Protes Para Mantan Hakim Korup Dituntut Maksimal oleh Jaksa…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menjelang pembacaan putusan, para mantan hakim menyampaikan protes mereka atas tuntutan maksimal jaksa penuntut umum (JPU).
Para mantan hakim ini adalah Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan
Djuyamto
, hakim yang dulu sering menangani perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Protes senada juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan ketika membacakan duplik untuk kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO)
Muhammad Arif Nuryanta menilai, jaksa tidak adil menuntut dengan lama pidana 15 tahun penjara.
Menurutnya, tuntutan ini tidak adil karena terlampau tinggi jika dibandingkan dengan tuntutan hakim dalam kasus serupa. Misalnya, tuntutan terhadap eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.
Diketahui, Rudi Suparmono dituntut tujuh tahun penjara dalam kasus perkara pengurusan vonis bebas kepada terdakwa perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
“Bayangkan saja, disparitas tuntutan pidana antara terdakwa Rudi Suparmono dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta,” ujar Pengacara terdakwa, Philipus Sitepu saat menyampaikan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Kubu Arif Nuryanta menilai, besaran tuntutan Arif dan Rudi tidak adil karena jumlah pasal yang dikenakan pada mereka.
Arif dituntut dakwaan primer satu pasal, sementara Rudi dituntut dua pasal. Tapi, lama tuntutan justru lebih banyak Arif.
“Rudi Suparmono dituntut dengan 2 pasal yang berbeda, yakni Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12B. Namun, tuntutan pidananya hanya 7 tahun pidana penjara. Sedangkan, terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dituntut hanya 1 pasal saja yaitu Pasal 6 Ayat (2) namun tuntutan pidananya maksimal yaitu 15 tahun pidana penjara,” kata Philipus.
Kubu terdakwa menilai, perbedaan masa tuntutan ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi.
Lebih lanjut, baik Arif maupun Rudi dinilai punya peran yang kurang lebih sama. Keduanya bukan majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara yang dipermasalahkan.
Mereka berada dalam posisi petinggi pengadilan yang menentukan majelis hakim yang akan mengadili perkara.
“Padahal Muhammad Arif Nuryanta dan Rudi Suparmono memiliki kesamaan dalam hal ini yaitu tidak berkapasitas sebagai majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara,” lanjut pengacara Arif.
Pada akhirnya, Rudi divonis sesuai tuntutan, yaitu 7 tahun penjara.
Dalam konstruksi dakwaan jaksa, baik Arif dan Rudi sama-sama dinilai berperan untuk mempengaruhi majelis hakim untuk menjatuhkan putusan seperti yang diminta oleh pihak penyuap.
Namun, dalam kasus Arif, ia membantah berperan aktif dan justru menyalahkan Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif, Wahyu Gunawan sebagai pihak yang memungkinkan suap terjadi.
Tak hanya itu, kubu Arif Nuryanta juga protes karena jaksa tidak mempertimbangkan pengembalian uang suap sebagai hal yang meringankan tuntutan.
Kubu terdakwa menilai, tidak dipertimbangkannya pengembalian uang di kasus suap hakim CPO akan menjadi preseden buruk ke sidang-sidang di masa depan.
“Yang tidak dijadikan hal-hal meringankan terkait pengembalian uang yang sudah dikembalikan oleh terdakwa Muhammad Arif Nuryanta kepada negara menjadi contoh tidak baik ke depannya terhadap orang-orang yang dikenakan pasal Tipikor menjadi enggan untuk mengembalikan dugaan hasil Tipikor karena tidak diperhitungkan oleh jaksa penuntut umum,” ujar Philipus Sitepu.
Kubu terdakwa menilai, pengembalian uang hasil korupsi ini seharusnya masuk sebagai hal-hal meringankan.
Mereka pun menyinggung soal Pedoman Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Korupsi yang diterbitkan oleh Jaksa Agung RI.
“(Dalam pedoman itu) secara tegas telah mengatur mengenai dasar dan acuan penuntut umum dalam menyusun tuntutan pidana yang tidak terlepas di dalamnya mengatur mengenai bagaimana menyusun kerangka hal-hal meringankan bagi diri terdakwa, khususnya bahwa apabila ada pengembalian uang kepada negara,” lanjut Philipus.
