Dugaan Pelecehan Siswi Berkebutuhan Khusus di Ciputat: Berkas Tuntas, Pelaku Segera Diadili
Penulis
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
– Berkas kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa siswi penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) atau berkebutuhan khusus berinisial HP di Ciputat, Tangerang Selatan, memasuki babak baru.
Berkas perkara pelaku yang disebut merupakan seorang guru laki-laki telah dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Selatan.
“Tertanggal surat, 14 November (P21), Ibu Korban menerima secara fisik itu Senin tanggal 17 November,” ujar juru bicara keluarga korban, Cahyadi saat dikonfirmasi
Kompas.com
, Selasa (25/11/2025).
Menurut Cahyadi, setelah berkas dinyatakan lengkap, proses pelimpahan akan terus dipantau pihak keluarga agar segera memasuki tahap penjadwalan sidang.
“Yang di depan mata, karena yang ada di Tangerang Selatan adalah Ibu Korban, Ibu Korban akan tetap rutin menanyakan sampai berkas itu benar-benar sudah dilakukan, baru setelah itu pengadilan negeri akan membuatkan jadwal,” kata dia.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Tangerang Selatan AKP Agil membenarkan bahwa berkas perkara telah diserahkan ke kejaksaan.
Namun ia belum merinci kapan penyerahan itu dilakukan.
“Sudah, tadi sudah ditanyakan ke penyidik bahwa berkas perkara itu sudah diserahkan kepada kejaksaan,” ujar Agil saat dikonfirmasi.
Saat ditanya soal status penahanan terduga pelaku, Agil tak menjelaskannya.
“Ya yang jelas berkas sudah diserahkan ke Kejaksaan,” kata Agil.
Kasus ini bermula dari laporan keluarga HP yang menduga remaja berusia 16 tahun tersebut mengalami pelecehan seksual oleh seorang guru laki-laki di sekolahnya.
Dugaan kekerasan terungkap setelah ibu korban melihat perubahan perilaku yang janggal pada HP.
“Ibu korban mencurigai adanya perubahan karena korban mulai menunjukkan perilaku seperti memegang dan meremas bagian vital milik ibu. Ini adalah perilaku yang sebelumnya belum pernah muncul,” kata Cahyadi, Senin (2/6/2025).
Karena korban memiliki keterbatasan dalam menyampaikan cerita secara eksplisit, ibu menggunakan metode komunikasi yang biasa dipakai di keluarga, termasuk istilah “pocah-pocah” yang mengacu pada tindakan fisik seperti memegang atau meremas bagian tubuh.
“Apakah kamu dipocah-pocah oleh X (nama oknum guru)?” tanya ibu korban. HP menjawab, “Iya.”
Setelah itu, pihak keluarga melapor ke sekolah. Namun respons dari pihak sekolah dinilai lambat dan tidak menyelesaikan persoalan secara tuntas.
“Tindak lanjut dari sekolah, sekitar seminggu kemudian baru merespons. Namun respons tersebut tidak berupa pertemuan formal, hanya pemanggilan biasa yang belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas,” kata Cahyadi.
Adapun kasus ini telah dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan pada 18 Maret 2025.
Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor TBL/B/583/11/2025/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN POLDA METRO JAYA.
Selain ke kepolisian, laporan juga telah disampaikan ke Komisi Perlindungan dan Rehabilitasi Nasional (KPRN) serta Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/02/14/67aede66f1e20.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dugaan Pelecehan Siswi Berkebutuhan Khusus di Ciputat: Berkas Tuntas, Pelaku Segera Diadili Megapolitan 25 November 2025
-
/data/photo/2025/11/25/6925a5c162287.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Mushoddiq Bangkit Usai Tertipu Kripto, Berjualan Majalah Anak di Halte Megapolitan 25 November 2025
Cerita Mushoddiq Bangkit Usai Tertipu Kripto, Berjualan Majalah Anak di Halte
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mushoddiq (65), pria yang berjualan majalah anak, di Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, berbagi cerita soal jatuh bangun mencari nafkah di usia yang tak lagi muda.
Ia merupakan seorang
pensiunan guru
sejarah dari satu sekolah negeri di Jakarta pada 2016.
Usai pensiun sembilan tahun lalu, bapak dua anak itu masih ingin bekerja kembali untuk mengisi waktu.
Mushoddiq
lantas melamar kerja di sejumlah perusahaan bagi warga lansia.
“Waktu itu dapat. Jadi posisinya sebagai marketing untuk kredit PNS dan pensiunan di salah satu bank swasta,” ujar Mushoddiq saat dijumpai
Kompas.com
di Halte Transjakarta Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).
Awalnya, pekerjaan berjalan lancar dan menguntungkan. Namun, setelah berjalan selama tiga tahun lebih, posisinya sebagai marketing terdampak pandemi Covid-19.
Saat itu, bisnis kredit perbankan pun ikut berhenti.
Mushoddiq lantas kehilangan pekerjaan dan beristirahat saat pandemi.
Di saat masa-masa istirahat itulah, ada sejumlah pihak yang menawarkan investasi kripto kepadanya.
Tergiur untuk mencoba, Mushoddiq pun menginvestasikan tabungan pensiun dan pendapatan dari pekerjaan marketing untuk kripto.
