Category: Kompas.com

  • Cerita Siska, "Single Parent" yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Cerita Siska, "Single Parent" yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal Megapolitan 4 Desember 2025

    Cerita Siska, “Single Parent” yang Bertahan dari Teror Pinjol Ilegal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di sebuah kamar kontrakan, sebuah ruang kecil yang menjadi saksi bagaimana hidup Siska (bukan nama sebenarnya) berubah drastis.
    Di dalam kontrakan tersebut, perempuan berusia 32 tahun itu pernah menghabiskan malam-malam panjang tanpa tidur. Hanya menatap ponselnya yang bergetar puluhan kali setiap jam.
    Setiap getaran adalah ancaman. Setiap nada dering adalah ketakutan.
    Dan semua itu bermula dari keputusan yang ia ambil dalam keadaan terdesak.
    Siska yang merupakan orangtua tunggal harus menafkahi keluarga dari hasil membantu di warung milik tetangganya.
    Uang yang ia dapatkan hanya cukup untuk membeli beras satu liter dan sebungkus mi.
    Sementara, slip tagihan listrik sudah menumpuk, ditemani pesan WhatsApp dari ibu kos yang mulai menagih kontrakan dua bulan tertunggak.
    Sebagai orangtua tunggal, ia hidup dari hari ke hari. Tak ada suami, tak ada keluarga lain yang bisa rutin membantu.
    Yang ada hanya seorang anak kecil yang masih membutuhkan biaya sekolah.
    Dalam tekanan seperti itu, pikirannya buntu.
    Siska kembali mengingat momen yang membuatnya akhirnya menekan tombol “ajukan pinjaman”.
    “Kebutuhan rumah tuh numpuk, listrik mau diputus, kontrakan nunggak dua bulan. Ya akhirnya saya nekat cari pinjaman biar bisa nutup dulu yang mendesak,” kata Siska kepada
    Kompas.com,
    Senin (1/12/2025).
    Saat itu, kontrakan menjadi hal paling genting.
    Keputusan itu, bagi Siska, seperti mencari udara di tengah tenggelam.
    Dengan ponselnya, ia mulai menjelajah aplikasi. Lalu matanya terpaku pada sebuah iklan yang berseliweran di Instagram.
    “Lagi
    scroll
    HP sambil rebahan, muncul tuh iklan yang bilang
    ‘langsung cair, tanpa ribet’
    . Saya klik karena penasaran,” kata dia.
    Di titik itu, ia belum mengenal perbedaan antara
    pinjol
    legal dan ilegal. Yang ia lihat hanya satu hal: solusi instan.
    Prosesnya mudah, malah terlalu mudah.
    “Prosesnya cepet banget. Enggak pake foto KTP yang ribet, cuma
    selfie
    sama isi-isi data,” jelas dia.
    Pinjaman pertama cair: Rp 1 juta.
    “Buat bayar kontrakan dan sebagian buat beli sembako,” ujar dia.
    Namun, yang tampak sebagai pertolongan, justru membuka pintu ke jurang yang jauh lebih gelap.
    Dalam tujuh hari, kondisi berubah. Tagihan datang dengan jumlah yang membuatnya terpaku. Bunga, biaya administrasi, dan potongan lain membuat nilai pengembalian melonjak.
    “Tiba-tiba pas mau bayar kok jumlahnya lebih besar,” kata Siska.
    Rasanya seperti pukulan bertubi-tubi.
    Dalam putus asa, ia mengikuti saran teman yang justru semakin menjerumuskannya.
    “Terus ada temen bilang,
    ‘udah, minjem lagi di aplikasi lain buat nutup yang pertama’.
    Dari situ lah mulai gali tutup lubang,” kata dia.
    Hari demi hari, aplikasi lain datang menghampiri. Satu jadi dua, dua jadi lima.
    “Enggak kerasa. Tiap mau jatuh tempo saya minjam yang lain terus,” kata dia.
    Siska sempat mencoba berhenti, namun tekanan yang datang dari para penagih membuatnya merasa tak punya pilihan.
    “Pernah, Mas. Tapi begitu satu jatuh tempo, mereka neleponin terus. Jadi saya panik lagi. Ya sudah minjem lagi. Rasanya kayak lingkaran setan,” ucap dia.
    Apa yang awalnya terasa sebagai solusi, berubah menjadi mimpi buruk.
    Dalam hitungan hari, ponsel Siska menjadi alat penyiksa.
    Nomor tak dikenal muncul terus menerus—dalam negeri, luar negeri, hingga nomor yang baru dibuat.
    “Nelepon sampai 60 kali sehari pernah, kadang dari nomor luar negeri. WA juga
    spam,”
    kata dia.
    Percakapan-percakapan itu masih membekas dalam kepalanya. Bahkan kini, suara notifikasi saja bisa membuat tubuhnya kaku.
    Namun, yang paling menghancurkan adalah teror visual dan ancaman kriminalisasi.
    “Pernah tuh mereka kirim foto KTP saya yang mereka edit-edit, bilang saya mau ditangkap polisi. Terus ada yang bilang mau dateng ke rumah. Saya sampe gemeteran baca pesannya,” ujar dia.
    Tak hanya dirinya yang menjadi sasaran. Para penagih itu menyasar keluarganya, bahkan tetangganya.
    “Mereka juga sebar berita ke tetangga, bilang saya kabur bawa uang,” kata Siska.
    Tekanan psikologis itu berdampak langsung pada kesehatan fisik.
    Dan ada satu kalimat yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. Kala para penagih mengancam keselamatan anak semata wayangnya.
