Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyerahkan 33 rekomendasi kebijakan kepada 14 Kementerian dan Lembaga (K/L).
Yusril mengatakan, 33 rekomendasi disusun melalui proses sinkronisasi dan koordinasi sektoral terkait isu-isu strategis.
Tujuannya adalah untuk menjamin keselarasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan visi Astacita Presiden.
”
Rekomendasi kebijakan
ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, memastikan efektivitas program, serta menyelesaikan isu-isu yang tidak dapat ditangani oleh satu kementerian secara mandiri,” kata Yusril, dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Yusril mengatakan, dari 33 rekomendasi tersebut,
Kementerian Hukum
mendapatkan porsi terbesar, yaitu 13 rekomendasi.
Poin-poin penting yang dilampirkan di antaranya adalah beneficial
ownership
, interoperabilitas data kekayaan intelektual, keadilan restoratif (
restorative justice
), hingga pembaruan KUHP.
Sementara itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mendapatkan 6 rekomendasi yang menyoroti penanganan warga keturunan Filipina (Filipino Descent), penanganan tahanan
overstay
, serta penguatan Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Kemudian, terdapat rekomendasi untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), salah satunya berisi pembentukan lembaga regulasi nasional atau badan legislasi nasional.
“Pembentukan lembaga regulasi nasional atau istilah lain dalam badan legislasi nasional ini adalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perubahan undang-undang 2012 dan 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar dia.
Selain itu, Yusril juga menyerahkan rekomendasi untuk Kementerian HAM, Komnas HAM, dan LPSK.
Kementerian/Lembaga di sektor HAM ini diminta melakukan sinkronisasi satu data korban dan pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
Yusril mengatakan, kementeriannya terus memantau pelaksanaan rekomendasi ini secara ketat.
Dia memastikan, Kemenko Kumham Imigrasi akan melakukan evaluasi pada tahun 2026.
“Kami akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut rekomendasi ini pada tahun 2026 mendatang untuk memastikan implementasi berjalan sesuai rencana aksi dan memberikan manfaat nyata bagi
pembangunan nasional
,” ucap dia.
Berikut ini rincian rekomendasi yang diserahkan Kemenko Kumham Imipas kepada 14 Kementerian/Lembaga:
1. Kementerian Hukum (13 Rekomendasi): Fokus pada beneficial ownership, interoperabilitas data kekayaan intelektual, royalti musik, keadilan restoratif, pembaruan KUHP, arbitrase, partisipasi publik (meaningful participation), akses keadilan, dan reformasi regulasi.
2. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (6 Rekomendasi): Termasuk interoperabilitas data, penanganan Filipino Descent (Sumatera Utara), tahanan overstay, implementasi KUHP, dan penguatan layanan BAPAS.
3. Kementerian Dalam Negeri (6 Rekomendasi): Meliputi data Pos Lintas Batas Negara (PLBN), status warga keturunan Filipina di Sulawesi Utara, perlindungan pekerja migran, dan diklat HAM terpadu.
4. PPATK (3 Rekomendasi): Fokus pada transparansi korporasi dan kepatuhan Financial Action Task Force (FATF).
5. OJK (3 Rekomendasi): Penguatan tata kelola
beneficial ownership
dan verifikasi multipihak.
6. BNPP (1 Rekomendasi): Optimalisasi tata kelola Pos Lintas Batas Negara.
7. Kementerian HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi satu data korban pelanggaran HAM berat.
8. BKN (1 Rekomendasi): Percepatan diklat HAM terpadu bagi ASN dan guru.
9. Komnas HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
10. LPSK (1 Rekomendasi): Penguatan satu data pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
11. KemenPPPA (1 Rekomendasi): Akselerasi revisi UU Perlindungan Anak.
12. BP2MI (1 Rekomendasi): Pembentukan Perda perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
13. Baleg DPR (1 Rekomendasi): Percepatan pembahasan revisi UU Perlindungan Anak.
14. KemenPAN-RB (1 Rekomendasi): Pembentukan lembaga regulasi nasional (Badan Legislasi Nasional).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/12/17/6942448bc6a3c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga
-
/data/photo/2025/12/17/694250e34b360.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi
SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi
Tim Redaksi
KOMPAS.com –
Uap panas mengepul dari deretan wajan besar di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Suara sodet beradu dengan panci bersahutan sejak pagi, sementara para pekerja bergerak cepat menyiapkan ratusan porsi makanan. Sekilas, suasananya tampak seperti dapur produksi pada umumnya.
