meluap
Tim Redaksi
BANYUWANGI, KOMPAS.com
– Hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur Banyuwangi, Senin (17/11/2025) siang, menyebabkan sejumlah sungai di wilayah perkotaan Banyuwangi meluap hingga ke jalan.
Air akibat luapan sungai tersebut ada yang masuk ke permukiman warga.
Luapan terjadi pada aliran Sungai Kalilo, Sungai Sobo, dan Kali Bagong.
Sebagai upaya penanganan, beberapa pintu air langsung ditutup sesuai prosedur standar untuk meminimalkan luapan.
“Mesin pompa air portable kapasitas 140 meter kubik per jam juga kami kerahkan untuk mempercepat penyedotan genangan yang memasuki area permukiman warga,” kata Plt Kadis Pekerjaan Umum Pengairan
Banyuwangi
, Riza AL Fahrobi.
Di Kali Bagong, ketinggian air sempat mencapai 180 cm, sedangkan debit airnya mencapai 23.147 liter per detik.
Luapan sungai disebabkan oleh peningkatan debit imbas curah hujan tinggi di hulu.
Akibatnya, sejumlah rumah warga yang terdampak luapan
banjir
seperti di Kawasan Lingkungan Sutri dan Kelurahan Sobo karena ada tumpukan bambu yang tersangkut di Dam Untung.
Kepala BPBD
Banyuwangi
, Danang Hartanto mengatakan, petugas dari BPBD, Tagana, BMKG, dan Damkar disebar di sejumlah titik untuk membantu penanganan, terutama pada warga terdampak.
“Teman-teman keliling dan dibagi untuk penanganan, terutama membantu rumah-rumah warga terdampak,” kata Danang.
BPBD Banyuwangi menyedot air yang masuk ke permukiman, di antaranya di Lingkungan Lebak, Perumahan Puring, dan kawasan Sobo.
Petugas juga membantu membersihkan rumah warga terdampak genangan.
“Kami juga mengevakuasi satu keluarga di Lingkungan Gareng ke tempat yang lebih aman,” kata Danang.
Selain luapan air, terdapat pohon tumbang di perempatan PKM Kertosari, dan langsung ditangani.
Beberapa petugas juga membantu mengatur lalu lintas karena terjadi kepadatan kendaraan.
Air berangsur surut saat petang. Meski demikian, penanganan terus dilakukan hingga malam.
“Penanganan dan pemantauan tetap dilakukan hingga malam ini,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2024/12/17/67612d9e6aa1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua Komisi III DPR: Tak Ada Pencatutan Nama Koalisi Sipil di Rapat RKUHAP
Ketua Komisi III DPR: Tak Ada Pencatutan Nama Koalisi Sipil di Rapat RKUHAP
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil bahwa rapat Panitia Kerja (Panja) soal RUU KUHAP telah mencatut nama Koalisi Masyarakat Sipil.
“Kami tegaskan enggak ada catut mencatut. Kami justru berupaya mengakomodir masukan masyarakat sipil,” kata
Habiburokhman
dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/11/2025) malam.
Habiburokhman menyatakan Koalisi LSM itu menyampaikan bahwa pihaknya dicatut oleh pihak
DPR
pada empat hari setelah pembahasan tingkat pertama sudah selesai dan tidak menyampaikan aspirasinya saat pembahasan pada 12 dan 13 November kemarin.
“Kami heran mengapa klaim tersebut baru muncul hari ini,” kata Habiburokhman
“Jadi kritikus seharusnya aktif, enggak boleh malas, jadi kalaupun ada kekeliruan bisa langsung diselesaikan saat itu sebelum pengesahan,” kata dia.
Legislator dari Partai Gerindra ini mengatakan DPR bermaksud mengakomodir suara masyarakat sipil dengan cara mengelompokkan masukan berdasarkan klaster yang punya kemiripan saran.
Aspirasi dari masyarakat sipil kemudian dibahas dan dirumuskan dalam draf norma.
“Tentu redaksi norma terakhir tidak sama persis dengan usulan kelompok manapun, karena itu penggabungan pendapat banyak pihak,” kata Habiburokhman.
Dia menyebut contoh usulan yang diakomodir maksimal, antara lain usulan organisasi disabilitas pimpinan Yenny Rosa Damayanti dkk, usulan larangan penyiksaan dari Universitas Indonesia melalui Taufik Basari, usulan perluasan praperadilan dari Madinah Rahmawati ICJR, usulan dari pelbagai organisasi advokat mengenai imunitas advokat dan penguatan kewenangan advokat, usulan AJI mengenai penghapusan larangan peliputan, dan banyak lagi.
“Yang jelas hampir 100 persen isi KUHAP baru merupakan masukan dari masyarakat sipil ke Komisi III,” kata Habiburokhman.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP merasa pihaknya dicatut dalam pembahasan
RUU KUHAP
yang berlangsung di rapat Panja RUU KUHAP.