    “Waktu mereka ngomong mau ngejemput paksa anak saya. Padahal anak saya masih SD. Saya langsung nangis kejer,” ujar dia.
    Dalam situasi itu, Siska pernah merasa dikepung dari segala sisi. Ia tak tahu harus melarikan diri ke mana.
    Ia akhirnya menceritakan semuanya kepada sang adik, orang pertama yang ia percaya.
    “Dia kaget banget dan marahin saya, tapi Dia bilang kita cari jalan sama-sama,” kata Siska.
    Dari pengakuan itu, Siska mulai merasakan titik terang. Untuk pertama kalinya, ia tak lagi memikul beban itu sendirian.
    Malam itu, ia dan adiknya berbicara panjang—tentang ketakutan, rasa malu, dan rasa bersalah yang terus menghantuinya.
    Adiknya mencoba menenangkannya, memastikan bahwa apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahannya, dan bahwa ada jalan keluar meski tampak gelap.
    Dukungan itulah yang mendorongnya mencari pertolongan lebih jauh.
    “Adik saya akhirnya nyuruh saya lapor ke lembaga bantuan. Baru dari situ saya mulai ngerti kalau saya bukan satu-satunya korban,” katanya.
    Meski begitu, trauma yang tersisa sangat dalam. Hingga kini, membuka ponsel pun terasa seperti menghadapi monster yang siap menerkam.
    “Dua bulan penuh saya matiin HP siang malam. Keluar rumah pun lihat-lihat dulu. Trauma banget,” ucap dia.
    Dalam beberapa tahun terakhir, Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi melihat pola yang terus berulang.
    Banyak korban meminjam bukan untuk kebutuhan konsumsi, melainkan untuk menutup tagihan dari aplikasi sebelumnya.
    Situasi ini menyerupai pola yang dialami korban judi online, sebuah lingkaran yang tidak pernah benar-benar berhenti.
    Dalam kasus pinjol, cara kerjanya bahkan lebih terstruktur dan eksploitatif.
    “Ini menguatkan adanya praktik yang eksploitatif dalam penyelenggaraan
    pinjaman online
    . Secara posisi hukum, ini juga menunjukkan ketiadaan perlindungan hukum bagi warga negara yang menghadapi masalah pinjaman online,” ujar dia.
    Bagi Alif, para peminjam ini tidak tepat bila dianggap sebagai debitur yang lalai atau ceroboh.
    Mereka lebih tepat dipahami sebagai pihak yang terperangkap dalam sistem yang tidak memberikan ruang aman.
    “Betul bisa (
    korban pinjol
    ), sejauh ini praktik pengambilan data berbasis pada aplikasi yang terinstal (medium ICT/ITE), dan secara sistematis dipindahtangankan kepada pihak
    debt collector
    atau pihak aplikasi yang tidak terdaftar,” jelas Alif.
    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa mereka bukan hanya berhadapan dengan utang yang menumpuk.
    Mereka juga menjadi sasaran perdagangan data, menjadi korban dari mekanisme digital yang merugikan, dan terjebak dalam situasi yang tidak didukung oleh regulasi yang melindungi.
    Menurut Alif, kelompok yang paling mudah terpapar masalah pinjol tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.
    Perempuan, terutama ibu rumah tangga, masih menjadi pihak yang paling rentan.
    “Sejauh ini perempuan atau ibu rumah tangga masih menjadi kelompok paling rentan terkena masalah pinjaman online,” kata Alif.
    Beban mengurus keluarga, memenuhi kebutuhan anak, hingga memastikan makanan selalu tersedia membuat mereka berada dalam posisi yang rawan.
    Alif menyampaikan, banyak korban datang dalam kondisi mental yang sudah tertekan.
    Tidak sedikit ibu rumah tangga yang bahkan takut menyentuh ponsel karena telah menerima ratusan pesan ancaman dari penagih.
    Ketika membahas alasan awal seseorang meminjam melalui aplikasi pinjol, Alif melihat polanya hampir selalu sama.
    Tekanan ekonomi menjadi faktor paling kuat. Banyak orang terpaksa mencari dana cepat untuk memenuhi kebutuhan makan, membayar kontrakan, biaya sekolah anak, modal usaha yang terhambat, atau sekadar menutup kewajiban harian.
    “Selain itu, ada juga karena data pribadinya digunakan untuk mengajukan aplikasi pinjaman online,” kata Alif.
    Dalam berbagai kasus, para korban berharap dapat menyelesaikan kebutuhan darurat. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
    Temuan LBH juga menunjukkan bahwa banyak korban pertama kali terpapar pinjol melalui panggilan telepon yang tidak pernah mereka minta.
    “Belakangan banyak aplikasi pinjaman online yang menawarkan pinjaman online melalui telepon dengan nomor yang tidak dikenal,” jelas Alif.
    Setelah itu, tekanan dari debt collector memperkuat lingkaran jebakan yang mulai menjerat mereka.
    “Biaya admin, denda, dan penetapan bunga tidak sesuai standar/regulasi yang ada,” kata Alif.
    Cerita Siska bukan satu-satunya. Di balik iklan “cair cepat tanpa ribet”, ada ribuan korban lain yang hidup dalam tekanan, teror, dan ancaman.
    Sebagian kehilangan pekerjaan.

