KAI Pastikan Petugas Argi Kembali Dinas Sore Ini Usai Kasus Tumbler Hilang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) memastikan petugas bernama Argi sudah kembali bekerja usai lepas dinas selama beberapa hari imbas ribut-ribut hilangnya tumbler penumpang kereta.
Vice President Public Relations KAI,
Anne Purba
, menyatakan bahwa
Argi
akan berdinas sore ini.
“Argi sampai saat ini bekerja, nanti dinasnya jam 3 sore (pukul 15.00 WIB),” kata Anne saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2025).
Ia juga memastikan bahwa KAI tidak memecat Argi sejak awal imbas insiden tersebut.
Argi hanya lepas dinas atau nonaktif sementara hingga permasalahan tersebut menemui titik temu dan selesai demi perlindungan perusahaan kepada karyawan.
Anne mengungkapkan bahwa pemecatan merupakan mispersepsi yang mencuat di media sosial.
“Ada mispersepsi yang saya lihat disampaikan bahwa berhenti bekerja. Sebenarnya lepas dinas itu adalah kondisi di mana ketika ada komplain, kita menarik dulu petugasnya sampai itu
clear
. Itu bagian dari perlindungan terhadap petugas kita di lapangan,” tuturnya.
Anne menyebut bahwa standar itu berlaku untuk seluruh pegawai PT KAI (Persero).
Ia bahkan pernah merasakan hal serupa hingga dua minggu tidak muncul lebih dulu ke publik.
“Saya pernah mengalami di mana saya tidak bisa berbicara ke publik dulu karena ada beberapa masalah yang harus diclearkan. Setelah itu diclearkan, baru kita kembali bekerja,” ucap Anne.
Dia menjelaskan bahwa lepas dinas bukan berarti dipecat atau tidak lagi dipekerjakan.
Sesuai standar KAI, lepas dinas perlu dilakukan untuk memastikan segala permasalahan diklarifikasi dan diselesaikan dengan baik.
“Dalam beberapa saat ketika kita sudah melakukan
recovery
-nya, kita biasanya akan mengembalikan pegawai tersebut untuk beraktivitas kembali. Jadi
recharge
gitu, ya,” beber Anne.
Adapun selama proses berlangsung, KAI akan mendampingi termasuk memberikan berbagai layanan.
Dalam kasus kereta anjlok di Bekasi yang dikategorikan sebagai Peristiwa Luar Biasa (PLH) belum lama ini, misalnya, KAI memberikan layanan psikologis kepada masinis yang menghadapi peristiwa tersebut.
“Kalau terkait dengan keselamatan seperti masinis itu
recovery
, pakai psikologi juga, karena itu kan terkait keselamatan. Selama dalam masa investigasi pasti dia tidak didinaskan, kan dia akan stress gitu ya, dia akan ditanya banyak hal dan yang lain. Ini kan sebenarnya perlindungan, bukan berarti dia salah,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus ini bermula saat Anita menaiki KRL rute Tanah Abang–Rangkasbitung pada Senin (17/11/2025).
Ia menumpang gerbong khusus perempuan dan turun di Stasiun Rawa Buntu sekitar pukul 19.40 WIB.
Baru setelah turun, Anita sadar bahwa
cooler bag
miliknya tertinggal di bagasi kereta.
Barang tersebut kemudian ditemukan oleh satpam PT KAI bernama Argi pada malam yang sama.
Cooler bag
langsung diamankan dan sempat didokumentasikan sebagai bagian dari prosedur penanganan barang tertinggal.
Keesokan harinya, Anita dan suaminya mengambil
cooler bag
itu di Stasiun Rangkasbitung.
Namun, mereka terkejut karena tumbler yang ada di dalam tas telah hilang.
Argi mengakui bahwa ia tidak sempat memeriksa isi
cooler bag
karena kondisi stasiun sedang ramai.
Ia juga meminta maaf dan bahkan secara sukarela menawarkan bantuan untuk melacak rekaman CCTV.
Jika barang tetap tidak ditemukan, Argi bersedia mengganti tumbler senilai Rp 300.000 itu.
“Ini kesalahan saya dikarenakan tidak dicek terlebih dahulu, saya akan tanggung jawab dengan mengganti barang tersebut, Pak,” tulis Argi dalam pesan kepada Alvin, yang turut diunggah dalam akun Threads @argi_bdsyh.
Unggahan Anita di platform Threads menyulut spekulasi bahwa Argi telah dipecat akibat insiden tersebut.
Cerita hilangnya tumbler memicu tudingan bahwa KAI menerapkan SOP yang buruk dalam menangani barang tertinggal.
