Polisi Temukan Kerangka Manusia, Diduga Alvaro Bocah Pesanggrahan yang Hilang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Alvaro Kiano Nugroho, bocah yang hilang 8 bulan yang lalu di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Kapolres
Jakarta Selatan
, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, mengungkapkan bahwa penyidik yang bertugas mencari Alvaro telah menemukan kerangka manusia yang diduga milik Alvaro.
“Baru diketemukan kerangka manusia yang diduga merupakan Alvaro,” kata Nicolas kepada wartawan, Minggu (23/11/2025).
Saat ditanya bukti kerangka manusia itu diduga Alvaro, ia belum menjelaskan lebih detail.
Penyidik masih akan memeriksa kecocokan kerangka dengan DNA keluarga Alvaro.
“Tapi kami butuh kepastiannya dulu melalui pengecekan DNA dan pemeriksaan Labfor ya,” ucap dia.
Nicolas mengatakan, hasil tes DNA akan diumumkan Kamis (27/11/2025) mendatang.
Sebelumnya,
Alvaro Kiano Nugroho
terakhir terlihat di Masjid Jami Al Muflihun, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Pada hari kejadian, seorang pria yang mengaku sebagai ayah Alvaro disebut datang ke lokasi kejadian mencari bocah laki-laki itu.
Informasi tentang kedatangan pria tersebut baru diketahui kakek Alvaro, Tugimin, dari marbut Masjid Jami Al Muflihun, tiga hari setelah Alvaro dinyatakan hilang.
“Itu ada orang datang, ditanya sama marbut, ‘Pak, cari siapa?’ ‘Cari anak saya. Alvaro katanya kalau shalat di masjid sini.’ ‘Itu ada anaknya di atas.’ Kata marbut begitu,” ungkap Tugimin.
Setelah itu, marbut tidak memperhatikan lagi gerak-gerik pria tersebut.
Marbut sibuk mempersiapkan pelaksanaan shalat Maghrib dan berbuka puasa.
Usai berbuka puasa dan waktu shalat Maghrib, Alvaro tak kunjung pulang.
Tugimin belum merasa curiga, karena sang cucu memang kerap bermain sepak bola bersama teman-temannya pada malam hari.
“Saya sadar untuk mencari itu jam 21.30 WIB. ‘Kok cucu saya belum pulang? Ke mana?’. Saya bilang kayak begitu,” ujar dia.
Tugimin, yang merupakan pensiunan petugas pemadam kebakaran Lebak Bulus, segera menyambangi lokasi terakhir Alvaro terlihat.
Ia juga mendatangi teman-teman yang biasa bermain dengan cucunya. Namun, upayanya tak membuahkan hasil.
Adapun ayah kandung Alvaro saat ini sedang menjalani hukuman atas kasus narkoba di Lapas Cipinang. Sementara itu, ibunya bekerja di Malaysia.
“Ibu sama bapaknya itu sudah pisah dan ibunya sudah punya suami lagi. Secara resmi menikah di KUA Kecamatan Pesanggrahan,” tegas Tugimin.
Pihak keluarga telah mendatangi alamat terakhir keluarga ayah kandung Alvaro. Namun, mereka disebut telah berpindah rumah.
“Sudah. Saya sudah cek (ke alamat lama), tapi ternyata sudah pindah. Ternyata kepolisian dari Polres Jakarta Selatan itu sudah menemukan tempat alamatnya,” ujar dia.
“Dan bahkan sampai, suami dari adik bapaknya Alvaro dibawa ke Jakarta untuk ditunjukkan kepada marbut, ternyata yang datang bukan itu,” lanjutnya.
Keluarga akhirnya telah melaporkan hilangnya Alvaro ke polisi. Adapun ciri-ciri Alvaro adalah berkulit sawo matang dengan potongan rambut cepak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/10/21/68f7927709b33.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Polisi Temukan Kerangka Manusia, Diduga Alvaro Bocah Pesanggrahan yang Hilang Megapolitan
-
/data/photo/2025/04/22/68075217151b9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Alvaro, Bocah Pesanggrahan yang Hilang 8 Bulan Ditemukan Meninggal Megapolitan
Alvaro, Bocah Pesanggrahan yang Hilang 8 Bulan Ditemukan Meninggal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Alvaro Kiano Nugroho, bocah enam tahun yang hilang di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sejak Maret lalu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Kapolsek Pesanggrahan, AKP Seala Syah Alam mengatakan, pihaknya sudah menangkap orang yang menyebabkan Alvaro tewas.
