Pengungsi di Pedalaman Aceh Utara Krisis Logistik: Telur dan Minyak Goreng Habis
Tim Redaksi
LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com
– Sejumlah pengungsi korban banjir di Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, pada Sabtu (29/11/2025) mulai kehabisan bahan makanan.
Sejumlah lokasi pengungsian di Desa Rayeuk Pange, Ara Tonton, Teupin U, dan Desa Alue Bungkoh,
Kecamatan Pirak Timu
,
Aceh Utara
, kesulitan mendapatkan
bahan makanan
.
“Kalau beras kami aman. Karena ada stok di rumah yang kita bawa ke lokasi pengungsian. Namun bahan lainnya, telur, minyak goreng, dan lainnya, semua toko di kecamatan ini sudah habis,” kata Faisal Razi, salah satu pengungsi saat dihubungi lewat telepon, Sabtu.
Lokasi itu merupakan salah satu lokasi pedalaman dalam Kabupaten Aceh Utara.
Akses jalan menuju kawasan itu masih terendam
banjir
.
Listrik padam dan sinyal handphone tidak ada sama sekali.
“Sudah dua hari kehabisan barang dagangan di sejumlah toko. Ini kami coba cari ke kecamatan lain untuk bahan makanan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, saat ini banjir juga merendam Kabupaten Aceh Timur, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireuen, Kota Langsa, Pidie, Pidie Jaya, dan Kabupaten Aceh Utara.
Pengakuan menyakitkan juga datang dari korban banjir parah di Desa Blang Awe, Kabupaten Pidie Jaya (Pijay).
Mereka juga hingga saat ini terus mengharapkan bantuan.
Di Desa Blang Awe, puluhan rumah warga saat ini dalam kondisi terendap lumpur sehingga warga terpaksa harus mengungsi ke rumah keluarga dan tenda pengungsian.
Salah seorang warga, Nora, mengaku sudah empat hari mengungsi dalam kondisi berpindah-pindah dari rumah ke rumah warga dan saudara yang tidak terdampak banjir.
Selama empat hari itu, bantuan makanan yang diterima masih sangat minim. Bahkan, untuk makan nasi hanya berharap dari sedekah orang lain.
“Selama ini makanan cuma mi instan. Ada nasi, itu pun dari sedekah warga lain,” ujarnya.
Kesulitan lainnya yang mereka hadapi saat ini adalah mengonsumsi air bersih. Menurut dia, sampai saat ini untuk kebutuhan semua belum tersedia.
“Untuk kebutuhan, kalau sekarang semua enggak ada. Air bersih, air minum juga tidak ada, susu untuk bayi, hingga pakaian,” ungkapnya.
Salah seorang warga lainnya, Asiah, mengatakan, dirinya dan keluarga saat ini sangat membutuhkan uluran tangan bantuan dari pihak luar.
“Bantuan makanan kami butuh sekali, sama air bersih,” ucapnya menangis.
Asiah menceritakan, saat ini barang-barang harta benda tidak ada yang selamat satu pun.
“Hanya ada baju di badan. Jilbab pun enggak ada. Saat ini rumah memang hancur semua, enggak ada sisa. Sekarang tinggal di rumah tetangga sementara. Ini baju pun punya tetangga kami pakai,” katanya.
Selain itu, kata Asiah, dampak banjir telah menghanyutkan semua berasnya yang baru saja panen.
“Baru siap panen kami, masih dalam rumah padi, sudah habis semua dibawa air. Harta benda pun enggak ada yang bisa diselamatkan. Kalau kami selamatkan barang, kami ikut terbawa banjir,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/11/29/692b128d68f8d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengungsi di Pedalaman Aceh Utara Krisis Logistik: Telur dan Minyak Goreng Habis Regional 29 November 2025
-
/data/photo/2025/11/29/692ad5bcb624b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi Megapolitan 29 November 2025
Gugatan Warga Pulau Pari Ditolak PTUN meski Sertifikat Dinilai Cacat Administrasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Bobby, warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mengungkapkan masyarakat setempat pernah mengajukan gugatan terhadap penerbitan sertifikat lahan. Namun, gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta Timur itu akhirnya ditolak.