“Tapi ternyata, (perusahaan tempat investasi) tidak terdaftar. Ternyata odong-odong. Habislah itu (modal yang disetorkan),” katanya.
“Jujur saya memang kurang paham. Memang diperlukan yang ahli untuk urusan investasi kripto. Sementara kan saya lulusan S1 jurusan sejarah, sudah lama pula, zaman purbakala,” ujar Mushoddiq sambil berseloroh.
Setelah peristiwa penipuan itu, ia mengaku keuangan keluarganya sempat jatuh.
Sehingga Mushoddiq harus kembali mencari pekerjaan untuk membiayai hidup.
Ia sempat menjalani sejumlah pekerjaan sebelum akhirnya memutuskan berjualan koran dan majalah.
Mushoddiq mengungkapkan, ia awalnya tertarik membuka lapak koran dan majalah lantaran sering melihat orang lain yang juga melakukan hal serupa di halte Transjakarta.
Selain itu, ia juga seorang yang gemar membaca sejak kecil.
“Saya sejak SMP tahun 1970-an sudah baca Harian Kompas. Kalau adik-adik saya baca Bobo. Jadi memang tidak asing dengan koran dan majalah anak,” tuturnya.
Mushoddiq yang punya latar pendidikan S2 manajemen mencoba mengemas lapaknya dengan lebih profesional.
Awalnya, untuk membuka lapak Mushoddiq mengeluarkan uang Rp 400.000. Modal itu ia belikan perlengkapan untuk berjualan.
Khusus untuk lapak berwarna biru tempat menggelar dagangan diberikan oleh pihak Kompas.
Setiap hari, Mushoddiq berpakaian kemeja rapi saat berangkat dari rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Setelah sampai Halte Transjakarta Bundaran HI sekitar pukul 06.45 WIB, dia segera membuka lapak dan menata dagangannya.
“Buka dari jam 07.00-12.00 WIB, Senin sampai Jumat. Kalau ada pesanan majalan Bobo dari pelanggan, saya buka lagi lapaknya sore pas jam warga pulang kerja. Jadi warga yang memesan bisa ambil di lapak saya di halte ini,” tuturnya.
Di lapaknya, tertulis harga masing-masing majalah dan koran yang dijual. Pembayaran bisa dilakukan dengan tunai (cash) atau transfer.
Selain itu, untuk penjualan majalah Bobo, Mushoddiq mencetak kartu informasi khusus.
Kartu itu berisi informasi seputar majalah Bobo edisi khusus yang sudah terbit, dilengkapi cara pemesanan, nomor telepon dan nomor rekening Mushoddiq untuk pembayaran secara online.
“Langsung saya kasih kartunya kepada warga yang terlihat tertarik untuk beli majalahnya. Jadi mereka bisa akses informasi bagaimana cara belinya meski tidak membeli on the spot ya,” tuturnya.
Saat ditanya soal sosoknya yang kini dikenal luas oleh warganet, Mushoddiq mengaku senang.
Ia mengatakan, putranya memberitahu bahwa ia saat ini sedang
viral di media sosial
.
“Alhamdulillah ya. Jadi banyak yang lebih tahu, banyak yang beli dagangan saya. Alhamdulillah ada peningkatan omzet saya,” tutur Mushoddiq.
Murid-murid yang dulu pernah diasuhnya di sekolah pun banyak yang mengingat dan datang mengunjungi lapaknya.
Ia pun berterima kasih kepada salah seorang gen Z yang membuatkan video dan mengunggahnya di media sosial.
Berkat video itu, Mushoddiq dikenal luas sebagai pensiunan guru sejarah yang menjual majalah dan koran di Halte Transjakarta.
Kini pendapatannya pun mengalami kenaikan dari yang sebelumnya ratusan ribu menjadi menyentuh angka jutaan rupiah dari
berjualan majalah
dan koran.
Dari penghasilan itu, ia mengaku bisa menyambung biaya hidup sehari-hari.
“Cukup untuk biaya sehari-hari. Namanya kita kan usaha. Ada motivasi the power of kepepet. Menurut saya, lansia masih bisa bekerja, berkarya. Ini juga untuk motivasi lansia lainnya yang senasib dengan saya,” tutur Mushoddiq.
Menurut Mushoddiq, dia sudah tujuh bulan ini berjualan majalah anak dan koran di Halte Transjakarta Bundaran HI.
Sebelumnya, sekitar tujuh bulan ia berjualan di Halte Tegal Mampang, Jakarta Selatan.
Saat mengawali usahanya, ia baru berjualan Harian Kompas, The Jakarta Post dan tabloid otomotif.
Ia kemudian ditawari untuk berjualan majalah Bobo.
“Alhamdulillah Bobo paling laris. Seminggu bisa 100 eksemplar. Apalagi kalau ada yang edisi khusus, banyak sekali yang cari. Bisa 100 lebih terjual per Minggu,” kata Mushoddiq.
Ia bilang, pelanggan majalah Bobo yang dijualnya berasal dari kalangan ibu-ibu muda, bapak-bapak muda hingga anak muda yang ingin bernostalgia dengan majalah tersebut.
