Bencana sebagai Ujian Keberadaban
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
BANGSA
ini sudah terlalu lama mengukur kemajuan dari apa yang terlihat: deretan gedung pencakar langit, jalan tol yang seakan tak berujung, kawasan industri yang bekerja siang dan malam, serta angka investasi yang dipromosikan bak prestasi nasional.
Namun, ada ukuran lain yang jauh lebih jujur: bagaimana negara melindungi warganya ketika bencana datang.
Pada momen itulah keberadaban diuji tanpa dekorasi. Tidak ada panggung, tidak ada pencitraan, tidak ada ruang untuk slogan.
Yang tersisa hanyalah pertanyaan paling mendasar: apakah negara menjalankan tugas pertamanya—melindungi manusia?
Kemajuan sejati bukan hanya ketika bangsa membangun, tetapi ketika bangsa memastikan bahwa membangun tidak mengorbankan nyawa rakyatnya.
Sejarah kita menghadapi bencana seperti kaset yang diputar ulang tanpa jeda. Ketika banjir tiba, ketika tanah melorot menghantam pemukiman, ketika asap menutup langit, kita kembali bersatu dalam empati.
Para pemimpin datang, bantuan mengalir, rumah sementara dibangun, dan janji penanganan permanen disampaikan dengan penuh keyakinan.
Namun, begitu air surut dan kamera televisi berhenti merekam duka, kehidupan perlahan kembali ke pola semula. Akar persoalan tidak disentuh, mitigasi tidak dibangun, tata ruang tidak dibenahi.
Bangsa ini menangani luka, tetapi tidak mengobati sebab. Bencana menjadi siklus, bukan kejutan. Dan siklus adalah tanda bahwa kesalahan bukan datang dari alam, tetapi dari manusia yang enggan belajar.
Bencana alam seringkali dibicarakan seolah-olah ia datang tanpa undangan, padahal banyak bencana sesungguhnya adalah buah dari tata kelola yang rapuh.
Sungai dikerangkeng beton dan bangunan, lereng perbukitan dijadikan komoditas, rawa dan resapan air ditebus menjadi klaster perumahan, hutan ditebang untuk industri yang tidak pernah mengenal kata cukup.
Pemerintah daerah berlomba mengeluarkan izin, sementara pemerintah pusat mengukur pembangunan dari seberapa besar pergerakan ekonomi, bukan seberapa aman manusia tinggal di dalamnya.
Sebuah negara boleh membangun apa saja, tetapi selama mitigasi tidak menjadi nafas pembangunan, maka setiap pembangunan sesungguhnya sedang menunda tragedi.
Negara yang hadir setelah bencana menyentuh hati; tetapi negara yang hadir sebelum bencana menyelamatkan nyawa — dan itu jauh lebih mulia.
Pengungsi tidak menilai pejabat dari panjang pidato atau frekuensi konferensi pers, tetapi dari kecepatan mereka mendapatkan selimut, tempat tidur, air bersih, obat, dan kepastian hidup.
Yang dibutuhkan negeri ini bukan pemimpin yang mahir berdiri di tengah reruntuhan, tetapi pemimpin yang berani memastikan tidak ada reruntuhan.
Mitigasi bukan beban anggaran; ia adalah tabungan masa depan. Pembangunan embung jauh lebih penting daripada pembangunan panggung seremoni.
Keberanian seorang pemimpin tidak diukur dari bagaimana ia tampil dalam krisis, melainkan dari bagaimana ia mencegah krisis itu terjadi.
Sebelum jari kita menunjuk ke arah negara, cermin itu juga perlu diarahkan kepada masyarakat.
Kita membanggakan modernitas, tetapi kita sendiri menyumbat saluran air dengan sampah rumah tangga.
Kita geram ketika sungai meluap, tetapi diam ketika sungai dijadikan tempat pembuangan. Kita marah ketika
longsor
merenggut nyawa, tetapi acuh ketika pepohonan ditebang habis untuk memperluas permukiman.
Kita lupa bahwa alam bukan pelayan pembangunan, melainkan fondasi keberadaan kita. Selama manusia memperlakukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas, maka manusia sejatinya sedang menyiapkan tragedi berikutnya dengan tangannya sendiri.
Di negeri ini, bencana tidak mengenai semua orang dengan skala yang sama. Mereka yang tinggal di bantaran sungai, lereng curam, daerah pesisir, bukan tinggal di sana karena tidak memahami bahaya, melainkan karena tidak punya pilihan.