“Dan baru kemarin, kalau nggak salah, putusan kami untuk PTUN. Ya, kami waktu itu berharap bahwa dengan kami menggugat ke PTUN di Jakarta Timur itu, kami mendapatkan, dikabulkan atau dimenangkan,” kata Bobby dalam sesi diskusi publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
“Ternyata kami kalah. Enggak tahu sebabnya apa, karena kalah gitu kan,” sambung dia.
Bobby menjelaskan, langkah hukum tersebut diambil karena warga menduga penerbitan sertifikat
hak milik
(SHM) yang berada di
Pulau Pari
cacat administrasi.
Temuan serupa sebelumnya juga disampaikan Ombudsman Jakarta setelah melakukan investigasi selama dua tahun.
“Bahwa terbitnya SHM atau SGB di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” ujar Bobby.
Ia menyebut, warga telah menyerahkan bukti-bukti selama proses persidangan. Karena itu, penolakan gugatan membuat masyarakat Pulau Pari semakin khawatir terhadap masa depan ruang hidup mereka.
Menurut dia, aktivitas yang dulu bebas dilakukan, seperti menepi ke pulau kosong, kini tidak lagi bisa dilakukan.
“Sekarang pun enggak bisa lagi. Dan ruang-ruang gerak itu sudah dibatasi oleh mereka,” kata dia.
Ia menambahkan, kondisi itu berdampak langsung pada penghasilan para nelayan di Pulau Pari. Hasil tangkapan disebut turun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
“Yang tadinya hasil tangkapan kami, misalkan 100.000, bisa dikatakan cuma 30.000, artinya mengurang,” ujar Bobby.
Selain persoalan gugatan yang ditolak, Bobby juga mengaku pernah mengalami kriminalisasi saat memperjuangkan hak warga. Ia pernah ditahan selama 19 hari akibat penolakannya terhadap dugaan perampasan lahan dan laut di Pulau Pari.
“Bahkan saya sendiri, orang yang sudah pernah ditahan di Polres Jakarta Utara selama 19 hari,” kata dia.
Sebelumnya, Bobby, warga Pulau Pari di Kepulauan Seribu, menyampaikan bahwa masyarakat di pulau tersebut telah mengalami dugaan perampasan ruang hidup selama puluhan tahun.
“Bukan cuma di daratannya, di Jakarta lah khususnya gitu kan. Tapi saya, kami di Pulau Seribu pun sama mengalami hal yang sama,” kata Bobby dalam sesi diskusi, Sabtu (29/11/2025).
Warga yang sudah menetap selama delapan generasi itu sejak lama memiliki girik dan membayar ipeda sebagai bukti administrasi lahan. Namun pada awal 1990-an, dokumen tersebut ditarik oleh pemerintah dengan janji akan diganti sertifikat hak milik.
Sertifikat yang dijanjikan tak pernah diberikan, sementara kemudian diketahui justru berpindah ke pihak lain dan menjadi dasar legalitas perusahaan.
“Di tahun 90-an, kalau enggak salah, 1992, itu ditarik oleh pemerintahan yang katanya bakal diganti dengan SHM,” kata dia.
Warga melakukan perlawanan dan mengadukan kasus tersebut ke berbagai lembaga, termasuk Ombudsman Jakarta, yang kemudian menemukan adanya dugaan malaadministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan.
“Bahwa terbitnya SHM di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, malaadministrasi cacat hukum,” kata Bobby.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692b1221ebcef.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Update Korban Bencana Alam di Tapanuli Utara: 23 Meninggal, 28 Hilang Medan 29 November 2025
Update Korban Bencana Alam di Tapanuli Utara: 23 Meninggal, 28 Hilang
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Jumlah korban tewas akibat banjir dan longsor di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, bertambah 8 orang.