“Alvaro sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan tersangka sudah diamankan,” kata Seala kepada wartawan, Minggu (23/11/2025).
Terkait tempat dan waktu penemuan Alvaro, Seala belum bisa memberikan banyak informasi.
“Sementara itu dulu ya. Saya belum bisa banyak statement,” katanya.
Sebelumnya, Alvaro Kiano Nugroho terakhir terlihat di Masjid Jami Al Muflihun, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Pada hari kejadian, seorang pria yang mengaku sebagai ayah Alvaro disebut datang ke lokasi kejadian mencari bocah laki-laki itu.
Informasi tentang kedatangan pria tersebut baru diketahui kakek Alvaro, Tugimin dari marbut Masjid Jami Al Muflihun, tiga hari setelah Alvaro dinyatakan hilang.
“Itu ada orang datang, ditanya sama marbut, ‘Pak, cari siapa?’ ‘Cari anak saya. Alvaro katanya kalau shalat di masjid sini.’ ‘Itu ada anaknya di atas.’ Kata marbut begitu,” ungkap Tugimin.
Setelah itu, marbut tidak memperhatikan lagi gerak-gerik pria tersebut. Marbut sibuk mempersiapkan pelaksanaan shalat Maghrib dan berbuka puasa.
Usai berbuka puasa dan waktu shalat Maghrib, Alvaro tak kunjung pulang. Tugimin belum merasa curiga, karena sang cucu memang kerap bermain sepak bola bersama teman-temannya pada malam hari.
“Saya sadar untuk mencari itu jam 21.30 WIB. ‘Kok cucu saya belum pulang? Ke mana?’. Saya bilang kayak begitu,” ujar dia.
Tugimin, yang merupakan pensiunan petugas pemadam kebakaran Lebak Bulus, segera menyambangi lokasi terakhir Alvaro terlihat. Ia juga mendatangi teman-teman yang biasa bermain dengan cucunya.
Namun, upayanya tak membuahkan hasil. Adapun ayah kandung Alvaro saat ini sedang menjalani hukuman atas kasus narkoba di Lapas Cipinang. Sementara itu, ibunya bekerja di Malaysia.
“Ibu sama bapaknya itu sudah pisah dan ibunya sudah punya suami lagi. Secara resmi menikah di KUA Kecamatan Pesanggrahan,” tegas Tugimin.
Pihak keluarga telah mendatangi alamat terakhir keluarga ayah kandung Alvaro. Namun, mereka disebut telah berpindah rumah.
“Sudah. Saya sudah cek (ke alamat lama), tapi ternyata sudah pindah. Ternyata kepolisian dari Polres Jakarta Selatan itu sudah menemukan tempat alamatnya,” ujar dia.
“Dan bahkan sampai, suami dari adik bapaknya Alvaro dibawa ke Jakarta untuk ditunjukkan kepada marbut, ternyata yang datang bukan itu,” lanjutnya.
Keluarga juga telah melaporkan hilangnya Alvaro ke polisi.
Adapun ciri-ciri Alvaro adalah berkulit sawo matang dengan potongan rambut cepak. Bagi siapa saja yang melihat atau menemukan Alvaro, dapat menghubungi nomor 0812-1923-0694.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/23/69221ba4a047e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Desakan Mundur Gus Yahya, PWNU DIY Serukan Islah Yogyakarta 23 November 2025
Desakan Mundur Gus Yahya, PWNU DIY Serukan Islah
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, menghadapi desakan untuk mundur dari jajaran Syuriah PBNU.
Menanggapi situasi ini, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa
Yogyakarta
(DIY) menginginkan terjadinya
islah
, yang dalam Bahasa Indonesia berarti perbaikan, perdamaian, atau rekonsiliasi.
“Pertama, kalau
PWNU DIY
menginginkan terjadinya islah, ya mungkin dengan cara islah bisa lebih elegan dan sesuai dengan budaya kita,” ujar Ketua PWNU DIY, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Minggu (23/11/2025).
Ahmad menyatakan, islah yang dilakukan harus menghasilkan kesepakatan yang tertulis dan tidak hanya sekadar formalitas, tetapi juga mencerminkan semangat untuk menjalin ukhuwah dengan baik.