Mereka yang miskin membeli risiko; mereka yang mampu membeli keamanan. Maka bencana bukan hanya soal alam, tetapi soal ketimpangan.
Ketika keselamatan menjadi hak istimewa dan risiko menjadi beban kaum kecil, maka tragedi kehilangan makna geografis dan mengambil wajah sosial.
Negara hanya bisa disebut beradab apabila ia menempatkan mereka yang paling rentan sebagai pihak yang paling dilindungi — bukan paling akhir.
Tidak benar jika kita disebut tidak punya pengetahuan. Peta kerawanan dibuat, kajian teknis disusun, peringatan dini diaktifkan, perangkat hukum tersedia.
BMKG, BNPB, perguruan tinggi, lembaga riset telah menjalankan tugasnya. Namun, ilmu hanya berguna jika ia masuk ke meja kebijakan.
Ketika riset hanya berhenti sebagai laporan, dan rekomendasi teknis hanya menjadi arsip rapat, maka bencana tinggal menunggu momentum untuk mempermalukan kita.
Alam tidak akan pernah mengoreksi dirinya demi menyesuaikan keputusan politik. Politiklah yang harus menyesuaikan keputusannya dengan hukum alam.
Negara yang ingin menutup babak duka harus lebih berani berpihak pada sains daripada pada kepentingan sesaat.
Ada kecenderungan berulang setiap kali tragedi datang: menyalahkan alam. Kita menyebut banjir sebagai air yang “mengamuk”, tanah longsor sebagai bumi yang “murka”, dan gempa sebagai “hukuman”.
Padahal alam tidak pernah marah tanpa sebab. Ia hanya menagih keseimbangan yang dirusak manusia.
Dalam kebudayaan populer kita, sudah ada peringatan moral jauh sebelum bencana datang. Dalam salah satu karya musik legendaris negeri ini, ada refleksi yang menusuk: bahwa “mungkin Tuhan pun letih melihat tingkah manusia yang bangga berbuat salah, dan mungkin alam pun mulai enggan bersahabat dengan kita”.
Ajakan untuk “bertanya pada rumput yang bergoyang” adalah metafora bahwa jawaban sudah tersedia di sekitar kita, hanya saja kita terlalu sombong untuk mendengarnya.
Doa memang penting, tetapi doa tidak menggantikan mitigasi. Doa adalah permohonan, dan mitigasi adalah tanggung jawab. Ketika kita berdoa memohon keselamatan tetapi tetap mengulang perusakan, maka kita bukan memohon keselamatan — kita hanya memohon penundaan dari kehancuran yang kita ciptakan sendiri.
Jika bangsa ini ingin keluar dari lingkaran luka yang berulang, satu keputusan fundamental diperlukan: menjadikan keselamatan manusia sebagai indikator pembangunan.
Setiap izin pembangunan harus diuji dampaknya terhadap kehidupan, bukan hanya dampaknya terhadap perolehan modal.
Tata ruang harus dilihat sebagai peta keselamatan, bukan sebagai peta kekuasaan kewilayahan.
Pemerintah pusat dan daerah harus satu nalar dalam memandang ruang hidup. Bangsa ini sudah terlalu lama menjadikan bencana sebagai guru yang mengajar dengan air mata.
Kini saatnya kebijakan yang mengajar dengan keberanian. Mitigasi harus menjadi budaya. Keamanan ekologis harus menjadi prioritas.
Negara yang mencintai rakyat bukan negara yang cepat mengirim bantuan — tetapi negara yang membuat rakyat tak lagi menjadi korban.
Bencana bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah cermin keberadaban. Kita memang tidak bisa menghentikan hujan turun, tetapi kita bisa memastikan hujan tidak berubah menjadi kabar duka.
Kita tidak bisa mengubah geografi, tetapi kita bisa mengubah tata kelola. Kita tidak bisa menghentikan air bah, tetapi kita bisa menghentikan kelalaian.
Peradaban tidak diukur dari seberapa cepat kita membangun kembali yang runtuh, tetapi dari seberapa sungguh-sungguh kita mencegah keruntuhan berikutnya.
Bangsa yang beradab bukan bangsa yang tidak pernah jatuh, melainkan bangsa yang belajar cukup dalam agar tidak jatuh di lubang yang sama dua kali.