    Sebagian kehilangan keluarga.

    Sebagian kehilangan keberanian untuk bertemu dunia.
    Dan sebagian, seperti Siska, sedang berusaha kembali berdiri dari kehancuran emosional dan finansial.
    Pinjol ilegal bekerja dengan pola yang sama: memanfaatkan kesulitan ekonomi, memudahkan pinjaman, lalu menjebak dengan bunga, biaya tersembunyi, akses kontak, dan teror sistematis.
    Bagi banyak perempuan, terutama orangtua tunggal dan pekerja informal, jerat ini terasa tak terhindarkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Perintahkan JPU Hadirkan Ammar Zoni di Persidangan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Hakim Perintahkan JPU Hadirkan Ammar Zoni di Persidangan Megapolitan 4 Desember 2025

    Hakim Perintahkan JPU Hadirkan Ammar Zoni di Persidangan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Majelis Hakim meminta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan terdakwa kasus narkoba, Ammar Zoni dalam sidang secara langsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
    Ketua Majelis Hakim Dwi Elyarahma Sulistiyowati menyoroti frasa “belum dapat dipenuhi” dalam surat dari Dirjen Pemasyarakatan.
    Surat itu merupakan tanggapan atas permintaan untuk memindahkan
    Ammar Zoni
    dan lima terdakwa lain dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan ke Lapas Narkotika Kelas 2A Jakarta.
    “Di poin pertamanya: ‘Permohonan pemindahan sementara belum dapat dipenuhi. Jadi majelis hakim setelah bermusyawarah, kami memberikan waktu kepada (jaksa) penuntut umum untuk mengkoordinasikan kembali ya,’ ujar Elyarahma dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025).
    Ia bilang, sidang lanjutan untuk kasus Ammar Zoni dan kawan-kawan dijadwalkan pada Kamis (11/12/2025).
    Sehingga JPU diminta melakukan persiapan dengan berkoordinasi bersama Kementerian Imipas.
    Hakim Elyarahma berpandangan masih ada peluang belum bisa dipenuhi menjadi bisa dipenuhi.
    “Silakan untuk dikoordinasikan lagi. Karena di sini bunyinya ‘belum dapat dipenuhi’, kita enggak tahu, enggak tahu ke depannya tiba-tiba bisa dipenuhi ya alhamdulillah kan seperti itu. Silakan dikoordinasikan kembali,” tutur Elyarahma.
    Mendengar pernyataan Ketua Majelis Hakim itu, JPU kemudian bertanya apakah sidang lanjutan tetap digelar secara hybrid atau offline.
    Hakim Elyarahma menyatakan, selama belum ada penetapan baru dari Majelis Hakim, maka Ammar Zoni dan kawan-kawan harus hadir langsung dalam persidangan.
    “Selama belum dikeluarkan penetapan baru secara online, kami masih berpegangan dengan penetapan yang sebelumnya. Nanti kalau secara online pasti kami akan keluarkan lagi. Artinya kan yang offline tidak berlaku,” tutur Elyarahma.
    “Tapi karena kami belum keluarkan, berarti kita masih berpedoman dengan yang offline. Seperti itu. Karena kami dalam membuat penetapan juga kami membaca-baca permohonan seperti ini, baru kami mempertimbangkan bagaimana ke depannya,” tambahnya.
    Sebelumnya, Ammar Zoni batal mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat, secara langsung pada hari ini.
    JPU menyatakan, batalnya kehadiran Ammar karena ditolak oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan
    Kementerian Imigrasi
    dan Pemasyarakatan (Imipas).
    Untuk menghadirkan Ammar secara langsung, harus didahului pemindahan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan ke lapas di Jakarta.
    Hal tersebut juga berlaku bagi lima terdakwa lain dalam kasus yang sama, yaitu Asep bin Sarikin, Ardian Prasetyo bin Arie Ardih, Andi Muallim, Ade Candra Maulana, dan Muhammad Rivaldi.
    “Permohonan pemindahan sementara narapidana Asep alias Cecep bin Sarikin dan kawan-kawan dari Lapas Khusus Kelas 2A Karanganyar Nusakambangan Jawa Tengah ke Lapas Narkotika Kelas 2A Jakarta, Daerah Khusus Jakarta, belum dapat dipenuhi,” ujar JPU dalam persidangan.
    Dengan demikian, permohonan persidangan bagi Ammar Zoni dan lima terdakwa lainnya dapat dilakukan di tempat mereka menjalani pidana atau melalui telekonferensi yang akan difasilitasi oleh Lapas Nusakambangan.
    Hal tersebut juga mempertimbangkan aspek keamanan, efisiensi pelaksanaan, dan efektivitas waktu.
    “Selanjutnya dari kami berharap agar persidangan perkara tetap dilanjutkan. Mengenai teknis pemeriksaan apakah secara online atau offline, kami kembalikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutuskan,” lanjut JPU.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Tiba di Minangkabau, Dedi Mulyadi Rekrut Sopir Taksi Jadi Relawan Bantuan Bencana
                        Bandung

    6 Tiba di Minangkabau, Dedi Mulyadi Rekrut Sopir Taksi Jadi Relawan Bantuan Bencana Bandung

    Tiba di Minangkabau, Dedi Mulyadi Rekrut Sopir Taksi Jadi Relawan Bantuan Bencana
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Baru tiba di Bandara Minangkabau, Sumatera Barat, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi langsung bergerak mengoordinasikan penyaluran bantuan, Kamis (4/12/2025).
    Dalam perjalanan menuju hotel, ia meminta sopir taksi yang mengantarnya, yakni Uda Firdaus, untuk menjadi
    relawan
    sementara dalam distribusi bantuan dari Jawa Barat.
    Di dalam taksi, Dedi membuka percakapan santai dengan Uda Firdaus untuk membantu penyaluran bantuan bagi korban bencana di
    Sumatera Barat
    .
    “Nih saya sudah di taksi Uda Firdaus, ini sangat jujur orangnya,” ucapnya dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Kamis (4/12/2025).
    Mantan Bupati Purwakarta itu lantas menanyakan apakah Uda Firdaus memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk mendistribusikan kebutuhan warga terdampak.
    “Ada, Pak,” jawab Uda Firdaus.
    Dedi juga meminta sopir taksi tersebut menghubungi rekan-rekannya yang memiliki mobil bak terbuka.
    Uda Firdaus menyebut ada beberapa rekannya di kampung, sekitar 1,5 jam dari Padang.
    “Ya sudah, nanti ditelepon saja teman-teman yang dari kampungnya. Tiga mobil atau empat mobil bawa sini. Kemudian, nanti Uda itu sama saya belanja barang-barang kebutuhan. Dianterin sama Uda ke daerah-daerah tujuan,” kata Dedi.
    Ia menjelaskan, relawan lokal penting untuk mempercepat distribusi bantuan dari Jawa Barat karena lebih hafal jalan menuju lokasi bencana dengan lebih cepat.
    “Ini Uda nih salah satu relawan saya yang ada di sini. Nanti akan
    nganter
    barang-barang yang dibutuhkan ke warga Sumatera Barat. Nanti kita sore bareng belanja. Nanti Uda belanjanya bareng sama saya,” tutur Dedi.
    Bersama para relawan dadakan ini, Dedi akan membeli logistik untuk para warga terdampak di Pasar Raya Padang.
    Diketahui, kedatangan Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    ke Sumatera Barat bertujuan untuk memastikan bantuan dari Jabar tersalurkan cepat ke wilayah terdampak bencana.
    Selain lewat darat, bantuan tersebut juga akan diangkut oleh dua unit pesawat Ultra Cargo Ranger (UCR) yang telah disiapkan dan berada di lokasi.
    Kedua pesawat tersebut akan digunakan untuk mengangkut bantuan logistik yang dibutuhkan warga terdampak bencana di tiga provinsi tersebut.
    “Saat ini, saya sudah berada di Bandara Minangkabau, Sumatera Barat. Selanjutnya, kedua pesawat UCR sudah berada di bandara dan kami akan segera membeli kebutuhan yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita di wilayah Aceh, di wilayah Sumatera Utara, dan wilayah Sumatera Barat,” katanya.
    Dedi menjelaskan bahwa setiap pesawat memiliki kapasitas angkut hingga satu ton sekali terbang.
    Bantuan akan diterbangkan ke sejumlah titik yang dapat dijangkau pesawat UCR, sebelum kemudian diteruskan melalui jalur darat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis Megapolitan 4 Desember 2025