“Ya untuk kemaslahatan bersama, kalau DIY tetap menginginkan adanya jalan keluar solusi yang baik dan bisa berjalan bersama sampai dengan pelaksanaan muktamar,” tambahnya.
Ketika ditanya apakah PWNU DIY ikut mendesak mundur, Ahmad menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam desakan tersebut.
“Enggak, kita tidak ikut mendesak mundur, tetapi dicarikan solusi yang terbaik,” ucapnya.
Ia juga menjamin bahwa pasca munculnya
desakan mundur
kepada
Gus Yahya
, tidak ada gejolak di kalangan warga Nahdlatul Ulama, terutama di Yogyakarta.
“Alhamdulillah, kalau di Jogja enggak ada. Kita kawal umat warga kita dengan baik. Tetap fokus pada program kerja tanpa ada pengaruh, gejolak kan di tingkat elite,” jelasnya.
Sebelumnya, setelah diminta mundur oleh jajaran Syuriah, Gus Yahya menggelar pertemuan maraton dengan berbagai pihak.
Pada Minggu (23/11/2025) malam, Gus Yahya dijadwalkan menggelar Silaturahim Alim Ulama di Kantor
PBNU
, Jalan Kramat Raya, Jakarta, setelah mengumpulkan para Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama tingkat provinsi.
Dari undangan yang beredar, terdapat 76 ulama dari berbagai daerah di Indonesia yang diundang.
Dalam daftar undangan tersebut, terdapat nama-nama penting seperti istri KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah; mantan Ketua PBNU KH Aqil Siroj; dan mantan Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin.
Gus Yahya membenarkan agenda tersebut dan menyebutkan bahwa acara itu bertujuan untuk meminta nasihat para ulama.
“Kalau dengan ulama, saya mohon doa dan mohon nasihat. Kalau Beliau bertanya, saya jawab, saya akan lebih banyak diam,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/23/6922e6538b998.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Lahan Melon di Situbondo Digusur untuk Bandara Militer, Petani: Kualitas Buah Sangat Bagus Surabaya 23 November 2025
Lahan Melon di Situbondo Digusur untuk Bandara Militer, Petani: Kualitas Buah Sangat Bagus
Tim Redaksi
SITUBONDO, KOMPAS.com
– Ratusan hektar lahan persawahan dan perkebunan di Desa Wringin, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, digusur untuk pengalihan lahan menjadi bandara militer.
Dampak dari program pembangunan tersebut, puluhan hektar tanaman holtikultura, seperti melon, jagung, dan tebu yang siap panen di daerah tersebut digusur.
Salah satu petani melon, yakni Cahyo (40), warga Desa Sidorejo, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, menyatakan dirinya terpaksa bersuara supaya hak dan kewajiban petani tidak dirampas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Sebenarnya saya tidak punya keberanian, begitu juga petani yang lain, kami ini siapa, kami hanya penyewa jika tanah itu diambil ya monggo, namun saya berani bicara karena yang lain tidak berani,” kata Cahyo saat dihubungi pada Minggu (23/11/2025).
Menurutnya, untuk lahan sewa tanah sawah dan ladang ke Pemkab
Situbondo
setiap satu hektar sekitar Rp 8 juta. Dirinya sudah menyewa lahan sejak 2017 sampai 2025.
“Selama menyewa lahan di situ ya saya berusaha berbuat baik ke semua, tidak ada masalah selama ini, kami berhubungan baik ke aparat dan pemerintah,” katanya.
Hasil pertanian di daerah tersebut termasuk bagus karena tanahnya subur dan ketersediaan air sangat cukup. Sehingga, buah melon yang dihasilkan sangat baik.
“Untuk buah melon ini kami setiap 4 bulan panen dan pengirimannya selalu luar daerah, ke Bali dan terkadang ke Jakarta. Coba lihat di Kramat Jati, itu melon hasil bumi sini (Sawah Banongan). Kualitas buah melon di sini sangat bagus,” katanya.
Cahyo juga menuturkan bahwa bagi petani melon, untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp 200 juta sangat mudah saat panen. Hasil bumi tersebut hampir setiap tahun berjalan baik.
“Saya kaget saat kami diganti rugi hanya Rp 100 juta. Saat saya tanya ke dinas ternyata nominal itu dihitung dari modal tanam. Kalau sama-sama dapat hasil modal mending kami tidak tanam sejak awal,” ucapnya.