“Manipulasi Partisipasi Bermakna, Pencatutan Nama Koalisi dan Kebohongan DPR: Presiden Mesti Tarik Draf RUU KUHAP!” demikian bunyi siaran pers dari Koalisi, Senin (17/11/2025).
Mereka mencatat, proses rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP hanya berlangsung dua hari yakni 12 dan 13 November 2025.
“Pada rapat tersebut, Pemerintah dan
Komisi III DPR
RI membahas masukan pasal yang diklaim berasal dari masukan masyarakat sipil,” kata Koalisi.
Koalisi yang dimaksud adalah Yayasan Lembaga Bantun Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI.
Koalisi merasa aspirasi mereka tidak dibacakan sebagaimana mestinya di rapat DPR.
Koalisi merasa telah dimanipulasi oleh pihak DPR supaya muncul kesan di masyarakat bahwa DPR telah memasukkan aspirasi pihak koalisi dalam RUU KUHAP.
Mereka merasa pembahasan RUU KUHAP terlalu singkat tanpa membahas hal-hal yang substansial.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2025/11/17/691b3d177c482.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Wisatawan China Meninggal dalam Kecelakaan, Koster Bakal Panggil Perusahaan Minibus Denpasar 17 November 2025
5 Wisatawan China Meninggal dalam Kecelakaan, Koster Bakal Panggil Perusahaan Minibus
Tim Redaksi
DENPASAR, KOMPAS.com
– Pemilik mobil minibus yang membawa wisatawan China dan mengalami kecelakaan di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali akan dipanggil oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster.
Menurut
Koster
, peristiwa tersebut merupakan kelalaian, bahkan sampai menyebabkan lima orang meninggal dunia.
“Saya akan segera memanggil perusahaan yang memiliki mobil dan akan diberikan sanksi. Kedua, akan ditertibkan agar tidak terjadi lagi. Itu termasuk kelalaian,” kata Koster usai mengikuti rapat di Denpasar, Senin (17/11/2025) sore.
Dia akan tetap melakukan pemanggilan walaupun kasus ini tengah ditangani oleh polisi.
“Yang meninggal (sampai) lima itu,” kata Koster.
Dia juga bakal mengecek dan memastikan asal pemilik perusahaan tersebut.
Kecelakaan minibus
terjadi pada Jumat (14/11/2025) sekitar pukul 04.30 Wita.
Minibus Toyota Hiace bernopol N 7605 TA membawa 13
wisatawan China
dari Canggu, Kabupaten Badung, menuju Lovina, Kabupaten Buleleng.
Saat melintasi jalur turunan dan tikungan tajam di kilometer 7,7 Padangbulia, kendaraan hilang kendali, keluar jalur, masuk ke kebun warga, dan menabrak pohon sebelum terjatuh ke jurang.
Lima wisatawan yang meninggal dalam kejadian tersebut adalah Xu Huangyuan (65), Xu Mingbiao (61), Xu Yuexiang (52), Zhong Yuemei (63), dan Xu Huijuan (61).
Delapan lainnya luka-luka dan dirujuk ke RS Siloam Denpasar.
Kepolisian Resor (Polres) Buleleng terus mendalami penyebab kecelakaan maut tersebut.
Salah satu fokus utama penyelidikan adalah pemeriksaan terhadap sopir minibus yang membawa rombongan wisatawan tersebut.
Kepala Sat Lantas Polres Buleleng, AKP Bachtiar Arifin mengatakan, pengemudi minibus, Arif Al Akbar (39) telah diperiksa intensif untuk memastikan kronologi dan dugaan penyebab kecelakaan.
Sopir mengaku tidak mengantuk dan sudah terbiasa melewati jalur Denpasar–Singaraja yang cukup rawan.
“Kalau mengantuk bilangnya tidak. Dia rutin ke Buleleng, paling lama sebulan sekali. Bisa seminggu sekali kalau lagi high season,” kata Bachtiar saat dikonfirmasi, Senin (17/11/2025).
Meski demikian, polisi belum menentukan status hukum pengemudi.
Ia masih berstatus diamankan sambil menunggu hasil gelar perkara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2025/11/17/691abd8caa451.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Banjarnegara dan Cilacap Rawan Longsor, Telan Korban Terbanyak 10 Tahun Terakhir Regional 17 November 2025
Banjarnegara dan Cilacap Rawan Longsor, Telan Korban Terbanyak 10 Tahun Terakhir
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Longsor besar melanda dua wilayah Jawa Tengah dalam waktu berdekatan, yakni Banjarnegara dan Cilacap.