    Cerita Rino Pilih Jualan Koran di Lampu Merah daripada Mengemis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pria bernama Rino (40) menjual koran di lampu merah perempatan Tugu Tani, Jakarta Pusat.
    Saat pengendara berhenti, ia langsung bangkit dari trotoar, menggenggam beberapa eksemplar
    koran
    yang mulai lecek di tangannya.
    Langkahnya cepat. Tubuhnya melenggang di antara barisan kendaraan.
    Ia mengetuk kaca mobil yang sedikit terbuka, lalu merentangkan koran ke arah pengendara memperlihatkan tajuk utama yang terpampang besar di halaman depan.
    Sesekali ia mencoba mendekati pengendara motor yang berhenti di garis depan.
    Namun, sebagian besar pengendara hanya merespons dengan gelengan kepala, isyarat tangan menolak, atau memilih memalingkan wajah ke layar ponsel.
    Ketika lampu kembali hijau, suara klakson dan deru mesin kembali menguasai udara, ia mundur pelan ke tepi jalan.
    Ia membungkuk, merapikan kembali dagangannya yang terlipat-lipat, lalu menunggu siklus berikutnya.
    Selama tiga jam
    Kompas.com
    melakukan pengamatan, Rabu (3/12/2025), tak satu pun koran yang dijual
    Rino
    laku terjual.
    Masih duduk di trotoar, Rino menatap jauh ke arah gedung-gedung tinggi yang berdiri megah di sekitar kawasan
    Tugu Tani
    .
    Hujan yang sempat turun sebelumnya membuat permukaan jalan masih basah.
    Kakinya yang telanjang tampak kedinginan, sesekali ia menggerakkannya untuk mengusir gemetar.
    Ia mengenakan kaus coklat kusam yang robek di beberapa bagian dan celana selutut yang warnanya hampir pudar.
    “Saya dari zaman Presiden Megawati sudah jualan di sini. Kurang lebih sudah 20 tahun,” ujar Rino saat dihampiri Kompas.com tersenyum samar.
    Selama dua dekade itu, ia tidak pernah berpindah lokasi. Tugu Tani adalah tempatnya bertahan hidup.
    Dulu, katanya, ia bisa menjual puluhan eksemplar koran hanya dalam beberapa jam. Pagi hari adalah waktu panen.
    Sopir kantor, pekerja swasta, hingga pegawai negeri, hampir semua mengambil satu eksemplar saat melintas. Namun sekarang situasinya terbalik.
    “Sekarang 10 koran saja sehari susah laku,” tutur Rino lirih.
    Rino tidak memiliki agen tetap. Tiap pagi ia mengumpulkan modal seadanya untuk membeli koran dari berbagai penerbit.
    “Biasanya saya beli paling 20 eksemplar. Kadang cuma punya uang Rp 20 ribu,” ucapnya.
    Untuk setiap koran Kompas yang ia ambil, modalnya kini Rp 8.000 dengan harga jual Rp 12.000, dan Rino hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 4.000 per eksemplar.
    Jika tidak laku, koran itu dibawa pulang. Sebagian ia kumpulkan hingga setengah bulan lalu dijual kiloan tentu dengan harga jauh di bawah modal.
    Rino tertawa kecil saat ditanya apakah ia pernah mencoba pekerjaan lain.
    “Pernah tiga tahun jaga toko. Tapi saya enggak sanggup, soalnya penghasilannya nggak harian,” katanya.
    Bagi Rino, pekerjaan harus memberikan makan hari itu juga. Jika tidak, ia tak bisa membawa apa pun untuk keluarganya.
    Ia tinggal di wilayah Pasar Gembong, Jakarta Pusat. Ia memiliki tiga orang anak yang masih membutuhkan biaya sehari-hari.
    Namun ia tak menjelaskan lebih jauh tentang kondisi keluarganya.
    Dalam perbincangan, Rino mengatakan bahwa ia berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun yang halal.
    Ia mengaku tak ingin menjadi tunawisma di sudut kota, atau mengemis kepada pengendara seperti yang kerap ia lihat dilakukan sebagian orang lain yang bernasib serupa.
    “Kalau saya cuma duduk minta-minta, saya malu. Saya masih sehat, masih bisa jalan, masih bisa usaha. Walaupun susah, lebih baik saya jualan koran. Ini kerjaan jujur,” ucapnya.
    Lebih jauh, ia menyebut bertahan sebagai pedagang koran adalah satu-satunya cara agar ia tetap merasa menjadi bagian dari masyarakat meski penjualan merosot, konsumen makin jarang melirik, dan kehadirannya di jalan sering dianggap mengganggu.
    “Kalau enggak kerja begini, saya jadi apa? Jadi gelandangan? Enggak lah. Saya masih punya harga diri,” kata Rino menegaskan.
    Kemunduran dunia koran cetak pastinya sangat terasa bagi Rino.
    “Sudah 10 tahun terakhir makin susah, sejak orang-orang mulai pakai HP pintar,” tutur dia.
    Hidup di jalanan pun membuatnya tak terlepas dari kejar-kejaran dengan Satpol PP.
    Penertiban menjadi risiko yang hampir pasti hadir dalam pekerjaannya.
    “Kalau ada penertiban ya kita bingung, lari-larian. Tapi saya nggak pernah dibawa paling lari kecil-kecil saja,” katanya sambil terkekeh kecil.
    Perubahan kebiasaan masyarakat menjadi tantangan terbesar pedagang koran jalanan.
    Kompas.com menghubungi Dayat Hidayah (40), seorang pekerja kantoran di Gondangdia yang masih berlangganan koran fisik.
    “Rasanya ada yang kurang kalau tidak buka koran di pagi hari,” katanya.
    Dayat mengakui bahwa ia juga membaca berita melalui ponsel, tetapi koran lebih memberinya fokus dan kedalaman.
    “Kalau di ponsel baru baca dua paragraf sudah ada notifikasi. Kalau koran, saya bisa duduk tenang, lebih paham isinya,” ujarnya.
    Ia kemudian menyinggung nasib pedagang koran seperti Rino.
    “Saya kasihan lihat mereka. Kadang saya sengaja beli satu dari mereka biar bisa bantu,” tutur Dayat.
    “Saya pesimis koran bisa kembali seperti dulu. Mungkin akan tetap ada, tapi jumlahnya kecil,” lanjutnya.
    Ignatius Haryanto, peneliti media Universitas Multimedia Nusantara, mengamini kondisi tersebut. Oplah koran kini relatif kecil.
    Bahkan banyak media besar hanya mampu mencetak kurang dari 20.000 eksemplar per hari sangat jauh dari masa kejayaan yang bisa mencapai 500.000eksemplar harian.
    “Orang ingin cepat mendapatkan informasi. Kalau menunggu koran terbit besok, dianggap ketinggalan zaman,” tutur Ignatius.
    Di sisi lain, menurutnya, media tetap mempertahankan versi cetak karena ada kelompok pembaca loyal, berita cetak lebih terstruktur dan terverifikasi, dan koran dianggap memiliki kredibilitas lebih tinggi.
    Namun digitalisasi jelas mengubah cara penyebaran berita. Media harus menyeimbangkan keduanya agar tetap relevan.
    “Digital dianggap ancaman, tapi juga harus dimanfaatkan,” ujarnya.
    Dalam regulasi ketertiban umum, pedagang koran di jalan raya juga termasuk dalam kategori yang harus ditertibkan.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat, Purnama Hasudungan Panggabean menjelaskan bahwa hal tersebut diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
    “Semua termasuk di Perda 8 Tahun 2007. Kita halau dan kita tertibkan,” tegas Purnama.
    Ia menyebut, larangan mencakup menjadi pedagang asongan di jalan raya, menyuruh orang lain berjualan secara liar, dan memberi uang atau membeli dari pedagang liar.
    Dalam konteks ini, pedagang koran seperti Rino berada dalam posisi rentan antara melanggar aturan atau kehilangan mata pencaharian.
    Di tengah kenyataan yang terus menyulitkan, Rino mengaku tetap memiliki kebahagiaan kecil dari pekerjaannya.
    “Saya suka baca koran. Saya selalu baca dari koran sisa,” ujarnya sambil tersenyum.
    Ia membaca tentang politik, kriminal, olahraga, hingga hiburan. Meski bukan pelanggan resmi, ia menikmati informasi yang ia jual.
    Di trotoar yang menjadi tempatnya menunggu rezeki, Rino membuka lembar demi lembar berita sambil menunggu pengendara berhenti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelarian Pemotor Lawan Arah yang Aniaya Pelatih Taekwondo di Jagakarsa Kian Menjauh
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Pelarian Pemotor Lawan Arah yang Aniaya Pelatih Taekwondo di Jagakarsa Kian Menjauh Megapolitan 4 Desember 2025

