Delpedro Cs Didakwa Unggah 80 Konten Hasutan Terkait Demonstrasi Agustus 2025
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa kasus dugaan penghasutan demonstrasi Agustus 2025, Delpedro Marhaen, didakwa mengunggah 80 konten dan/atau konten kolaborasi yang bersifat menghasut di media sosial terkait aksi pada akhir Agustus lalu.
Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang perdana kasus dugaan penghasut demonstrasi Agustus 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Selain Delpedro, tiga terdakwa lain yang didakwa dalam kasus sama adalah Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar.
Menurut JPU, berdasarkan keterangan saksi-saksi yang merupakan anggota Polri, 80 konten tersebut merupakan hasil patroli siber.
“(Unggahan dilakukan) Dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan.
Konten diunggah dalam kurun waktu 24–29 Agustus 2025.
Selain itu, keempat terdakwa juga didakwa melakukan pengunggahan konten Instagram lainnya yang bertujuan menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Unggahan itu berupa postingan atas nama satu akun atau kolaborasi akun media sosial Instagram @
gejayanmemanggil
, @
aliansimahasiswapenggugat
, @
blokpolitikpelajar
, @
lokataru_foundation
yang dikelola oleh para terdakwa.
Keempat akun tersebut dikelola langsung oleh para terdakwa.
“(Sehingga) Menciptakan efek jaringan, di mana tingkat interaksi konten atau engagement dari followers semua akun tersebut digabungkan,” tutur JPU.
“Menghasilkan sinyal yang sangat kuat ke algoritma bahwa ini adalah gerakan utama yang harus dipromosikan,” lanjutnya.
JPU menilai penggunaan sejumlah tagar yang konsisten seperti
#indonesiagelap
dan
#bubarkandpr
memudahkan algoritma media sosial melacak konten sebagai topik utama.
Perbuatan para terdakwa dalam penyebaran konten itu juga bermuatan ajakan kepada pelajar, mayoritas anak-anak, untuk terlibat dalam kerusuhan.
“Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” ungkap JPU.
“Sehingga mengakibatkan anak mengikuti aksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” tuturnya.
Akibat tindakan tersebut, JPU menyebut terjadi kerusuhan yang mengakibatkan fasilitas umum rusak, aparat pengamanan terluka, kantor pemerintahan rusak, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas.
Atas rangkaian dakwaan itu, Delpedro dan ketiga rekannya didakwa melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto pasal 45A ayat (2) atau Pasal 28 ayat (3) juncto pasal 45A ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau pasal 160 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 76H juncto pasal 87 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/16/6941049b5f5c2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Delpedro Cs Didakwa Unggah 80 Konten Hasutan Terkait Demonstrasi Agustus 2025 Megapolitan 16 Desember 2025
-
/data/photo/2025/12/16/6940f1faac324.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Eks Direktur Kemendikbudristek Saat Bagikan Uang Korupsi Chromebook: Ini Ada Rezeki Nasional
Eks Direktur Kemendikbudristek Saat Bagikan Uang Korupsi Chromebook: Ini Ada Rezeki
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan, eks Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sri Wahyuningsih membagikan uang hasil korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan dalih rezeki.
JPU menyebutkan, ucapan itu keluar dari mulut Sri saat memberikan uang Rp 50 juta kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
Kemendikbudristek
Jumeri.
“Bahwa
Sri Wahyuningsih
memberikan uang kepada Jumeri di ruang kerja Dirjen PAUDasmen sebesar Rp 50.000.000, yang berkaitan dengan pengadaan TIK laptop Chromebook dengan mengatakan kepada Jumeri, ‘Ini ada rezeki uang dari pengadaan Chromebook,’” ujar JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Selain memberikan uang senilai Rp 50 juta, Sri juga pernah memberikan sebuah ponsel kepada Jumeri.
“Bahwa Sri Wahyuningsih memberikan ponsel kepada Jumeri di ruang kerja Dirjen PAUDasmen, Samsung Z Fold 3, yang berkaitan dengan pengadaan TIK laptop Chromebook,” lanjut jaksa.
Dalam dakwaan, jaksa belum menyebutkan kapan uang dan barang ini diberikan.