Peristiwa tanah
longsor
di
Banjarnegara
yang melanda Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, terjadi pada Sabtu (15/11/2025), setelah hujan lebat mengguyur wilayah tersebut selama kurang lebih tiga jam. Dua orang tewas akibat insiden ini.
Sementara longsor di
Cilacap
melanda Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, pada Kamis (13/11/2025). Hingga kini, 16 orang dilaporkan meninggal dunia dan 7 orang masih hilang.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kedua daerah ini memang rawan bencana longsor dan memakan korban dengan dengan jumlah terbanyak dalam 10 tahun terakhir.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam konferensi daring “Disaster Briefing” di Jakarta, Senin (17/11/2025) malam, mengatakan bahwa catatan historis menunjukkan pola kejadian longsor di
Jawa Tengah
tidak pernah lepas dari wilayah tengah hingga selatan provinsi itu.
“Tingkat kerawanan longsor tidak berubah tanpa perbaikan lingkungan. Kalau historisnya pernah terjadi, kemungkinan akan terulang lagi seperti yang saat ini terjadi,” kata Muhari dilansir dari Antara.
Berdasarkan data 2015–2024 BNPB mencatat Banjarnegara menempati urutan pertama wilayah dengan korban meninggal dan mengungsi akibat tanah longsor.
Pada periode tersebut ada sebanyak 13.351 orang warga mengungsi akibat tanah longsor dan 330 orang menunggal dunia.
Sementara Kabupaten Cilacap berada pada posisi kedua 9.547 orang warga mengungsi dan 276 orang warga meninggal dunia karena longsor.
Selanjutnya disusul Kabupaten Magelang, Wonosobo, dan Purbalingga.
Abdul menjelaskan bahwa longsor kerap terjadi di wilayah perbukitan yang memiliki struktur tanah gembur dan porositas tinggi.
Ketika hujan turun dalam durasi lama, air mengisi rekahan dan memicu bidang luncuran tanah.
Kondisi tersebut dinilai sebagai pemicu bencana tanah longsor.
Dengan demikian, ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap tanda awal longsor seperti pohon yang miring atau rekahan tanah di lereng.
Leberadaan sistem peringatan dini longsor berbasis teknologi sudah sangat dibutuhkan, karena berfungsi sebagai alarm bagi masyarakat untuk segera mengungsi ketika hujan deras turun.
“Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan melalui penguatan vegetasi, penataan ruang, dan kesadaran masyarakat terhadap kondisi geografis setempat,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2025/11/17/691b03c6091e4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Damkar Magetan Evakuasi Ular Piton 4 Meter yang Mangsa Ayam Warga dari Pohon Bambu Surabaya 17 November 2025
Damkar Magetan Evakuasi Ular Piton 4 Meter yang Mangsa Ayam Warga dari Pohon Bambu
Tim Redaksi
MAGETAN, KOMPAS.com
– Anggota Pemadam Kebakaran Kabupaten Magetan, Jawa Timur mengevakuasi ular piton sepanjang 4 meter yang nangkring di atas pohon bambu di aliran Sungai Tinil, Desa Panekan, Kecamatan Panekan.
Personel Damkar, Dovi Saputra mengatakan, laporan dari warga masuk sekitar pukul 15.00 WIB setelah mereka melihat seekor ular besar di pucuk bambu.
“Warga melapor ada
ular piton
besar di atas pohon bambu. Kami langsung bergerak ke lokasi. Dari laporan warga, ular tersebut habis memangsa ayam milik warga,” ujarnya melalui sambungan telepon, Senin (17/11/2025).
Dovi mengatakan, proses evakuasi berjalan cukup cepat tanpa kendala berarti.
Ular sempat jatuh ke aliran sungai setelah petugas menggoyang batang bambu menggunakan galah.
“Ular sempat jatuh ke sungai dan berenang mencoba kabur. Tapi tiga personel akhirnya bisa menangkap dan mengamankannya,” ucap dia.
Setelah ditangkap, petugas membawa ular tersebut ke pos Damkar Panekan.
Tak lama kemudian, seorang warga mengajukan permintaan untuk memeliharanya.
Dovi menegaskan pihaknya memperbolehkan dengan catatan tertentu.
“Kami hanya mengingatkan agar ular dipelihara dengan benar dan tidak dilepas kembali di sungai yang dekat permukiman,” kata dia.
Dovi menyebut, permintaan
evakuasi hewan
liar di Magetan yang masuk ke kantor Pemadam Kebakaran terus meningkat sepanjang 2025.
Hingga November, Damkar menerima lebih dari 300 laporan evakuasi hewan, termasuk sarang tawon vespa dan ular.
“Untuk ular saja ada sekitar 120 laporan, kebanyakan dari pemukiman yang dekat dengan peternakan ayam,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu.
/data/photo/2025/11/14/6916deb2b8b0f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691afd1eb0e3f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691ac77fda486.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691b3cefa4acb.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)