Pihak terdakwa mengaku sangat dirugikan jika pengembalian uang suap tidak dianggap sebagai hal meringankan.
Untuk itu, mereka memohon agar majelis hakim bisa mempertimbangkan pengembalian uang negara ini sebagai salah satu hal yang meringankan perbuatan terdakwa.
“Kami memohon majelis hakim agar pada saatnya nanti dapat mempertimbangkan pengembalian uang hasil dugaan tipikor yang dilakukan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta sebagai bagian hal yang dapat meringankan terdakwa dalam putusan nanti,” lanjut Philipus.
Dalam amar dupliknya, Arif Nuryanta meminta agar ia dijatuhkan hukuman sesuai dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 5 Ayat (2), yang juga dulu dituntutkan kepada Rudi Suparmono.
“Memohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Philipus.
Atau, jika hakim berpendapat lain, Arif Nuryanta meminta agar ia bisa dihukum dengan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
Protes serupa juga disampaikan oleh kubu Djuyamto.
Ia menilai, tuntutan 12 tahun merupakan hal yang tidak adil. Kubu Djuyamto menilai, jaksa tidak punya hati nurani karena menuntut maksimal para terdakwa.
“Bahwa JPU telah menuntut terdakwa Djuyamto terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 18 jo Pasal 55 UU Tipikor dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan denda uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan adalah tuntutan yang tidak memiliki hati nurani dan jauh dari rasa keadilan,” ujar pengacara terdakwa Djuyamto saat membacakan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Pengacara menyebutkan, jaksa tidak punya hati nurani karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif Djuyamto selama penyidikan.
Djuyamto mengklaim, dirinya telah mengajak dua terdakwa hakim lainnya, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka soal jumlah uang suap yang diterimanya.
“Sikap kooperatif terdakwa selama proses penyidikan yang ikut mendorong terdakwa yang lain khususnya saksi mahkota Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka kotak Pandora yang masih menjadi misteri khususnya terhadap jumlah uang yang nyata-nyata telah diterima oleh terdakwa dan rekan sesama majelis hakim perkara minyak goreng,” lanjut pengacara.
Lebih lanjut, Djuyamto mengklaim sudah mengembalikan seluruh uang suap yang diterimanya, yaitu sekitar Rp8,05 miliar.
Angka ini berbeda dengan uang suap yang didakwakan jaksa karena kubu meyakini kalau jumlah uang suap yang diterima Djuyamto berbeda dengan tuduhan jaksa.
Melalui duplik ini, Djuyamto meminta agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya, bukan hukuman paling ringan.
“Dan, saya selaku terdakwa, sebagaimana pledoi terdahulu tidak meminta hukuman seringan-ringannya, saya tegas meminta hukuman seadil-adilnya,” ujar Djuyamto saat menyampaikan duplik pribadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Dalam duplik pribadinya ini, Djuyamto meyakini, majelis hakim yang akan menjatuhkan hukuman padanya, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, akan menjatuhkan hukuman yang menegakkan hukum dan adil.
“Saya mengingatkan bahwa penegakan hukum yang ditugaskan ke yang mulia majelis hakim, saya percaya adalah tidak hanya sekadar menegakkan hukum tapi juga menegakkan keadilan sebagaimana dalam ketentuan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman,” lanjut Djuyamto.
Setelah duplik selesai dibacakan, majelis hakim mengumumkan kalau vonis bagi kelima terdakwa akan dibacakan pada 3 Desember 2025.
“Sidang kita tunda Insyaallah akan kita buka 2 minggu ke depan hari Rabu, 3 Desember 2025 dengan agenda pembacaan putusan,” ujar Ketua Majelis hakim Effendi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Effendi mengatakan, tahap pemeriksaan untuk kasus dugaan suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO) resmi ditutup setelah pembacaan duplik selesai.
Adapun, hakim membutuhkan waktu lebih panjang untuk bermusyawarah karena dalam kasus ini ada lima terdakwa.