Para pelanggan itu juga mencari majalah Bobo untuk anak-anak mereka.
Sementara itu untuk koran lebih banyak dicari oleh karyawan swasta, eksekutif muda hingga lansia yang masih ingin membaca berita surat kabar.
Mushoddiq sangat senang karena masih banyak warga yang mau membaca koran dan majalah.
Selain itu, pelanggan yang bertukar cerita dengannya saat membeli majalah Bobo edisi khusus juga membuatnya terharu.
“Ada yang terlihat senang sekali saat cerita dulu saya baca ini saat kecil, isinya ini-ini. Saya ikut senang karena bisa membantu orang bernostalgia,” ungkap Mushoddiq.
“Tapi ada sedihnya juga, kalau pelajar jarang sekali yang berminat baca. Sudah lebih banyak akses handphone saja,” lanjutnya ketika ditanya apakah ada kalangan pelajar yang membeli koran dan majalah dagangannya.
Mushoddiq berpesan kepada generasi Z agar tetap mau banyak membaca dan belajar dari berbagai sumber.
Terutama di tengah perkembangan digital yang semakin pesat.
“Gen Z teruslah membaca, karena dengan baca kita jadi cerdas. Yang paling penting kita bisa membedakan mana informasi hoaks, mana yang bukan,” tutur mantan guru SMPN 74, Rawamangun, Jakarta Timur itu.
Ia pun menitipkan pesan, bagi warga yang ingin membeli koran atau majalah untuk referensi berita sehari-hari bisa datang ke lapaknya yang berada di Halte Transjakarta Bundaran HI.
Selain itu, warga juga bisa memesan lewat nomor WhatsApp 085 813 888 000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/05/690b3ce9e8305.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sebulan Berlalu, Polisi Masih Buru 4 Pelaku Begal Warga Baduy di Jakpus Megapolitan 25 November 2025
Sebulan Berlalu, Polisi Masih Buru 4 Pelaku Begal Warga Baduy di Jakpus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Satu bukan berlalu sejak kejadian pembegalan di Jalan Pramuka Raya, Jakarta Pusat, polisi masih memburu empat pelaku yang menyerang warga Baduy bernama Repan.
Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Pengky Sukmawan, mengatakan pihaknya masih mengidentifikasi para pelaku berdasarkan keterangan korban.
“Untuk pelaku masih dalam proses identifikasi. Sementara masih sama (empat orang) berdasarkan keterangan dari Repan,” ujar Pengky saat dikonfirmasi, Selasa (25/11/2025).
Ia memastikan tidak ada indikasi keterlibatan kelompok atau jaringan kriminal tertentu dalam aksi pembegalan tersebut.
“Sejauh ini tidak ada sindikat tertentu di kawasan Cempaka Putih. Kami berusaha untuk maksimal dalam penyelidikan masalah ini,” katanya.
Pengky menjelaskan, pemeriksaan terhadap Repan sudah selesai dilakukan.
Remaja 16 tahun itu diketahui sudah kembali ke kampung halamannya di Baduy Dalam, Banten.
“Kondisi Repan sudah baik saat diperiksa. Pemeriksaan yang lalu dilakukan di rumah penghubung di Jakarta Selatan. Saat itu dia sudah bisa berjalan kaki dari Baduy ke rumah penghubung untuk pemeriksaan. Sesuai izin dokter,” jelas Pengky.
Jika diperlukan, kepolisian juga masih dapat memanggil Repan untuk pemeriksaan tambahan di kemudian hari.
Sebelumnya, pada Minggu (26/10/2025), Repan menjadi korban pembegalan saat melintasi pinggir kali di ruas Jalan Pramuka Raya.
Korban tiba-tiba dihampiri empat pria tak dikenal yang datang mengendarai dua sepeda motor.
Para pelaku merampas dua tas yang dibawa Repan sambil menodongkan senjata tajam diduga celurit.
Repan sempat melakukan perlawanan hingga salah satu pelaku mencoba menyerangnya.
Korban menangkis serangan tersebut dan mengalami luka sobek di tangan kiri.
Para pelaku berhasil membawa kabur sebuah ponsel merek Itel, uang tunai Rp 3 juta, dan 10 botol madu dagangan senilai Rp 150.000 per botol.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/24/69241d6c22536.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
127 KK di Kampung Bilik Terancam Digusur Imbas Pembangunan TPU Pegadungan Megapolitan 25 November 2025
127 KK di Kampung Bilik Terancam Digusur Imbas Pembangunan TPU Pegadungan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Sebanyak 127 kartu keluarga (KK) di Kampung Bilik, RW 07 dan RW 08, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, terancam digusur imbas rencana pembangunan Taman Pemakaman Umum (TPU) Pegadungan.
Lurah Kamal, Edy Sukarya, mengungkapkan bahwa berdasarkan pendataan atau inventarisasi sementara, tercatat ada 127 KK yang menempati bangunan di atas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.
“Ternyata di dalam inventarisasi tersebut sementara terdapat 127 bangunan atau Kepala Keluarga yang menempati lokasi,” ujar Edy saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (25/11/2025).
Dari jumlah total tersebut, Edy merinci bahwa tak semua penghuni merupakan warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) berdomisili di DKI Jakarta.