    Pelarian Pemotor Lawan Arah yang Aniaya Pelatih Taekwondo di Jagakarsa Kian Menjauh
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    — Upaya polisi menangkap pemotor lawan arah yang menganiaya pelatih taekwondo, Bima (39), di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, terus berjalan.
    Identitas pelaku, MN, sudah teridentifikasi, namun polisi masih kesulitan menemukan keberadaannya sejak insiden pada Rabu (19/11/2025).
    “Sudah teridentifikasi. Masih kami cari, semoga dapat ya,” ujar Nurma Kapolsek
    Jagakarsa
    AKP Nurma Dewi saat dikonfirmasi, Kamis (4/12/2025).
    MN diduga kabur ke luar kota sehingga proses pengejaran oleh polisi membutuhkan waktu lebih panjang.
    “Iya, betul, dia kabur ke luar kota, masih diburu,” kata Nurma.
    Sementara itu, Bima mengungkapkan bahwa dari awal ia sebenarnya sudah mengetahui identitas pelaku berkat bantuan warga sekitar.
    Namun, ketika polisi menelusuri alamat yang diduga menjadi tempat tinggal MN, hasilnya nihil.
    “Ternyata dia bohong. Enggak ada di sana,” kata Bima saat dihubungi lewat telepon.
    Kini, ia hanya bisa menunggu pelaku ditangkap atau menyerahkan diri.
    Bima menegaskan bahwa dirinya tidak berniat memperpanjang persoalan apabila pelaku bersikap kooperatif.
    “Saya nanti lihat dulu, dia kooperatif enggak. Kan saya juga enggak mau apa-apain dia. Saya pengennya, ‘Ya sudah lah, serahin aja diri lu dulu’,” ujarnya.
    Peristiwa bermula ketika Bima berpapasan dengan pemotor yang melawan arah. Tanpa sempat bicara, Bima langsung menjadi sasaran pukulan.
    “Saya belum bicara apa-apa, saya ditanduk pakai helm,” tuturnya.
    Ia dipukul berkali-kali hingga kaca helmnya terlepas dan kaca matanya pecah, menyebabkan luka di bagian mata.
    Saat menunduk mengambil kacamata, pelaku kembali menghajar punggung dan dada Bima.
    “Saya defense. Saya ambil tangannya, saya banting, saya jatuhkan,” kata Bima.
    Meski seorang
    pelatih taekwondo
    , Bima memilih tidak membalas demi keselamatan istrinya yang saat itu ikut dibonceng.
    Warga sekitar kemudian melerai, tetapi pelaku kabur sambil berteriak dan menolak diajak ke Polsek Jagakarsa.
    “Dia bilang, ‘Laporkan saja, urus dulu itu lukamu, urus dulu darahmu’,” ungkap Bima.
    Bima telah menjalani visum yang menunjukkan luka memar di dada, rusuk, wajah, serta lecet di kaki.
    Polisi kini terus memburu MN yang diduga bersembunyi di luar kota.
    (Reporter: Hanifah Salsabila | Editor: Abdul Haris Maulana)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil Anak Gubernur Kalbar Jadi Saksi Kasus Proyek Jalan Mempawah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    KPK Panggil Anak Gubernur Kalbar Jadi Saksi Kasus Proyek Jalan Mempawah Nasional 4 Desember 2025

    KPK Panggil Anak Gubernur Kalbar Jadi Saksi Kasus Proyek Jalan Mempawah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anak Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, Arief Rinaldi sebagai saksi kasus dugaan korupsi peningkatan jalan proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Mempawah pada Kamis (4/12/2025).
    Berdasarkan informasi yang diperoleh,
    Arief Rinaldi
    akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPRD Kalimantan Barat.
    “Pemeriksaan dilakukan di Polda Kalimantan Barat,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis.
    KPK juga memanggil dua saksi lainnya yaitu Ibu rumah tangga bernama Emma Suhartini dan Istiqomah Iskandar selaku karyawan swasta.
    Meski demikian, Budi belum menyampaikan materi yang akan didalami penyidik dari pemeriksaan saksi tersebut.
    Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka terkait dugaan
    korupsi
    di
    Dinas Pekerjaan Umum
    (PU) Kabupaten Mempawah. Namun, KPK belum mengungkapkan identitas tiga orang tersangka tersebut.
    “Dari penyidikan ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Dua orang merupakan penyelenggara negara dan satu orang dari pihak swasta,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
    Tessa mengatakan, penyidik telah melakukan penggeledahan terhadap 16 lokasi di Kabupaten Mempawah, Sanggau, dan Pontianak.
    Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita barang bukti elektronik dan sejumlah dokumen.
    “Belum dijelaskan secara detail ya untuk lokasi-lokasi mana saja tetapi ada kantor dan rumah, beberapa kantor dan rumah,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • "Kampung Dollar" Muara Gembong yang Dulu Makmur Kini Tenggelam Ditelan Rob
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    "Kampung Dollar" Muara Gembong yang Dulu Makmur Kini Tenggelam Ditelan Rob Megapolitan 4 Desember 2025