Namun, jika diperhatikan lebih dekat, justru mempertemukan beragam kalangan usia. Mulai dari ibu-ibu, generasi
milenial
, hingga generasi Z, bekerja berdampingan dalam satu ritme kerja yang sama.
Di sana, Program
Makan Bergizi Gratis
(
MBG
) dijalankan setiap hari. Bukan hanya sebagai upaya pemenuhan gizi anak-anak sekolah di sekitarnya, tetapi juga sebagai ruang kerja lintas generasi bagi warga sekitar.
Koordinator Pemorsian
SPPG
Karanggondang Darwini atau akrab disapa Ani, menjadi salah satu wajah yang selalu ada di area pembagian makanan. Ia memastikan seluruh komponen menu, mulai dari nasi, lauk, susu, hingga buah, tersedia sejak awal hingga akhir proses pemorsian.
“Dari tempat nasi, tutup, sampai susu dan buah harus lengkap dari awal sampai akhir. Enggak boleh ada yang kurang,” ujar Ani.
Jika stok mulai menipis, Ani segera berkoordinasi dengan ahli gizi atau staf kantor agar bahan tambahan dapat disiapkan tepat waktu sebelum jadwal distribusi dimulai.
“Biasanya sebelum pemorsian selesai, kami sudah konfirmasi dulu supaya tidak telat saat distribusi,” katanya.
Baginya, kelancaran pemorsian menjadi kunci agar makanan bisa sampai ke tangan anak-anak penerima manfaat tanpa hambatan. Soal lingkungan kerja, Ani mengaku tidak pernah merasa terbebani bekerja dengan rekan yang usianya lebih muda, malah membuat suasana dapur terasa lebih cair.
Keterlibatannya di
dapur MBG
pun berdampak langsung bagi kehidupannya. Ia merasa senang bisa terlibat dalam program tersebut. Dukungan keluarga pun menguatkan keputusannya untuk tetap bekerja di
SPPG Karanggondang
.
“Saya
happy
. (Gaji di sini) sangat membantu menambah penghasilan dan buat nabung,” ungkap dia.
Sementara itu, Akuntan SPPG Karanggondang, Dipta Aqila Zahidah bertanggung jawab mengelola pencatatan keuangan harian, mulai dari pengeluaran bahan makanan, logistik, gaji relawan, hingga biaya operasional.
Sebagai generasi Z, Dipta kerap berkolaborasi dengan relawan yang lebih senior. Bersama ahli gizi, ia bertugas menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), menghitung biaya operasional dapur, mengecek stok, hingga membuat laporan keuangan.
Perbedaan usia sempat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Ia mengakui, karakternya yang cenderung tertutup turut memengaruhi proses adaptasi tersebut.
“Cukup sulit karena saya
introvert.
Dengan (adanya) perbedaan umur (antar-pekerja), awalnya agak sulit,” ungkapnya.
Namun, seiring waktu, proses saling memahami berjalan perlahan. Ia menilai, relawan yang lebih tua mampu mengayomi sehingga komunikasi menjadi lebih cair. Keseharian di dapur itu pula membuat perbedaan usia tidak lagi terasa sebagai jarak.
“Lama-lama bisa komunikasi dengan baik,” ujar Dipta.
Bagi Dipta, SPPG Karanggondang bukan sekadar tempat bekerja. Ia bahkan menyebut dapur tersebut sebagai rumah kedua.
Padatnya aktivitas membuatnya lebih banyak berinteraksi dengan sesama relawan dibandingkan dengan keluarga di rumah. Keseharian yang intens inilah relasi antar rekan kerja lintas usia terbangun.