“Kurang lebihnya 113 KK yang berpenduduk DKI Jakarta. Sedangkan sisanya itu memang bukan berpenduduk DKI, ada yang dari Tangerang dan sebagainya,” ungkap Edy.
Terkait nasib 127 KK yang terancam digusur, Pemprov DKI akan menyiapkan skema relokasi ke rumah susun.
Namun, fasilitas relokasi ini diprioritaskan bagi warga yang memiliki administrasi kependudukan di DKI Jakarta.
“Jadi mereka ini akan direlokasinya ke rumah susun. Makanya pemerintah sebenarnya menginginkan kalau mereka secepatnya didata. Untuk apa? Misalnya ada ketersediaan rumah susun yang lebih dekat, kan lebih baik,” kata Edy.
Namun, Edy menekankan bahwa kewenangan penempatan dan ketersediaan unit rusun berada di tangan Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Barat.
“Adapun masalah rusun adalah kewenangan dari Dinas Perumahan Jakarta Barat, dilihat dari ketersediaannya,” tambahnya.
Edy pun berjanji akan memenuhi permintaan warga mengenai adanya perjanjian tertulis mengenai relokasi, sebelum eksekusi penggusuran.
Menurutnya, adanya pendataan dan dokumen yang jelas juga dapat digunakan agar tidak ada pihak luar yang menunggangi isu ini di kemudian hari.
“Sebaiknya aspirasi itu (perjanjian tertulis) juga kita tangkap dalam bentuk mereka bersedia. Sehingga nantinya tidak dimanfaatkan oleh orang-orang pihak yang tidak bertanggung jawab,” ucap dia.
“Jadi, kalau memang nanti orang-orang kita yang sudah kita data. Tidak ada lagi data tambahan berdasarkan memang kesepakatan bersama kita,” pungkasnya.
Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat, Dirja Kusumah menegaskan bahwa tanah yang akan digunakan sebagai
TPU Pegadungan
itu merupakan milik Pemprov DKI.
“Ada bukti kepemilikannya itu milik Pemda, berdasarkan SHP (Sertifikat Hak Pakai) No. 484 Tahun 1991,” ucap Dirja saat ditemui di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Selasa.
Dirja juga mengonfirmasi bahwa berdasarkan aturan yang berlaku, bangunan di RW 07 dan RW 08 Kamal masuk ke dalam kategori bangunan liar.
“Itu kan lahan milik Pemda, nah berdasarkan sosialisasi di Kelurahan Kamal dan Kelurahan Pegadungan kemarin, jadi yang ada di situ memang bangunan liar,” kata Dirja.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/25/6925afed596c3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mentrans Tegaskan Program Magang Nasional Kemenaker Fokus Bangun Kapasitas Bukan Kejar Materi Nasional 25 November 2025
Mentrans Tegaskan Program Magang Nasional Kemenaker Fokus Bangun Kapasitas Bukan Kejar Materi
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara menegaskan bahwa program Magang Nasional harus dimaknai sebagai ruang belajar untuk membentuk kapasitas diri, bukan sekadar batu loncatan.
Pernyataan tersebut disampaikan Iftitah saat memberikan arahan di hadapan 126 peserta magang terpilih di Kementerian Transmigrasi (
Kementrans
), Selasa (25/11/2025).
Peserta magang tersebut telah melewati tahap seleksi melawan 682 pelamar yang memilih lokasi magang di Kementrans dalam
program Magang Nasional
yang diselenggarakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Selamat datang di Kementerian Transmigrasi, tempat kalian untuk belajar, belum untuk bekerja. Jika kalian lulus kuliah tetapi belum diterima di satu institusi, itu artinya kalian masih perlu memperkaya diri dan memperluas wawasan. Jangan kecil hati, ini kesempatan untuk belajar lebih dalam,” kata Iftitah dalam keterangan resminya, Selasa.
Program Magang Nasional diluncurkan sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk menekan angka pengangguran, khususnya di kalangan lulusan baru, dengan memberikan
pengalaman kerja
langsung selama enam bulan untuk meningkatkan kesiapan memasuki
dunia kerja
.
Iftitah menekankan bahwa fokus utama peserta magang bukan terletak pada hal-hal material, melainkan pembangunan karakter, kapasitas, dan etika kerja.
“Hidup hanya satu kali. Jangan hanya mengejar pangkat, jabatan, dan uang. Lengkapi diri kalian sehingga ditempatkan di mana pun kalian tetap bercahaya, menjadi magnet, dan berguna bagi banyak orang,” ucapnya.
Sebanyak 126 peserta Magang Nasional di Kementrans berasal dari berbagai jurusan, antara lain Geografi, Ilmu Komunikasi, Administrasi Publik, Perencanaan Wilayah Kota, dan lain sebagainya.
Dalam sesi dialog bersama Iftitah, sejumlah peserta mengungkapkan alasannya memilih Kementrans sebagai lokasi magang.
“Kesesuaian antara latar belakang geografi dan penyusunan data perencanaan dengan ruang lingkup kerja kementerian,” ujar lulusan Geografi Universitas Indonesia (UI), Elang Maulana.
