Category: Kompas.com

  • 9
                    
                        Tanahnya Diduga Diserobot, Lansia di Tangerang Malah Jadi Tersangka
                        Megapolitan

    9 Tanahnya Diduga Diserobot, Lansia di Tangerang Malah Jadi Tersangka Megapolitan

    Tanahnya Diduga Diserobot, Lansia di Tangerang Malah Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Seorang perempuan lanjut usia (lansia), Li Sam Ronyu (68), ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen terkait
    sengketa tanah
    di kawasan Kampung Nangka, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
    Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, Charles Situmorang, menyampaikan keberatan atas penetapan tersangka terhadap kliennya. Dia menduga ada keterlibatan mafia tanah dalam kasus tersebut.
    Atas keberatan itu, tim kuasa hukum mengajukan surat permohonan penundaan pemeriksaan tersangka kepada penyidik, Rabu (11/6/2025).
    “Kedatangan kami ke Polres Metro Tangerang Kota hari ini dalam rangka menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan atas klien kami, Li Sam Ronyu, yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka,” ujar Charles di Polres Metro Tangerang Kota, Kota Tangerang, Rabu.
    Charles menjelaskan, perkara ini bermula dari jual beli tanah pada tahun 1994 antara Li Sam Ronyu dan seseorang berinisial S. Saat itu kliennya membeli tanah dengan ditandai Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti.
    Sejak saat itu, Li Sam Ronyu menguasai lahan seluas 3,2 hektar tersebut dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga tahun 2024.
    Bahkan, pada 2007, sebagian lahan milik Li Sam Ronyu dibeli oleh pemerintah untuk digunakan sebagai proyek jalan umum, sehingga dia mendapatkan ganti rugi sekitar Rp 3,2 juta.
    “Kalau 2007 pemerintah tidak melakukan verifikasi terhadap objek tersebut, bagaimana mungkin klien kami yang diminta hadir dan menerima uang ganti rugi? Ini kan pakai uang negara, tentu ada audit dan verifikasi,” kata dia.
    Li Sam Ronyu juga diketahui telah mengajukan peningkatan status dari AJB ke sertifikat hak milik (SHM) pada tahun 2021.
    Namun, selama proses pengajuan berlangsung, Li Sam Ronyu justru mendapat kabar bahwa dirinya dilaporkan ke polisi pada 22 Agustus 2024.
    Lalu, status kasus naik ke penyidikan dan Li Sam Ronyu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
    Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu pun menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tidak adil.
    Oleh sebab itu, mereka membuat laporan ke Divisi Propam Polri dan Biro Wassidik. Atas laporan tersebut, kata Charles, telah dilakukan gelar perkara khusus yang menghasilkan kesimpulan bahwa belum ditemukan alat bukti cukup untuk menetapkan peristiwa pidana.
    “Sayangnya, rekomendasi Biro Wassidik untuk melengkapi pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan menyita enam AJB induk belum dijalankan penyidik. Tapi klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ini yang kami pertanyakan,” jelas dia.
    Tim kuasa hukum juga mengatakan, muncul pihak lain yang mengaku sebagai ahli waris S dan menjual tanah yang sama ke pihak lain menggunakan dokumen AJB yang disebut sempat hilang.
    Padahal, kata mereka, keenam AJB asli masih dipegang oleh Li Sam Ronyu dan bukti transaksi pembelian juga lengkap.
    “Bagaimana mungkin ada AJB baru jika AJB asli masih dipegang klien kami? Bukti jual beli lengkap, termasuk giro dan dokumentasi fotonya,” ujar tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, Marshel Setiawan.
    Ia menyatakan, pelapor dalam kasus ini merupakan perwakilan dari pembeli tanah yang membeli dari pihak yang mengaku ahli waris.
    Marshel juga mempertanyakan keabsahan dokumen jual beli tersebut karena kliennya telah lebih dulu menguasai tanah selama tiga dekade.
    “Tanahnya diserobot, klien kami justru ditersangkakan. Ini bentuk penindasan terhadap warga lansia dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Marshel.
    Dengan adanya permasalahan itu, pihak kuasa hukum selanjutnya akan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu.
    Mereka juga meminta perhatian Kapolri, Kejaksaan Agung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Satgas Mafia Tanah untuk turut turun tangan.
    “Kami menduga kuat ada peran mafia tanah dalam kasus ini. Kami juga sudah mengirimkan permohonan audit investigasi gabungan ke Irwasum, Propam, dan Biro Wasidik Polri,” kata Charles.
    Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Polres Metro Tangerang Kota atas pernyataan tim kuasa hukum dari pihak yang melaporkan Li Sam Ronyu ke polisi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Indonesia Beli Jet Tempur Kaan Rp 162 Triliun, Turkiye Pecah Rekor
                        Internasional