Namun, pihak KAI Commuter telah menegaskan bahwa kabar pemecatan tersebut tidak benar.
Argi bekerja melalui perusahaan mitra, dan mitra tersebut juga memastikan tidak ada pemutusan hubungan kerja terhadap dirinya.
Evaluasi internal masih dilakukan untuk menelusuri kejadian sebenarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/11/28/69290c0abba75.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Jet Pribadi Kaesang Disinggung di Sidang Eks Sekretaris MA Nurhadi Nasional 28 November 2025
Kasus Jet Pribadi Kaesang Disinggung di Sidang Eks Sekretaris MA Nurhadi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kubu Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi menyinggung penerimaan fasilitas jet oleh putra bungsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Widodo), Kaesang Pangarep, saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kuasa hukum
Nurhadi
menyinggung bahwa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) telah menerapkan standar ganda dalam memperlakukan kasus kliennya dibandingkan dengan peristiwa yang melibatkan Kaesang.
Dalam kasus ini, Nurhadi didakwa mengendalikan menantunya, Rezky Herbiyono, untuk menerima
gratifikasi
dan melakukan pencucian uang melalui rekening Rezky serta beberapa pihak lainnya.
“Kalaupun penerimaan Rezky Herbiyono yang merupakan hasil dari kegiatan bisnis disangkutpautkan dengan Terdakwa, maka timbul pertanyaan, lantas apa bedanya dengan fasilitas yang diterima oleh
Kaesang Pangarep
?” ujar salah satu pengacara Nurhadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2025).
Pihak Nurhadi juga menyinggung soal penggunaan fasilitas jet pribadi oleh Kaesang yang ramai dibicarakan publik pada Agustus 2024 lalu.
Menurut mereka, tidak mungkin seorang Kaesang bisa menerima fasilitas tersebut jika bukan karena statusnya sebagai anak Jokowi.
“Apakah seorang manusia bernama Kaesang Pangarep jika tidak dalam kapasitasnya sebagai putra Presiden? Apa mau oligarki menyediakan fasilitas untuk seorang Kaesang Pangarep jika dia bukan anak dari Presiden Joko Widodo?” ujar sang kuasa hukum.
Kubu Nurhadi juga menyoroti respons petinggi KPK yang seakan-akan membela Kaesang.
“Ironisnya, KPK melakukan pembelaan untuk seorang Kaesang Pangarep anak Presiden Joko Widodo yang menerima fasilitas dari oligarki dengan alasan bahwa fasilitas itu diberikan tidak ada kaitannya dengan kedudukan Kaesang Pangarep sebagai anak Joko Widodo selaku Presiden,” imbuh pengacara itu.
Pada akhirnya, KPK menyatakan tidak berwenang untuk memeriksa Kaesang terkait penggunaan fasilitas jet pribadi ini karena putra bungsu Jokowi bukan pegawai negeri sipil (PNS).
Sementara, dalam dakwaan, KPK selalu menyangkutpautkan tindakan Rezky dengan Nurhadi.
“Sangat terang dan jelas penanganan perkara
a quo
KPK
in casu
penyidik
juncto
penuntut umum telah menggunakan standar ganda dalam menentukan subyek tersangka,” kata pengacara Nurhadi.
Kubu Nurhadi menyebutkan, jika hakim tetap mengadili dan memeriksa perkara Nurhadi, ini akan menjadi preseden buruk untuk penegakan hukum di masa depan.
Mereka juga menilai surat dakwaan JPU cacat dan tidak dapat diterima.
“Surat dakwaan penuntut umum telah disusun dengan melanggar hukum sebagaimana ditentukan Pasal 140 ayat 1 KUHAP dan Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang KPK, sehingga dakwaan a quo adalah cacat dan oleh karenanya demi hukum harus dinyatakan tidak dapat diterima,” kata kubu Nurhadi.
Pada kasus ini, Nurhadi dijerat dengan dua dugaan tindak pidana, yaitu gratifikasi senilai Rp 137,1 miliar dan juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 307,2 miliar.
Atas perbuatannya ini, Nurhadi dijerat dengan pasal berlapis.
Untuk tindak pidana gratifikasi, Nurhadi disebutkan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara, untuk TPPU yang dilakukannya, Nurhadi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, pada tahun 2021, Nurhadi sudah terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah kepengurusan perkara.
Saat itu, ia divonis 6 tahun penjara setelah terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016, Hiendra Soenjoto, terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Selain itu, dia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/28/6928febbf08bb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Seskab Teddy Pastikan Bantuan Korban Bencana Sumatera Sampai ke Titik Terpencil Nasional 28 November 2025
Seskab Teddy Pastikan Bantuan Korban Bencana Sumatera Sampai ke Titik Terpencil
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya memastikan bahwa bantuan dari pemerintah untuk korban bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera akan sampai ke titik terpencil.