Sementara itu, lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ramona Rida Simamora menyampaikan bahwa program transmigrasi merupakan ruang bertumbuh untuk mengembangkan kawasan transmigrasi menjadi kawasan ekonomi masa depan.
Dalam kesempatan tersebut, Iftitah mengingatkan pentingnya memiliki alasan kuat dan tujuan yang jelas selama mengikuti program magang.
“Jika kalian hadir tanpa alasan, berarti kalian tersesat. Kalian adalah sarjana hebat, jangan hanya memikirkan honor. Yang harus kalian pikirkan adalah
karier
, dari mana kalian berasal, apa kekurangan kalian, dan apa yang ingin kalian sempurnakan,” tegasnya.
Iftitah menambahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2009 telah menyatakan bahwa tugas transmigrasi salah satunya adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi
dengan mempertimbangkan iklim investasi.
“Artinya, transmigrasi berperan memastikan masyarakat siap diberdayakan dan diserap industri dalam setiap pembangunan kawasan,” ujarnya.
Untuk mendukung penguatan sumber daya manusia (SDM), Iftitah juga mengumumkan salah satu program unggulannya, yaitu Beasiswa Transmigrasi Patriot, yang akan dibuka pada 2026 untuk lulusan Strata 1 (S1) hingga Strata 3 (S3).
“Kalian punya potensi. Kementerian akan memasang radar untuk melihat siapa yang terbaik, yang bagus akan mendapat kesempatan lebih besar,” katanya.
Menutup arahannya, Iftitah memberikan pesan motivasi mengenai pentingnya membangun karier sebagai perjalanan hidup, bukan sekadar jabatan.
“Wisuda yang sebenarnya adalah saat kematian. Karier itu dibangun sampai akhir hayat. Karena itu, bermimpilah hidup seribu tahun punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri,” ucapnya.
Kementrans menyatakan komitmennya mendukung program Magang Nasional sebagai bagian dari penguatan angkatan kerja Indonesia dan memperkenalkan arah baru transmigrasi berbasis transformasi kawasan, pemberdayaan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/24/6881ddfc48a70.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tak Hanya Ira Puspadewi, Prabowo Juga Rehabilitasi 2 Mantan Direksi ASDP Nasional 25 November 2025
Tak Hanya Ira Puspadewi, Prabowo Juga Rehabilitasi 2 Mantan Direksi ASDP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi terhadap mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi.
Sebelumnya,
Ira Puspadewi
divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
Pemberian rehabilitasi tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Lantas, bagaimana dengan dua terdakwa lain yang juga divonis bersalah dalam kasus korupsi tersebut?
Diketahui, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT
ASDP
Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono juga divonis dalam kasus yang sama.
Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Mensesneg Prasetyo Hadi mengatakan, Presiden
Prabowo
memberikan rehabilitasi tidak hanya terhadap Ira Puspadewi, tetapi juga kepada dua terdakwa lainnya yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
“Bapak Presiden memberikan keputusan untuk memberikan hak beliau di dalam kasus yang tadi sudah disebutkan. Kasus ini sebenarnya berjalan sudah cukup lama menimpa kepada Dirut ASDP beserta beberapa orang jajaran di ASDP, atas nama saudara Ira Puspa Dewi, saudara Muhammad Yusuf Hadi, dan saudara Harry Muhammad Adhi Caksono,” kata Prasetyo.
“Berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum, bapak Presiden memberikan persetujuan dan Alhamdullilah baru pada sore hari ini beliau membubuhkan tanda tangan,” ujarnya melanjutkan.
Menurut Prasetyo, keputusan rehabilitasi ini selanjutnya akan diproses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam kesempatan itu, Prasetyo menjelaskan bahwa pemberian rehabilitasi tersebut berawal dari aspirasi masyarakat yang diterima DPR.
Kemudian, dikaji oleh DPR dan hasilnya disampaikan ke Kementerian Hukum (Kemenkum).
“Segala sesuatu yang berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi, dan itu ada jumlahnya banyak sekali, yang dalam prosesnya dilakukan pengkajian dilakukan telaah dari berbagai sisi, termasuk pakar hukum yang kemudian atas surat usulan dari permohonan dari DPR yang kemudian ditindaklanjuti dalam satu minggu ini oleh Menteri Hukum,” katanya.
Selanjutnya, Prasetyo mengatakan, pemerintah bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto agar menggunakan hak rehabilitasi untuk Ira Puspadewi, serta dua pejabat ASDP lainnya, yakni Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi.
Setelah itu, permohonan pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi ini dibawa ke dalam rapat terbatas (ratas) bersama Prabowo.
Hingga akhirnya, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya.
Sebagaimana diberitakan Ira Puspadewi dijatuhi 4,5 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 20 November 2025.
Eks Dirut ASDP
disebut telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Menariknya, dalam putusannya, hakim menyatakan Ira tidak menerima uang hasil perbuatan korupsinya.
Namun, dia tetap dinyatakan terbukti bersalah karena karena telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi, yaitu pemilik PT JN, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun dari proses akusisi PT JN oleh ASDP.
“Perbuatan terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur dan tata kelola aksi korporasi PT ASDP,” ujar Hakim Anggota Nur Sari Baktiana.