Total kini jumlah keseluruhan
korban tewas
mencapai 23 orang.
“Update jumlah korban meninggal dunia yang berhasil dievakuasi akibat
bencana alam
di Taput jadi 23 orang, dan dinyatakan hilang 28 orang,” ujar Kasi Humas Polres Taput Aiptu Walpon Baringbing saat dihubungi
Kompas.com,
Sabtu (29/11/2025) malam.
Kata Walpon, identitas 8 korban yang baru ditemukan yakni:
Lalu, kata Walpon, hingga saat ini
Tim SAR
gabungan terus mencari para korban lain yang masih hilang.
Sebelumnya diberitakan, banjir dan longsor menerjang total 7 kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Utara
, Sumatera Utara, Kamis (27/11/2025).
Musibah diawali oleh intensitas hujan yang tinggi sejak 3 hari lalu.
Kondisi cuaca itu kemudian mengakibatkan terjadinya longsor di perbukitan dan menimpa 17 titik di Jalan Lintas Sumatera Tarutung-Sibolga-Tapanuli Tengah, tepatnya di Kecamatan Adiankoting Parmonangan.
Dia mengatakan, untuk mempercepat pencarian korban lain, kini Tim SAR gabungan terus membersihkan longsor yang menimpa badan jalan, agar bisa menempuh jalur yang terisolasi dan menemukan orang yang hilang.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa akibat dari peristiwa tersebut terdapat 10 titik banjir, meliputi Kecamatan Tarutung, Sipoholon, Pahae Jae, Simangumban, dan Purba Tua.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692b0b2ef1e0b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Empat Jalur Utama di Tapteng Tertimbun Longsor, Masih Banyak Warga Terisolir Medan 29 November 2025
Empat Jalur Utama di Tapteng Tertimbun Longsor, Masih Banyak Warga Terisolir
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyebutkan, masih banyak warga di sejumlah desa terisolir akibat banjir dan longsor yang menerjang Kabupaten Tapanuli Tengah, sejak Senin (24/11/2025).
Sejauh ini, kata dia, ada empat jalur utama menuju desa-desa di Tapteng yang belum bisa dilalui karena tertutup material longsor.
Bobby lalu meminta tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, dan Basarnas untuk terus mempercepat pembukaan jalur yang tertimbun longsor.
“Prioritas kami saat ini adalah mengevakuasi warga yang masih terjebak dan memastikan bantuan logistik bisa masuk ke wilayah terdampak paling parah,” ujar Bobby saat memimpin percepatan pembukaan jalan darurat yang tertimbun longsor di Tapteng, Sabtu (29/11/2025), dikutip dari keterangan pers.
Mantan Walikota Medan itu lalu memastikan koordinasi lintas lembaga ini akan terus ditingkatkan agar penanganan berlangsung cepat, tepat, dan menyeluruh.
“InsyaAllah, dengan kerja bersama, kita bisa meminimalkan dampak dan mempercepat pemulihan,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa saat ini ribuan warga telah dievakuasi ke Posko Pengungsian di GOR Pandan.
Ia memastikan kebutuhan dasar para pengungsi sudah terpenuhi, mulai dari makanan hingga obat-obatan.
Bobby juga menyebut pihaknya menambah fasilitas pendukung seperti layanan kesehatan, akses listrik, wifi, serta kebutuhan khusus ibu dan anak.
“Kami ingin seluruh pengungsi merasa aman dan tetap nyaman selama berada di posko,” katanya.
Berdasarkan data sementara Polda Sumut, Sabtu (29/11/2025) pukul 09.00, jumlah korban tewas akibat bencana alam di Sumut sebanyak 147 orang dan 174 orang masih dalam pencarian.