Namun, Jumeri menjadi salah satu orang yang diperkaya secara tidak sah, ia disebut mendapatkan uang sebesar Rp 100 juta.
Selaku Dirjen PAUDasmen, Jumeri merupakan pihak yang terlibat dalam proses pengadaan TIK yang berujung meloloskan laptop berbasis Chromebook.
Dalam kasus ini, JPU mendakwa eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dan tiga terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
Selain Nadiem, tiga terdakwa lainnya itu adalah eks konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih.
Pada hari ini, jaksa membacakan dakwaan untuk Ibrahim, Mulyatsyah, dan Sri, sedangkan Nadiem baru mengikuti sidang perdana pada pekan depan karena tengah dirawat di rumah satki.
Sementara itu, ada satu tersangka lain dalam perkara ini, Jurist Tan, yang berkas perkaranya belum dilimpahkan karena masih berstatus buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/16/69414ca71615f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri Imipas Wanti-wanti Jangan Sampai Ada Peredaran Narkoba di Nusakambangan
Menteri Imipas Wanti-wanti Jangan Sampai Ada Peredaran Narkoba di Nusakambangan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) RI Agus Andrianto memperingatkan jajarannya terkait pengawasan agar tidak terjadi peredaran narkoba di Lapas Nusakambangan.
Agus meengaskan, pemindahan 1.690 narapidana ke Nusakambangan dalam satu tahun terakhir tak boleh diikuti dengan berpindahnya peredaran
narkoba
ke tempat tersebut.
“Saya ingatkan teman-teman yang di Nusakambangan, jangan sampai nanti peredaran narkoba, penipuan, pengendaliannya pindah ke Nusakambangan,” ucap Agus dalam Rapat Koordinasi, Evaluasi, Pengendalian Kinerja Tahun 2025, di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Agus mengingatkan, jangan sampai upaya pemerintah untuk memberantas dan mencegah penyebaran narkotika justru terjadi kembali di Nusakambangan.
“Saya ulangi, jangan sampai upaya kita untuk mengurangi peredaran narkotika dan penipuan dari Lapas yang sudah kita indikasikan sebagai tempat mereka melakukan kegiatannya, kita upayakan untuk cegah, justru terjadi di
Lapas Nusakambangan
,” tuturnya.
Eks Wakapolri ini menuturkan bahwa kementeriannya sudah melakukan banyak kegiatan positif di Nusakambangan yang dapat dinikmati para pegawai.
Sebagai langkah pencegahan, Agus meminta agar pegawai-pegawai Kementerian Imipas yang ditempatkan di Nusakambangan untuk dimutasi jika sudah lewat dua tahun.
“Saya minta Kakanwil, para Kakanwil yang sudah diberikan kewenangan untuk mutasikan eselon 5 ke bawah, yang sudah lewat dari 2 tahun tolong diputar itu di lingkungan. Jangan sampai para petugas lebih lama, lebih ditakuti daripada Ka UPT yang ada di sana,” kata Agus.
“Jangan lebih dari dua tahun lah yang di Nusakambangan. Tolong dievaluasi Pak Sesditjen Pas, nanti dinventarisir pegawai-pegawai yang ada di sana, jangan terlalu lama di satu tempat,” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/16/69412f8dd3690.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Minta Kepala Daerah se-Papua Jangan ke Luar Negeri Pakai Dana Otsus
Prabowo Minta Kepala Daerah se-Papua Jangan ke Luar Negeri Pakai Dana Otsus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden RI Prabowo Subianto meminta para kepala daerah se-Papua tidak bepergian ke luar negeri dengan menggunakan dana otonomi khusus (otsus).
Prabowo menegaskan hal ini ketika memberikan pengarahan kepada para kepala daerah yang digelar di Istana, Jakarta, Selasa (16/12/2025), untuk membahas percepatan pembangunan
Papua
.
“Saya minta benar-benar pada Gubernur dan para bupati tanggung jawab ya. Bupati dan Gubernur jangan banyak jalan-jalan ke luar negeri menggunakan
dana otsus
, bisa?” tanya Prabowo, kepada kepala daerah se-Papua.
“Bisa,” jawab para kepala daerah.