Bencana adalah ujian keberadaban. Kita belum lulus — tetapi kita masih bisa memilih untuk lulus.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/07/31/688af06cde921.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Penghuni TPU Kebon Nanas Akan Direlokasi ke Rusun Terdekat Megapolitan 29 November 2025
Warga Penghuni TPU Kebon Nanas Akan Direlokasi ke Rusun Terdekat
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah Kota Jakarta Timur sedang berupaya mencari rumah susun (rusun) terdekat sebagai hunian alternatif bagi warga yang akan direlokasi dari Taman Pemakaman Umum (TPU) Kebon Nanas, Jatinegara, Jakarta Timur.
“Kita berusaha semaksimal mungkin untuk mencari rusun yang paling dekat dengan lokasi tersebut,” kata Wali Kota
Jakarta
Timur Munjirin di Kantor Wali Kota Jakarta Timur, Jumat (28/11/2025).
Meski pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah rusun, sebagian warga mengeluhkan lokasi rusun yang ditawarkan, seperti Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Pulo Jahe dan Rawa Bebek.
Keluhan tersebut muncul karena dinilai terlalu jauh dari tempat tinggal dan aktivitas sehari-hari mereka saat ini.
Menanggapi keluhan tersebut, Munjirin menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya mencari pilihan rumah susun yang paling dekat dengan area
TPU Kebon Nanas
agar proses relokasi tidak memberatkan warga.
“Semua orang pasti ingin yang paling dekat, tapi pemerintah daerah sudah menyiapkan sebaik mungkin,” tegas Munjirin.
Munjirin memastikan, proses penataan akan terus berjalan dengan mempertimbangkan kebutuhan warga serta kepentingan publik yang lebih luas, terutama terkait kebutuhan lahan pemakaman di Jakarta.
Sebelumnya, warga yang tinggal di TPU
Kebon Nanas
berharap dapat direlokasi ke rusun yang tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
“Warga meminta direlokasi ke rusun terdekat. Apabila terjadi relokasi warga pasti minta di rusun yang tidak terlalu jauh,” kata Ketua RW 05 Cipinang Besar Selatan, Hesti Raharjo di Jakarta, Rabu (26/11/2026).
Warga yang sudah puluhan tahun bermukim di TPU Kebon Nanas tak ingin menempuh perjalanan jauh dari tempat tinggal barunya ke tempat kerja, sekolah ataupun kampus.
Sedangkan letak kedua rusun milik Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta itu dinilai jauh dari wilayah Kecamatan Jatinegara.
“Karena terkait dengan lokasi kerja orang tua, kemudian sekolah anak-anak. Tapi kita tidak tahu ke depannya untuk warga RW 05 apakah direlokasi ke rusun yang kosong,” ujar Hesti.
Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur memang sudah menyatakan akan membantu proses pemindahan sekolah anak-anak warga RW 05 yang terdampak penertiban TPU Kebon Nanas.
Namun, pihaknya belum mendapatkan informasi lebih lanjut terkait nasib warga yang memiliki pekerjaan di wilayah sekitar Kecamatan Jatinegara bila harus direlokasi ke Cakung.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana mengembalikan fungsi lahan di TPU Kebon Nanas dan TPU Kober Rawa Bunga yang sudah puluhan tahun digunakan untuk permukiman warga.
Lahan yang digunakan warga untuk permukiman itu akan dimanfaatkan untuk membuka petak makam baru sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah krisis lahan makam di Jakarta.
Berdasarkan keterangan warga Kebon Nanas, Pemkot Jakarta Timur telah menyiapkan dua rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebagai lokasi relokasi, yakni Pulo Jahe dan Rawa Bebek.
Penertiban permukiman warga itu dilakukan mengingat 69 TPU yang merupakan aset Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Tamhut) DKI Jakarta sudah penuh atau hanya melayani pemakaman dengan metode tumpang.
Berdasarkan data awal, tercatat 280 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 517 jiwa yang mendirikan bangunan pada lahan TPU Kebon Nanas dan TPU Kober Rawa Bunga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/28/6929645922350.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Nasib Pusat Kuliner Rans Nusantara Hebat, Dibongkar Usai Lama Terbengkalai Megapolitan 29 November 2025
Nasib Pusat Kuliner Rans Nusantara Hebat, Dibongkar Usai Lama Terbengkalai
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Pusat kuliner Rans Nusantara Hebat di Jalan BSD Raya Pusat, Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, kini dibongkar total.