“Lebih sering di dapur jika dibandingkan di rumah,” katanya.
Peran penting lain di SPPG tersebut adalah ahli gizi yang tugasnya diemban Nur Azizah. Setiap hari, ia menyusun menu bergizi seimbang, menentukan standar porsi, serta melakukan pengawasan kualitas dan keamanan makanan sebelum didistribusikan.
Baginya, pekerjaan di dapur bukan semata soal hitungan gizi di atas kertas. Ia harus memastikan standar tersebut dipahami dan dijalankan oleh relawan dengan latar usia serta kebiasaan yang berbeda. Karena itu, pendekatan kerjanya pun disesuaikan.
Ia menilai pekerja dari generasi Z relatif cepat memahami prosedur, meski kerap disertai banyak pertanyaan.
“Kalau
gen Z
itu cepat menangkap, tetapi banyak bertanya. Ini bagaimana, itu bagaimana,” kata dia.
Sementara itu, relawan milenial cenderung lebih teliti, meski terkadang masih membawa kebiasaan memasak rumahan.
“Kadang masih terbawa seperti masak di rumah, padahal di sini porsinya bisa ratusan sampai ribuan,” sambung Azizah.
Menurutnya, dapur produksi tidak bisa disamakan dengan dapur rumah tangga karena menuntut standar keamanan dan higienitas yang lebih tinggi.
Untuk menjembatani perbedaan pandangan tersebut, ia kerap memberi contoh langsung di lapangan serta membagikan video pendek dari media sosial sebagai materi edukasi.
Ia juga terus mengedukasi seputar penggunaan sejumlah peralatan dapur modern, seperti alat potong serbaguna dan pengering ompreng. Sebab, peralatan ini dapat membantu menjaga efisiensi kerja sekaligus higienitas makanan.
Pengelola SPPG Karanggondang, Andung Supriagi, menjelaskan bahwa kolaborasi lintas generasi memang dirancang sejak awal sebelum beroperasional. Proses rekrutmen dilakukan dengan mengacu pada petunjuk teknis Badan Gizi Nasional (BGN) serta melibatkan pemerintah desa.
Menurutnya, wawancara tatap muka menjadi krusial untuk melihat motivasi pelamar.
“Kami memprioritaskan mereka yang benar-benar membutuhkan pekerjaan, bukan sekadar ingin mencoba,” tegasnya.
Pelamar dengan motivasi kuat, lanjut Andung, cenderung lebih bertahan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Komposisi usia juga diperhitungkan. Karena, jika seluruh tenaga kerja berasal dari satu kelompok usia, efektivitas kerja justru berpotensi menurun.
Oleh karena itu, SPPG Karanggondang sengaja menerapkan variasi demografi, termasuk dari berbagai usia. Meski diakui membawa tantangan terutama karena para pekerja belum pernah bekerja sama sebelumnya.
“Maka dari itu, kami lakukan evaluasi secara rutin untuk mengetahui kelemahan masing-masing pekerja serta mengidentifikasi yang harus ditingkatkan. Sistem reward and punishment juga kami terapkan,” katanya.
Selain itu, sistem kerja rotasi juga diterapkan sejak awal agar setiap pekerja memahami alur kerja dapur secara menyeluruh, mulai dari pemorsian hingga pencucian ompreng. Pola ini dinilai efektif membangun, saling pengertian, serta kerja sama yang solid dalam tim lintas generasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/05/6932520f55fe4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Chromebook, Agustina: Saya Tak Pernah Menerima Apa Pun Regional
Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Chromebook, Agustina: Saya Tak Pernah Menerima Apa Pun
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Nama Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, muncul dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait program digitalisasi pendidikan, khususnya pengadaan laptop Chromebook, pada periode 2019-2022.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (16/12/2025), jaksa mengungkapkan bahwa Agustina, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menitipkan tiga nama pengusaha untuk pengadaan laptop tersebut serta Chrome Device Management (CDM) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Menanggapi pernyataan tersebut, Agustina menyatakan bahwa penyebutan namanya dalam persidangan adalah bagian dari proses hukum yang sedang berlangsung.