Dua pejabat ASDP lainnya juga menerima vonis dengan kasus serupa. Mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing dijatuhi hukuman penjara empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/25/692564f228418.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Penjaringan Kerap Tambal Sendiri Tanggul Pantai Mutiara yang Rembes Megapolitan 25 November 2025
Warga Penjaringan Kerap Tambal Sendiri Tanggul Pantai Mutiara yang Rembes
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Warga kerap menambal tanggul di Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta Utara, yang rembes secara mandiri.
Pengurus RW 16, Teddy mengungkapkan bahwa munculnya air rembesan di tanggul
Pantai Mutiara
sudah berlangsung lama.
“Biasanya diperbaiki mandiri. Kami perbaikan mandiri ada tambal-tambal tanggul yang bocor,” ucap Teddy saat ditemui
Kompas.com
, Selasa (25/11/2025).
Ia menjelaskan, saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jakarta dan meminta agar proyek tanggul pengaman pantai atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) segera dirampungkan.
“Kami pihak RW sudah berkoordinasi secara rutin dengan Pemprov,” jelasnya.
Menurutnya,
proyek NCICD
cukup penting untuk menangani masalah rembesan dan kenaikan air laut di
tanggul Pantai Mutiara
.
“Karena memang sekeliling laut ini harus ditanggul NCICD itu baru bener-bener kuat,” tutur Teddy.
Di sisi lain, Dea (21), warga lainnya, mengaku baru mengetahui rembesan air di tanggul tersebut sejak muncul video di media sosial.
“Iya, saya tahu. Awalnya saya mengetahuinya dari berita yang beredar di media sosial,” ucap Dea.
Dea berharap Pemprov DKI cepat menindaklanjuti rembesan di tanggul tersebut.
“Saya khawatir kalau dibiarkan, rembesan ini lama-kelamaan membuat tanggul semakin lemah dan bisa roboh. Dampaknya tentu bisa sangat parah,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) melakukan survei lapangan dan memetakan titik-titik rembesan pada tanggul Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Langkah itu dilakukan menyusul keluhan warga mengenai keluarnya air laut dari celah beton tanggul.
Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas SDA Jakarta, Alfan Widyastanto, mengatakan pengecekan dilakukan untuk memastikan kondisi struktur tanggul dan mengidentifikasi titik yang berpotensi melemah.
“Pemetaan juga dilakukan pada tanggul-tanggul di pesisir pantai yang terindikasi dan berpotensi mengalami rembes maupun kebocoran,” ucap Alfan.
Sementara pembangunan tanggul NCICD akan kembali dilanjutkan tahun ini dengan skema multiyears (MY) pada 2025–2027 dan kini masih dalam proses lelang.
Pekerjaan tersebut diharapkan selesai sesuai target pada 2027.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/22/68075217151b9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Alvaro Kiano Bakal Dimakamkan di Dekat Rumahnya Megapolitan 25 November 2025
Alvaro Kiano Bakal Dimakamkan di Dekat Rumahnya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Keluarga berencana memakamkan jenazah Alvaro Kiano Nugroho di pemakaman dekat rumahnya wilayah Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
“Kami sudah rencana nanti (dimakamkan) di tanah wakaf di sini, di atas (dekat masjid),” kata kakek Alvaro, Tugimin, saat ditemui di rumahnya, Selasa (25/11/2025).
Namun, Tugimin belum bisa memastikan kapan Alvaro akan dimakamkan, mengingat hasil tes DNA belum dikeluarkan oleh pihak Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
“Umpamanya kalau hari ini keluar (hasil tes DNA), ya langsung kami bawa pulang (jenazah Alvaro), kami urus. Kalau sempat hari ini bisa kami makamkan, ya, langsung kami makamkan, tapi belum bisa,” tutur dia.
Tugimin menyampaikan, ibu Alvaro, Arum, baru menjalani tes DNA saat tiba di Jakarta pada Senin (24/11/2025). Ia langsung dijemput polisi dan dibawa ke RS Polri Kramat Jati.
“Nah, ini sampai sore kemarin juga baru pulang. Saya pulang dari Polres juga, dia kelihatannya belum lama pulang dari Rumah Sakit juga. Itu, sekarang ini tinggal menunggu hasil DNA dari Rumah Sakit Polri,” jelas dia.
Polisi sebelumnya telah mengidentifikasi temuan kerangka yang diduga milik Alvaro. Dokter Forensik RS Polri, dr. Farah, mengatakan pihaknya kesulitan menentukan usia tulang karena tidak ditemukan gigi.
Meski begitu, dapat dipastikan bahwa tulang itu milik seorang laki-laki dengan ras Mongoloid.
“Untuk usia kami tidak bisa mendapatkan secara persis sehingga kami juga dibantu oleh patologi forensik dokter Debby di rumah sakit, tapi tidak bisa dilakukan analisa terhadap gigi karena tulang rahang tidak ditemukan,” kata dia dalam konferensi pers, Senin (24/11/2025).
Sebelumnya,
Alvaro Kiano Nugroho
, bocah enam tahun yang hilang di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, sejak Maret 2025 lalu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Kapolsek Pesanggrahan AKP Seala Syah Alam mengatakan, pihaknya sudah menangkap orang yang menyebabkan
Alvaro hilang
dan tewas.