“Kok jawabannya kurang. Bisa?” tanya Prabowo lagi.
“Bisa,” teriak para kepala daerah lagi.
Menurut Prabowo, masyarakat Indonesia kini sudah pintar.
Rakyat bisa langsung memantau kepala daerahnya lewat media sosial.
“Ini sekarang ini rakyatmu itu sudah pintar-pintar, semua punya gadget,” tutur dia.
Prabowo juga mendorong Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mengawasi kepala daerah.
Kepala Negara juga berpesan agar seluruh kepala daerah yang hadir dalam rapat di Istana tidak terlalu lama meninggalkan daerahnya.
Prabowo juga berjanji akan membantu pelaksanaan program di Papua.
“Nanti Mendagri awasi ya. Jangan bupati terlalu lama ada di Jakarta. Saudara bertanggung jawab kepada rakyatmu, komite membantu, para menteri siap, program-program pusat pun akan kita turunkan ke saudara-saudara,” tutur dia.
Di kesempatan ini, Prabowo juga menanyakan perkembangan soal pencairan dana otsus Papua kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
“Yang jelas
dana otonomi khusus
yang tahun ini belum dicairkan ya?” tanya Prabowo, kepada Purbaya.
“Dana otonomi khusus Pak sudah dicairkan untuk tahun ini Rp 12,696 triliun Pak,” jawab Purbaya.
Purbaya menyebut, dana otsus Papua tahun ini sudah dicairkan.
Setelahnya, Prabowo juga menanyakan dana otsus Papua untuk periode 2026.
“Tahun ini? Ini akan jadi status tahun depan? Tahun depan berapa dana otonomi khusus?” tanya kepala negara.
“Dana otonomi khusus tahun depan agak turun Pak, di anggaran tahun 2026 itu sebesar Rp 10 triliun,” tutur dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/14/693ece59a8366.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menilik Urgensi Satgas Rehabilitasi Banjir Sumatera
Menilik Urgensi Satgas Rehabilitasi Banjir Sumatera
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden RI Prabowo Subianto akan membentuk satuan tugas khusus untuk menangani rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di tiga provinsi di Sumatera.
Anggota DPR RI Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania menyambut baik rencana Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Rehabilitasi
Banjir Sumatera
.
“Pembentukan satgas dapat menjadi instrumen strategis untuk memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan terkoordinasi, cepat, dan terukur, mengingat luasnya wilayah terdampak serta kompleksitas persoalan pascabanjir,” kata Dini kepada
Kompas.com
, Selasa (16/12/2025).
Komisi VIII mendorong agar
Satgas Rehabilitasi Banjir Sumatera
memiliki peta jalan yang jelas, mulai dari rehabilitasi sosial, pemulihan permukiman, hingga pemulihan ekonomi dan psikososial masyarakat terdampak.
“Selain itu, Satgas juga harus mengintegrasikan data BNPB, Kementerian Sosial, pemerintah daerah, serta kementerian dan lembaga terkait agar tidak terjadi duplikasi bantuan maupun ketimpangan distribusi,” ujar dia.
Prabowo mengatakan, langkah ini diambil sebagai upaya mempercepat pemulihan wilayah terdampak banjir dan longsor.
“Saya monitor terus, ya. Dan kita sudah merencanakan segera akan kita bentuk, apakah kita namakan badan atau satgas, rehabilitasi dan rekonstruksi,” kata Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Presiden menegaskan bahwa pemerintah bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak, termasuk penyediaan hunian.
Prabowo mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan dari Menteri Perumahan, pembangunan sekitar 2.000 unit rumah ditargetkan mulai berjalan dalam waktu dekat.
Rumah-rumah tersebut direncanakan dapat langsung menjadi hunian tetap bagi warga terdampak, sehingga masyarakat tidak perlu melalui proses relokasi berulang.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah juga menilai bahwa rencana membentuk satgas rehabilitasi dan rekonstruksi bencana sebagai langkah yang sangat mendesak.
Menurutnya, keberadaan Satgas dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan wilayah terdampak banjir dan longsor secara lebih terkoordinasi dan efektif.
“Menurut saya ini sangat urgen. Dengan adanya Satgas, diharapkan proses rekonstruksi dan rehabilitasi daerah-daerah terdampak bencana bisa dilakukan secara cepat,” ujar Trubus.