    6 Indonesia Beli Jet Tempur Kaan Rp 162 Triliun, Turkiye Pecah Rekor Internasional

    Indonesia Beli Jet Tempur Kaan Rp 162 Triliun, Turkiye Pecah Rekor
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Setelah menandatangani kesepakatan baru dengan Perancis untuk menambah pesanan jet tempur Rafale, Indonesia kini menyepakati pembelian 48 unit jet tempur generasi kelima Kaan buatan Turkiye.
    Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan menyampaikan hal tersebut di platform X pada Rabu (11/6/2025), seraya menegaskan bahwa Indonesia adalah “negara sahabat dan saudara” bagi Turkiye.
    “Sebagai bagian dari perjanjian yang ditandatangani dengan negara sahabat dan saudara kita, Indonesia, sebanyak 48 Kaan akan diproduksi di Turkiye dan dikirim ke Indonesia,” tulis Erdogan melalui unggahan di platform X.
    Millî muharip uça??m?z KAAN ile ilgili çok önemli ve güzel bir geli?meyi milletimle payla?mak istiyorum…
    Dost ve karde? Endonezya ile imzalad???m?z anla?ma çerçevesinde 48 adet KAAN, Türkiye’de üretilerek Endonezya’ya ihraç edilecek.…
    pic.twitter.com/D9wZ33wzgz
    Menurut media setempat, nilai kontrak ini mencapai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 162 triliun, rekor tertinggi bagi ekspor militer Turkiye. Pengiriman jet dilakukan secara bertahap selama sepuluh tahun ke depan.
    Selain itu, kesepakatan ini juga mencakup kerja sama teknologi, di mana sejumlah kemampuan manufaktur dalam negeri Indonesia akan dilibatkan dalam proses produksi.
    “Kapabilitas dalam negeri Indonesia juga akan digunakan dalam produksi jet Kaan,” tambah Erdogan tanpa menjelaskan detail teknis lebih lanjut.
    Jet tempur Kaan merupakan proyek unggulan Turkish Aerospace Industries (TAI) dan telah melakukan penerbangan perdana pada Februari 2024.
    Awalnya pesawat ini dilengkapi mesin sekelas F-16, tetapi Turkiye berambisi untuk menyematkan mesin produksi dalam negeri pada versi lanjutannya.
    Sektor pertahanan Turkiye belakangan memang mencatat pertumbuhan pesat. Pada 2024, total ekspor industri pertahanan negara itu mencapai 7,1 miliar dollar AS (sekitar Rp 115 triliun), meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya.
    Selain Kaan, produk seperti
    drone
    Bayraktar turut berkontribusi terhadap angka ekspor tersebut.
    Langkah Indonesia menggaet Turkiye terjadi hanya beberapa minggu setelah Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron di Jakarta.
    Dalam kunjungan itu, kedua pemimpin menandatangani
    letter of intent
    (LoI) yang membuka jalan bagi penambahan pesanan jet Rafale, melengkapi kontrak awal pada 2022 yang mencakup 42 unit senilai lebih dari Rp 130 triliun.
    Meski performa Rafale sempat jadi sorotan usai jatuh ditembak di perbatasan India–Pakistan, pesawat ini tetap dianggap sebagai salah satu jet tempur paling canggih saat ini.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan

    Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan

    Blusukan dan Kontestasi Kekuasaan
    Guru Besar bidang Antropologi dengan fokus kajian tentang konflik dan kolaborasi pengusaaan sumber daya ekologi, perubahan iklim, dan hubungan kekuasaan
    FENOMENA
    blusukan pemimpin tidak lagi menjadi proses satu arah. Kini blusukan kerap menghadirkan panggung kontestasi dinamik antara pemimpin dan masyarakat.
    Masyarakat menjadi aktor yang kritis dan berbeda pendapat dengan pemimpin. Masyarakat tidak sekadar menjadi obyek yang tunduk-patuh dan pemimpin pun harus memperbarui strategi dan taktik memengaruhi masyarakat.
    Fenomena sosial tersebut sejalan dengan perubahan cara pandang tentang hubungan kekuasaan dan praktiknya di lapangan.
    Kekuasaan dalam makna otoritatif yang selalu melekat pada kekuatan sistem/struktur yang mapan telah melonggar.
    Pemaknaan dan praktik kekuasaan berkembang ke arah yang lebih dinamik yang melekat pada aktor-aktor pada berbagai level.
    Kemajuan pemikiran sosial, penguatan demokrasi, kesadaran hak warga negara, dan hak asasi manusia telah mendinamisasi kontestasi kekuasaan berbasis aktor.
    Rakyat/warga tidak hanya sekadar menjadi komponen dan obyek yang dikendalikan oleh kekuatan struktur/sistem yang terpusat.
     
    Rakyat/warga terus memperbarui posisinya menjadi aktor dengan kesadaran sebagai subyek yang aktif berkontestasi memengaruhi sistem (Saifuddin, 2011; Maring, 2022).
    Pada sisi lain, para penguasa harus berhitung ulang dan menempuh strategi/taktik mengurus masyarakat secara persuasif. Tindakan represif, pemaksaan kehendak, dan otoriter tidak patut dipertontonkan para penguasa.
    Konstruksi pemikiran di atas terpentas dalam realitas empirik. Semenjak pelantikan pejabat pemerintahan, perhatian publik banyak tertuju pada fenomena blusukan pemimpin ke titik-titik letupan masalah sosial di jalanan, pemukiman kumuh, dan bantaran sungai.
    Fenomena terkini memperlihatkan pemimpin yang blusukan siap berkontestasi dengan aktor-aktor di lapangan yang kritis dan berbeda pandangan dengan penguasa.
    Pemimpin siap turun lapangan, berdebat, dan berargumentasi dengan aktor-aktor yang tidak mudah dibungkam melalui pemberian sembako.
    Dari wilayah Jawa Barat, misalnya, saat ini tampil pemimpin yang siap blusukan dan berdebat dengan sopir truk proyek yang mengotori jalan raya.
    Sang pemimpin berdialog dengan siswa, guru, dan orangtua yang menentang pengaturan perpisahan sekolah,
    study tour
    , dan pembatasan wisuda lulusan pendidikan dasar/menengah.
    Ia siap menghadapi pengusaha wisata wilayah hulu yang memicu banjir bandang dan para penentang pengiriman siswa ke barak militer.
    Akibat kasus terakhir, sang pemimpin dilaporkan ke Polisi dan pada kasus lain ia ditolak keluarga yang menganggap diintervensi terlalu jauh.
    Realitas empirik serupa sedang berlangsung di wilayah lain. Di Jawa Timur, misalnya, melalui pemberitaan terlihat pemimpin yang sering blusukan dan bertatap muka dengan aktor-aktor di balik masalah penyerobotan lahan, ketidakadilan terhadap warga, tindakan penyempitan bantaran kali, dan arogansi perusahaan terhadap karyawan.
    Bahkan, akibat kasus terakhir berupa penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan, sang pemimpin dilaporkan ke Polisi sehingga menyita perhatian publik dan intervensi pemerintah pusat.
    Dalam berbagai peristiwa yang muncul ke permukaan terlihat warga lugas berargumentasi dan menentang tindakan yang dilakukan sang pemimpin yang menghalangi kepentingan mereka.
    Pada beberapa kasus terjadi ketegangan dan kritik antara sesama aparatur negara/pemerintah karena kurangnya koordinasi kerja.
    Meski terlihat pendekatan lugas, adil, dan berbasis data, tapi beberapa kasus memperlihatkan para penguasa harus menunda aksinya dan melibatkan pihak-pihak lain yang berkompeten.
    Teknologi informasi mempercepat penyebarluasan peristiwa. Para penguasa dan warga tampil sebagai aktor-aktor berbeda pandangan, berdebat, dan berargumentasi.
    Di balik itu, terekam penilaian dan sikap pro-kontra di tingkat publlik. Publik terpolarisasi dalam sikap membela dan menghakimi (
    bullying
    ).
    Aktor-aktor di tingkat lapangan yang kritis kadang dituding tidak santun, tidak tahu berterima kasih, dan mengkritik tanpa memberi solusi.
    Sebaliknya, aktor-aktor yang proaktif turun lapangan dan berkontestasi dengan rakyat dituding sebagai pemimpin berbasis konten dan gemar cari panggung.
    Para pemikir ilmu sosial telah lama memberi rambu-rambu menghadapi kekuasaan berkarakter dinamik (Foucault, 1980; Haryatmoko, 2003).
    Perspektif tersebut membuka kesadaran bahwa semua orang memiliki kekuasaan yang melekat dalam dirinya.
    Dinamika relasi kekuasaan berlangsung pada semua level dan tidak bisa dihentikan sehingga diperlukan pendekatan persuasif.
    Untuk mengelola sumber kekuasaan dan kontestasi dinamik dari semua aktor pada berbagai level, maka diperlukan sabuk pengaman berupa tujuan kekuasaan yang ditransformasi menjadi tujuan bersama.
    Kemajuan teknologi membuka ruang kontestasi transparan. Publik menyaksikan pemimpin berdebat dan berargumentasi dengan rakyat.
     