“Mengingat perkara ini ada lima berkas, saksi cukup banyak, majelis sudah bersepakat kalau pembacaan putusan kami tunda dua minggu,” kata Effendi.
Dalam kasus ini, majelis hakim penerima suap yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Para hakim juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai total uang suap yang diterimanya.
Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
Adapun, Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Karena menerima uang suap, Arif juga dituntut untuk membayarkan uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya, senilai Rp 15,7 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara itu, Panitera Muda PN Jakarta Utara Nonaktif Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
Wahyu merupakan jembatan antara pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
Ia diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto yang merupakan pengacara korporasi CPO. Pada saat yang sama, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Karena peran aktifnya, Wahyu pun kecipratan uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
Tapi, jaksa menuntut agar uang suap itu dikembalikan dalam bentuk uang pengganti. Jika tidak, harta benda Wahyu akan disita untuk negara. Ia juga diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
Dalam kasus ini, para terdakwa diduga telah menerima suap dengan total uang mencapai Rp 40 miliar.
Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Kelima terdakwa diyakini telah melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/11/19/691d5f92c0091.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi
Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi
Tim Redaksi
PALU, KOMPAS.com –
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bertekad untuk menang besar pada Pemilu 2029, khususnya di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ketua Umum (Ketum) PSI
Kaesang Pangarep
pun memerintahkan PSI untuk menjadi pionir di Sulteng pada 2029 mendatang.
“Saya ingin menyampaikan, di acara rakorwil perdana dari Partai Solidaritas Indonesia ini, saya ingin
Sulawesi Tengah
menjadi pionir dari PSI di 2029,” ujar Kaesang dalam Rakorwil PSI Se-Sulteng di Palu, Sulteng, Rabu (19/11/2025).
“Dan saya juga ingin menegaskan, saya hadir di sini, kita bukan untuk main-main. Kita hadir di sini, DPP hadir di sini untuk mempersiapkan kita bisa menang di 2029,” sambungnya.
Kaesang pun mengingatkan agar para kader PSI memperkuat struktur akar rumput sebelum 2029.
Sebab, kata dia, mereka harus lolos verifikasi terlebih dahulu sebelum menjadi peserta pemilu.
“Sebelum kita menuju 2029, kita akan menghadapi yang namanya verifikasi. Jadi saya minta tolong kepada seluruh jajaran pengurus di tingkat DPW, DPD, DPC, maupun nanti kalau sudah ada DPRT-nya, saya minta tolong strukturnya dibuat sebaik mungkin. Harus lebih baik dari partainya punyanya Pak
Ahmad Ali
sebelumnya (Nasdem),” kata Kaesang.
Dalam kesempatan ini, Kaesang turut mengungkapkan harapannya, di mana pada 2029 nanti, PSI sudah bisa mengusung gubernur sendiri.
Selain itu, dia juga meyakini PSI bakal mendapatkan jatah anggota DPR dari Sulteng.
Lantas, apa saja strategi Kaesang untuk memenangkan PSI di 2029?
Kaesang mengatakan, tanpa ‘isi tas’, maka elektabilitas tinggi menjadi sia-sia dalam kontestasi pemilu.
Kaesang pun meminta agar PSI Sulteng bekerja keras agar bisa menjadi penyumbang suara dalam Pemilu 2029 mendatang.
Lalu, terkhusus Sulteng, jika ada masalah dengan ‘isi tas’, Kaesang menyerahkan persoalan itu kepada Ketua Harian PSI Ahmad Ali.
“Teman-teman, saya pingin Sulawesi Tengah ini menjadi salah satu penyumbang suara terbesar nanti di pemilu. Jadi saya minta tolong kerja kerasnya, jangan lupa ini juga, turun ke masyarakat,” ujar Kaesang.
“Percuma juga punya elektabilitas tinggi, tapi enggak punya isi tas. Loh iya dong, masa isi tas enggak punya? Kalau saya kan enggak bawa tas. Yang bawa Bendum semua. Kalau ada apa-apa terkhusus Sulawesi Tengah, masalah isi tas kita ke Ayahanda kita (Ahmad Ali) ya,” sambungnya disambut tepuk tangan hadirin.