“Yang penting semua bantuan segera terbang ke lokasi, sampai daerah terdalam, terdetail mengenai lokasi tersebut sampai ke dalam,” ujar Teddy di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (28/11/2025).
Teddy mengatakan, bantuan yang dikirim hari ini merupakan kebutuhan mendesak yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Bantuan tersebut meliputi sekitar 150 tenda, 64 perahu karet untuk keperluan evakuasi, genset sebagai sumber listrik, serta sekitar 100 perangkat komunikasi untuk memulihkan jaringan di lokasi terdampak.
“Kemudian juga bahan makanan siap saji, kemudian tim medis dari TNI, kemudian juga dari Kementerian Kesehatan. Tim medis terdiri dari dokter dan perawat serta bantuan obat-obatan,” jelasnya.
Sejumlah bantuan ini diberangkatkan melalui empat pesawat, yakni Airbus A400M dan tiga Hercules C-130.
Pesawat itu akan mendarat di Padang,
Sumatera
Barat, lalu ke Bandara Silangit di Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Satu pesawat lainnya akan menuju Banda Aceh dan Lhokseumawe, yang menjadi bandara terdekat dengan lokasi terdampak.
“Jadi ini bukan yang pertama. Jadi sejak hari pertama, tanggal 25 November, Bapak Presiden sudah langsung menginstruksikan kepada Bapak Menko PMK untuk mengoordinir secara langsung terkait penanganan bencana,” kata Teddy.
“Dan beberapa hari lalu, sampai dengan hari ini juga bantuan terus menuju ke sana. Dari sisi pesawat TNI, kemudian juga dengan pesawat maskapai sipil untuk mengangkut semua kebutuhan,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/28/69290c5520b4b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Kasus Tumbler Milik Anita yang Hilang Berakhir Damai Usai Mediasi Megapolitan
Kasus Tumbler Milik Anita yang Hilang Berakhir Damai Usai Mediasi
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com–
Kasus tumbler milik pengguna Commuter Line bernama Anita yang hilang hingga menyebabkan seorang petugas KAI bernama Argi disebut dipecat berakhir damai pada Kamis (27/11/2025).
PT Kereta Api Indonesia (Persero) memastikan seluruh pihak telah bertemu dalam proses mediasi dan mencapai kesepakatan bersama.
“Pertemuan kekeluargaan yang menghasilkan kesepemahaman bersama dari seluruh pihak,” ujar Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin dalam keterangannya, Jumat (28/11/2025).
Bobby menambahkan, dari kasus ini, PT KAI akan terus menjaga profesionalitas layanan sekaligus memberikan dukungan penuh kepada seluruh pekerja.
“Perusahaan (PT KAI) berkewajiban melindungi dan memberikan dukungan kepada seluruh pekerja dalam menjalankan peran mereka,” kata dia.
Sebuah kiriman dibagikan oleh KAI Commuter (@commuterline)
Di sisi lain, Bobby memastikan Argi yang merupakan petugas Passenger Service Stasiun Rangkasbitung masih menjadi bagian dari KAI Group.
“Argi tetap menjadi karyawan KAI Group serta bagian dari garda terdepan pelayanan. Terus semangat bertugas dan memberikan layanan terbaik kepada pelanggan,” jelas dia.
Sementara itu, Vice President Corporate Communications KAI Anne Purba mengatakan, pihaknya, yakni KAI Commuter dan KAI Wisata, akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk memperkuat koordinasi layanan, termasuk prosedur penanganan barang tertinggal atau
lost and found.
“Kami terus meningkatkan integritas dan kesiapsiagaan seluruh pekerja, baik di area stasiun maupun selama perjalanan, agar layanan semakin responsif dan terpercaya,” kata Anne.
KAI juga mengimbau seluruh pengguna layanan KRL dan kereta api lainnya untuk selalu memastikan barang bawaan tetap berada dalam pengawasan selama perjalanan.
Sebelumnya, seorang petugas pelayanan KRL Commuter Line disebut dipecat setelah diduga terlibat dalam hilangnya sebuah tumbler milik penumpang yang tertinggal di dalam kereta.
Kasus ini pun viral di media sosial setelah pemilik tumbler bernama Anita membuat sebuah utasan di akun Thread pribadinya, @anitadewl, mengenai kejadian tumbler miliknya yang hilang usai tertinggal di kereta.
la menganggap ada indikasi pelanggaran prosedur operasional standar (SOP) penanganan barang hilang di lingkungan KAI.