    Kadang publik waswas, jangan sampai aktor-aktor terpancing bertindak otoriter dan tidak saling menghormati.
    Fenomena sosial dan perubahan di atas akan terus berlangsung dan sulit dihindari. Hal ini membawa konsekuensi yang harus diantisipasi oleh aktor-aktor, baik yang secara sosial-politik berposisi sebagai pemimpin/penguasa maupun kelompok terbesar sebagai warga masyarakat.
    Apa yang perlu dilakukan? Para penguasa harus siap dan berbesar hati menerima respons “menolak” dari orang yang hendak diatur. Secara dini perlu dibangun gagasan perubahan bersama sebelum eksekusi lapangan.
    Penguasa harus ikhlas mendengarkan pikiran/suara yang mempersoalkan gagasan yang ditawarkan. Gagasan perubahan harus dijalankan melalui proses yang terbuka, mendengarkan, dan menyerap aspirasi.
    Semua pihak berkepentingan perlu dilibatkan agar tidak terkesan unjuk diri sang penguasa dan pemaksaan kebijakan dadakan.
    Pada sisi lain, sebagai warga kita diundang tampil sebagai aktor yang turut mengontrol dan memperjuangkan kepentingan rakyat/publik.
    Semua aktor diundang berkontestasi di atas panggung kekuasaan dalam bingkai tujuan bersama tanpa kebencian dan penghakiman.
    Semoga pemikiran ini menginspirasi kita mengelola hubungan kekuasaan secara persuasif di tengah dinamika kehidupan sosial kian terbuka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri
                        Regional