Ia menilai Satgas akan berperan penting dalam mempercepat proses pemulihan atau recovery pascabencana, khususnya di wilayah yang terdampak banjir.
“Satgas sebaiknya terdiri dari unsur pemerintah pusat dan daerah, serta melibatkan teknokrat, pakar, akademisi, hingga tokoh masyarakat,” ungkapnya.
Trubus Rahadiansyah menambahkan, keterlibatan berbagai unsur dinilai penting agar kebijakan yang diambil tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga berbasis keilmuan dan kebutuhan riil masyarakat di lapangan.
Lebih lanjut, Trubus menyarankan agar peran Satgas tidak dibatasi hanya pada penanganan rehabilitasi banjir saat ini, melainkan juga mencakup kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana ke depan.
“Satgas dapat fokus menangani persoalan-persoalan yang muncul setelah bencana, baik banjir maupun longsor, secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan,” kata dia.
Ia juga menyoroti perbedaan pendekatan antara Satgas dan BNPB. Menurutnya, meskipun BNPB telah memiliki mandat penanganan bencana, kehadiran Satgas dengan melibatkan unsur non-pemerintah dapat mempercepat pengambilan keputusan dan pelaksanaan di lapangan.
“Kalau Satgas, unsur non-pemerintahnya ada, sehingga kerja-kerja pemulihan bisa lebih cepat dan efektif,” pungkas Trubus.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/04/68b973c2a0863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Jaksa: Pengadaan Laptop Chromebook Semata-mata untuk Keuntungan Pribadi Nadiem Makarim Nasional
Jaksa: Pengadaan Laptop Chromebook Semata-mata untuk Keuntungan Pribadi Nadiem Makarim
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, pengadaan laptop berbasis Chromebook semata-mata untuk kepentingan Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Hal ini diketahui saat JPU membacakan surat dakwaan atas nama Sri Wahyuningsih, selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
“Hal itu dilakukan terdakwa Nadiem Anwar Makarim semata-mata hanya untuk kepentingan bisnisnya agar Google meningkatkan investasi penyetoran dana ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB),” ujar salah satu jaksa, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Jaksa mengatakan, sejak awal, Nadiem telah mengetahui bahwa
laptop Chromebook
tidak bisa digunakan untuk siswa dan guru di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
“Sedangkan, terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengetahui laptop Chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak bisa digunakan oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar, khususnya di daerah 3T,” ujar jaksa.
Hal ini karena laptop Chromebook membutuhkan sinyal internet yang memadai agar dapat beroperasi.
Sementara itu, aksesibilitas internet di Indonesia belum merata.
Dalam kasus ini, Nadiem disebut memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar.
Nadiem dinilai, telah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengarahkan spesifikasi pengadaan yang membuat Google menjadi satu-satunya penguasa ekosistem pendidikan di Indonesia.
“Bahwa terdakwa Nadiem Anwar Makarim telah menyalahgunakan dengan mengarahkan spesifikasi laptop Chromebook menggunakan Chrome Device Management (CDM)/Chrome Education Upgrade, menjadikan Google satu-satunya yang menguasai ekosistem pendidikan di Indonesia,” ujar jaksa.
Keuntungan pribadi yang diterima Nadiem disebut berasal dari
investasi Google
ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) yang melalui PT Gojek Indonesia.
“Adapun sumber uang PT AKAB sebagian besar merupakan total investasi Google ke PT AKAB sebesar 786.999.428 dollar Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan terdakwa Nadiem Anwar Makarim yang tercatat dalam LHKPN pada tahun 2022, perolehan harta jenis surat berharga sebesar Rp 5.590.317.273.184,” imbuh jaksa.
Dalam dakwaan, jaksa merinci beberapa pemasukan investasi dari Google ke perusahaan Nadiem yang dilakukan saat pengadaan berlangsung.
Misalnya, pada Maret 2020, Nadiem mengarahkan agar Google Workspace for Education melalui Google Workspace dapat digunakan di Kemendikbud RI.