Dengan kondisi sekarang, lahan pertanian dan perkebunan sudah tidak disewakan kembali. Dirinya dan petani lain harus mencari lahan sewa di tempat lain.
“Kami menerima keputusan yang ada, lahan melon sebenarnya ada yang panen sebelum digusur, sedangkan yang digusur itu saat proses tenam paling akhir dan sekarang hendak mau dipanen kurang beberapa hari namun digusur,” katanya.
Anas (27), warga Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, menyatakan buah melon hasil pertanian di daerahnya memang bagus. Rasanya manis dan cukup berair.
“Melon Asembagus bagus dan manis, lahan pertanian itu dekat rumah. Sebenarnya ada yang sudah panen harganya cukup murah sekitar Rp 8.000 perkilogram, kalau di pasar Rp 12.000 sampai Rp 15.000,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, Dadang Aries menyatakan bahwa sebelum penggusuran pihak pemerintah sudah mengimbau ke petani untuk segera dipanen.
Pihaknya pun membantah tidak memberi imbauan sebelum adanya penggusuran.
“Pemerintah sudah memberikan kesempatan kepada petani untuk memanen tanamannya bagi yang terdampak. Kementerian juga memberi ganti rugi, padahal kalau melihat klausul pemerintah dapat mengambil lahan saat dibutuhkan tanpa ganti rugi namun oleh kementerian tetap diberi ganti rugi tenaman,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/23/6922eba206093.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Hendrik Hidup dari Upah Bersihkan Makam sejak SD hingga Berkeluarga Makassar 23 November 2025
Cerita Hendrik Hidup dari Upah Bersihkan Makam sejak SD hingga Berkeluarga
Tim Redaksi
MAKASSAR, KOMPAS.com
— Hendrik (55), warga Jalan Kancil, Kecamatan Mamajang, Makassar, telah menjadi pembersih makam sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Profesi yang dijalaninya sejak kecil itu hingga kini menjadi sumber penghidupan bagi keluarganya.
Sebagai ayah dari dua anak, Hendrik menyebut pekerjaan ini membantunya membiayai pendidikan anak-anaknya, termasuk satu yang kini berkuliah di sebuah perguruan tinggi di Sulawesi Selatan.
“Masih kecil (jadi
pembersih makam
), sampai saya tamat (sekolah), bayar uang sekolah hasil bersihkan makam,” ungkap Hendrik di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dadi, Jalan Amirullah, Sabtu (22/11/2025).
Kedekatan TPU dengan rumahnya membuat Hendrik sering berada di lingkungan pemakaman sejak remaja. Sepulang sekolah, ia kerap bermain di lapangan sekitar TPU sambil menunggu peziarah yang membutuhkan jasanya.
Setelah lulus SMA, Hendrik sempat mencoba pekerjaan lain sebagai tukang reparasi AC. Namun, pekerjaannya tak bertahan lama.
“Belum rezeki. Setelah kerja, saya kembali lagi di sini (pembersih makam),” ujarnya.
Dengan tatapan sayup, Hendrik mengatakan bahwa ia ikhlas menjalani pekerjaan ini. Apalagi ia bisa menolong orang lain.
Selama puluhan tahun bekerja, Hendrik tidak pernah mematok tarif untuk jasanya. Upah biasanya diberikan secara sukarela, berkisar Rp5.000 hingga Rp10.000.
“Kalau dapat yah bersyukur. Kalau tidak dapat ya syukur juga,” katanya.
Untuk menambah penghasilan, Hendrik dan istrinya juga menjual kue tradisional yang dititipkan ke pedagang kelontong. Usaha kecil itu turut membantu menutup kebutuhan pendidikan anak-anaknya.
Pada momen tertentu seperti Ramadan dan Idul Fitri, pendapatan Hendrik meningkat signifikan.
“Mau masuk Idul Fitri, puasa, sama Idul Adha. Kayak ratusan. Dapat 100, hingga 200, begitukan banyak orang bersiara,” tuturnya.
Meski terbiasa bekerja keras, Hendrik mengaku musim hujan menjadi tantangan tersendiri bagi penggali makam.
“Ya kita kalau tanam jenazah itu kan musim hujan, jadi ya kerja berat gitu,” katanya.