    10 Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri Regional

    Duduk Perkara Polemik 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, dari Kondisi hingga Mendagri
    Tim Redaksi
    BANDA ACEH, KOMPAS.com
    – Sebanyak empat
    pulau
    milik
    Aceh
    yang berada di Kabupaten Aceh Singkil kini ditetapkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Perubahan status administratif itu tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
    Keempat pulau tersebut ialah
    Pulau
    Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil,
    Pulau Lipan
    , dan
    Pulau Panjang
    .
    Proses perubahan status ini telah berlangsung lama sebelum Muzakir Manaf dan Fadhlullah menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.
    Status perpindahan wilayah tersebut kini mulai menuai polemik dan ramai di tengah masyarakat.
    Pemerintah Aceh bersikukuh keempat pulau itu masih miliknya, sementara Pemerintah
    Sumut
    menganggap hal tersebut adalah keputusan pemerintah pusat. 
    Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, mengatakan, Pemerintah Aceh berkomitmen untuk memperjuangkan peninjauan ulang keputusan tersebut.
    “Sesuai dengan komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur, Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh,” kata Syakir kepada awak media di Banda Aceh, Senin (26/5/2025).
    Syakir mengungkapkan, saat proses verifikasi dilakukan, Pemerintah Aceh bersama tim dari Kementerian Dalam Negeri telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan peninjauan keempat pulau tersebut.
    Dalam verifikasi itu, Pemerintah Aceh menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, serta foto-foto pendukung.
    Verifikasi ini juga melibatkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
    Di Pulau Panjang, misalnya, Pemerintah Aceh memperlihatkan sejumlah infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
    Seperti tugu selamat datang, tugu koordinat dibangun oleh Dinas Cipta Karya dan Bina Marga pada tahun 2012, rumah singgah dan mushala (2012), serta dermaga dibangun pada tahun 2015.
    “Dokumen-dokumen pendukung juga telah kami serahkan, baik dari Pemerintah Aceh maupun dari Pemkab Aceh Singkil. Di antaranya terdapat peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992,” tuturnya. 
    Peta tersebut menunjukkan garis batas laut yang mengindikasikan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
    “Sebenarnya, dengan adanya kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada 1992, secara substansi sudah jelas bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh,” ungkap Syakir.
    Bukti lainnya, sebut Syakir, termasuk dokumen administrasi kepemilikan dermaga, surat kepemilikan tanah tahun 1965, serta dokumen pendukung lainnya.
    Di Pulau Mangkir Ketek, tim juga menemukan sebuah prasasti bertuliskan bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
    Prasasti ini dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu sebelumnya yang dibangun oleh Pemkab Aceh Singkil pada tahun 2008 dengan tulisan “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
    Pada tahun 2022, Kemenko Polhukam juga telah memfasilitasi rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga yang pada umumnya peserta rapat menyampaikan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
    Hal ini dibuktikan melalui aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, serta layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.
    Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma, sejak 2017 telah menyurati Kemendagri untuk menyampaikan aspirasi dan fakta historis serta administratif bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh. 
    “Ini aspirasi daerah yang saya sampaikan berkali-kali, baik secara langsung maupun tertulis. Namun, tidak ada tindak lanjut yang jelas. Saya sudah surati Kemendagri sejak 2017, tetapi tidak digubris,” kata Haji Uma saat dihubungi kompas.com via telepon, Rabu (28/5/2025).
    “Bahkan, saat Aceh diminta membawa data pendukung, itu pun tidak diindahkan dan akhirnya tetap menetapkan pulau tersebut masuk wilayah Sumut,” ucapnya.
    Menurut Haji Uma, keputusan Mendagri sangat mencederai fakta sejarah dan data faktual di lapangan.
    Dia mengungkapkan, sejak 17 Juni 1965, keempat pulau tersebut sudah berada dalam wilayah Aceh dan dihuni oleh masyarakat Aceh. Bahkan, beberapa warga yang pernah tinggal di sana kini menetap di Bakongan, Aceh Selatan.
    “Secara historis dan faktual, itu wilayah Aceh. Pemerintah Aceh juga sudah mengucurkan anggaran untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di sana pada tahun 2012. Kok bisa tiba-tiba diambil alih begitu saja,” katanya.
    Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, bersama Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, berkunjung ke Aceh menemui Gubernur Muzakir Manaf untuk membahas status kepemilikan empat pulau tersebut.
    Pertemuan antar-kepala daerah itu berlangsung pada Rabu (4/6/2025), di Pendopo Gubernur Aceh. Tidak berlangsung lama, Muzakir Manaf lebih dulu meninggalkan lokasi karena ada agenda pertemuan dengan masyarakat.
    Bobby dan rombongan melanjutkan pertemuan (silaturahmi) dengan Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, beserta beberapa unsur pejabat lainnya.
    Bobby mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tidak pernah mengusulkan keempat pulau itu masuk ke wilayahnya. Semua itu merupakan keputusan Kemendagri atau pemerintah pusat.
    “Kalau dari kami, bahasa kami, bukan semata-mata usulan dari pihak Provinsi Sumatera Utara. Tentu ada mekanisme yang berjalan, tetapi di luar itu apa pun potensi di dalamnya, kami tadi sepakat dan saya sampaikan harus bisa kita kelola sama-sama, baik Provinsi Sumatera Utara dan Aceh,” katanya. 
    Menurut Bobby, semua mekanisme terkait status keempat pulau tersebut ada di Kemendagri. Sama sekali tidak ada intervensi dari Pemerintah Sumut.
    “Ini kan mekanismenya bukan serta-merta kalau kami bilang kami kembalikan, bisa kembali pulaunya, bukan seperti itu juga. Yang hari ini kami pikirkan bagaimana potensi yang ada di dalamnya bisa dikelola sama-sama,” ujarnya.