Arahan ini Nadiem sampaikan melalui sebuah grup WhatsApp bernama “Merdeka Platform” yang berisi tim dari Govtech atau Warung Teknologi.
“Kemudian pada bulan Maret 2020, Google Asia Pasifik Pte Ltd juga melakukan investasi berupa penyetoran modal uang ke PT AKAB sebesar 59.997.267 dollar Amerika Serikat,” imbuh jaksa.
Lalu, pada tahun 2021, Google kembali menambahkan investasi ke perusahaan Nadiem sebanyak 276.843.141 dollar Amerika Serikat setelah Nadiem meneken peraturan yang menjadikan Google sebagai satu-satunya produk yang digunakan dalam pengadaan TIK.
Dalam kasus ini, empat terdakwa disebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,1 triliun.
Hari ini, JPU lebih dahulu membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa, yaitu Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Lalu, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Dan, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sementara itu, Eks Mendikbudristek
Nadiem Makarim
baru akan menjalani sidang perdana pada minggu depan.
Saat ini, Nadiem diketahui tengah menjalani proses penyembuhan dan dirawat di rumah sakit (RS).
Adapun berkas perkara untuk tersangka Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 belum dapat dilimpahkan karena ia masih buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/04/68b973c2a0863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Jaksa: Pengadaan Laptop Chromebook Semata-mata untuk Keuntungan Pribadi Nadiem Makarim Nasional
Jaksa: Pengadaan Laptop Chromebook Semata-mata untuk Keuntungan Pribadi Nadiem Makarim
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan, pengadaan laptop berbasis Chromebook semata-mata untuk kepentingan Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Hal ini diketahui saat JPU membacakan surat dakwaan atas nama Sri Wahyuningsih, selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
“Hal itu dilakukan terdakwa Nadiem Anwar Makarim semata-mata hanya untuk kepentingan bisnisnya agar Google meningkatkan investasi penyetoran dana ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB),” ujar salah satu jaksa, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Jaksa mengatakan, sejak awal, Nadiem telah mengetahui bahwa
laptop Chromebook
tidak bisa digunakan untuk siswa dan guru di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
“Sedangkan, terdakwa Nadiem Anwar Makarim mengetahui laptop Chromebook dengan sistem operasi Chrome tidak bisa digunakan oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar, khususnya di daerah 3T,” ujar jaksa.
Hal ini karena laptop Chromebook membutuhkan sinyal internet yang memadai agar dapat beroperasi.
Sementara itu, aksesibilitas internet di Indonesia belum merata.
Dalam kasus ini, Nadiem disebut memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar.
Nadiem dinilai, telah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengarahkan spesifikasi pengadaan yang membuat Google menjadi satu-satunya penguasa ekosistem pendidikan di Indonesia.
“Bahwa terdakwa Nadiem Anwar Makarim telah menyalahgunakan dengan mengarahkan spesifikasi laptop Chromebook menggunakan Chrome Device Management (CDM)/Chrome Education Upgrade, menjadikan Google satu-satunya yang menguasai ekosistem pendidikan di Indonesia,” ujar jaksa.
Keuntungan pribadi yang diterima Nadiem disebut berasal dari
investasi Google
ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) yang melalui PT Gojek Indonesia.
“Adapun sumber uang PT AKAB sebagian besar merupakan total investasi Google ke PT AKAB sebesar 786.999.428 dollar Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan terdakwa Nadiem Anwar Makarim yang tercatat dalam LHKPN pada tahun 2022, perolehan harta jenis surat berharga sebesar Rp 5.590.317.273.184,” imbuh jaksa.
Dalam dakwaan, jaksa merinci beberapa pemasukan investasi dari Google ke perusahaan Nadiem yang dilakukan saat pengadaan berlangsung.
Misalnya, pada Maret 2020, Nadiem mengarahkan agar Google Workspace for Education melalui Google Workspace dapat digunakan di Kemendikbud RI.
Arahan ini Nadiem sampaikan melalui sebuah grup WhatsApp bernama “Merdeka Platform” yang berisi tim dari Govtech atau Warung Teknologi.
“Kemudian pada bulan Maret 2020, Google Asia Pasifik Pte Ltd juga melakukan investasi berupa penyetoran modal uang ke PT AKAB sebesar 59.997.267 dollar Amerika Serikat,” imbuh jaksa.