    “Kampung Dollar” Muara Gembong yang Dulu Makmur Kini Tenggelam Ditelan Rob
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kampung Beting di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dulunya sangat berlimpah ikan, udang, dan kepiting.
    Melimpah ruahnya sumber makanan itu membuat warga berlomba-lomba mendirikan usaha tambak di belakang rumahnya yang langsung laut.
    Warga berbondong-bondong mengubah area mangrove di belakang rumahnya, menjadi area tambak.
    Pasalnya, bisnis tambak milik warga di Kampung Beting begitu menjanjikan dan bisa datangkan keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya.
    Berkembangnya usaha tambak warga membuat Kampung Beting mencapai masa kejayaannya pada tahun 1980-an hingga disebut sebagai ”
    Kampung Dollar
    “.
    Namun, kejayaan itu hanya tinggal kenangan semata. Kondisi Kampung Beting kini memperihatinkan.
    “Sedih lah saya kecil di sini, dulu di sana adalah kampung terpadat dan ekonomi bagus banget perputarannya di sana,” ucap warga bernama Halima (38) saat diwawancarai
    Kompas.com
    di lokasi, Selasa (2/12/2025).
    Namun, sekitar tahun 2000-an, bisnis tambak warga di
    Muara Gembong
    perlahan-lahan habis karena tergerus abrasi.
    Sejak itu pula, perekonomian warga di Muara Gembong, khususnya Kampung Beting terganggu.
    Padahal, dulu Halima bisa bersekolah dan mendapatkan kehidupan yang layak karena orangtuanya adalah seorang petani tambak bandeng dan udang.
    Ia mengaku, terakhir panen hasil tambak milik orangtuanya sekitar tahun 2005-an. Kini, Halima tak bisa lagi mencicipi ikan dari tambak belakang rumahnya.
    “Kalau nelayan mungkin masih produktif, tapi kalau petani tambak mungkin abrasi itu permasalahannya enggak bisa panen bandeng, udang, enggak bisa kayak dulu,” ucap dia.
    Dalam 10 tahun ke belakang, abrasi di wilayah ini semakin parah dan membuat Kampung Beting perlahan tenggelam.
    Sebab, adanya abrasi membuat banjir rob dengan ketinggian sekitar 50 cm terjadi sekitar satu minggu sekali di kampung ini.
    Banjir rob mudah masuk ke perumahan warga karena laut di Muara Gembong tak dilengkapi dengan tanggul beton.
    Selain dikelilingi laut, Kampung Beting juga dialiri Sungai Citarum yang arusnya cukup kencang.
    Sungai Citarum yang mengalir di sepanjang Kampung Beting kanan dan kirinya juga tidak dilengkapi oleh tanggul.
    Jadi, ketika hujan tiba, air sungai itu juga mudah meluap ke rumah-rumah warga.
    Tak heran, kampung ini mudah sekali tenggelam ketika banjir dari laut atau sungai datang.
    Sering tenggelamnya Kampung Beting membuat sebagian warga memilih meninggalkan tempat tinggalnya.
    “Warganya juga sudah banyak yang pindah karena rumahnya sudah tidak layak huni dan akses jalan sudah terputus,” ujar Halima.
    Pasalnya, meski banjir rob tidak sedang datang, beberapa rumah warga tetap tergenang air berwarna cokelat.
    Sementara sebagian area depan rumah warga yang sudah tak tergenang justru dipenuhi lumpur dari kali sehingga tidak bisa lagi dipijak.
    Mirisnya lagi, karena sudah tenggelam dan tak berpenghuni, sekitar dua minggu lalu sebagian akses listrik di Kampung Beting ujung sudah dicabut oleh PLN.
    KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU Kampung tenggelam di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Tempat tinggal Halima di Kampung Gobah juga sudah mulai terkena abrasi.
    “Sebetulnya, sudah mulai terkena abrasi tapi belum ke pemukiman, karena kalau Kampung Gobah itu pemukimannya hanya sepanjang aliran Sungai Besar Citarum,” ucap dia.
    Namun, seluruh tambak warga di Kampung Gobah juga sudah hancur tergerus oleh abrasi.
    Oleh karena itu, ia takut suatu saat kampung tempat tinggalnya memiliki nasib yang sama seperti Kampung Beting.
    Halimah berharap pemerintah bisa segera melakukan tindakan untuk mengatasi abrasi di kawasan Muara Gembong.
    Ia juga meminta agar pemerintah bisa mengajak masyarakat untuk sama-sama menanggulangi abrasi.
    Di Muara Gembong sudah banyak kegiatan menanam mangrove untuk mengatasi abrasi.
    Namun, dampak penanaman mangrove itu dinilai belum signifikan untuk mencegah abrasi.
    Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa membangun tanggul untuk penahan abrasi di sekitar laut Muara Gembong.
    Sebab, jika tak ada tanggul, maka ia khawatir seluruh desa di Muara Gembong bisa tenggelam.
    “Karena kalau dibiarkan bisa satu kampung, dua kampung, atau satu desa akan tenggelam, kan kita berusaha kayaknya kalau masyarakat masih mau lah kalau pemerintah bikin seperti apa,” ucap dia.
    Ketua RT 05, RW 06, Dusun 3, Maska juga menilai, penanaman mangrove di kampungnya belum terlalu efektif untuk mencegah abrasi.
    “Banyak sih komunitas yang terjun di wilayah saya ini, cuma penurunan alat berat untuk menanggulangi abrasi belum ada, baru sebatas penanggulangan dengan cara penanaman pohon mangrove atau apa itu aja, yang tidak langsung berdampak hasilnya berbeda dengan alat berat untuk tanggul,” ujar Maska.
    Maska berharap, ada bantuan berupa alat berat dari pemerintah untuk mengatasi abrasi.
    Menjalani hidup di
    Kampung Tenggelam
    tentu saja bukan perkara yang mudah untuk dijalani warga.
    Ketika terjadi rob, air laut bukan hanya merendam perumahan, tapi juga merendam akses jalan utama keluar masuknya warga.
    Saat jalan terendam rob, warga akan sulit untuk keluar desa dan terhambat ketika mau beraktivitas.
    “Justru itu karena akses jalan yang terendam justru motor sampai ke jok airnya. Orang sering terganggu mau berpergian,” ujar Maska.
    Sering terjadinya rob membuat jalan di sepanjang Desa Kampung Beting rusak parah.
    Warga lain bernama Udin (24) juga mengaku, aktivitasnya begitu terganggu setiap kali rumahnya terendam rob.
    Udin terpaksa harus menunggu rob surut ketika ingin beraktivitas ke luar rumah.
    “Bisa aja, tapi nunggu airnya surut, biasanya tiga jam surut. Sekarang air datangnya pagi,” ucap Udin.
    Ia mengaku, begitu tersiksa dengan kondisi Kampung Beting yang seringkali tenggelam.
    Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menyebut, hancurnya kejayaan Kampung Dollar atau Kampung Beting terjadi di tahun 2000-an.
    Pasalnya, di tahun itu usaha tambak warga di Kampung Beting habis total tergerus abrasi.
    “Sejak tahun 2000-an, abrasi dan penurunan muka tanah jadi penyebab rusaknya tambak nelayan di Muara Beting, dan hingga saat ini tidak ada lagi tambak warga yang aktif,” ungkap Susan.
    Abrasi parah yang terjadi di kampung ini disebabkan karena banyaknya hutan mangrove yang diubah menjadi area tambak warga.
    Padahal mangrove sendiri memegang peran penting untuk mencegah abrasi di daerah pesisir.
    Tak heran, jika kondisi Kampung Beting saat ini begitu memperihatinkan karena sudah tenggelam dan tak ada lagi perputaran roda ekonomi.
    Oleh sebab itu, Susan menilai tenggelamnya Kampung Beting di Muara Gembong bukan murni karena faktor alam.
    “KIARA menilai bahwa hal ini bukan murni faktor alamiah, tetapi human made disaster atau bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia,” ucap dia.
    Berdasarkan data dari KIARA, Menteri Kehutanan atas usulan Bupati Bekasi, menerbitkan surat keputusan Menhut Nomor SK.475/Menhut-II/2005 pada 16 Desember 2005 untuk mengubah fungsi dari hutan lindung menjadi hutan produksi seluas 5,1 hektare di Muara Gembong.
    Di sisi lain, berdasarkan dokumen Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Pesisir Muara Gembong, Teluk Jakarta 2019 menyebutkan, bahwa menurut Perhutani di tahun 2010 luas hutan mangrove alami di Muara Gembong mencapai 10,4 hektare, akan tetapi 95 persen vegetasi mangrove tersebut berubah menjadi tambak dan lahan pertanian.
    Berdasarkan data tersebut, mangrove di wilayah Muara Gembong tersisa 524 hektare. Hal ini berbanding terbalik dengan data citra satelit yang diolah MapBiomas Indonesia 2025 yang menyatakan bahwa di tahun 2010 hanya tersisa sekitar 67 hektare dan tahun 2023 hanya sekitar 23 hektare.
    “Jelas degradasi luas ekosistem mangrove ini catatan buruk tata kelola mangrove yang dilakukan pemerintah,” ucap dia.
    Pemerintah disarankan bisa membangun kembali rumah-rumah masyarakat dan infrastruktur ekologisnya yang adaptif terhadap banjir rob.
    Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa tidak adanya perizinan usaha maupun aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif lainnya yang membebani wilayah pesisir dan menyebabkan abrasinya semakin parah.
    “Selain itu, juga menghentikan, mengevaluasi, mengaudit, serta memproses industri maupun korporasi yang terbukti berkontribusi terhadap alih fungsi mangrove dan penurunan muka tanah yang terjadi baik di pesisir Muara Gembong maupun dalam scope yang lebih besar yaitu pesisir pantai utara Jawa,” jelas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RS Polri Pastikan Kerangka di Tenjo adalah Alvaro Kiano
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    RS Polri Pastikan Kerangka di Tenjo adalah Alvaro Kiano Megapolitan 4 Desember 2025