Kemudian, Kaesang mengingatkan agar kader PSI tidak melakukan gerakan tambahan.
Menurutnya, arahannya kerap berubah ketika sudah sampai di kader tingkat bawah.
“Saya ingatkan sekali lagi, enggak usah ada gerakan-gerakan tambahan. Biasanya kan gitu. Saya ketika perintah ke Ketua Harian, A, ketika Ketua Harian menyampaikan ke sini, A, ketika mulai turun lagi A plus plus. Turun lagi A plus plus plus plus. Ada selalu kegiatan tambahan yang enggak begitu berguna,” ucap Kaesang.
Kaesang pun meminta kader PSI untuk menyempurnakan struktur partai di masing-masing daerah.
Dia mengeklaim tidak akan meminta apa-apa lagi sampai tahun 2027.
Sementara itu, Ketua Harian PSI Ahmad Ali meminta agar baliho PSI sudah terpasang di semua kecamatan di Sulteng.
Ali menegaskan PSI sudah membeli dua mesin cetak untuk memproduksi baliho tersebut.
Dia memerintahkan agar baliho-baliho mulai dimasukkan ke desa-desa.
“Semua kecamatan sudah harus terpasang baliho Partai Solidaritas Indonesia. Mesin cetak kita sudah punya dua. Saya minta bendahara untuk mengoperasikan mesin percetakan baliho, dan semua DPC paling tidak setiap kecamatan ada lima baliho ukuran 3×4 yang sudah harus terpasang, dan pelan-pelan masuk ke tiap-tiap desa,” ujar Ali.
Ali menyampaikan bahwa format baliho harus terpampang wajah Kaesang Pangarep, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), dan dirinya selaku Ketua Harian PSI.
Khusus di Sulteng ini, Ali menyatakan dirinya terkenal, sehingga wajahnya juga perlu dipampang.
“Foto standarnya Ketua Umum, Ketua Harian, dan Pak Jokowi. Minta maaf, pengurus lain, karena yang dikenal di Sulawesi Tengah ini, Ketua Umum dan Ketua Harian, Pak Jokowi. Karena ini kampung saya,” jelasnya.
Lalu, Ali membeberkan bahwa sosok Jokowi sangat penting bagi PSI.
Dia kembali mengungkit bahwa Jokowi kini merupakan patron PSI.
“Kenapa kita ingin memasang Pak Jokowi? Pak Jokowi adalah contoh hidup bagi rakyat jelata. Pak Jokowi adalah harapan bagi para politisi yang tidak berasal dari keturunan pemilik partai,” kata Ali.
“Pak Jokowi adalah contoh hidup bukan dari yang berasal dari keluarga kaya raya, yang kemudian meniti karirnya dari bawah sampai di pucuk pemerintahan. Pak Jokowi bukan dari keluarga ningrat, tapi dia bisa meniti karier dan sampai dengan Presiden Republik Indonesia,” sambungnya.
Ali berharap, dengan Jokowi dijadikan patron PSI, anak-anak muda ke depannya bisa melihat politik sebagai harapan.
Dia ingin anak-anak muda berpikir bahwa menjadi pejabat tidak harus jadi orang kaya atau anak ketua partai terlebih dahulu.
“Cukup punya konsistensi dan menanamkan nilai-nilai baik pada diri dan masyarakat, Insya Allah masyarakat akan mendorong dan partai-partai politik akan mengejar kamu,” imbuh Ali.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/19/691d4d7724696.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Walk Out Massal Refly Harun Cs di Forum Komisi Reformasi Polri, Gara-gara Roy Suryo Dilarang Bicara Nasional
Walk Out Massal Refly Harun Cs di Forum Komisi Reformasi Polri, Gara-gara Roy Suryo Dilarang Bicara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Akademisi dan pakar hukum tata negara Refly Harun bersama sejumlah tokoh masyarakat sipil melakukan
walk out
dari audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Keputusan itu dipicu larangan terhadap tiga peserta yang tengah berstatus tersangka kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma (Dr. Tifa), atau yang mereka sebut sebagai kelompok RRT, untuk berbicara dalam forum tersebut.