Lalu, pada tahun 2021, Google kembali menambahkan investasi ke perusahaan Nadiem sebanyak 276.843.141 dollar Amerika Serikat setelah Nadiem meneken peraturan yang menjadikan Google sebagai satu-satunya produk yang digunakan dalam pengadaan TIK.
Dalam kasus ini, empat terdakwa disebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,1 triliun.
Hari ini, JPU lebih dahulu membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa, yaitu Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Lalu, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Dan, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sementara itu, Eks Mendikbudristek
Nadiem Makarim
baru akan menjalani sidang perdana pada minggu depan.
Saat ini, Nadiem diketahui tengah menjalani proses penyembuhan dan dirawat di rumah sakit (RS).
Adapun berkas perkara untuk tersangka Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 belum dapat dilimpahkan karena ia masih buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2015/05/26/1745583001-fot011780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pilkada via DPRD, Solusi Politik Berbiaya Mahal atau Hidupkan Masalah Lama?
Pilkada via DPRD, Solusi Politik Berbiaya Mahal atau Hidupkan Masalah Lama?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD kembali mencuat, digaungkan oleh elite partai politik dan pemerintah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai pemilihan kepala daerah dengan cara tak langsung tidak bertentangan dengan hukum.
“Undang-undang tidak melarang kalau seandainya dilaksanakan sepanjang dilakukan secara demokratis,” ujar Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Tito beralasan, demokratis itu bisa berarti dua hal, dipilih secara langsung atau melalui perwakilan di DPRD.
Dalil pemerintah juga menyebutkan konstitusi negara, Undang-Undang Dasar 1945 tidak melarang adanya pemilihan secara tidak langsung tersebut.
Selain itu, partai yang santer menyuarakan wacana ini adalah Golkar.
Pada HUT Ke-61 partai berlambang beringin itu, Ketua Umumnya Bahlil Lahadalia secara terbuka menyebut wacana tersebut.
“Khusus menyangkut
pilkada
, setahun lalu kami menyampaikan kalau bisa pilkada dipilih lewat DPRD saja. Banyak pro-kontra, tapi setelah kita mengkaji, alangkah lebih baiknya memang kita lakukan sesuai dengan pemilihan lewat DPR kabupaten/kota biar tidak lagi pusing-pusing. Saya yakin ini perlu kajian mendalam,” kata Bahlil.
Anggota Komisi II DPR-RI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, sepanjang pemilihan kepala daerah yang digelar secara langsung, ada ekses yang semakin besar dan tak terkendali.
Tak lain adalah biaya politik yang terllalu besar yang menyentuh pada penyelenggaraan dan “biaya lain” yang disebut bisa mengancam moral bangsa.
“Biaya-biaya itu ternyata belum tentu menghasilkan kepala daerah yang ideal, bukan hanya dari aspek kualitas penyelenggaraan pemerintahan, namun ternyata fakta menunjukkan bahwa banyak sekali Kepala Daerah yang terjerat masalah hukum, terutama kasus korupsi,” kata Doli kepada
Kompas.com
, Senin (15/12/2025).
Sebab itu, Doli menilai wacana pemilihan kembali ke DPRD adalah opsi yang patut dipertimbangkan untuk menjaga prinsip
demokrasi
dai menjawab masalah politik berbiaya mahal tersebut.
Selain berbicara sebagai anggota Komisi II, politikus Golkar ini juga menyebut partainya sudah mengkaji fenomena pilkada dengan biaya mahal ini.
“Dari hasil kajian sementara itu, tentu kami sudah punya beberapa opsi. Terkait Pilkada, kami memang sudah punya kecenderungan untuk melaksanakan Pilkada kembali ke DPRD, terutama untuk pemilihan Gubernur,” ucapnya.
Doli menjelaskan, meski berangkat dari fenomena politik berbiaya mahal, sikap partai Golkar diambil berdasarkan alasan otonomi daerah.
Karena menurut kajian partai dengan warna dominan kuning ini, pemilihan gubernur melalui DPRD juga bisa bersifat demokratis dan tidak dilarang konstitusi, persis seperti yang dikatakan Mendagri Tito Karnavian.