Kasus ini berawal ketika Anita lupa membawa
cooler bag
yang dibawanya usai menaiki KRL rute Tanah Abang-Rangkasbitung pada Senin (17/11/2025) pukul 19.00 WIB.
Anita menaiki KRL green line tersebut sepulang kerja dan berada di gerbong khusus perempuan.
Sekitar pukul 19.40 WIB, ia turun di Stasiun Rawa Buntu. Saat itu, ia baru menyadari bahwa
cooler bag
miliknya tertinggal di bagasi Commuter Line. Ia kemudian melapor kepada petugas.
Malam itu juga,
cooler bag
tersebut ditemukan oleh satpam PT KAI bernama Argi. Barang itu langsung diamankan dan sempat didokumentasikan.
Keesokan harinya, Anita bersama suaminya, Alvin, mengambil
cooler bag
tersebut di Stasiun Rangkasbitung. Namun, ia terkejut karena isi di dalam
cooler bag
itu, yakni sebuah tumbler sudah hilang. Tasnya kembali, tetapi isinya tidak.
Saat dikonfirmasi, Argi mengakui bahwa ia tidak memeriksa isi
cooler bag
milik Anita saat menerima barang tersebut. Ia menyadari kelalaiannya karena kondisi stasiun sedang ramai dan ia masih bertugas berjaga, sehingga
cooler bag
itu disimpan tanpa pengecekan detail.
Argi kemudian menghubungi Alvin dan meminta maaf melalui pesan singkat. Bahkan, dalam pesan itu, Argi akan membantu Anita dan Alvin untuk melakukan pencarian melalui rekaman CCTV.
Jika tidak ditemukan, ia bersedia mengganti tumbler tersebut sesuai harganya, yakni Rp 300.000.
”
Ini kesalahan saya dikarenakan tidak dicek terlebih dahulu, saya akan tanggung jawab dengan mengganti barang tsb Pak,
” tulis Argi dalam pesan untuk Alvin yang diunggah di akun Threads @argi_bdsyh, Rabu (26/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/27/692805c2ce000.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Katib Syuriyah: Kepemimpinan PBNU Sepenuhnya di Tangan Rais Aam Nasional 28 November 2025
Katib Syuriyah: Kepemimpinan PBNU Sepenuhnya di Tangan Rais Aam
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) disebut sebagai pemilik kewenangan dalam menentukan siapa Ketua Umum PBNU, setelah terbit surat edaran pemberhentian Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
Hal tersebut diungkapkan Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (
PBNU
), Sarmidi Husna dalam konferensi pers pada Kamis (27/11/2025).
“Kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam, selaku pimpinan tertinggi PBNU sampai ada penetapan Pj Ketum. Nanti ada rapat-rapat di PBNU yang akan menetapkan Pj Ketum,” ujar Sarmidi dalam konferensi pers.
Sarmidi menjelaskan,
Gus Yahya
telah diberhentikan dari posisi
Ketum PBNU
berdasarkan Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025
Surat edaran tertanggal 25 November 2025 itu ditandatangani oleh Wakil
Rais Aam PBNU
KH Afifuddin Muhajir dan Katib KH Ahmad Tajul Mafakhir.
“Surat Edaran PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang ditandatangani oleh Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir dan Katib KH Ahmad Tajul Mafakhir adalah benar dan sah,” ujar Sarmidi.
Surat Edaran tersebut, kata Sarmidi, merupakan tindak lanjut risalah rapat harian
Syuriyah PBNU
yang meminta Gus Yahya mundur dari posisinya sebagai Ketum.
“Karena tempo waktu tiga hari ini sudah dilalui, maka SE itu menjadi penting untuk dijelaskan, yang intinya SE tersebut menyatakan bahwa Kiai Haji
Yahya Cholil Staquf
statusnya tidak lagi sebagai Ketua Umum PBNU,” ujar Sarmidi.
Sebelumnya, Gus Yahya mengatakan surat edaran yang memberhentikannya adalah inkonstitusional.
Tegasnya, surat edaran nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 tidak punya kekuatan hukum untuk memberhentikan dirinya dari Ketum PBNU.
“Proses yang dilakukan oleh sejumlah pihak, dalam hal ini rapat harian Syuriyah yang menyatakan memberhentikan saya itu adalah proses yang inkonstitusional, tidak bisa diterima karena Syuriyah tidak punya wewenang untuk itu,” ujar Gus Yahya dalam konferensi pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Rabu (26/11/2025).
Ketua Umum PBNU, kata Gus Yahya, hanya dapat diberhentikan dan dipilih lewat forum Muktamar Nahdlatul Ulama (NU).