    Kepada Gubernur Aceh, sebut Bobby, dirinya turut menyampaikan soal kolaborasi menyangkut potensi yang ada di keempat pulau tersebut.
    “Saya tidak bicara ini akan dikembalikan atau tidak, ini akan punya siapa, tidak,” ungkapnya.
    Kendati demikian, jika ke depannya ada pembahasan lanjutan terkait permasalahan empat pulau ini, Bobby akan terbuka untuk berdiskusi mencari jalan terbaik.
    “Kalau nanti ada pembahasan lagi ini harus masuk ke Aceh kembali atau tetap Sumut, ini kami terbuka. Tapi, kita bicara jangan ke situnya terus. Tadi saya dengan Pak Gubernur Aceh bicara ketika itu ada di Sumut atau akan kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya di kolaborasikan,” tuturnya.
    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil ditetapkan masuk menjadi bagian dari Sumatera Utara.
    Tito mengatakan, penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait.
    “Sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak,” kata Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
    “Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” lanjutnya.
    Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
    Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat.
    Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
    “Nah tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
    Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
    “Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Tito menegaskan pemerintah pusat terbuka terhadap evaluasi atas keputusan yang ada.
    Bahkan, kata dia, pemerintah terbuka jika ada gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal penetapan empat pulau terkait.
    “Kami terbuka juga untuk mendapatkan evaluasi, atau mungkin, kalau ada yang mau digugat secara hukum, ke PTUN misalnya, kami juga tidak keberatan. Kami juga tidak ada kepentingan personal, selain menyelesaikan batas wilayah,” ucapnya.
    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mempertemukan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dengan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution untuk membahas perubahan administratif empat pulau yang semula masuk wilayah Aceh ke Sumatera Utara.
    Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Safrizal Zakaria Ali mengatakan, pertemuan kedua pemimpin daerah itu menjadi salah satu opsi untuk mencari titik temu peralihan status administrasi empat pulau tersebut.
    “Apakah kemudian nanti berikutnya Menteri Dalam Negeri (dan) Kemenko Polkam akan mempertemukan kedua gubernur, salah satu opsinya,” kata Safrizal. 
    Safrizal Zakaria Ali mengatakan bahwa keempat pulau yang diperebutkan ini tidak berpenduduk.
    “Karena ini statusnya dalam Permendagri sebagai pulau kosong, tidak berpenghuni, tak berpenduduk namanya,” ujarnya.
    Hal ini diketahui setelah melakukan survei lokasi secara langsung pada Juni 2022. Pulau Panjang, misalnya, dengan luas 47,8 hektar, tidak memiliki penduduk yang bermukim di pulau tersebut.
    Hanya ditemukan dermaga yang dibangun pada 2015 dan tugu batas wilayah oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada 2007.
    Terdapat juga rumah singgah dan mushala yang dibangun sekitar 2012 oleh Pemda Aceh Singkil serta makam aulia.
    Pulau yang paling nahas nasibnya adalah Pulau Lipan. Pulau ini hampir bisa dikatakan hilang karena kenaikan muka air laut. Temuan Kemendagri menyebut luasnya hanya 0,38 hektar berupa daratan pasir dan tidak berpenghuni.
    “Dari hasil pemantauan tim di Pulau Lipan ditemukan data dan fakta bahwa Pulau Lipan berupa daratan pasir, dan saat pasang tertinggi pukul 9.25 WIB, pulau dalam kondisi tenggelam,” kata Safrizal.
    Menurut Safrizal, konflik ini bermula dari verifikasi data Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang disusun oleh Kemendagri, Kementerian Kelautan, Bakosurtanal, pakar toponimi, dan Pemerintah Aceh pada 2008.
    Saat itu, Provinsi Aceh telah memverifikasi dan membakukan 260 pulau. Namun, tidak terdapat empat pulau, yaitu Mangkir Gadang (Besar), Mangkir Ketek (Kecil), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    Pada November 2009, Gubernur Aceh menyampaikan surat konfirmasi untuk 260 pulau dengan perubahan nama Pulau Rangit Besar menjadi Mangkir Besar, Rangit Kecil menjadi Mangkir Kecil, Pulau Malelo menjadi Pulau Lipan, dan Pulau Panjang tetap dengan nama yang sama dengan masing-masing koordinatnya.
    Namun, setelah Kemendagri melakukan konfirmasi koordinat, keempat pulau yang diusulkan dengan titik koordinat masing-masing tidak menunjukkan posisi yang dimaksud.
    Koordinat yang berada dalam surat Gubernur Aceh berada di wilayah Kecamatan Pulau Banyak, bukan di wilayah Kecamatan Singkil Utara.
    Kemendagri melihat ada kejanggalan nama pulau dengan titik koordinat yang berbeda karena empat pulau yang dimaksud berjarak 78 kilometer dari titik koordinat yang diberikan Aceh.
    Kemendagri kemudian melakukan rapat pembahasan untuk melakukan analisis spasial terhadap empat pulau yang menjadi konflik dan hasilnya pada 8 November 2017, Dirjen Bina Adwil Nomor 125/8177/BAK menegaskan bahwa empat pulau tersebut masuk dalam cakupan Provinsi Sumatera Utara.
    Aceh kemudian kembali mengeluarkan surat untuk merevisi koordinat empat pulau tersebut yang semula titiknya berada di Pulau Banyak berpindah ke Singkil Utara.
    Dalam surat itu juga dijelaskan bahwa koordinat yang semula dicantumkan adalah milik Pulau Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang yang berada di Pulau Banyak.
    Namun, setelah rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), KKP, dan berbagai lembaga/kementerian pada 2020, disepakati bahwa empat pulau itu masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
    Pada 13 Februari 2022, kembali dibahas empat pulau tersebut bersama dengan Pemda Aceh dan Pemda Sumut, tetapi tidak terjadi kesepakatan.
    Karena itu, pada 14 Februari 2022, Kemendagri menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 tentang pemutakhiran kode, data wilayah administrasi yang memasukkan empat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Kisah Sedih di Balik Pernikahan Adik Ahok: Ada Duka dan Celaka
                        Megapolitan