    RS Polri Pastikan Kerangka di Tenjo adalah Alvaro Kiano
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Rumah Sakit Polri Kramat Jati memastikan bahwa kerangka yang ditemukan di Tenjo, Bogor, Jawa Barat, merupakan Alvaro Kiano Nugroho (6).
    Hal tersebut dipastikan Kepala RS Polri Brigjen Polisi Prima Heru di RS Polri Kramat Jati, setelah mencocokkan sampel DNA Alvaro dengan orangtuanya Arum.
    “Berdasarkan hasil pemeriksaan DNA dan gigi, dapat disimpulkan bahwa kerangka dengan nomor register: 0062/XI/2025/ML adalah
    Alvaro Kiano Nugroho
    , anak biologis dari Arum Indah Kusumastuti,” ungkap Prima di RS Polri Kramat Jati, Kamis (4/12/2025).
    Tim forensik melakukan pencocokan sampel pada gigi yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP).
    “Sampel DNA post-mortem korban serta sampel DNA ante-mortem dari saudari Arum Indah Kusumastuti ke Biro Lab DNA Pusdokkes Polri pada hari yang sama, tanggal 24 November 2025,” ungkapnya.
    Alvaro Kiano
    menghilang selama delapan bulan sejak Maret 2025. Ia diduga diculik dari masjid oleh orang yang mengaku ayahnya.
    Sejak saat itu, jejaknya tak terendus meski pihak keluarga mencari berbagai cara untuk menemukannya.
    Pada November 2025, kerangka Alvaro ditemukan di Tenjo, Kabupaten Bogor. Ternyata, ia diculik lalu dibunuh oleh ayah tirinya, Alex Iskandar.
    Namun, beberapa hari setelah ditangkap, Alex mengakhiri hidupnya di ruang konseling Mapolres Jakarta Selatan.
    Kapolres Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, awalnya Alex menjemput Alvaro untuk diajak membeli mainan ke mal.
    Namun, sebelum ke mal, Alex membawa Alvaro ke rumahnya di wilayah Tangerang terlebih dahulu untuk mandi.
    Setelah itu Alvaro mulai merasa tidak nyaman karena ayah tirinya mandi terlalu lama.
    Ia menangis dan meminta diantar pulang ke rumah kakek dan neneknya di wilayah Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
    Tak tahan mendengar rengekan Alvaro, Alex mengambil handuk yang tergantung di rak dan membekap mulut anak tirinya itu.
    Ia kemudian mencekik serta menindih tubuh Alvaro hingga bocah tersebut tidak lagi bernapas.
    “Karena panik, dia masih berusaha untuk bagaimana mencari supaya mau menghilangkan barang bukti korban AKN,” jelas Nicolas.
    Alex mengikat tubuh Alvaro dengan tali, memasukkannya ke dalam plastik hitam, dan menyimpannya di garasi rumah dalam posisi tertutup mobil.
    “Dari situlah dia meninggalkan korban AKN ini kurang lebih selama tiga hari,” kata dia.
    Alex mulai mencari tempat lain ketika jasad Alvaro mulai membusuk. Ia kemudian teringat wilayah Tenjo, Kabupaten Bogor, karena memiliki saudara yang tinggal di sana.
    Akhirnya, Alex mengangkat jasad Alvaro ke dalam mobil dan membawanya ke bawah Jembatan Cilalay, lokasi yang kerap dipakai warga untuk membuang sampah secara ilegal.
    Setelah itu, Alex bahkan membantu keluarga membuat laporan kehilangan ke Polsek Pesanggrahan, membuat polisi tidak mencurigainya
    “Karena pada saat penjemputan itu dia mengaku bahwa, ‘saya mau jemput anak saya.’ Sedangkan juga kakek daripada si AKN ini juga meminta bantuan ayah tirinya untuk mencari,” tutur Nicolas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warung Mie di Bogor Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Sumatera–Aceh yang Terdampak Bencana
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Desember 2025