Gus Yahya sendiri merupakan Ketum PBNU periode 2022-2027 yang terpilih dalam Muktamar NU di Lampung pada akhir Desember 2021.
“Maka sampai hari ini secara konstitusional saya tetap dalam jabatan sebagai ketua umum sesuai dengan fungsi saya, fungsi efektif,” ujar Gur Yahya.
Ia menyebut, pemberhentian siapapun di PBNU harus dilakukan melalui proses muktamar. Gus Yahya sendiri merupakan Ketum PBNU yang ditetapkan dalam Muktamar NU di Lampung pada Desember 2021.
“Menolak adanya pemberhentian siapapun, apalagi mandataris sampai dengan muktamar yang akan datang. Itu sudah disampaikan jajaran pengurus di berbagai tingkatan,” ujar Gus Yahya.
KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI Konferensi Pers hasil rapat Alim Ulama PBNU di kantor PBNU, Jakarta, Minggu (23/11/2025) malam.
Sebagai informasi,
Gus Yahya diberhentikan
dari posisi Ketua Umum PBNU berdasarkan surat edaran nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025.
Surat edaran tersebut dibenarkan oleh A’wan PBNU Abdul Muhaimin yang menyebut sebagai tindak lanjut atas risalah rapat Pengurus Harian Rais Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.
”
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB
,” bunyi poin 3 surat edaran tersebut.
”
Bahwa berdasarkan butir 3 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” bunyi poin 4 surat edaran tersebut
,” bunyi poin 4 surat edaran tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/27/692858b1632ef.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Maaf dan Penyesalan Anita-Alvin atas Kasus Tumbler yang Hilangkan Pekerjaan Argi… Megapolitan
Maaf dan Penyesalan Anita-Alvin atas Kasus Tumbler yang Hilangkan Pekerjaan Argi…
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
Pasangan suami istri, Alvin dan Anita, menjadi sorotan publik setelah mengunggah sebuah utasan di akun Thread mengenai tumbler yang tertinggal di KRL hilang.
Mereka tak menyangka keluhan yang disampaikan dalam utasan itu menyeret seorang petugas KAI bernama Argi yang disebut dipecat akibat kasus hilangnya tumbler milik
Anita
.
Melalui sebuah video klarifikasi berdurasi 55 detik yang diterima
Kompas.com
, Kamis (27/11/2025),
Alvin
dan Anita akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Dengan suara berat dan raut menyesal, keduanya mengakui bahwa cara mereka menyikapi kejadian itu telah memicu dampak luas yang tidak pernah dibayangkan.
Peristiwa ini bermula pada Senin (17/11/2025) malam. Saat pulang kerja dengan KRL rute Tanah Abang–Rangkasbitung, Anita lupa membawa
cooler bag
yang ia letakkan di rak bagasi gerbong khusus perempuan.
Setelah turun di Stasiun Rawa Buntu, ia baru sadar kalau
coolerbag
tersebut tertinggal. Anita kemudian meminta bantuan petugas untuk mencarikan
cooler bag
miliknya.
Malam itu juga
coolerbag
ditemukan oleh Argi selaku satpam PT KAI yang sedang berjaga di Stasiun Rangkasbitung. Ia langsung mengamankan barang tersebut dan sempat mendokumentasikannya.
Namun, ketika Anita dan Alvin mengambil
cooler bag
itu keesokan harinya, tumbler Tuku berwarna biru yang berada di dalamnya hilang.
Argi mengakui bahwa ia tidak memeriksa isi
cooler bag
karena situasi stasiun sangat ramai. Ia hanya mengamankan tas tersebut tanpa pengecekan lebih lanjut.
“Ini kesalahan saya dikarenakan tidak dicek terlebih dahulu, saya akan tanggung jawab dengan mengganti barang tersebut Pak,” tulis Argi dalam pesan kepada Alvin, yang kemudian ikut diunggah di Threads.
Ia bahkan menawarkan diri mengganti tumbler seharga Rp 300.000 serta membantu pencarian melalui rekaman CCTV sebagai bentuk tanggung jawab. Pesan tersebut ikut beredar dan memperkuat simpati publik terhadap Argi.
Setelah unggahan Anita soal
tumbler hilang
itu viral, publik kemudian mengkritik keras soal dugaan pelanggaran SOP oleh petugas. Nama Argi ikut terseret dalam perbincangan di media sosial, bahkan disebut telah dipecat akibat insiden tersebut.
Unggahan ini memicu simpati terhadap Argi sekaligus kemarahan publik terhadap Alvin dan Anita, yang dianggap tidak proporsional dalam menyikapi kehilangan barang pribadi.