Sikap Golkar ini masih belum final untuk pemilihan di tingkat kabupaten/kota. Doli mengatakan, kepala daerah tingkat dua perlu tetap dipilih secara langsung agar pemimpinnya mendapat legitimasi dari rakyat.
“Namun, dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar dan jangka panjang, yang mengharuskan adanya penghematan biaya negara serta untuk menjaga moral bangsa, tentu kita bisa memilih kembali ke DPRD.
Jadi untuk Pilkada Kabupaten/Kota kami cenderung juga kembali ke DPRD, walaupun kami punya opsi lain, yaitu dilaksanakan secara asimetris/hybrid, ada Kabupaten/Kota yang tetap dilaksanakan secara langsung dan ada dilaksanakan melalui DPRD,” ucapnya.
Merujuk dua artikel
Kompas
berjudul ”Politik Uang Pemilihan Kepala Daerah: Anggota Dewan, Kiri-Kanan Oke” (14 Maret 2000) dan ”Politik Uang Pemilihan Kepala Daerah: Kejarlah Calon Gubernur, Uang Kutangkap” (15 Maret 2000), yang diulas kembali dalam liputan bertajuk “Jejak Politik Uang Saat Kepala Daerah Masih Dipilih oleh DPRD” politik uang terjadi saat pilkada melalui DPRD.
Praktik “biaya lain-lain yang merusak moral bangsa” itu digambarkan secara gamblang dalam pemilihan bupati Sukoharjo pada Januari 2000.
Saat itu, hampir semua bakal calon dilaporkan mengeluarkan dana besar untuk mengamankan dukungan fraksi.
Sejumlah kandidat disebut menghabiskan hingga Rp 500 juta hanya untuk tahap pencalonan.
Fenomena serupa muncul di Boyolali pada Februari 2000 ketika suara fraksi mayoritas DPRD justru berpindah dalam pemungutan suara.
Rumor yang beredar saat itu menyebutkan harga satu suara anggota DPRD berkisar Rp 50 juta hingga Rp 75 juta, disertai praktik ”karantina” anggota dewan di rumah calon menjelang pemilihan.
Praktik transaksi politik lebih vulgar di Lampung Selatan, dalam proses pemilihan bupati periode 2000–2005, tim sukses calon bupati mendatangi rumah anggota DPRD, menginapkan mereka di hotel, dan memberikan uang tunai dengan nilai bervariasi.
Sejumlah anggota DPRD mengaku menerima uang antara Rp 10 juta hingga Rp 25 juta, bergantung pada posisi mereka sebagai anggota atau pimpinan fraksi.
Praktik politik uang tersebut merebak di berbagai daerah dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Hal ini yang disebut peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Beni Kurnia sebagai bentuk tidak adanya jaminan biaya pilkada menjadi lebih murah.
Pasalnya, praktik transaksi di lorong gelap justru akan semakin kuat, seperti yang pernah terjadi pada 25 tahun silam.
“Yang lebih mungkin terjadi adalah pergeseran
locus
politik uang, dari pemilih rakyat ke elit politik di DPRD. Dalam konteks praktik pemerintahan daerah, transaksi politik semacam ini justru lebih sulit diawasi karena berlangsung dalam ruang tertutup dan dibungkus dalam proses politik internal lembaga perwakilan,” katanya.
Dia juga menegaskan, problem mahalnya biaya pilkada tak bisa dikatakan sejalan dengan bentuk pemilihan secara langsung.
Pilkada yang mahal, kata Beni, adalah masalah tata kelola pengawasan politik uang dan transaksi tiket pencalonan oleh partai politik yang selama ini sulit untuk dijatuhi sanksi.
Beni mengatakan, konstitusi memang tidak secara eksplisit memberikan kewajiban pilkada langsung.
Walakin, perkembangan konstitusi pasca reformasi telah menempatkan rezim pilkada langsung sebagai instrumen demokrasi lokal dan wujud dari kedaulatan rakyat.
“Problem mahalnya biaya pilkada dan praktik korupsi kepala daerah lebih tepat dibaca sebagai kegagalan tata kelola dan pengawasan, bukan kegagalan sistem pemilihan langsung itu sendiri,” katanya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman atau Armand mengatakan, wacana ini sebagai bentuk kemunduran terhadap kedaulatan rakyat, khususnya di tingkat lokal.