    Warung Mie di Bogor Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Sumatera–Aceh yang Terdampak Bencana Megapolitan 4 Desember 2025

    Warung Mie di Bogor Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Sumatera–Aceh yang Terdampak Bencana
    Editor
    BOGOR, KOMPAS.com
    — Sebuah warung makan, Mie Aceh Semeru di Jalan Cilandek, Kota Bogor, Jawa Barat menggratiskan makanan bagi mahasiswa asal Sumatera dan Aceh yang orang tuanya terdampak bencana.
    Pemilik
    Mie Aceh Semeru
    , Rahmat (34) mengatakan, langkah itu merupakan inisiatif pribadinya sebagai bentuk kepedulian kepada para perantau yang kini ikut merasakan dampak bencana di kampung halamannya.
    “Tidak ada nama khusus untuk program ini. Ini hanya inisiatif sederhana karena saya melihat korban bukan hanya yang di Aceh. Anak-anak mereka yang kuliah di luar Aceh dan Sumatera juga ikut terdampak,” kata Rahmat dikutip dari
    TribunnewsBogor.com
    , Rabu (3/12/2025).
    Rahmat memastikan mahasiswa asal Sumatera dan Aceh bisa makan gratis kapan saja di warungnya.
    Menurut dia, keberlangsungan pendidikan mereka tidak boleh terganggu oleh kondisi keluarga di kampung.
    “Selama masih belum kondusif maka warung mie Aceh Semeru ini gratis untuk anak-anak aceh anak anak sumatera barat dan sumatera utara. Kapanpun mereka kesini boleh makan sepuasanya,” ujarnya.
    Ia mengaku memahami betul kondisi para perantau karena pernah mengalami hal serupa saat masih kuliah dan kesulitan biaya.
    “Jadi memang saya dulu perantau merasakan ketika ada orang tua belum ngirim uang ataupun beasiswanya terpending mala kita harus bekerja keras untuk makan. Dan sekarang saya alhamdulillah diberikn rezeki lebih oleh Allah akhirnya kenapa engga kita bantu orang lain,” ujarnya.
    Bantuan ini sudah berjalan tiga hari.
    Selain memberi makan gratis, Rahmat juga menyalurkan donasi uang tunai untuk mahasiswa yang tinggal jauh dari warungnya.
    “Ini sudah hari ketiga jadi kalau ada yang deket mereka langsung datang kesini makan, ada yang uda dua kali juga. Tapi yang jauh jauh biasanya mereka kami kirimkan donasi saya kasih dari range 200 sampai 250 ribu,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puan: DPR Siap Evaluasi Bencana Aceh-Sumatera, tapi Saat Ini Fokus Evakuasi dan Bantuan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    Puan: DPR Siap Evaluasi Bencana Aceh-Sumatera, tapi Saat Ini Fokus Evakuasi dan Bantuan Nasional 4 Desember 2025

    Puan: DPR Siap Evaluasi Bencana Aceh-Sumatera, tapi Saat Ini Fokus Evakuasi dan Bantuan
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani menegaskan bahwa DPR siap bekerja sama dengan pemerintah untuk mengevaluasi penyebab bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh dan Sumatera.
    “Namun, prioritas utama saat ini adalah penanganan tanggap darurat, mengingat masih banyak warga terdampak yang membutuhkan evakuasi maupun bantuan logistik,” ucapnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Kamis (4/12/2025).
    Puan menyampaikan hal tersebut saat menanggapi sejumlah usulan yang meminta pemerintah memberlakukan moratorium izin tambang baru serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan pemegang izin.
    Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup (LH) juga berencana memanggil delapan perusahaan yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara, yang dinilai berkontribusi memperparah bencana.
    “Kami bersinergi dengan pemerintah bahwa ada keinginan untuk mengevaluasi ini: akibatnya apa dan bagaimana perencanaannya ke depan. Tentu saja itu akan ditindaklanjuti,” kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/12/2025) sore.
    Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Rabu (3/12/2025) sore, total korban meninggal akibat banjir dan
    longsor di Aceh
    , Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 807 jiwa.
    Sebanyak 647 orang masih dinyatakan hilang, 2.600 orang terluka, dan sekitar 582.500 warga mengungsi.
    Selain itu, ribuan rumah serta sejumlah fasilitas umum, seperti jembatan, rumah ibadah, dan fasilitas kesehatan mengalami kerusakan.
    Oleh karena itu, Puan menegaskan bahwa pemerintah dan DPR kini memusatkan seluruh sumber daya untuk masa tanggap darurat.
    “Masih banyak korban yang belum ditemukan, wilayah yang terisolasi, dan bantuan yang harus segera didistribusikan,” ujarnya.
    Puan mengatakan, setelah tahap tanggap darurat selesai, fokus selanjutnya adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk pemulihan infrastruktur dan fasilitas umum yang rusak.
    “Itu dulu yang harus kami fokuskan karena kondisi cuaca masih tidak menentu,” tuturnya.
    Meski demikian, lanjut Puan, DPR tetap siap menindaklanjuti evaluasi penyebab bencana.
    “DPR RI juga akan aktif menanggapi hal tersebut. Yang pasti sekarang kami fokus dulu kepada para korban dan wilayah yang masih membutuhkan bantuan,” tegas Puan.
    Sebagai informasi, Center of Economic and Law Studies (Celios) memproyeksikan kerugian akibat banjir di tiga provinsi tersebut mencapai Rp 68,67 triliun.
    Angka tersebut mencakup kerusakan rumah, kehilangan pendapatan, kerusakan fasilitas publik, hingga kehilangan produksi pertanian.
    Puan menambahkan bahwa DPR telah mengirim tim ke Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh untuk memantau langsung kondisi di lapangan.
    DPR juga menyalurkan bantuan logistik untuk korban banjir bandang dan tanah longsor pada Minggu (30/11/2025), yang diserahkan langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.