KAI Commuter kemudian mengeluarkan bantahan resmi setelah banyaknya tekanan yang menyudutkan mereka.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Karina Amanda mengatakan, tidak ada pemecatan yang dilakukan pihaknya.
“KAI Commuter sendiri tidak melakukan pemecatan sebagaimana isu beredar,” ujar Karina dalam keterangan tertulis.
Ia menambahkan, pemecatan di KAI tidak bisa dilakukan begitu saja karena ada aturan dan prosedur kepegawaian yang menjadi acuan regulasi ketenagakerjaan.
Meski begitu, pihaknya masih melakukan penelusuran dan koordinasi internal untuk memastikan fakta yang sebenarnya.
“Pihak mitra masih melakukan evaluasi internal untuk melihat lebih jelas kondisi yang terjadi,” jelas dia.
Bantahan yang disampaikan KAI ternyata belum mampu meredakan publik. Banyak unggahan kekecewaan terhadap KAI atas dugaan pemecatan Argi muncul di media sosial.
Di tengah ramainya perbincangan publik, Alvin dan Anita akhirnya memilih untuk menyampaikan permintaan maaf.
Dalam video klarifikasi, Alvin menyadari cara ia dan istrinya menyampaikan keluhan di media sosial telah menimbulkan dampak yang besar dan tidak terduga.
“Kami ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya, khususnya kepada saudara Argi dan semua pihak yang terkena dampak dan dirugikan atas ucapan dan perbuatan kami,” ujar Alvin.
Anita yang duduk di samping Alvin menambahkan bahwa ia sangat menyesali cara dirinya merespons kejadian tersebut sehingga berdampak kepada petugas hingga membuat publik geram.
“Kami sangat sadar cara kami menyikapi kejadian ini sangat tidak bijak sehingga melukai banyak perasaan orang-orang di luar sana,” kata Anita.
Oleh karena itu, mereka mengakui bahwa kejadian ini menjadi pelajaran berharga dalam menggunakan media sosial.
“Dari lubuk hati kami yang paling dalam, kami sangat meminta maaf yang sebesar-besarnya,” ucap Anita dalam video tersebut.
Mereka berharap klarifikasi ini dapat meluruskan kesalahpahaman dan mengurangi dampak yang menimpa Argi serta pihak lainnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/06/67a45a2ba11d0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kegerahan Rakyat dan "Recall" Anggota DPR Nasional 28 November 2025
Kegerahan Rakyat dan “Recall” Anggota DPR
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
KEGERAHAN
publik terhadap kinerja sebagian anggota DPR sesungguhnya bukan gejala baru, tapi akumulasi frustrasi yang makin mengental seiring makin tertutupnya mekanisme koreksi terhadap para wakil rakyat.
Demokrasi elektoral memberi ruang bagi rakyat untuk memilih, tetapi nyaris tidak memberi kanal bagi rakyat untuk menghentikan wakil yang gagal, abai, atau bahkan
nyeleneh
dalam menjalankan mandat.
Di tengah defisit akuntabilitas ini, gugatan terhadap Pasal 239 ayat (2) huruf d
UU MD3
ke Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi wujud kepedulian publik—khususnya generasi muda—untuk menuntut kembalinya logika dasar demokrasi: bahwa mandat berasal dari rakyat, dan seharusnya dapat dicabut oleh rakyat.
Dalam putusannya, MK menolak permohonan tersebut dan mempertahankan bahwa kewenangan pemberhentian antarwaktu (PAW) adalah hak penuh partai politik.
MK beralasan mekanisme
recall
merupakan konsekuensi logis dari sistem pemilu yang berbasis partai, sebagaimana tertuang dalam Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945.
“Pemilih dapat mengajukan keberatan kepada partai politik bahkan dapat menyampaikan kepada partai politik untuk me-recall anggota DPR atau DPRD dimaksud,” ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pleno (
Kompas.com
, 27 November 2025).
MK menegaskan bahwa evaluasi publik atas anggota parlemen “cukup” dilakukan setiap lima tahun melalui pemilu, bukan melalui mekanisme
recall
oleh pemilih.
Kendati demikian, respons hukum tersebut justru memperlebar jarak antara rakyat dan wakilnya.
Dengan mempertahankan monopoli
recall
di tangan partai politik, MK secara tidak langsung menempatkan rakyat sebagai subjek pasif demokrasi—pemilih hanya aktif sekali dalam lima tahun, lalu kehilangan daya tawar ketika wakilnya bertindak di luar mandat moral dan politik yang dulu dijanjikan.
Padahal, pengalaman empiris menunjukkan partai politik sering kali menggunakan PAW sebagai alat kontrol internal, bukan sebagai mekanisme akuntabilitas publik.