    1 Kisah Sedih di Balik Pernikahan Adik Ahok: Ada Duka dan Celaka Megapolitan

    Kisah Sedih di Balik Pernikahan Adik Ahok: Ada Duka dan Celaka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Fifi Lety Tjahaja Purnama, adik mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, resmi menikah.
    Fifi dipersunting pria berinisial DG di Gereja Bled Castle, Slovenia, Minggu (25/5/2025).
    Adik Ahok
    tersebut membagikan momen hari bahagianya di akun Instagram pribadinya, @fifiletytjahajapurnama. Dalam video yang diunggah, Fifi terlihat tampil elegan menggunakan gaun pengantin berwarna putih.
    Ia tampak dituntun oleh Ahok yang mengenakan jas berwarna hitam menuju ke altar pernikahan di gereja tersebut.
    Kepada 
    Kompas.com, 
    Fifi berbagi cerita tentang kisah di balik pernikahannya. 
    Menjelang hari pernikahannya, Fifi sempat terjatuh ke sungai. Peristiwa itu bermula saat Fifi bersama calon suami dan adiknya, Harry Basuki Tjahaja Purnama, bermain-main di pinggir sungai.
    Saat itu, di pinggir sungai, Harry mengabadikan momen kebersamaan Fifi dan calon suaminya.
    “Selesai kita foto-foto sama Harry, sambil ngobrol, sambil jalan di atas batu dengan sepatu
    wedges
    tinggi, aku terpeleset jatuh langsung nyebur sungai,” kata Fifi saat diwawancarai
    Kompas.com
    , Rabu (11/6/2025).
    Insiden Fifi terjatuh yang membuat kakinya terkilir itu terjadi pada 21 Mei 2025. Sementara, pernikahan Fifi akan digelar empat hari setelahnya. 
    Sedianya, akibat insiden itu, Fifi disarankan oleh dokter untuk beristirahat dan bermobilisasi menggunakan kursi roda selama beberapa hari.
    Namun, pada hari bahagianya, Fifi tetap berjalan menuju altar karena tak mau merusak momen sakral pernikahan. Pada momen itulah, Fifi dituntun oleh Ahok.
    “Aku tetap pilih untuk berjalan, enggak mau di kursi roda. Semua kita berdoa minta mukjizat. Puji Tuhan ada Koko Ahok yang dengan sabar menuntun dan kuat menopang langkahku sampai ke altar,” ucap Fifi.
    Oleh karena kakinya masih bengkak, Fifi pun urung menggunakan sepatu hak tinggi pada hari pernikahannya. Fifi juga tertatih saat berjalan menuju altar pernikahan.
    “Kasihan Pak Ahok sebenarnya, jadi dia harus narik aku. Aku jatuh enggak bisa jalan, kaki aku bengkak, itu aku enggak pakai sepatu tinggi, jadi bajunya (gaun pengantinya) kepanjangan,” tutur dia.
    Fifi juga mengaku sempat ingin membatalkan rencana pernikahannya karena takut dan merasa belum siap.
    “Aku tuh sebenarnya takut menikah dan mau kabur sebetulnya. Paginya aku sempat bilang sama adiku Harry, ‘Kayanya aku jangan menikah dulu deh, kayanya aku belum mantap’,” ujar dia. 
    Fifi menyebut ketakutan ini bukan kali pertama terjadi. Bahkan, ia pernah membatalkan rencana pernikahannya dengan seorang pria tiga bulan sebelum pelaksanaan.
    Adik Ahok itu mengaku sering dihantui rasa takut ketika hubungannya dibawa ke jenjang yang lebih serius.
    “Aku tuh suka batalin nikah dari zaman dulu. Pacaran, pacaran, begitu serius, takut, jadi enggak jadi,” beber Fifi.
    Namun, Fifi akhirnya mantap menikah dengan DG karena pria tersebut merupakan teman lama adiknya, Harry Basuki Tjahaja Purnama.
    Fifi mengaku sudah mengenal DG sejak masih berkuliah di Universitas Indonesia (UI).
    Sementara, DG merupakan teman les Bahasa Inggris sang adik. Adik Fifi pulalah yang mengenalkan sang kakak dengan DG.
    Namun, saat perkenalan itu, Fifi masih memiliki kekasih. Sehingga, Fifi dan DG hanya berteman
    32 tahun berlalu tepatnya Februari 2025, Fifi dan DG kembali dipertemukan. Kemudian, pada April 2025, Fifi dilamar oleh DG.
    Setelah menimbang banyak hal, Fifi pun mantap menerima ajakan DG untuk menikah.
    “Kemudian, lama-lama tersadar, ini kan udah lama, Papi dan Mami udah kenal, udah kaya anak sendiri, semuanya kaya dilancarin,” ucap Fifi.
    Fifi juga mengatakan, hampir semua orang terdekatnya, baik keluarga maupun sahabat, mendukung hubungannya dengan DG.
    Meski bahagia akhirnya menikah dengan DG, Fifi merasakan kesedihan yang mendalam usai pernikahannya.
    Satu hari setelah menikah, nenek Fifi yang bernama Euw Yong Siu Joen meninggal dunia dalam usia 100 tahun di Bangka Belitung.
    “Aku kalau di sini berdasarkan catatan sipil menikah di tanggal 22 (Mei), nenekku meninggal di tanggal 23 (Mei) dini hari,” ujar Fifi.
    Fifi mengatakan, sebelum meninggal dunia, sang nenek selalu memintanya untuk menikah.
    Namun, saat itu, Fifi belum mendapatkan pasangan yang tepat, sehingga belum berani melangkah ke jenjang pernikahan.
    Sampai akhirnya, ia kembali bertemu dengan DG. Ketika resmi dilamar oleh DG pada April 2025, Fifi berusaha memberitahu rencana pernikahannya ke keluarga.
    Ahok menjadi orang yang menyampaikan kabar bahagia tersebut ke neneknya yang tengah sakit di Bangka Belitung.
    “Pas dia (nenek) sakit, Kokoh Ahok kan datang sama Nicholas, nenek aku masih ketawa-ketawa pas tahu aku mau menikah, dia bilang ‘bagus, menikah sama siapa aja, menikah ama bule enggak apa-apa’,” kata Fifi.
    Bahkan, ketika Fifi menyampaikan kabar bahagia itu, neneknya terlihat senang dan mengacungkan jempol kepada dirinya.
    “Kayak didoain sampai menikah, baru dia pergi,” tutur Fifi.
    Fifi juga bercerita ada hal menarik dari prosesi penguburan sang nenek. Ketika liang lahad hendak ditutup dengan tanah, ada sepasang burung merpati hitam dan putih yang mengelilingi kuburan nenek Fifi.
    “Anehnya itu di kuburannya ada sepasang merpati, nama suami aku itu Golon artinya merpati di bahasa mereka, itu aneh kan,” ucap Fifi.
    Fifi menilai, keajaiban tersebut merupakan suatu pertanda bahwa dia tepat melabuhkan hatinya pada DG.
    Fifi juga bercerita sempat menerima karangan bunga dari Ahok sebelum menikah. Karangan bunga itu dikirim Ahok tepat di hari ulang tahun Fifi ke-56 pada Januari lalu.
    Tak hanya sekadar karangan bunga, Ahok juga menuliskan doa untuk adik perempuannya itu.
    “Pak Ahok enggak pernah kirim bunga kayak ‘semoga kamu menikah’ itu enggak pernah. Baru tahun ini, pas aku ulang tahun Januari dia kirim bunga ‘semoga aku menikah supaya punya suami yang sayang aku seperti dirinya sendiri’,” jelas Fifi.
    Mendapat kiriman bunga beserta doa dari Ahok membuat Fifi terkejut. Bahkan, ia sempat mengira kiriman bunga itu dikirim oleh istri kakaknya, Puput.
    Namun, ternyata bunga dan doa itu merupakan kiriman dari Ahok langsung.
    Oleh karenanya, kata Fifi, Ahok begitu bahagia saat mendengar dirinya hendak menikah dengan DG. Sebab, Ahok juga sudah mengenal baik DG sejak lama.
    “Dia (Ahok) cuma senang aja aku
    married
    , dia merasa aku udah siaplah,” ucap Fifi.
    Fifi juga bercerita, di hari bahagianya, Ahok memberikan beberapa petuah untuk dirinya.
    “Dia pesannya yang baik, yang sabar, jadi wanita penolong, setia, harus baik. Intinya istri itu harus menjadi istri yang baik,” kata Fifi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri Akan Pertemukan Gubernur Aceh dan Sumut soal Peralihan 4 Pulau