Setelah lama terbengkalai, area seluas sekitar 2,1 hektar itu akhirnya dibongkar seluruhnya sejak dua bulan lalu.
Pantauan
Kompas.com
pada Jumat (28/11/2025), seluruh sisi bangunan telah ditutup bedeng besi yang disusun memagari lahan tersebut.
Dari luar, hanya bagian atap gedung yang masih terlihat, sementara di bagian dalam tampak beberapa pekerja sibuk melepas komponen bangunan.
Suara besi beradu dan mesin las terdengar jelas dari balik pagar seng, menandakan aktivitas pembongkaran berlangsung intens.
Dua petugas keamanan berjaga di pintu masuk yang digembok menggunakan rantai besi dan ditopang balok kayu.
Area parkir di sisi luar gedung tampak kumuh. Ilalang dan tumbuhan liar telah memenuhi permukaannya sejak pusat kuliner itu tak lagi digunakan.
Kursi dan meja yang dulu mengisi area utama gedung sudah tidak terlihat, sementara bangunan tenant tampak dihancurkan.
Asep (bukan nama sebenarnya), warga setempat, mengatakan pembongkaran
Rans Nusantara
Hebat sebenarnya sudah berlangsung sejak awal September 2025.
“Sudah lama, dari awal September,” kata Asep saat ditemui di sekitar lokasi.
Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti rencana pembangunan baru di atas lahan tersebut.
Namun, ia sempat mendengar kabar bahwa area itu akan digarap ulang menjadi pusat kuliner baru hingga arena olahraga.
“Saya kurang tahu sih, tapi katanya mau dijadiin restoran sama kafe. Ada juga lapangan padel,” ujar dia.
Warga lainnya, Jojon (bukan nama sebenarnya), menuturkan bahwa kondisi kumuh kawasan itu sudah terlihat sejak sebelum pembongkaran dimulai karena sudah lama tidak beroperasi.
“Bangunannya sudah lama banget enggak dipakai. Yang dagang di sini juga sudah lama keluar,” ujar Jojon.
Hingga akhir November 2025, proses pembongkaran masih berlangsung dan belum ada informasi resmi terkait pemanfaatan lahan tersebut ke depan.
Kompas.com
telah menghubungi pihak
Rans Nusantara Hebat
untuk meminta konfirmasi, tetapi belum mendapat tanggapan.
Sebelumnya, melalui akun Instagram @ransnusantarahebat, pengelola sempat mengumumkan penghentian operasional sementara mulai 28 Februari 2025, 11 bulan setelah beroperasi.
“Sahabat Rans Nusantara Hebat, kami ingin menginformasikan bahwa Rans Nusantara Hebat akan berhenti beroperasi sementara mulai 28 Februari 2025,” tulis pihak pengelola dalam unggahan pada 25 Februari 2025.
Dalam pengumuman itu, pelanggan juga diimbau segera menukarkan voucher makan yang masih dimiliki sebelum masa berlaku habis.
Diketahui, Rans Nusantara Hebat resmi beroperasi pada 30 Maret 2024 dan didirikan sebagai pusat kuliner yang menampung 122 tenant dari pelaku UMKM
Terletak di atas lahan seluas 2,1 hektare, tempat ini bertujuan untuk mendukung perkembangan dan kemajuan UMKM agar dapat naik kelas.
Dalam peresmian pada 30 Maret 2024, Raffi Ahmad menegaskan bahwa kehadiran Rans Nusantara Hebat diharapkan dapat mendukung pertumbuhan UMKM di Indonesia.
“Di sini niat kita harus membuat UMKM kita mendapatkan tempat terbaik dan naik kelas. Karena kita yakin kalau UMKM kita diberikan tempat yang baik apalagi menjadi lifestyle, ekonomi bangsa kita akan semakin melejit,” ujar Raffi dalam sambutannya kala itu.
Selain sebagai tempat kuliner, lokasi ini juga dirancang agar menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat.
“Mudah-mudahan teman-teman yang ada di sini bukan hanya sekadar makan, tapi lifestyle juga. Apalagi kalau di sini ada tempat olahraga, tempat badminton, jadi orang selain makan juga mereka bisa untuk berkegiatan,” tambah dia.
Kompas.com
pernah menyambangi Kuliner Rans Nusantara Hebat pada 26 Februari 2025.