Kegerahan rakyat terhadap perilaku anggota DPR yang
nyeleneh
tidak menemukan saluran konstitusional memadai, sementara gugatan seperti perkara 199/PUU-XXIII/2025 justru dipatahkan oleh tafsir yang menempatkan stabilitas prosedural di atas kedaulatan substantif.
Persoalan
recall
hanyalah salah satu wajah dari ketidaksinkronan struktural yang lebih dalam dalam UU MD3.
Sejak DPRD dipindahkan pengaturannya sepenuhnya ke dalam UU Pemerintahan Daerah, kedudukannya tidak lagi sejajar dengan DPR dan DPD sebagai lembaga perwakilan dalam satu rumpun yang sama.
Namun, UU MD3 tetap mempertahankan struktur lama seolah tidak ada perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan.
Akibatnya, undang-undang ini mengatur entitas yang secara yuridis sudah berada dalam rezim berbeda.
Kekeliruan konseptual seperti ini membuat MD3 kehilangan ketepatan desain dan tidak lagi mencerminkan arsitektur politik yang berjalan.
Inkonsistensi ini semakin tampak ketika dilihat dari fungsi dan hubungan antarlembaga. DPRD kini berada dalam tata kelola pemerintahan daerah, bukan dalam relasi legislasi nasional sebagaimana DPR dan DPD.
Namun, MD3 tetap menyajikan seluruhnya dalam satu paket. Ketika satu institusi telah berpindah “rumah yuridis”, sementara kerangka UU-nya dibiarkan, yang muncul adalah regulasi saling tumpang tindih dan sulit dibenarkan secara sistematik.
Undang-undangnya bicara satu hal, struktur ketatanegaraannya berjalan dengan logika lain. Kesenjangan ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai peran, fungsi, dan relasi kekuasaan antar-lembaga.
Di tengah kekacauan desain seperti itu, tidak mengherankan jika mekanisme akuntabilitas yang lahir dari MD3 juga tidak bekerja optimal.
Ketika fondasi regulasinya saja tidak presisi, mekanisme seperti
recall
mudah terjebak dalam logika organisasi politik ketimbang logika kedaulatan rakyat.
Alih-alih memperbaiki struktur MD3 agar sesuai dengan konfigurasi kelembagaan saat ini, negara justru mempertahankan skema
recall
yang tersentralisasi di tangan partai politik.
Ketidaksinkronan inilah yang mempersempit ruang rakyat untuk mengoreksi wakilnya, sementara undang-undang yang seharusnya menjadi kerangka representasi justru semakin jauh dari prinsip dasar demokrasi.
Kegerahan rakyat terhadap
wakil rakyat
sebenarnya lahir dari ketimpangan yang sangat mendasar: rakyat memiliki hak memilih, tetapi hampir tidak memiliki hak untuk mengoreksi ketika wakilnya melenceng.
Ketika perilaku anggota DPR yang abai, tidak etis, atau bahkan
nyeleneh
muncul ke permukaan, publik hanya bisa menyuarakan kemarahan melalui media sosial, petisi, atau aksi jalanan—tanpa satu pun mekanisme konstitusional yang benar-benar mengaitkan suara tersebut dengan keberlanjutan mandat wakil rakyat.
Dalam suasana seperti ini, kegerahan publik berubah menjadi frustrasi yang tertahan, karena tidak ada jalur formal yang memberikan dampak langsung pada kedudukan sang wakil.
Di sinilah gugatan terhadap UU MD3 menemukan konteks sosiologisnya. Publik tidak sedang mencari sensasi, apalagi ingin mengganggu stabilitas politik; mereka sedang menuntut agar hubungan wakil–diwakili tidak berhenti pada momen pencoblosan.
Kegerahan rakyat yang terus berulang menunjukkan bahwa demokrasi elektoral lima tahunan tidak cukup untuk menjamin akuntabilitas.
Ketika wakil rakyat sudah jauh dari ekspektasi konstituen, logika demokrasi mestinya memberi ruang agar rakyat bisa bertindak.
Namun, mekanisme yang tersedia saat ini justru memaksa publik untuk bergantung pada partai politik—institusi yang tidak selalu memiliki insentif untuk merespons aspirasi akar rumput.
Ketiadaan kanal pelampiasan yang efektif membuat kegerahan rakyat berubah menjadi krisis kepercayaan. Publik melihat bagaimana sebagian anggota DPR bertindak seenaknya, namun tidak pernah tersentuh koreksi karena recall dikunci di tangan partai politik.
Sementara itu, imbauan bahwa rakyat “cukup” menunggu pemilu berikutnya terasa mengabaikan realitas: penyimpangan mandat terjadi hari ini, dampaknya dirasakan hari ini, tetapi mekanisme koreksinya baru boleh dilakukan lima tahun kemudian.