“Dan saya menghormati sepenuhnya proses hukum tersebut,” kata Agustina kepada
Kompas.com
, Rabu (17/12/2025).
Dia juga berharap agar informasi yang beredar dapat disampaikan secara proporsional dan berimbang, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Agustina menegaskan bahwa ia tidak menerima apapun dari proyek yang menjadi pokok perkara di Kemendikbudristek.
“Saya tidak pernah menerima apa pun, dalam bentuk apa pun, yang berkaitan dengan perkara ini,” ujarnya.
Sebelumnya,
Kejaksaan Agung
mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara dalam kasus dugaan
korupsi digitalisasi pendidikan
melalui
pengadaan laptop Chromebook
di Kemendikbudristek mencapai Rp 2,1 triliun.
“Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp2,1 triliun,” ungkap Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Riono Budisantoso, di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Senin (8/12/2025).
Riono menjelaskan bahwa perkara ini berkaitan dengan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa laptop Chromebook dan CDM yang dilaksanakan dalam rentang waktu 2019-2022.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka, termasuk Nadiem Makarim, Sri Wahyuningsih, Ibrahim Arief, Mulyatsyah, serta mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan.
Namun, hingga saat ini, berkas perkara Jurist Tan belum dilimpahkan ke pengadilan karena yang bersangkutan masih berstatus buron.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2022/04/17/625bef9121dce.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bagaimana Nasib Kesejahteraan PNS jika “Single Salary” Diterapkan?
Bagaimana Nasib Kesejahteraan PNS jika “Single Salary” Diterapkan?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah sedang merancang sistem penggajian tunggal (single salary) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kebijakan ini telah dituliskan dalam Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2026 pada bagian kebijakan prakiraan maju belanja negara tahun 2026-2029.
Meskipun pembahasan terkait gaji tunggal tercantum dalam
RAPBN 2026
, bukan berarti penerapan kebijakan tersebut akan berlaku di tahun yang sama.
Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu, Rofyanto Kurniawan mengatakan, sistem
gaji tunggal ASN
merupakan kebijakan jangka menengah yang memerlukan persiapan matang, termasuk memperhatikan kondisi fiskal negara.
“Kan itu disebutkan jangka menengah ya, jadi memang enggak dalam waktu yang pendek. Belum diterapkan tahun depan, 2026 belum,” kata Rofyanto, di Gedung DPR RI, Rabu (27/8/2025).
Hal ini juga disampaikan pakar kebijakan publik Universitas Padjajaran, Yogi Suprayogi, yang menyebut kebijakan ini masih jauh panggang dari api.
Sebab, wacana gaji tunggal ASN sudah lama menggaung, tapi wujudnya tak kunjung tampak dari tahun ke tahun.
Belum lagi soal menyusun teknis yang rumit terkait
sistem penggajian
ASN pada tiap instansi.
“Dan itu masih
long way to go
ya kalau menurut saya,” ucap Yogi, kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
Istilah
single salary
untuk ASN atau skema gaji tunggal ini akan memberikan hak penghasilan satu kali untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Saat ini, PNS tidak langsung menerima penghasilan secara utuh, tetapi bertahap melalui beragam komponen.
Secara umum, komponen penghasilan yang diterima oleh PNS terbagi menjadi tiga: gaji pokok, tunjangan lauk-pauk dan keluarga, serta tunjangan kinerja.
Namun, tunjangan ini juga memiliki ragam tersendiri, seperti tunjangan khusus jabatan dan tunjangan kemahalan berdasarkan daerah tempat PNS mengabdi.
Salah satu alasan rencana kebijakan ini diterapkan adalah untuk menjaga daya beli ASN setelah mereka memasuki usia pensiun.
Gaji tunggal akan memberikan lebih banyak pemberian asuransi kesehatan, kematian, dan hari tua.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah mengatakan, penerapan
single salary
sebenarnya sudah diterapkan di kampus tempatnya mengabdi.