Kala itu, sejumlah tenant sudah tutup, sementara pengunjung yang datang bisa dihitung dengan jari.
Dari 19 tenant makanan yang tersedia di area tengah, hanya enam yang masih beroperasi.
Pusat kuliner Rans Nusantara Hebat ini mengalami penurunan jumlah pembeli sejak awal operasionalnya.
Marni (bukan nama asli), salah satu pemilik tenant mengungkapkan, meskipun sempat ramai, jumlah pengunjung terus menurun seiring berjalannya waktu.
“Memang sempat ramai ya. Mungkin banyak promo-promo seperti itu. Terus semakin ke sini malah menurun. Karena masalah apa saya kurang paham kemarin,” ujar Marni kepada Kompas.com, Rabu (26/2/2025).
Beberapa faktor diduga menjadi penyebab penurunan jumlah pembeli, antara lain lokasi yang kurang strategis dan strategi pemasaran yang dinilai masih lemah.
Meski demikian, Marni menyatakan, bisnisnya masih dapat bertahan secara operasional. Dia menilai harga sewa tenant di Rans Nusantara Hebat masih terbilang wajar.
“Kalau saya pribadi itu kemarin kena di per bulannya Rp 4 juta-Rp 5 juta (per bulan). Masih masuk akal. Di tempat saya tinggal pun segitu untuk biaya sewa,” jelasnya.
Namun, keuntungan yang diperoleh per bulannya menjadi sangat minim.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/28/69290cd6cba6c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Akhir Damai Drama Tumbler Hilang di KRL, Petugas Tak Dipecat Megapolitan 29 November 2025
Akhir Damai Drama Tumbler Hilang di KRL, Petugas Tak Dipecat
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
— Drama hilangnya tumbler biru milik seorang penumpang KRL akhirnya menemukan titik akhir.
Polemik yang sempat memicu perbincangan publik, menyeret nama petugas
Passenger Service
, hingga memunculkan isu pemecatan, kini ditutup dengan jalan damai setelah seluruh pihak menjalani proses mediasi.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) memastikan persoalan terselesaikan secara kekeluargaan.
Dalam proses itu, pemilik tumbler Anita dan suaminya Alvin bertemu langsung dengan Argi, petugas yang sempat dikabarkan terkena sanksi.
Penyelesaian kasus ini dimulai dari mediasi yang difasilitasi PT KAI. Pertemuan itu mempertemukan Anita, Alvin, dan Argi dalam suasana kekeluargaan.
Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menyebut, seluruh pihak sudah mencapai titik temu.
“Pertemuan kekeluargaan yang menghasilkan kesepemahaman bersama dari seluruh pihak,” ujar Bobby dalam keterangannya, Jumat (28/11/2025).
Selain memastikan penyelesaian damai, Bobby juga menegaskan bahwa KAI tetap memberikan dukungan penuh kepada seluruh pekerja.
“Perusahaan (PT KAI) berkewajiban melindungi dan memberikan dukungan kepada seluruh pekerja dalam menjalankan peran mereka,” kata dia.
Di tengah ramainya perbincangan soal
tumbler hilang
, muncul isu bahwa Argi dipecat. Isu tersebut juga dilontarkan sendiri oleh Argi dalam unggahan di media sosial Threads.
Informasi itu menyebar luas dan memicu reaksi publik, termasuk warganet yang membela sang petugas.
Namun, PT KAI memastikan kabar tersebut tidak benar. Bobby menegaskan bahwa Argi tetap bekerja di jajaran KAI Group.
“Argi tetap menjadi karyawan KAI Group serta bagian dari garda terdepan pelayanan. Terus semangat bertugas dan memberikan layanan terbaik kepada pelanggan,” ujar Bobby.
Anne Purba, Vice President Corporate Communications KAI, juga meluruskan isu yang berkembang di media sosial dan membantah soal pemecatan Argi.
“Kami juga menegaskan bahwa tidak ada pemecatan terhadap petugas terkait sebagaimana isu yang sebelumnya beredar,” ujar Anne.
Belakangan, Argi juga memastikan dirinya masih menjadi petugas passenger service di KAI Swasta.
“Saya Argi masih dipekerjakan di KAI Wisata di bagian passenger service Commuter Line di Rangkas,” kata dia.
Usai mediasi digelar, Argi menyampaikan permintaan maaf kepada Anita dan Alvin.
Ia menegaskan bahwa permintaan maaf itu ia sampaikan sebagai bentuk tanggung jawab apabila ada sikap atau ucapan yang kurang berkenan.