“Bencana ini menimbulkan dampak signifikan, tercatat 1.076 korban, 147 meninggal dunia, 32 luka berat, 722 luka ringan, dan 174 masih dalam pencarian, serta ada 28.427 pengungsi,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan.
Ferry juga mengatakan sejak Senin (24/11/2025), tercatat ada 488 bencana alam yang melanda 21 Kabupaten/Kota di Sumut.
Jenis bencananya mulai dari tanah longsor, banjir, pohon tumbang, dan angin puting beliung.
“Wilayah paling terdampak berada di Kabupaten Tapanuli Tengah, yang mencatat 56 kejadian bencana dengan 691 korban, termasuk 47 meninggal dunia dan 51 masih dalam pencarian,” ujarnya.
Lalu di Kota Sibolga, tercatat 33 orang tewas dan 56 orang dinyatakan hilang.
“Sementara itu, Taput, Tapsel, dan Madina juga mengalami peningkatan jumlah longsor dan banjir yang memaksa ribuan warga mengungsi,” ujar Ferry.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692b02a856450.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Medan Keluhkan Bantuan Pemerintah Belum Sampai: Kita Sudah Tak Ada Lagi Makanan Medan 29 November 2025
Warga Medan Keluhkan Bantuan Pemerintah Belum Sampai: Kita Sudah Tak Ada Lagi Makanan
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Dean Ramadhana (26), salah satu warga yang terdampak parah akibat banjir di Gang Flamboyan, Kelurahan Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara, pada Jumat (28/11/2025).
Setelah banjir surut, Dean kini memikirkan apa yang bakal dikonsumsi oleh keluarganya setelah semua bahan kebutuhan untuk memasak di dapurnya habis disapu air sungai.
“Logistik dari Pemerintah belum ada masuk, cuma bantuan makanan nasi bungkus kita ambil dari posko,” kata Dean kepada
Kompas.com
saat ditemui di rumahnya yang sedang membersihkan lantai dari lumpur, pada Sabtu (29/11/2025).
Kata dia, kalau warga ingin makan ada nasi bungkus dan ada mi instan untuk makan pagi dan sore.
Namun, ia berharap Pemerintah
Kota Medan
atau Provinsi secepat mungkin menyalurkan
bantuan logistik
yang memadai.
“Sejak kemarin hingga sekarang kita belum mendapat bantuan. Segera lah beri. Bantuan pertama yang kami harapkan, beras atau kebutuhan pokok lah lebih dahulu,” ucap ayah dua anak itu.
“Kita sudah tidak ada lagi makanan. Di sini pun sudah tidak ada dijual, habis semua terendam banjir,” tutur Dean, sembari menemani ibunya, Yolanda Nurhasanah (45), mencuci peralatan dapur.
Bukan hanya Dean, warga lain seperti Carolina Sitopu, menyampaikan bahwa dirinya belum mendapatkan bantuan Pemerintah sejak rumahnya dimasuki air banjir.
“Kita perlu bantuan, seperti beras. Apalagi kami juga belum bisa tidur karena rumah masih kotor,” ucap Carolina, warga Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.
Begitu juga dengan ratusan warga yang mengungsi di Mesjid At-Tarbiyah, Marelan, yang belum menerima bantuan Pemerintah.
Mereka sejauh ini hanya mendapat uluran tangan swadaya masyarakat.
Penasehat masjid bermarga Butar-butar mengatakan, warga yang mengungsi di masjid tersebut awalnya mencapai 700 orang, namun sebagian sudah pulang.
Pengungsi yang masih bertahan di rumah ibadah tersebut adalah warga yang rumahnya masih terendam banjir.
“Jadi, bantuan pemerintah belum ada. Ini semua dari swadaya masyarakat. Mudah-mudahan ada perhatian Pemerintah, kita syukuri,” ucapnya saat ditemui
Kompas.com
di teras masjid At-Tarbiyah, Pasar IV, Lingkungan VIII, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan.