“Alvaro sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, dan tersangka sudah diamankan,” kata Seala kepada wartawan, Minggu (23/11/2025).
Sebagai informasi,
Alvaro Kiano
Nugroho terakhir terlihat di Masjid Jami Al Muflihun, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025).
Pada hari kejadian, seorang pria yang mengaku sebagai ayah Alvaro disebut datang ke lokasi kejadian mencari bocah laki-laki itu.
Informasi tentang kedatangan pria tersebut baru diketahui kakek Alvaro, Tugimin dari marbut Masjid Jami Al Muflihun, tiga hari setelah Alvaro dinyatakan hilang.
“Itu ada orang datang, ditanya sama marbut, ‘Pak, cari siapa?’ ‘Cari anak saya. Alvaro katanya kalau shalat di masjid sini.’ ‘Itu ada anaknya di atas.’ Kata marbut begitu,” ungkap Tugimin.
Setelah itu, marbut tidak memperhatikan lagi gerak-gerik pria tersebut. Marbut sibuk mempersiapkan pelaksanaan salat Maghrib dan berbuka puasa.
Usai berbuka puasa dan waktu shalat Maghrib, Alvaro tak kunjung pulang.
Tugimin belum merasa curiga, karena sang cucu memang kerap bermain sepak bola bersama teman-temannya pada malam hari.
“Saya sadar untuk mencari itu jam 21.30 WIB. ‘Kok cucu saya belum pulang? Ke mana?’. Saya bilang kayak begitu,” ujar dia.
Tugimin yang merupakan pensiunan petugas pemadam kebakaran Lebak Bulus segera menyambangi lokasi terakhir Alvaro terlihat.
Ia juga mendatangi teman-teman yang biasa bermain dengan cucunya. Namun, upayanya tak membuahkan hasil.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/25/69249c43a2784.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Warga Kebon Melati Terpaksa Buang Sampah ke Kali Krukut Megapolitan 25 November 2025
Cerita Warga Kebon Melati Terpaksa Buang Sampah ke Kali Krukut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kondisi tumpukan sampah di bantaran Kali Krukut, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi bagian kehidupan sehari-hari warga.
Bau menyengat, air kehitaman, dan aliran yang makin menyempit sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa perubahan berarti.
Di tengah kepadatan permukiman RT 15, RT 16, dan RT 17 RW 14, kebiasaan warga membuang
sampah
langsung ke kali masih terjadi.
Meski tempat sampah tersedia di titik tertentu, akses jalan yang sempit dan pengangkutan tidak rutin membuat warga tetap mengandalkan aliran air sebagai tempat pembuangan akhir.
Pakar lingkungan sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, menegaskan bahwa persoalan sampah di bantaran Kali Krukut tidak bisa dilihat hanya sebagai masalah perilaku warga.
“Permukiman padat, kumuh, dan kantong kemiskinan itu tidak datang tiba-tiba. Ini bukan fenomena spontan, tapi hasil proses panjang urbanisasi yang tidak terkendali,” kata Mahawan, Senin (25/11/2025).
Menurut dia, tekanan ekonomi di desa dan daya tarik kota membuat banyak pendatang menempati ruang-ruang marginal, seperti bantaran sungai dan tepian rel.
Tekanan hidup yang besar, tingginya biaya sewa, dan terbatasnya akses layanan dasar membuat warga bertahan di lokasi apa adanya.
“Ketika jumlah penduduk makin banyak, rumah-rumah makin padat, makin rapat, bahkan berdiri di atas sungai. Ini berimplikasi pada sanitasi dan kondisi lingkungan yang terdegradasi,” ujar Mahawan.
Ia menjelaskan, penyempitan sungai akibat bangunan dan sampah membuat fungsi hidrologis terganggu.
Sedimentasi meningkat karena limbah domestik masuk langsung ke badan air tanpa instalasi pengolahan.
“Risikonya banjir. Limpasan air yang tadinya normal berubah menjadi ancaman. Ditambah sampah dan limbah, kualitas air menurun, mengakibatkan risiko penyakit seperti diare, tipus, hingga penyakit kulit,” jelasnya.
Mahawan menolak anggapan sederhana bahwa warga malas membuang sampah pada tempatnya.
“Tidak serta merta karena budaya malas. Di wilayah-wilayah seperti ini, fasilitas pengelolaan sampah tidak berjalan baik,” kata dia.
“TPS jauh, tempat pembuangan sementara tidak memadai, pengangkutan tidak rutin. Masyarakat memilih lokasi yang menurut mereka paling mudah termasuk sungai,” lanjutnya.
Menurut Mahawan, solusi tidak bisa ditempuh hanya dengan sosialisasi atau penertiban.
“Relokasi terbatas tetap diperlukan, berbasis dialog. Tidak semua warga bisa dipindahkan jauh karena pekerjaan mereka dekat sini,” katanya.
Selain itu, sanitasi komunal, TPS 3R, penegakan aturan, hingga edukasi masyarakat perlu berjalan bersamaan.
“Ini persoalan struktural, tidak bisa seperti membalikkan tangan. Tapi harus dimulai. Keadilan layanan publik harus jadi prioritas,” ujar dia.