Pada 2020, ia juga pernah menjadi salah satu penggali kubur korban Covid-19.
“Korban sudah dibungkus di peti. Kita cuma makamkan, sama petugas Covid-nya,” tutur Hendrik. Dari pekerjaan itu, ia menerima upah lebih tinggi, sekitar Rp50.000 sampai Rp100.000.
Meski penghasilannya tergolong minim, Hendrik memilih tidak banyak berharap pada bantuan pemerintah.
“Mengharap pemerintah tidak juga. Lebih bagus untuk kita sendiri bagaimana kita bisa hidup di dunia ini untuk keluarga,” kata dia.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar mencatat 85 pembersih makam non-ASN telah diangkat menjadi PPPK paruh waktu dengan gaji Rp1,5 juta per bulan.
Sementara pegawai PJLP Petugas Pemakaman berjumlah tujuh orang dengan gaji Rp2.763.277 per bulan.
Profesi pembersih makam memang kerap luput dari perhatian. Namun, peran mereka sangat penting dalam proses pemulasaraan jenazah dan menjaga kebersihan area pemakaman.
Hendrik menjadi salah satu wajah dari kerja sunyi itu, seorang bapak yang terus bertahan demi keluarganya, meski dengan penghasilan yang jauh dari kata pasti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/22/6921b0f535af3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PSI Harap Muncul Jokowi Muda: Jadi Presiden Tanpa Harus Anak Proklamator
PSI Harap Muncul Jokowi Muda: Jadi Presiden Tanpa Harus Anak Proklamator
Tim Redaksi
BATAM, KOMPAS.com
– Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali berharap, ke depannya bisa muncul sosok baru seperti Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dari PSI, pemimpin yang tak harus berasal dari darah biru keluarga proklamator.
“Untuk itu, saya berharap dari Kepri ini akan lahir
Jokowi
-Jokowi muda, tanpa harus masuk, tanpa dia harus berasal dari keluarga darah biru politik, tanpa dia harus menjadi anaknya proklamator, tanpa dia harus anaknya pahlawan. Tapi dia ada anak petani pun, dia disamakan, dan Jokowi sudah membuktikan itu,” jelas Ali, Sabtu (22/11/2025) malam.
Dia menyampaikan harapan itu saat memberi arahan dalam Rakorwil
PSI
Se-
Kepulauan Riau
(Kepri) di Batam, Kepulauan Riau.
Ali menekankan, Jokowi telah membuktikan bahwa menjadi Presiden tidak harus berasal dari keluarga kaya raya.
“Kami ingin memberikan cerita, kami ingin memberikan gambaran dan ilustrasi Pak Jokowi, dengan cerita hidup bagi rakyat jelata, bahwa rakyat jelata yang tinggal di kampung juga bisa jadi seperti Jokowi. Bisa juga jadi Presiden, tanpa partai politik, tanpa darah biru, tanpa uang yang banyak,” ujar Ali.
Ali menjelaskan, selama seseorang berpendirian baik dan selalu berinteraksi dengan rakyat, maka partai politik akan datang dengan sendirinya.
“Ketika kamu berpendirian baik, ketika kamu dimiliki rakyat, ketika kamu berinteraksi dengan rakyat, maka tidak perlu partai politik yang mengejar-ngejar kamu, karena rakyat yang akan mengejar partai politik untuk memaksa partai politik untuk mengusung kamu,” ucapnya.
Maka dari itu, Ali berharap akan muncul “Jokowi-Jokowi muda” yang lahir dari kampung pula.
Menurutnya, sudah ada bukti seseorang bisa menjadi Presiden tanpa harus berasal dari anak Proklamator ataupun pahlawan.
“Itulah kenapa PSI selalu menjadikan Jokowi sebagai patron politik, ini pengingat, penyemangat bagi orang-orang yang tidak seberuntung orang-orang yang lahir di piring emas,” imbuhnya.
Sementara itu, Ali berharap orang-orang baik tidak apatis untuk berpolitik.
Dia khawatir jika orang-orang baik diam, maka orang jahat yang akan menduduki kursi politik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/07/68e4eb8b21906.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Libur Nataru di Yogyakarta Diharapkan Bisa Dongkrak Kunjungan Wisata yang Lagi Lesu Yogyakarta 23 November 2025
Libur Nataru di Yogyakarta Diharapkan Bisa Dongkrak Kunjungan Wisata yang Lagi Lesu
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Periode libur Natal 2025 dan tahun baru 2026 diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan di Kota Yogyakarta. Sebab, kunjungan wisatawan lesu selama 2025.