    Kemendagri Akan Pertemukan Gubernur Aceh dan Sumut soal Peralihan 4 Pulau

    Kemendagri Akan Pertemukan Gubernur Aceh dan Sumut soal Peralihan 4 Pulau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Dalam Negeri (
    Kemendagri
    ) membuka peluang untuk mempertemukan Gubernur
    Sumatera Utara
    (
    Sumut
    ) Bobby Nasution dan Gubernur
    Aceh
    Muzakir Manaf terkait peralihan empat
    pulau
    di wilayah Tapanuli Tengah.
    Keempat pulau yang statusnya dialihkan ke wilayah Sumut tersebut adalah
    Pulau
    Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang.
    Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan, pertemuan itu bisa difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (menko Polkam).
    “Terbuka sekali kemungkinan gubernur difasilitasi oleh Kemenko (Polkam) dan Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) untuk bertemu dengan kedua gubernur dan Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi untuk memperoleh penjelasan,” kata Safrizal di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (11/6/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, dia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait waktu pertemuan tersebut akan dilaksanakan. Sebab, masih menunggu arahan dari Mendagri.
    “Jadi, kapan? Tunggu kami laporkan, kemarin pihak Kemenko Polkam sudah melaporkan kepada Pak Menko, saya melaporkan kepada Pak Mendagri. Kita tunggu nanti waktunya,” ujarnya.
    Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Kepmendagri (Keputusan Menteri Dalam Negeri) itu ditetapkan pada 25 April 2025.
    Keputusan tersebut direspons beragam kedua daerah. Sebab, konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Safrizal menjelaskan bahwa polemik status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.
    “Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal.
    Hasil verifikasi tersebut, pada 4 November 2009, mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 pulau
    Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar; Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil; Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Lampiran tersebut juga menyertakan perubahan koordinat untuk keempat pulau tersebut.
    “Jadi setelah konfirmasi 2008, pada 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujar Safrizal.
    Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.
    “Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian; Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian; Pulau Lipan, koordinat sekian; dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” kata Syafrizal.
    Pada 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau yang kini disengketakan.
    Dari hasil konfirmasi kepada Gubernur Aceh beserta hasil konfirmasi Gubernur Sumatera Utara saat itu beserta hasil pelaporan pada PBB tahun 2012 dan pemerintah pusat kemudian menetapkan status empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara.
    Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang saat ini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komnas Perempuan Kecam Tindakan Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT

    Komnas Perempuan Kecam Tindakan Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT

    Komnas Perempuan Kecam Tindakan Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisioner
    Komnas Perempuan
    , Yuni Asriyanti, mengecam tindakan anggota polisi yang memerkosa korban pemerkosaan di
    Polsek Wewewa Selatan
    ,
    Nusa Tenggara Timur
    (NTT).
    “Komnas Perempuan mengecam tindakan
    kekerasan seksual
    yang dilakukan oleh polisi kepada seorang perempuan korban perkosaan yang melaporkan kasusnya,” ujar Yuni saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
    Yuni mengatakan, tindakan ini merupakan pelanggaran serius yang menyangkut hak atas rasa aman dan keadilan.
    Semestinya, kata Yuni, hak merasa aman dan adil harus dijamin oleh negara kepada setiap warga negara, terlebih kepada korban yang diduga adalah korban perkosaan.
    “Lembaga Kepolisian dan aparatnya yang merupakan penegak hukum, seharusnya menjadi tempat yang aman,” ucapnya.
    Dengan begitu, setiap warga bisa melapor dan menggunakan hak mereka untuk mendapat keadilan, bukan justru menjadi tempat di mana kekerasan dan pelanggaran terjadi.
    “Peristiwa yang terjadi di Sumba Barat Daya ini menambah rentetan kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat kepolisian di kantor mereka, setelah sebelumnya terjadi di Kupang dan Pacitan,” tuturnya.
    Maka dari itu, KPAI mendorong agar pemerintah dan lembaga layanan setempat dapat mengambil langkah-langkah cepat untuk upaya perlindungan dan pemulihan bagi korban. 
    Hal ini sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    (UU TPKS) mengenai hak-hak korban kekerasan seksual.
    Di antaranya meliputi hak atas penanganan, perlindungan, pemulihan, restitusi, kompensasi, hak untuk didampingi, dan hak untuk tidak disalahkan serta distigma.
    Oleh karenanya, perlu dipastikan layanan korban untuk hak-haknya dapat diakses.
    Sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
    Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.
    Adapun peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
    Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.
    Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.
    Ia menyatakan bahwa Aipda PS kini telah menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses selanjutnya.
    “Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri,” kata Harianto saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut
                        Nasional

    2 Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut Nasional

    Konflik Sudah Berlarut-larut, Kemendagri Dianggap Tepat Tetapkan 4 Pulau Aceh Masuk ke Sumut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menilai keputusan Kementerian Dalam Negeri (
    Kemendagri
    ) menetapkan empat pulau, yakni Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipah, dan Panjang, ke wilayah
    Sumatera Utara
    sebagai langkah yang tepat.
    Sebab
    konflik wilayah
    administrasi keempat pulau tersebut selama ini sudah bergulir hingga puluhan tahun antara klaim dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
    “Keputusan Kemendagri terkait dengan keempat pulau ini memang dibutuhkan di tengah berlarut-larutnya persoalan sengketa,” kata pria yang akrab disapa Arman ini kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
    Arman mengatakan, Kemendagri harus mengambil langkah untuk memastikan tata kelola dan pembangunan keempat pulau tersebut.
    Menurut Arman, jika pemerintah pusat tidak mengambil langkah, pembangunan keempat pulau ini akan terombang-ambing dan tata kelola menjadi tidak jelas.
    “Sehingga keputusan ini menurut kami memberikan kepastian terkait dengan seperti apa tata kelola pembangunan yang menyentuh keempat pulau itu,” tuturnya.
    Selain itu, Arman juga menilai langkah Kemendagri dalam 10 tahun terakhir untuk menangani konflik wilayah administrasi empat pulau itu sudah cukup baik.
    Salah satu pendekatannya adalah survei langsung ke lapangan dan melakukan kajian sehingga diputuskan setelah kajian telah dilakukan.
    “Sehingga keputusan yang diambil berdasarkan penilaian yang ada, keempat wilayah itu masuk ke wilayah administratif atau yang berada di kewenangan atau menjadi wilayah dari Provinsi Sumatera Utara,” tandasnya.
    Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Keputusan ini direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Agus dan Adhi ke Denden: Tak Usah Khawatir, Budi Arie Sudah Tahu Soal Beking Situs Judol
                        Megapolitan