Banjir yang melanda Kota Medan pada Kamis (27/11/2025) dini hari menyebabkan puluhan ribu masyarakat terdampak dan harus tinggal di posko darurat serta lokasi pengungsian lainnya.
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, mengatakan hampir seluruh Kota Medan, 21 Kecamatan terendam banjir dan jumlah masyarakat yang mengevakuasi diri, menurut data mereka, sekitar 85 ribu jiwa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692aeae1b9e9c.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kisah Yana Hanafi yang Menyusui Bayi Terpisah dari Ibunya di Tengah Longsor Tapsel Medan 29 November 2025
Kisah Yana Hanafi yang Menyusui Bayi Terpisah dari Ibunya di Tengah Longsor Tapsel
Tim Redaksi
MEDAN, KOMPAS.com
– Dari balik tenda darurat Posko Kesehatan dan dapur umum di Desa Marsada, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sabtu (29/11/2025), sebuah pemandangan mengharukan menyentuh hati banyak orang.
Di tengah hiruk-pikuk relawan dan suara peralatan dapur umum, seorang bayi berusia satu bulan menangis kencang dalam gendongan sang nenek.
Bayi itu terpisah dari ibunya, yang hingga saat ini masih terjebak di lokasi longsor.
Tangisannya menggema, tak hanya menyayat hati, tetapi juga menghadirkan rasa cemas mendalam.
Di tengah suasana itu,
Yana Hanafi
, anggota
Bhayangkari
Cabang
Tapanuli Selatan
yang sedang bertugas di posko, tiba-tiba berhenti.
Hatinya tergerak melihat bayi yang terus menangis tanpa henti.
Yana, istri Brigadir Hanafi Ramadhan dari Propam Polres Tapanuli Selatan, tidak mampu berpaling begitu saja.
“Saat melihat bayi itu menangis, saya seperti melihat anak saya sendiri. Saya hanya memikirkan satu hal, dia harus segera ditenangkan dan dia harus minum. Selama saya bisa membantu, saya lakukan tanpa ragu,” ujar Yana dalam keterangan pers Polda Sumut.
Setelah berkonsultasi dan mendapat persetujuan dari tenaga kesehatan serta sang nenek, Yana membawa bayi itu ke mushala kecil di sisi posko.
Di tempat sederhana itu, ia menyusui bayi tersebut. Perlahan, tangis pecah yang semula memenuhi tenda berganti dengan keheningan.
Bayi itu akhirnya terlelap, tertidur damai dalam pelukan seorang perempuan yang bahkan bukan keluarganya.
Terpisah, Ketua Bhayangkari Cabang Tapanuli Selatan, Ny. Kiki Yon Edi, menyampaikan apresiasi penuh ketulusan anggotanya itu.
“Apa yang dilakukan Yana merupakan wujud kepedulian yang menjadi jantung Bhayangkari. Kami hadir bukan hanya sebagai pendamping suami, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang ikut meringankan beban sesama,” ujarnya.
Berdasarkan data sementara Polda Sumut, Sabtu (29/11/2025) pukul 09.00, jumlah korban tewas akibat
bencana alam
di Sumut sebanyak 147 orang dan 174 orang masih dalam pencarian.
“Bencana ini menimbulkan dampak signifikan, tercatat 1.076 korban, 147 meninggal dunia, 32 luka berat, 722 luka ringan, dan 174 masih dalam pencarian, serta ada 28.427 pengungsi,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan, dalam keterangan persnya.
Ferry juga mengatakan, sejak Senin (24/11/2025), tercatat ada 488 bencana alam yang melanda 21 Kabupaten/Kota di Sumut.
Jenis bencananya mulai dari tanah longsor, banjir, pohon tumbang, dan angin puting beliung.
“Wilayah paling terdampak berada di Kabupaten Tapanuli Tengah, yang mencatat 56 kejadian bencana dengan 691 korban, termasuk 47 meninggal dunia dan 51 masih dalam pencarian,” ujarnya.