Dalam kondisi seperti ini, wajar jika kegelisahan rakyat memuncak—sebab negara tidak menyediakan instrumen yang memadai untuk memastikan bahwa mandat yang diberikan dengan susah payah dapat dicabut ketika dikhianati.
Kegerahan rakyat terhadap wakilnya sejatinya merupakan cermin dari struktur politik yang menempatkan pemilih hanya sebagai ‘sumber legitimasi awal’, tetapi tidak sebagai pengendali keberlanjutan mandat.
Ketika rakyat tidak memiliki instrumen koreksi yang memadai, sementara perilaku wakil rakyat dapat melenceng kapan saja, relasi representasi berubah menjadi hubungan satu arah: rakyat memberikan mandat, tetapi kehilangan otoritas untuk mencabutnya.
Dalam konfigurasi semacam ini, kekuasaan legislatif menjadi semakin terlepas dari kontrol publik karena mekanisme
recall
dikuasai partai politik, bukan oleh pihak yang menjadi sumber legitimasi sesungguhnya.
Dalam kondisi tersebut, anggapan bahwa pemilu lima tahunan merupakan jalan evaluasi yang memadai justru memperlihatkan kegagalan membaca dinamika penyimpangan mandat.
Penyimpangan tidak menunggu pergantian periode; melainkan muncul dalam kejadian sehari-hari, melalui tindakan yang merugikan publik, melanggar etika, atau menunjukkan ketidakmampuan menjalankan fungsi representasi.
Memaksa rakyat menunggu lima tahun untuk mengoreksi perilaku demikian bukan hanya tidak logis, tetapi juga menormalisasi ketimpangan kekuasaan.
Waktu menjadi perisai bagi wakil rakyat, sementara kegerahan rakyat tidak memiliki signifikansi hukum apa pun.
Maka, reformasi MD3 harus mengarah pada pemulihan kontrol rakyat, bukan sekadar merapikan struktur yang sudah lama tidak sinkron.
Mekanisme
recall
oleh pemilih seharusnya dipahami sebagai instrumen kedaulatan, bukan sebagai ancaman terhadap stabilitas politik.
Tanpa kanal yang memungkinkan rakyat mencabut mandat ketika terjadi penyimpangan, demokrasi hanya berfungsi sebagai rangkaian prosedur yang menyamarkan dominasi partai politik di balik retorika perwakilan.
Kegerahan yang terus berulang adalah indikator bahwa demokrasi elektoral sedang kehilangan substansinya, dan bahwa pembenahan menyeluruh diperlukan untuk memastikan mandat publik tidak lagi dibiarkan tergantung pada kalkulasi internal partai, melainkan kembali berada di tangan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/21/67b83ad134427.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Ada 2 Demo di Jakarta Hari ini, Hindari Wilayah Berikut Megapolitan
Ada 2 Demo di Jakarta Hari ini, Hindari Wilayah Berikut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sebanyak dua demo akan digelar di wilayah Jakarta Pusat pada hari ini, Jumat (29/11/2025).
Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat Iptu Ruslan Basuki mengatakan, demo yang pertama digelar di wilayah Gambir.
“Ada unjuk rasa dari aliansi masyarakat Sobang – Panimbang dan mahasiswa, pemuda Kabupaten Pandeglang dan beberapa elemen masyarakat lain pada Jumat pagi,” ujar Ruslan dalam keterangannya, Jumat.
Sementara itu, demo kedua digelar oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Front Persaudaraan Islam.
Rencananya demo yang dilakukan oleh DPD Front Persaudaraan Islam akan digelar di Kantor Komnas HAM yang berada di Menteng.
Ruslan menyampaikan, 833 personel polisi akan disiagakan untuk menjaga dua demo tersebut.
Ia pun mengimbau agar masyarakat menghindari area sekitar demonstrasi untuk menghindari terjadinya kemacetan lalu lintas.
“Warga bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berjalan. Untuk rekayasa lalu lintas akan dilakukan situasional melihat ekskalasi jumlah massa di lapangan,” katanya.
Ia melanjutkan, selain demo, ada satu acara olahraga yang digelar di wilayah Jakarta Pusat dan membutuhkan pengamanan ekstra.
Acara itu merupakan pertandingan sepakbola game week 14 BRI Super League Tahun 2025/2026 antara Persija Jakarta vs PSIM Yogyakarta di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, pada Jumat sore.
Sebanyak 2.200 personel polisi disiagakan untuk pengamanan pertandingan bola tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/28/69292ee14c0ac.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/6928f5ac878e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/27/6927ab4361452.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)