Dia memberikan contoh, pendapatan di luar gaji mengajar akan dimasukkan juga dalam komponen gaji, seperti misalnya menjadi anggota kepanitian satu kegiatan kampus tertentu.
Sistem ini akan memberikan pengawasan secara tidak langsung, mana ASN yang bekerja terlalu banyak dan mana ASN yang hanya diam saja tanpa bekerja.
“Kalau dengan
single salary system
ini, pimpinan bisa memantau oh ini sudah terlalu banyak penghasilannya, pendapatannya dibandingkan yang lain. Jangan-jangan kerjaannya terlalu banyak,” tutur Lina, kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).
Dengan mekanisme kontrol tersebut, pimpinan akan memberikan beban kerja yang lebih ringan sehingga ASN yang memiliki banyak penghasilan dengan pekerjaan yang menumpuk bisa dikurangi beban kerjanya.
Tentu hal ini bukan berarti mengurangi pendapatan ASN, tetapi lebih kepada kontrol kinerja yang sesuai dengan beban kerja.
Kesejahteraan yang terbagi rata dengan pembagian tugas yang juga terbagi rata akan memberikan dampak positif pada dua hal.
Pertama, terkait dengan kesejahteraan yang lebih baik untuk semua ASN.
Kedua, pada beban kerja yang tidak menumpuk pada satu orang tertentu saja.
Single salary
yang berorientasi pada proses dan hasil ini akan memberikan penilaian yang adil bagi seluruh ASN di masa depan.
Sistem ini, kata Lina, akan memberikan gambaran secara utuh gaji ASN yang selama ini dianggap kecil akan terlihat menjadi sangat mencukupi.
“Misalnya di setiap tanggal 1 lah, 1 Januari atau 1 Februari gitu kan (gaji) dibayarkan di sana semua, jadi kelihatan tuh bulatannya (semua penghasilan per bulan). Nah, itu yang disebut misalnya akhirnya disebut meningkatkan kesejahteraan karena kelihatan. Nah, kalau yang sekarang kan enggak kelihatan, seakan-akan PNS itu gajinya kecil,” kata dia.
Namun, menurut Lina, pembuat kebijakan juga harus memberikan sosialisasi yang masif jika sistem ini segera diterapkan.
Karena tidak bisa dipungkiri, polemik terkait gaji tunggal akan merambah pada ranah personal ASN yang biasanya tidak terbuka pada pasangannya terkait penghasilannya di kantor.
“Yang misalnya kalau ASN-nya laki-laki, dia mungkin menyimpan uang (agar) tidak diketahui istrinya. Nah, itu kan menjadi tantangan,” kata Lina, sambil berkelakar.
Namun, kata Lina, contoh yang ia sebutkan adalah konflik riil yang sering terjadi pada sumber daya manusia di Indonesia.
Seorang ASN yang berstatus sebagai seorang suami yang ATM-nya dipegang istri, misalnya.
ASN ini tidak bisa lagi beralasan gajinya kecil, padahal tunjangan dan penghasilan kegiatan di kantor juga berisi honor dan tunjangan.
Pada akhirnya, uang yang dikeluarkan negara melalui pajak rakyat untuk menggaji para abdi negara ini haruslah berdampak pada pelayanan publik yang lebih baik.
Pakar Kebijakan Publik Unpad Yogi Suprayogi menilai, kebijakan
single salary
tentu akan memberikan dampak yang lebih baik pada pelayanan publik.
Karena sistem penggajian dengan kepastian yang lebih baik akan memberikan stabilitas kesejahteraan para ASN.
Single salary
juga memberikan penilaian lebih kepada orientasi proses dan hasil, tidak seperti saat ini yang berpaku pada tataran administrasi dan proses, sedangkan hasil sering tidak jelas.
“Ini kan kalau sekarang masih basisnya kan dia harus ngisi absen, jadi aktivitas dia difoto kerjanya gitu kan. Nah, ke depan itu sudah enggak boleh lagi kayak gitu, tapi
output
,” tutur dia.