“Dengan kita memindahkan Pilkada langsung ke ruang-ruang DPR/DPRD, itu sebetulnya sudah atau menjadi langkah mundur dari upaya penguatan demokratisasi lokal itu,” ucapnya.
Dia juga menyebut ada upaya melempar tanggungjawab dari masalah politik berbiaya mahal.
Karena menurut Armand, yang menyebabkan politik berbiaya mahal adalah mekanisme transaksi di lorong gelap yang terjadi antara kandidat dan partai politik.
“Karena itu menurut kami, biaya politik ini sangat mahal karena memang partai politik itu sendiri yang membuat biaya itu mahal,” katanya.
Sebab itu, Armand menilai jalan keluarnya bukan kembali pada masa kedaulatan rakyat dirampas kembali, tapi pada perbaikan tata kelola dan regenerasi partai politik yang baik.
“Padahal kalau partai itu punya sistem kaderisasi dan rekrutmen yang bagus, mestinya hal-hal seperti itu (politik berbiaya mahal) bisa disimplifikasi,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2023/06/03/647b5cf48b485.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Jaksa Sebut Eks Mendikbud Muhadjir Effendy Sempat Tolak Chromebook, tetapi Malah Diterima Nadiem Nasional
Jaksa Sebut Eks Mendikbud Muhadjir Effendy Sempat Tolak Chromebook, tetapi Malah Diterima Nadiem
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut produk Chromebook dari Google pernah ditolak oleh Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sebelum Nadiem Makarim.
Hal ini diketahui saat JPU membacakan dakwaan Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
Sekitar akhir tahun 2018, PT Google Indonesia pernah mengirim surat kepada Muhadjir agar bisa beraudiensi dan mempresentasikan produk mereka.
“Selanjutnya, PT Google Indonesia mengirimkan surat yang ditujukan kepada Mendikbud RI
Muhadjir Effendy
untuk mengajukan audiensi dan presentasi Solution Google for Education di Kemendikbud RI,” ujar salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Surat ini ditindaklanjuti dan Google berkesempatan untuk memperkenalkan produk mereka.
Saat itu, Kemendikbud memang sedang memiliki program digitalisasi pendidikan pengadaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Tahun 2018 untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Produk
Chromebook
dari Google pun masuk dalam tahap uji coba, tetapi pada saat itu dinyatakan tidak lulus uji dari kementerian.
Salah satu kendala terbesar adalah untuk mengoperasikan Chromebook butuh sambungan internet yang memadai.
Karena program menyasar daerah 3T, produk ini kesulitan menjalankan perannya mengingat keterbatasan internet di wilayah target pengadaan.
“Bahwa pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome terdapat kelemahan-kelemahan di sekolah-sekolah penerima bantuan dan akan tidak tercapainya tujuan arah pembangunan jangka menengah di bidang pendidikan,” lanjut jaksa.
Atas alasan ini, Muhadjir Effendy tidak menyertakan Chromebook dalam perencanaan pengadaan.
“Maka pada tanggal 22 Januari 2019 Mendikbud RI Muhadjir Effendy menerbitkan Permendikbud Nomor 3 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler yang di mana pembelian komputer desktop dan laptop sebagai alat multimedia pembelajaran sistem operasinya tidak menyebutkan Chrome OS,” kata jaksa lagi.
Adapun, Muhadjir digantikan
Nadiem Makarim
pada Oktober 2019.
Pengadaan Chromebook dijalankan oleh Nadiem setelah ia menjadi menteri.
Dalam kasus ini, empat terdakwa disebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,1 triliun.
Hari ini, JPU lebih dahulu membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa, yaitu Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Lalu, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah.
Dan, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sementara, Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim baru akan menjalani sidang perdana pada minggu depan.
Saat ini, Nadiem diketahui tengah menjalani proses penyembuhan dan dirawat di rumah sakit (RS).
Adapun, berkas perkara untuk tersangka Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 belum dapat dilimpahkan karena ia masih buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/16/69411747d0896.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)