Refly menjelaskan bahwa pihak panitia sejak awal telah mengundang dirinya dan 18 nama lain yang diajukan kelompok masyarakat sipil.
Namun, menjelang pelaksanaan audiensi, muncul keberatan dari anggota Komisi Reformasi, salah satunya mantan Kapolri Jenderal (Purn) Idham Azis, terkait kehadiran peserta yang berstatus tersangka.
“Memang kami
walk out
karena kan ada 18 orang yang tertera dalam undangan yang kami ajukan. Ini mereka mengundang kita,
Refly Harun
dan kawan-kawan, kemudian ada 18 orang yang namanya dicatatkan untuk diundang. Dan rupanya ada keberatan dari tim, yang diperkuat mantan Kapolri Idham Azis yang mengatakan kalau tersangka tidak boleh ikut, opsinya keluar,” kata Refly saat ditemui di PTIK, Rabu.
Ia menegaskan bahwa kelompoknya memilih meninggalkan ruang audiensi sebagai bentuk solidaritas apabila RRT diminta keluar.
Sejumlah tokoh ikut keluar dari forum bersama Refly, termasuk Said Didu, Rizal Fadila, dan Aziz Yanuar.
Menurut Refly, panitia memberi dua opsi kepada Roy Suryo, Rismon, dan Dr. Tifa, yakni tetap berada dalam ruangan tetapi dilarang berbicara, atau keluar dari forum.
Namun, RRT memilih opsi terakhir.
“Mayoritas ya, memilih keluar. Karena mereka memilih keluar, kita sebelum masuk sudah solidaritas. Kalau RRT keluar, kita juga keluar,” ungkap Refly.
Dalam kesempatan yang sama, Roy Suryo membenarkan bahwa dirinya dan dua rekannya ikut hadir atas undangan pribadi dari Refly.
Roy membenarkan adanya opsi untuk tetap berada di ruangan tanpa bicara, tetapi mereka memilih
walk out
setelah berdiskusi internal.
“Tadi kami diberikan pilihan oleh Prof. Jimly untuk tetap duduk di dalam, tapi kemudian tidak boleh bicara atau keluar. Nah, karena pilihan itu, maka kami sepakat (keluar),” tutur Roy.
Roy juga menegaskan bahwa Refly hadir bukan sebagai kuasa hukum, melainkan sahabat yang mewakili kelompok masyarakat sipil.
Refly mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri berawal dari diskusi pada 13 November, sehari sebelum RRT menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Dalam diskusi itu, sejumlah tokoh masyarakat sipil menilai kasus yang menjerat RRT sarat kriminalisasi terhadap kritik dan perbedaan pendapat. Mereka sepakat meminta perhatian
Komisi Reformasi Polri
.
“Saya berinisiatif pada waktu itu tanpa disuruh, me-WA dan menelpon Pak Jimly (Ketua Komisi Jimly Asshiddiqie) atau langsung menelpon, kurang lebih begitu. Pak Jimly menyambut baik untuk tim ini diundang,” kata Refly.
Nama-nama peserta pun diajukan melalui staf Komisi, meski pada awalnya RRT belum disertakan.
Setelah jadwal ditetapkan, Refly meminta agar ketiganya ikut hadir.
Namun, satu hari sebelum audiensi, Ketua Komisi Jimly Asshiddiqie mengirim pesan bahwa RRT tidak diperbolehkan masuk sebagai peserta karena status tersangka.
“Saya sengaja tidak kasih tahu mereka (RRT) karena saya menganggap, ini apa-apaan.
Ini kan lembaga aspirasi. Masa belum apa-apa sudah menghukum orang? Status tersangka itu, itu kan belum bersalah,” ungkap Refly.
Ia menilai kasus-kasus yang menjerat RRT relevan untuk dibahas dalam konteks reformasi Polri, terlebih menyangkut isu kriminalisasi terhadap kritik publik.
“Keyakinan kita adalah kasus ini adalah kriminalisasi, karena itu saya kira layak untuk didiskusikan, disampaikan aspirasinya kepada pihak kepolisian,” ujarnya.
Ia mempertanyakan mengapa, di tengah desakan publik agar Polri berbenah, masih ada perkara yang dianggap menjerat warga hanya karena pendapat atau hasil penelitian.