Single salary
ini akan memberikan dorongan kepada ASN untuk berorientasi pada hasil pelayanan publik yang lebih baik agar gaji yang mereka dapat di awal bulan bisa memenuhi kebutuhan mereka.
Di sisi lain, penggajian tunggal juga disebut bisa memberikan fleksibilitas pada ASN untuk menerapkan kerja di mana saja atau
work from anywhere
.
Karena sistem penggajian tunggal, kata Yogi, tidak menuntut ASN untuk berpaku pada administrasi, tetapi pada hasil yang telah mereka kerjakan untuk memberikan pelayanan publik.
“Karena bentuknya (hasil akhirnya) kan
output
. Jadi, kan enggak perlu tadi absen dan sebagainya. Kalau misalnya harus ngabsen dan sebagainya tapi
output
enggak ada, ya keukur kan kinerjanya. Tapi, kalau misalnya sekarang absen ada, apa misalnya datang ada gitu kan, tapi enggak ada kinerjanya, nah itu kan kadang-kadang bermasalah juga di kita kan?” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/17/694198b015e0b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Mengapa Prabowo Ingin Papua Ditanami Sawit? Nasional
Mengapa Prabowo Ingin Papua Ditanami Sawit?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan keinginan agar Papua ditanami sawit saat memberi pengarahan dalam rapat percepatan pembangunan Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
“Dan juga nanti kita berharap di daerah
Papua
pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM,” kata Prabowo, Selasa.
Mengapa demikian?
Menurut Prabowo, rencana itu merupakan salah satu cara Indonesia mencapai
swasembada energi
dalam lima tahun ke depan, selain swasembada pangan.
Dia berharap, setiap daerah di Indonesia nantinya akan mampu swasembada energi.
Terlebih, Papua memiliki sumber daya energi yang baik.
Ia ingin Papua menikmati sumber dayanya yang melimpah, namun tetap dengan perencanaan yang ketat.
“Jadi kita berharap tiap daerah nanti swasembada energi. Saya kira Papua punya sumber energi yang sangat baik dan Menteri ESDM juga sudah merancang bahwa daerah-daerah Papua harus menikmati hasil daripada energi yang diproduksi di Papua,” ucap Prabowo.
Selain sawit, Kepala Negara ingin Papua ditanami beragam jenis tumbuhan yang dapat diekstraksi untuk kepentingan swasembada energi.
Salah satunya, tebu yang mampu menghasilkan etanol.
“Juga tebu menghasilkan etanol, singkong cassava juga untuk menghasilkan etanol, sehingga kita rencanakan dalam lima tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri, swasembada pangan dan swasembada energi,” jelas Prabowo.
Begitu pun mengubah pemanfaatan energi berbahan bakar fosil dengan tenaga surya atau tenaga air yang tersedia di daerah masing-masing.
Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) ini menyebut, pemanfaatan tenaga surya sekarang sudah semakin murah dan mampu menjangkau daerah-daerah terpencil.
“Juga tenaga hidro, sekarang ada hidro-hidro yang mini, yang bisa juga dipakai di daerah yang terpencil. Ini semua adalah supaya ada kemandirian tiap daerah,” beber dia.
Prabowo beranggapan, negara dapat menghemat ratusan triliun untuk subsidi energi yang keluar setiap tahun.
Pasalnya, Indonesia tidak akan lagi mengimpor BBM dari luar negeri, jika swasembada energi tercapai.
“Tahun ini tiap tahun kita mengeluarkan peraturan triliun untuk impor BBM. Kalau kita bisa
tanam kelapa sawit
, tanam singkong, tanam serbuk pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun,” ungkap Prabowo.
Sejauh ini, lanjut Prabowo, impor BBM Indonesia dari luar negeri mencapai Rp 520 triliun.
Ia kemudian membayangkan jumlah penghematan yang dapat dilakukan, jika saja Indonesia mampu memotong kebutuhan impor BBM setengahnya.