“Saya minta maaf kepada Mas Alvin dan Mbak Anita bilamana ada salah kata ataupun perbuatan saya. Terima kasih,” ucap Argi dalam video yang diunggah akun resmi @commuterline, Jumat (28/11/2025).
Permintaan maaf tersebut menjadi bagian dari komitmen layanan sekaligus iktikad baik untuk menyelesaikan polemik tanpa memperpanjang konflik.
Manajemen KAI turut menyampaikan permohonan maaf terkait kekurangan dalam layanan penanganan barang tertinggal.
Sondang, Vice President Train Service Facility and Customer Care KAI, mengakui ada kekurangan prosedur yang membuat penanganan tumbler Anita tidak berjalan mulus.
“Pelayanan kami memang masih kurang sehingga penanganan barang tertinggal di Mbak Anita mengalami sedikit masalah,” kata Sondang.
Ia juga memastikan KAI melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP di lapangan.
Kasus ini membuat KAI melakukan evaluasi internal, khususnya pada prosedur penanganan barang tertinggal.
“Kami terus meningkatkan integritas dan kesiapsiagaan seluruh pekerja, baik di area stasiun maupun selama perjalanan, agar layanan semakin responsif dan terpercaya,” kata Anne.
KAI juga mengingatkan seluruh pengguna jasa untuk lebih waspada.
Penumpang diminta memperhatikan barang bawaan masing-masing, terutama pada jam sibuk dan saat berpindah kereta.
Sebelumnya, insiden hilangnya sebuah tumbler yang diduga melibatkan seorang petugas layanan
KRLCommuter Line
memicu perhatian publik setelah kasus tersebut ramai dibahas di media sosial lantaran salah seorang petugas disebut telah dipecat.
Kasus bermula, saat seorang penumpang bernama Anita mengunggah utasan di akun Threads miliknya, @anitadewl, yang kemudian viral dan memunculkan dugaan adanya pelanggaran dalam prosedur penanganan barang tertinggal di lingkungan PT KAI.
Menurut Anita, peristiwa ini terjadi ketika dirinya selesai menaiki KRL rute Tanah Abang–Rangkasbitung pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 19.00 WIB.
Ia menumpang kereta tersebut sepulang bekerja dan berada di gerbong khusus perempuan.
Setibanya di Stasiun Rawa Buntu sekitar pukul 19.40 WIB, Anita baru menyadari bahwa sebuah
cooler bag
yang dibawanya tertinggal di rak bagasi dalam kereta.
Anita segera melapor kepada petugas pelayanan di stasiun. Pada malam yang sama, cooler bag tersebut ditemukan oleh seorang petugas keamanan PT KAI bernama Argi.
Barang itu langsung diamankan, bahkan sempat didokumentasikan sebelum disimpan di ruang khusus.
Keesokan harinya, Anita bersama suaminya, Alvin, pergi ke Stasiun Rangkasbitung untuk mengambil kembali barang tersebut.
Namun, saat membuka cooler bag, Anita mendapati bahwa satu isinya—sebuah tumbler—telah hilang. Tasnya kembali, tetapi perlengkapan di dalamnya tidak lagi utuh.
Ketika dimintai penjelasan, Argi mengaku bahwa ia tidak sempat memeriksa isi cooler bag saat menerimanya dari petugas kebersihan kereta.
Menurut Argi, situasi di stasiun sedang padat penumpang sehingga ia hanya sempat mengamankan barang tanpa pengecekan menyeluruh.
Usai menyadari kelalaiannya, Argi menghubungi Alvin melalui pesan singkat untuk menyampaikan permintaan maaf.
Dalam pesan itu, Argi juga menawarkan diri membantu proses pencarian barang melalui rekaman CCTV.
Jika tumbler tersebut tetap tidak ditemukan, ia bersedia menggantinya sesuai harga barang yang hilang, yakni sekitar Rp 300.000.
“Ini kesalahan saya dikarenakan tidak dicek terlebih dahulu, saya akan tanggung jawab dengan mengganti barang tsb Pak,” tulis Argi dalam pesan yang kemudian diunggah ulang melalui akun Threads pribadinya, @argi_bdsyh, pada Rabu (26/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/29/692a4a204bc01.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/692942de56f1a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/692975fac9267.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/27/6928253d960d2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/69295e4434ced.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)