    4 Agus dan Adhi ke Denden: Tak Usah Khawatir, Budi Arie Sudah Tahu Soal Beking Situs Judol Megapolitan

    Agus dan Adhi ke Denden: Tak Usah Khawatir, Budi Arie Sudah Tahu Soal Beking Situs Judol
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Terdakwa Adhi Kismanto dan Muhrijan alias Agus meyakinkan
    Denden Imadudin
    Soleh agar kembali melindungi situs judi
    online
    (judol) supaya tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Sebelumnya, Denden sempat menghentikan praktik perlindungan tersebut karena sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal Kominfo.
    Jabatan itu telah dialihkan kepada Syamsul Arifin, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
    Denden kemudian menjabat sebagai Ketua Tim Penyidikan dan Ahli Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di kementerian yang sama.
    Tak hanya Denden, Adhi dan Agus juga berupaya meyakinkan Syamsul Arifin untuk ikut bergabung dalam praktik
    perlindungan situs judol
    .
    Pertemuan yang membahas hal tersebut dihadiri oleh Agus, Denden, Adhi, Syamsul, dan Alwin Jabarti Kiemas. Adhi sendiri bergabung setelah diyakinkan oleh Agus.
    Hal itu diungkapkan Denden saat hadir sebagai saksi mahkota dalam sidang perkara perlindungan situs judol di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/6/2025).
    Dalam perkara ini, terdakwa utamanya adalah Alwin Jabarti Kiemas, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Adhi Kismanto.
    “Waktu itu hanya sampaikan bahwa, ‘
    ni sudah oke bahwa ini bisa berjalan lagi penjagaan ini sehingga tidak perlu khawatir. Karena sudah diketahui oleh orang yang di atas
    ‘,” ujar Denden dalam persidangan.
    Jaksa pun langsung mencecar Denden terkait siapa yang menyampaikan kalimat tersebut.
    “Waktu itu saudara Muhrijan dan saudara Adhi,” jawab Denden.
    “Sudah diketahui yang di atas. Siapa yang dimaksud mereka?” tanya jaksa.
    “Yang mereka maksud adalah Pak Menteri (saat itu dijabat oleh Budi Arie Setiadi),” sambung Denden.
    Menurut Denden, pertemuan tersebut bertujuan meyakinkan Syamsul agar praktik perlindungan situs judol bisa berjalan lancar. Ia pun mengakui kembali terlibat dalam praktik itu.
    “Seingat saya di situ tidak membicarakan tarif, karena tarif dari mereka bertiga. Waktu itu, Adhi, Alwin, dan saudara Agus. Kami hanya akan dialokasikan dari tarif tersebut,” katanya.
    Dalam kasus ini, terdapat empat klaster terdakwa yang terlibat dalam perlindungan
    situs judi online
    :
    1. Klaster koordinator
    Kluster ini terdiri dari Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
    2. Klaster eks pegawai Kominfo
    Klaster ini diisi oleh Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
    3. Klaster agen situs judol
    Mereka adalah Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, serta Ferry alias William alias Acai.
    4. Klaster tindak pidana pencucian uang (TPPU)
    Mereka disebut sebagai para penampung dana hasil perlindungan situs judol, yaitu Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
    Para terdakwa dalam klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengapa KPK Datangi Kantor Kementerian PU?

    Mengapa KPK Datangi Kantor Kementerian PU?

    Mengapa KPK Datangi Kantor Kementerian PU?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengungkapkan hasil kedatangannya ke kantor
    Kementerian Pekerjaan Umum
    (PU) pada Selasa (10/6/2025).
    Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo mengatakan, dalam pertemuan tersebut, KPK mengimbau pejabat dan ASN Kementerian PU untuk melaporkan
    gratifikasi
    secara lengkap dan benar.
    “KPK juga mengimbau penerimaan gratifikasi lain untuk dapat segera dilaporkan ke KPK,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
    Budi juga mengatakan, berdasarkan peraturan KPK, penerimaan hadiah dalam rangka pernikahan memiliki batas maksimal pemberian yang dapat diterima adalah senilai Rp1 juta.
    “Apabila lebih dari nilai tersebut, maka penyelenggara negara atau aparatur sipil negara wajib melaporkannya kepada KPK,” ujarnya.
    KPK mengimbau agar aturan internal di Kementerian PU, khususnya terkait dengan pengendalian gratifikasi, dapat dilakukan pembaruan dan disesuaikan, termasuk adanya pengaturan atas pengendalian konflik kepentingan.
    KPK juga berharap ada pembatasan yang melibatkan rekan kerja dalam kegiatan atau acara yang berada di ranah pribadi.
    “Sekali lagi kami tekankan bahwa pertemuan tersebut adalah dalam kerangka
    pencegahan korupsi
    ,” ucap dia.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Kebayoran Baru, Jakarta, pada Selasa (10/6/2025).
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, kedatangan KPK ke kantor Kementerian PU dalam agenda pencegahan korupsi.
    “Betul (mendatangi Kementerian PU), koordinasi terkait pencegahan,” kata Budi saat dikonfirmasi, Selasa.
    Budi mengatakan, salah satu yang dibahas dalam kunjungan tersebut terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh salah satu pejabat Kementerian PU.
    “Iya, tindak lanjut (kasus) yang sebelumnya ramai di publik,” ujarnya.
    Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi dugaan gratifikasi di Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
    “KPK mendapatkan informasi adanya dugaan praktik
    gratifikasi di Kementerian PU
    , dengan modus permintaan uang oleh salah seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri kepada pegawai di jajarannya, yang akan digunakan untuk kepentingan pribadi,” kata Budi dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).
    Budi mengatakan, KPK melalui Direktorat
    Gratifikasi
    dan Pelayanan Publik Kedeputian Pencegahan dan Monitoring, pada kesempatan pertama, akan berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal ataupun Inspektur Investigasi Kementerian PU.
    KPK akan melakukan analisis atas temuan investigasi tersebut. “KPK apresiasi langkah cepat Inspektorat dalam memproses dugaan pelanggaran ini,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.