“Berarti ada Rp 250 triliun, apalagi kita bisa potong Rp 500 triliun. Rp 500 triliun itu berarti tiap kabupaten bisa punya kemungkinan Rp 1 triliun tiap kabupaten. Bagaimana membangunnya, kita coba bayangkan, kita negara kaya apa? Ini bisa kita lakukan,” tandas Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/11/6731ae7507976.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi di Jabatan Sipil Melukai Birokrasi
Polisi di Jabatan Sipil Melukai Birokrasi
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Pj Gubernur Riau 2013-2014, Dirjen Otda Kemendagri 2010-2014
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
PENEMPATAN
anggota kepolisian aktif dalam jabatan-jabatan sipil kembali mengemuka dan memantik perdebatan publik.
Isu ini bukan sekadar persoalan teknis kepegawaian, melainkan menyentuh fondasi tata kelola pemerintahan demokratis, khususnya prinsip supremasi sipil, meritokrasi birokrasi, dan netralitas aparatur negara dalam pemilu.
Dalam konteks negara demokrasi modern, birokrasi sipil adalah tulang punggung penyelenggaraan pemerintahan. Ia dibangun dengan prinsip profesionalisme, karier berjenjang, diklat, dan kompetensi teknokratik.
Ketika jabatan-jabatan sipil strategis justru diisi oleh polisi aktif, maka yang terluka bukan hanya perasaan aparatur sipil negara (
ASN
), tetapi arsitektur pemerintahan negara.
Reformasi 1998 menegaskan satu prinsip mendasar: pemisahan tegas antara fungsi sipil dan fungsi keamanan.
Polri diposisikan sebagai alat negara di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas menegakkan hukum, bukan sebagai aktor birokrasi sipil.
Ketika polisi aktif menduduki jabatan sipil—terlebih tanpa mengundurkan diri dari institusinya—maka terjadi “overlapping authority” yang berbahaya.
Supremasi sipil bukan slogan normatif. Ia adalah mekanisme pengendali kekuasaan agar aparat bersenjata tidak memiliki “dual loyalty”—kepada institusi asal dan kepada jabatan sipil yang diemban.
Jika garis ini kabur, maka risiko konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan menjadi terbuka.
Lebih dari itu, praktik ini melukai sistem merit yang selama bertahun-tahun dibangun dengan susah payah dalam birokrasi Indonesia. ASN meniti karier melalui pendidikan, pelatihan, evaluasi kinerja, dan seleksi terbuka.
Ketika posisi puncak justru diisi oleh figur dari luar sistem ASN, pesan yang diterima oleh birokrasi sangat jelas: kompetensi dan loyalitas profesional tak lagi menjadi faktor utama.
Akibatnya, demotivasi ASN tidak terelakkan. Aparatur sipil yang seharusnya menjadi motor penggerak roda pemerintahan di pusat maupun daerah justru merasa tersisih di rumahnya sendiri.
Dalam jangka panjang, ini berbahaya bagi kualitas pelayanan publik dan kapasitas institusional negara.
Indonesia pernah mengalami fase panjang ketika tentara memainkan peran dominan dengan label dwi-fungsi ABRI dalam urusan sipil.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa dominasi tersebut tidak menghasilkan pemerintahan yang efektif, akuntabel, atau demokratis. Justru sebaliknya, ia melahirkan birokrasi yang hierarkis, tertutup, dan miskin kontrol publik.
Karena itu, kekhawatiran publik hari ini bukan berlebihan. Penempatan polisi aktif di jabatan sipil—meski dibungkus dalih kebutuhan keahlian dalam penegakan hukum atau penugasan khusus—secara sosiologis dan politis membangkitkan kembali trauma masa lalu yang belum sepenuhnya sembuh.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan sipil patut diapresiasi.
Putusan ini bukan sekadar koreksi hukum, melainkan penegasan arah penataan cara bernegara yang sehat.
Namun, putusan hukum saja tidak cukup. Tanpa kemauan politik dan konsistensi pelaksanaan, praktik lama bisa terus berulang dalam bentuk dan nama yang berbeda. Kerap disebut sekarang dengan istilah multi-fungsi aparat keamanan.