Wali Kota
Yogyakarta
, Hasto Wardoyo mengatakan, dari awal dia dilantik pada Maret 2025, tren kunjungan wisatawan di Kota Yogyakarta cenderung lesu.
Kunjungan wisatawan yang lesu ini berlanjut hingga pertengahan tahun 2025.
“Sampai di pertengahan tahun bulan Agustus itu masih lesu karena kunjungan menurun bahkan rata-rata hunian okupansinya hotel bintang enggak sampai 60 persen yang melati hanya 30 persen,” ujar Hasto.
Hasto menyampaikan, kondisi lesunya wisatawan ini terbukti dengan jumlah kunjungan wisatawan asing baru di angka 300.000 orang.
Padahal, pada periode sebelumnya, kunjungan wisatawan di asing di Kota Yogyakarta bisa menembus 350.000 orang.
“Saya harap sisa waktu satu bulan ini bisa di atas 300.000 kan biasanya 350.000. Cocok lah dengan keluhan kunjungan menurun sesuai dengan data,” kata dia.
Sedangkan untuk wisatawan domestik pada awal tahun hingga periode libur Nataru biasanya mencapai 10 juta kunjungan.
Namun, pada 2025 ini kunjungan wisatawan domestik baru di angka 8 juta. Ia berharap periode libur Nataru dapat mendongkrak kunjungan wisatawan domestik.
“Biasanya turis domestik sampai 10 juta sekian, hari ini di sekitar 8 juta lebih dikit akumulasi. Sepi yang mulai dari awal tahun sampai Juni, Agustus,” kata dia.
Pada tahun 2026 mendatang ia meminta kepada para pelaku industri kreatif di Kota Yogyakarta untuk membuat kalender event.
“Saya bilang ke teman-teman industri kreatif, saya minta untuk membikin ide-ide gagasan, untuk menyusun
calendar of event
,” ucap Hasto.
Ketua Komite Ekonomi Kreatif Kota Yogyakarta, Arief Budiman mengatakan,
calendar of event
bertujuan untuk memberikan pesan kepada wisatawan, promotor dan investor bahwa pada tahun depan akan ada berbagai macam event.
“Jadi yang ingin ke Jogja atau punya agenda ke Jogja itu tidak dadakan,” kata dia.
Ia berharap dengan adanya kalender event, ekonomi kreatif dapat menjadi motor utama penggerak ekonomi di Kota Yogyakarta.
Ia mencontohkan ada beberapa event yang sudah rutin digelar di Kota Yogyakarta seperti Artjog dan JAFF yang memiliki dampak ke perputaran ekonomi di Yogyakarta.
“Di Kota Yogyakarta ini ada periode wisatawan kadang tinggi kadang rendah,” kata dia.
“Kita coba diskusikan event-event yang top itu, mungkin bisa di bulan-bulan yang tidak
peak
,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/23/6922e09b287f0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
La Koma, 46 Tahun Menggali Kubur di Samarinda: “Kalau Seminggu Tidak ke Kuburan, Rasanya Rindu” Regional 23 November 2025
La Koma, 46 Tahun Menggali Kubur di Samarinda: “Kalau Seminggu Tidak ke Kuburan, Rasanya Rindu”
Tim Redaksi
SAMARINDA, KOMPAS.com
– Di sebuah gang sempit di Jalan Rumbia, Samarinda Ilir, hidup seorang lelaki tua yang nyaris tak pernah absen dari pemakaman selama hampir setengah abad.
Warga mengenalnya sebagai Pak Kumis. Nama aslinya La Koma, penggali kubur yang telah menjaga sunyi sejak 1979.
Usianya kini hampir 70 tahun, namun ia masih memanggul cangkul menuju tanah yang sudah menjadi bagian hidupnya lebih lama daripada tempat mana pun yang pernah ia singgahi.
“Aku lahir tahun 1956 di kampung, di hutan. Pindah ke
Samarinda
tahun 71,” katanya, duduk di kursi kayu pada Minggu (23/11/2025).
La Koma tidak pernah merencanakan menjadi penggali kubur. Awalnya ia diminta membantu pemakaman oleh tetua kampung. Sejak itu ia terus memegang linggis.