Lalu di Kota Sibolga, tercatat 33 orang tewas dan 56 orang dinyatakan hilang.
“Sementara itu, Taput, Tapsel, dan Madina juga mengalami peningkatan jumlah longsor dan banjir yang memaksa ribuan warga mengungsi,” ujar Ferry.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692ad5bcb624b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tolak Perampasan Ruang Hidup, Warga Pulau Pari Akui Pernah Ditahan 19 Hari Megapolitan 29 November 2025
Tolak Perampasan Ruang Hidup, Warga Pulau Pari Akui Pernah Ditahan 19 Hari
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Bobby
, warga
Pulau Pari
, Kepulauan Seribu, mengungkapkan pengalaman
kriminalisasi
yang pernah ia alami saat memperjuangkan ruang hidup masyarakat setempat dari dugaan
perampasan lahan
dan laut oleh oknum pemerintahan.
Ia mengaku pernah ditahan selama 19 hari dan kerap menerima tekanan maupun bujukan agar menghentikan perjuangannya. Bobby menceritakan pengalamannya dalam sesi Diskusi Publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
“Bahkan saya sendiri, orang yang sudah pernah ditahan di Polres Jakarta Utara selama 19 hari,” kata Bobby dalam sesi diskusi Publik Peringatan Hari HAM di LBH Jakarta, Sabtu.
Ia menyebutkan, berbagai ancaman sempat diterimanya dari pihak yang diduga terlibat dalam konflik lahan di Pulau Pari. Namun tekanan tersebut tidak membuatnya mundur. Bobby menilai tindakan represif justru semakin memperkuat tekad warga untuk menolak perampasan ruang hidup mereka.
“Saya justru semakin berani, semakin tahu kebusukan-kebusukan mereka,” ujar dia.
Selain ancaman, Bobby menuturkan adanya upaya persuasif bernuansa suap yang ditujukan kepadanya agar tidak lagi menolak proyek yang dipersoalkan warga. Ia mengaku pernah ditawari uang hingga fasilitas pribadi bernilai besar.
“Saya pernah mau digaji Rp16 juta per bulan. Saya mau dibuatkan rumah yang mewah, mau dikasih uang. Sampai saat ini, saya masih ditawarkan. Mau berapa sudut,” ungkapnya.
Bobby juga menggambarkan penyempitan ruang gerak warga, terutama nelayan Pulau Pari. Aktivitas sederhana seperti menepi ke pulau kosong kini tidak lagi bebas dilakukan.
“Sekarang pun enggak bisa lagi. Dan ruang-ruang gerak itu sudah dibatasi oleh mereka,” katanya.
Dampak lain dari terbatasnya akses ruang hidup adalah turunnya hasil tangkapan ikan secara drastis.
“Yang tadinya kita hasil tangkapan kita, misalkan 100 ribu, bisa dikatakan cuma 30 ribu, artinya mengurang,” ujar Bobby.
Dalam kesempatan yang sama, Bobby kembali menegaskan bahwa dugaan perampasan ruang hidup itu sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Warga Pulau Pari, yang telah menetap selama delapan generasi, sejak lama memiliki girik dan membayar ipeda sebagai bukti administrasi lahan.
Namun, pada awal 1990-an, dokumen tersebut ditarik pemerintah dengan janji akan diganti sertifikat hak milik (SHM). Sertifikat yang dijanjikan tidak pernah diberikan. Sebaliknya, warga justru mengetahui bahwa hak atas lahan itu berpindah ke pihak lain dan menjadi dasar legalitas perusahaan.
“Di tahun 90-an, kalau nggak salah, 1992, itu ditarik oleh pemerintahan yang katanya bakal diganti dengan SHM,” kata dia.
Warga kemudian melaporkan persoalan itu ke berbagai lembaga, termasuk Ombudsman Jakarta. Lembaga tersebut, kata Bobby, menemukan adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat lahan.