“Negara yang mentersangkakan atau mempidanakan orang berpendapat apalagi dengan penelitian dan lain sebagainya, itu negara yang demokrasinya sontoloyo. Nah Indonesia kan tidak ingin seperti itu harusnya, Indonesia haeus naik kelas menjadi negara demokrasi yang substantif,” terangnya.
Menanggapi insiden
walk out
, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie menyatakan menghormati sikap Refly dan kawan-kawan.
“Saya sebagai ketua komisi menghargai sikap dari Refly Harun. Itu aktifis sejati mesti gitu, dia tegas,” kata Jimly dalam konferensi pers di PTIK, Rabu.
Namun, ia menegaskan bahwa forum tersebut telah menyepakati bahwa tersangka tidak boleh menjadi peserta aktif.
“Tapi kita juga mesti menghargai juga bahwa forum ini telah sepakat yang tersangka jangan, walaupun aspirasi tetap kita dengar kita bicarakan,” tegas Jimly.
Polisi sebelumnya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi pada Jumat (7/11/2025).
Mereka dibagi dalam dua klaster:
Klaster pertama yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M. Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.
Klaster kedua yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma (Dr. Tifa).
“Berdasarkan hasil penyidikan kami bagi dalam dua klaster, antara lain lima tersangka klaster pertama yang terdiri atas RS, KTR, MRF, RE, dan DHL. Klaster kedua RS, RHS, dan TT,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/19/691dd159394e5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dari Kekurangan Bacaan Jadi Tak Mau Berhenti Membaca, Murid SDN Pangkalan 1 Sambut Kiriman Buku Regional 19 November 2025
Dari Kekurangan Bacaan Jadi Tak Mau Berhenti Membaca, Murid SDN Pangkalan 1 Sambut Kiriman Buku
Tim Redaksi
PANDEGLANG, KOMPAS.com
— Kotak kardus berisi buku baru diletakkan di depan kelas 4 SDN Pangkalan 1, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten, Rabu (19/11/2025).
Kepala
SDN Pangkalan 1
, Madyani, berdiri di sampingnya sambil membuka segel perlahan.
Semua murid menahan napas.
Begitu tutup kardus terangkat dan warna-warni sampul buku terlihat, ruang kelas pecah oleh sorak kecil dan tawa antusias.
Revan (10) menghampiri lebih dulu, disusul Arul (10), lalu puluhan murid lainnya.
Tanpa komando, mereka berebut mengambil buku dan langsung mencari tempat duduk.
Ada yang membaca sambil tertawa kecil, ada yang menunjuk gambar, ada pula yang bergantian menunjukkan halaman favorit.
“Sebelumnya saya jarang baca buku karena enggak ada, senang, gambarnya bagus, jadi mau baca terus,” kata Arul sambil menepuk-nepuk sampul buku bergambar dinosaurus.
Revan yang duduk tak jauh darinya sudah berganti dua buku.
“Boleh tukar lagi?” ucapnya sambil tertawa, sambil memilih
buku baru
untuk dibaca.
Suasana kelas saat itu begitu riuh dengan suara murid membaca dan suara halaman buku yang dibolak-balik.
Saat seluruh murid kelas 4 sudah mendapatkan buku, Madyani beranjak menuju ruang kelas 5 membawa kardus yang sama.
Begitu memasuki kelas, beberapa siswa langsung berdiri mendekat.
Mereka mengaku penasaran karena mendengar riuh dari kelas 4.
Tak menunggu aba-aba, anak-anak mulai berebut melihat isi kardus dan memilih buku, sama riuhnya seperti yang terjadi di kelas sebelah.
Di antara mereka ada Fahmi (11) yang memilih buku dengan raut serius.
“Saya suka baca, cuma enggak ada bukunya. Kadang baca buku pelajaran ulang-ulang atau koran bekas,” katanya.
Pemandangan spontan dan riuh itu jadi bukti sederhana jika anak-anak selama ini tidak malas membaca; mereka hanya tak pernah punya bahan bacaan yang menarik.
Kiriman buku tersebut merupakan bagian dari
program Jagat Literasi
dalam rangkaian peringatan 30 tahun Kompas.com.