Pada 1979, ia mulai rutin menggali kubur di Samarinda. “Selain itu saya petani, bangunan, serabutan. Apa saja yang penting bisa buat dapur,” ujarnya.
Hampir seluruh pemakaman di Samarinda pernah ia tangani: Lok Bahu, Lambung Mangkurat, Harapan Baru, hingga pemakaman pesantren di pegunungan.
Namun kini fisiknya tak lagi sekuat dulu. “Sekarang agak jarang. Kuburannya juga penuh. Kecuali kalau ada yang minta ‘gali’,” katanya tersenyum.
Selama 46 tahun, ratusan jenazah pernah ia makamkan—dari bayi hingga lansia.
“Semua ada. Dari usia dua tahun sampai bayi juga,” ucapnya lirih.
Kadang ia tidak dibayar. “Kadang cuma dikasih garam,” ujarnya tertawa kecil.
“Anak-anak itu 50 ribu, orang tua 200 ribu. Tergantung keikhlasan. Kalau TPU lain 1 juta, ada juga yang 3 juta.”
Sejak rekannya meninggal pada 2001, sebagian besar pekerjaan ia lakukan seorang diri.
Meski berat, ia tak pernah menolak panggilan. Ada sesuatu yang terus membuatnya kembali ke pemakaman.
“Kadang seminggu tidak ke kuburan itu rasanya rindu,” katanya.
Dulu ia bahkan merawat seluruh area pemakaman tanpa upah: memotong rumput, membersihkan semak, hingga mengurus pohon tumbang.
“Orang bilang saya tanggung jawab. Kalau dimarahi itu sering. Saya pakai uang pribadi kadang. Yang penting kuburan bersih,” tuturnya.
Bagaimana dengan bantuan pemerintah? Ia tertawa kecil. “Ada… satu linggis, dua cangkul saja.”
Tak selalu mulus. Pernah ia dimarahi keluarga jenazah karena tanah yang menggembung dianggap salah gali.
“Padahal kuburan itu umum. Harusnya sadar,” katanya.
Ia juga pernah mengalami peristiwa yang membekas. Suatu siang ia membersihkan rumput dengan membakar semak. Malamnya ia bermimpi seseorang mengucapkan terima kasih.
Keesokan harinya, ia kembali ke lokasi. “Tidak ada apa-apa, hanya beberapa uang koin,” ceritanya.
Ada pula kejadian saat ia menggali makam di depan panti asuhan, lalu tanpa sengaja mengenai makam anak aparat. Meski sudah berhati-hati, ia tetap dimarahi.
“Saya ini cuma masyarakat biasa. Tapi saya sabar.”
La Koma hidup bersama enam anak dan 16 cucu. Pendidikan formalnya hanya sampai SD, itu pun tidak tamat.
“Tidak bisa baca tulis dulu. Mau daftar polisi tidak bisa,” katanya tersenyum.
Saat tidak ada pekerjaan menggali kubur, ia bekerja serabutan: tukang bangunan, angkut kayu, memperbaiki rumah bocor.
“Lima ribu pun dulu saya ambil. Demi kehidupan,” katanya.
Dari enam anaknya, hanya satu yang kadang membantu. Tidak ada yang benar-benar ingin melanjutkan profesi ini.
“Saya tidak rendah diri. Ini panggilan hati.”
Ketika ditanya tentang harapan untuk pemerintah, ia terdiam lama.
“Sebenarnya… kalau saya kasih pesan, nanti takutnya salah,” ucapnya perlahan.
“Pemerintah itu manusia juga. Mungkin mereka tahu kebutuhan kami. Tapi saya takut bicara.”
Ia tidak pernah menuntut, tidak pernah meminta penghargaan.
“Yang penting itu niat orang masing-masing.”
La Koma tidak pernah tahu berapa lama lagi ia mampu bekerja. Namun selama tubuhnya masih bisa berdiri, ia akan tetap kembali ke pemakaman.
Bagi La Koma, tanah bukan hanya bumi.
Tanah adalah tempat pengabdian.
Tempat sunyi yang ia jaga selama 46 tahun.
Tempat ia merasa paling berguna.
Dan selama tenaganya tersisa, ia akan tetap datang—menggali, menimbun, membersihkan, menjaga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/23/6922d889cea5c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/23/6922ea52a60b1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)