“Bahwa terbitnya SHM di Pulau Pari, yang dimiliki oleh perusahaan itu, maladministrasi cacat hukum,” ujar Bobby.
Upaya hukum juga pernah ditempuh melalui gugatan ke PTUN Jakarta Timur. Namun, gugatan itu ditolak.
“Ternyata kami kalah. Engggak tahu sebabnya apa, karena kalah gitu kan,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/29/692aee9879244.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Hujan Es Disertai Badai Terjang Depok, Atap Rumah Terlepas hingga Listrik Padam Megapolitan
Hujan Es Disertai Badai Terjang Depok, Atap Rumah Terlepas hingga Listrik Padam
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hujan es
disertai angin kencang melanda sejumlah wilayah di
Depok
pada Sabtu (29/11/2025) sore. Peristiwa yang berlangsung tiba-tiba itu membuat warga kaget dan menimbulkan sejumlah kerusakan, mulai dari atap rumah terlepas hingga pemadaman listrik.
Peristiwa hujan es tersebut terjadi sekitar pukul 15.00 WIB. Sejumlah warga awalnya mengira hujan turun seperti biasa sebelum menyadari adanya butiran es yang menghantam atap rumah.
“Awal hujan turun mikirnya hujan seperti biasa, terus waktu menuju dapur kok kedengaran suara batu jatuh. Ternyata waktu saya perhatikan (dinding skylight) wah ini es,” ujar Lia, warga Kelurahan Tirtajaya, Depok, saat dikonfirmasi
Kompas.com
, Sabtu.
Saat kejadian, suami Lia sedang tidak berada di rumah. Ia kemudian merekam kondisi hujan es tersebut untuk mengabari suaminya. Ketika berpindah ke ruang tamu, Lia melihat hujan turun sangat deras dan disertai angin kuat.
“Bisa dibilang
badai
, dan di waktu angin kencang itu atap tetangga ada yang terlepas terlempar ke
carport
rumah saya dan jemuran saya yang biasanya kokoh meski ada angin sampai ikut jatuh,” ujarnya.
Lia mengatakan petugas telah melakukan penanganan kerusakan di lingkungannya hingga pukul 18.00 WIB. Petugas membersihkan ranting pohon dan sampah yang berserakan hingga ke jalan, serta menebang pohon yang mengenai kabel listrik untuk mengantisipasi bahaya.
Ia menuturkan listrik di daerahnya padam lebih dari dua jam setelah hujan es turun.
“Tapi sedang ada penanganan dari PLN. Masih proses. Semoga tidak berlangsung lama,” katanya.
Hujan deras pada waktu yang sama juga mengakibatkan
banjir
di Jalan KSU menuju kawasan Grand Depok City (GDC). Rama, salah seorang warga, mengatakan banjir di tengah jalan mencapai setinggi lutut orang dewasa.
“Banjirnya tadi sedengkul (lutut) kalau di tengah jalan. Kalau di pinggir tidak terlalu dalam. Ya sangat lumayan,” tuturnya.
Ia juga mengonfirmasih adanya hujan es, tetapi butirannya tidak sampai merusak kendaraan yang melintas.
“Tadi masih aman. Motor juga aman,” ujarnya.
Warga lainnya, Febri (22), yang berada di kawasan GDC, mengatakan hujan es disertai badai dan petir. Menurut dia, hujan deras berlangsung lebih dari satu jam, sementara hujan es hanya terjadi beberapa menit.
“Yang es batu itu enggak terlalu lama hanya beberapa saat pas badai gede kurang lebih 30 menitan habis itu hujan merata,” kata Febri.
“Tadi kebetulan di kawasan GDC dan itu deres banget sama petir. Rata-rata yang kena hujan deres kawasan GDC sama kawasan Rawa Sari di daerah Citayam sama KSU,” lanjutnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/27/6927a15e315ca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/29/692af2f873ebf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)