Buku-buku itu berasal dari donasi pembaca, setelah sebelumnya
Kompas.com
mengadakan kegiatan literasi dan mengajar di sekolah.
Kepala SDN Pangkalan 1, Madyani, mengatakan momen ini sudah lama dinanti oleh sekolahnya.
“Ini merupakan kebahagiaan bagi kami. Secara pribadi, saya sangat takjub dengan kegiatan Kompas.com. Anak-anak membaca dengan antusias sekali. Di Pangkalan 1, kami punya rutinitas wajib setiap hari Rabu baca, apa pun bukunya. Sekarang mereka makin semangat,” kata Madyani usai menerima paket buku dari Kompas.com.
Selama ini, menurutnya, kegiatan literasi berjalan terbatas karena hanya mengandalkan buku seadanya dari dana BOS.
Namun, kini, koleksi buku di sekolahnya bertambah.
“Jujur kami kesulitan buku, biasanya hanya baca buku pelajaran saja. Sampai anak-anak saya sarankan baca koran di rumah,” ujarnya.
Madyani yakin, dengan adanya buku-buku ini, anak-anak akhirnya punya bahan bacaan yang bisa dinikmati, bukan hanya dipelajari.
Dia juga berharap murid-muridnya akan punya alasan untuk membaca karena mereka ingin, bukan karena tugas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/19/691dd4ac78434.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga pada 3 Kecamatan Dievakuasi akibat Erupsi Semeru, 5 Lokasi Pengungsian Disiapkan Surabaya 19 November 2025
Warga pada 3 Kecamatan Dievakuasi akibat Erupsi Semeru, 5 Lokasi Pengungsian Disiapkan
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Warga pada tiga kecamatan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dievakuasi menyusul erupsi Gunung Semeru pada Rabu (19/11/2025) sore.
Tiga kecamatan yang dimaksud yakni Kecamatan Pronojiwo, Kecamatan Candipuro, dan Kecamatan Rowokangkung.
Hingga Rabu malam, lima lokasi pengungsian telah disiapkan oleh tim gabungan.
Lima lokasi pengungsian tersebut adalah Pendopo Kecamatan Candipuro, Balai Desa Oro-Oro Ombo, Balai Desa Penanggal, Gedung SDN 4 Supiturang, dan Gedung SMP 2 Pronojiwo.
“Evakuasi masih terus dilakukan, jumlah pengungsi masih dalam pendataan,” kata Gubernur Jatim
Khofifah Indar Parawansa
dalam keterangannya Rabu malam.
Dia mengaku sudah menginstruksikan BPBD Jatim dan BPBD Lumajang untuk memastikan semua warga terdampak menuju lokasi pengungsian dengan aman dan terdata dengan baik.
“Saya memohon seluruh warga di sekitar Semeru untuk mengutamakan keselamatan. Petugas kami terus bekerja di lapangan,” ucap dia.
Berdasarkan laporan PVMBG, aktivitas
Gunung Semeru
pada pukul 14.13 WIB mengeluarkan awan panas guguran (APG) dengan jarak luncur mencapai 14 kilometer.
Aktivitas vulkanik berlanjut hingga pukul 17.00 WIB sebelum akhirnya status dinaikkan menjadi level IV (awas).
Awan panas guguran masih berlangsung dengan amplitudo maksimum mencapai 34 mm dan kecenderungan arah luncur ke utara.
Khofifah mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Semeru untuk tidak panik. “Masyarakat saya minta tenang, tidak panik, dan terus mengikuti arahan petugas,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu malam.
Khofifah meminta seluruh warga untuk mematuhi larangan masuk ke zona bahaya.
“Warga segera menuju titik evakuasi atau lokasi pengungsian yang telah ditetapkan perangkat desa dan aparat keamanan,” ucap dia.
Dia juga mengimbau masyarakat tidak mudah percaya pada informasi selain informasi resmi dari petugas.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/05/690b1c223d1d4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/20/691e52be5e1fd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/14/6916deb2b8b0f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/19/691db4fef18f6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/19/691db02cdefef.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2018/03/22/1847392076.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)