Pemerintah perlu bersikap tegas dan jernih. Jika suatu jabatan adalah jabatan sipil, maka mekanisme pengisiannya harus tunduk pada sistem ASN dan prinsip meritokrasi.
Jika negara membutuhkan keahlian tertentu dari aparat kepolisian, maka jalurnya jelas: pengunduran diri, transisi status, dan seleksi terbuka yang transparan.
Pada saat yang sama, Polri perlu memperkuat reformasi internal agar karier anggotanya tidak “bocor” ke wilayah sipil yang bukan mandat institusionalnya.
Profesionalisme kepolisian menurut hemat saya justru akan lebih kuat jika fokus pada fungsi utamanya: menjaga keamanan dan ketertiban, serta menegakkan hukum secara profesional. Tak “tebang pilih” dan tak “cawe-cawe” dalam pemilu.
Penempatan polisi aktif di jabatan sipil bukan persoalan siapa orangnya, melainkan soal sistem dan prinsip bernegara yang sehat. Pemerintahan demokratis tidak boleh dikendalikan oleh pragmatisme jangka pendek yang mengorbankan prinsip jangka panjang.
Jika birokrasi terus dilukai hatinya, jangan heran bila pemikiran inovatifnya tak akan lahir, semangat pengabdiannya menjadi merosot. Bekerja apa adanya saja, “bisniss as ussual”.
Tentu lebih jauh ini akan berefek kepada melemahnya pelayanan publik dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepada penguasa negara.
Penataan birokrasi negara menuntut konsistensi, keberanian politik, dan penghormatan pada batas-batas kewenangan institusi yang telah diamanahkan konstitusi. Di situlah masa depan kehidupan pemerintahan Indonesia dipertaruhkan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/16/694164c26c754.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Prabowo Sebut Indonesia Diprediksi Jadi Negara Terbesar Ke-4 di Dunia Nasional
Prabowo Sebut Indonesia Diprediksi Jadi Negara Terbesar Ke-4 di Dunia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ambisi besar Indonesia untuk menjadi negara yang modern dan makmur.
Bahkan, banyak pihak yang memprediksi bahwa
Indonesia
akan menjadi negara terbesar kelima atau keempat di dunia dalam 10-20 tahun ke depan.
Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam pengarahan kepada
kepala daerah se-Papua
, di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa (16/12/2025).
“Diperkirakan dalam waktu 15 sampai 20 tahun lagi kita bisa mencapai negara kelima bahkan keempat terbesar di dunia,” ujar Prabowo dalam pengarahannya, Selasa.
Indonesia saat ini, kata Prabowo, merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedelapan di dunia.
Prabowo pun mengutip data International Monetary Fund (IMF), yang menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia senilai USD 4,66 triliun atau setara Rp 76,3 kuadriliun.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa target tersebut menuntut pembenahan total dalam manajemen pemerintahan.
Tantangan terbesar bangsa saat ini bukan pada potensi kekayaan alam, melainkan pada kemampuan pengelolaannya.
“Masalahnya adalah pemerintahan kita, pengelolaan kita. Kita harus mengelola kekayaan kita dengan sejujur-jujurnya sehingga sumber daya yang sangat besar bisa dinikmati seluruh rakyat,” ujar Prabowo.
Lanjutnya, transformasi bangsa tidak boleh meninggalkan satu daerah pun. Ia menegaskan ketidakrelaannya melihat rakyat hidup dalam kesulitan atau kelaparan di tengah kekayaan negara yang melimpah.
Oleh karena itu, Prabowo mengajak seluruh unsur pimpinan, mulai dari menteri, gubernur, bupati, hingga wali kota untuk bekerja lebih keras membenahi kekurangan.
“Kita terus melakukan upaya menegakkan hukum, mengusut segala penyelewengan. Kita tidak akan ragu-ragu copot pejabat yang tidak mampu tanpa memandang bulu, tanpa melihat partai mana, suku mana, atau agama mana,” tegas Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/17/69423270afb48.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/17/694215f911f03.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)