Mahawan menyebut hal ini sebagai konsekuensi besar dari tata ruang yang tidak berjalan dan fasilitas pengelolaan lingkungan yang minim.
“Selama sanitasi tidak dibenahi, TPS tidak disediakan, rumah berdiri di sempadan sungai, dan tidak ada penegakan aturan, kondisi begini akan terus berulang,” tegasnya.
Kompas.com menelusuri Jalan Awaludin II dan Kebon Pala III, yang mengarah ke permukiman padat di bantaran Kali Krukut.
Dari jalan kecil selebar dua sampai tiga meter, rumah-rumah warga berdiri rapat dengan material sederhana seperti seng, tripleks, dan papan lapuk.
Sebagian bangunan menjorok ke atas sungai, ditopang tiang-tiang kayu yang rapuh.
Di beberapa titik, pipa domestik terlihat langsung membuang limbah rumah tangga ke aliran kali.
Air kali berwarna hitam pekat, berbau menyengat, dan dipenuhi sampah plastik, kain bekas, potongan kayu, hingga styrofoam.
Anak-anak tampak bermain di tepian, duduk di antara tumpukan sampah sambil mengalirkan botol plastik layaknya perahu.
Motor-motor diparkir di teras rumah yang menjorok ke atas air, teras yang ditopang balok-balok keropos.
Di salah satu gang dalam, toilet umum tiga pintu berdiri dengan cat mengelupas.
Bagian dalamnya gelap, becek, dan pembuangannya langsung mengalir ke kali.
Toilet ini digunakan bergantian oleh beberapa kepala keluarga yang tidak memiliki fasilitas sanitasi mandiri.
Suryadi (43), warga RT 16 RW 14, mengatakan bahwa perilaku itu sudah mengakar sejak lama karena tidak ada sistem pengelolaan sampah yang benar-benar menjangkau wilayah mereka.
“Sampah kebanyakan dari warga, tapi kadang ada juga kiriman dari atas. Tempat sampah ada, tapi jauh dari gang sini. Petugas angkut juga jarang ke dalam,” ujarnya.
Karena situasi itu, ia menyebut sebagian warga memilih membuang sampah langsung ke kali sebagai metode tercepat.
“Banyak yang buang cepat ke kali, bukan karena mau, tapi karena kebiasaan dari dulu dan enggak ada pilihan lain. Orang berangkat kerja pagi-pagi, jadi buang di kali lebih gampang,” kata Suryadi.
Pengakuan serupa juga datang dari Rohmah (35), warga RT 17 RW 14, yang mengaku kerap menemui tumpukan sampah tepat di depan rumahnya setiap kali hujan membawa kiriman sampah dari bagian hulu.
“Iya, dari dulu sudah begini. Sampah warga banyak, tapi kalau hujan deras suka numpuk dari atas sana,” ujarnya.
Ia mengaku tidak setuju dengan praktik membuang sampah sembarangan, namun tekanan kondisi membuat beberapa warga tetap melakukannya.
“TPS jauh dan kecil. Kalau penuh, orang bingung mau buang ke mana. Kadang terpaksa buang ke kali, apalagi kalau malam,” tuturnya.
Sementara itu, Marlina (34), warga RT 15 RW 14, menilai masalah buang sampah ke kali bukan sekadar persoalan moralitas, tetapi keterbatasan ruang dan fasilitas.
“Kalau dibilang warga malas, ya enggak juga. TPS jauh, jalannya sempit. Kadang-kadang terpaksa, apalagi kalau malam,” katanya.
Ia menambahkan bahwa warga sebenarnya ingin lingkungan yang lebih bersih, tetapi sistem pengelolaan sampah yang tidak berjalan membuat perubahan sulit diwujudkan.
“Kami mau kok lingkungan bersih. Tapi kalau tempat sampahnya jauh dan enggak ada yang ngangkut rutin, ya pasti sampah numpuk. Akhirnya ya banyakan yang jatuhnya ke kali,” ucapnya.
Saat Kompas.com berada di lokasi, petugas SDA terlihat mengangkat lumpur hitam dengan alat berat kecil.
Ruang kerja mereka hanya beberapa meter dari dinding rumah warga yang menempel ke bibir kali.
Pengerukan dilakukan sepanjang 10 meter, sebagai upaya darurat untuk mengurangi sedimentasi.
Namun, tumpukan sampah yang terus datang dari permukiman membuat upaya ini tidak cukup.
“Kalau nggak dikeruk, air makin sempit. Tapi kalau warga masih buang sampah, ya balik lagi penuh,” kata Rahmat, petugas SDA.
Sedimentasi yang menumpuk mengurangi kedalaman kali, membuat aliran melambat dan memicu banjir di musim hujan.
Di tengah kondisi yang semakin runyam, warga memiliki satu harapan yang sama yaitu pengerukan dan
normalisasi kali
.
“Kalau aliran lancar, banjir bisa berkurang,” ujar Suryadi.
Sementara Marlina ingin ada perubahan nyata yang bisa dirasakan.
“Normalisasi penting. Biar air nggak diam dan bau. Kami juga maunya lingkungan bersih,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/25/692587f04fc92.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)