Siswa SD Pelaku Pelecehan di Bekasi Hendak Diusir Warga
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com –
Y (8), siswa kelas dua sekolah dasar (SD) terduga pelaku
pelecehan seksual
hendak diusir warga dari lingkungan perumahannya di Medan Satria, Kota Bekasi.
“Iya betul, mungkin mereka dapat informasi dari perkembangan masyarakat sehingga muncul keinginan melakukan itu,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Novrian, Kamis (12/6/2025).
Menurut Novrian, langkah pengusiran terhadap Y justru akan menambah masalah baru.
Selain itu, cara tersebut juga dikhawatirkan akan menjadi tren baru dalam menyikapi sebuah permasalahan di tengah masyarakat.
“Itu akan menambah masalah, dan itu akan menjadi tren masyarakat yang kurang baik ketika ada masalah anak itu akan dipindahkan,” tegas Novrian.
Novrian mengingatkan agar warga lingkungan Y bisa saling mendukung atas permasalahan yang ada.
Bahkan, ia meminta agar warga bisa membantu untuk menyelesaikan permasalahan Y.
“Masalah itu bukan untuk dihilangkan, tapi masalah itu harus ditangani. Kalau masyarakat sadar dalam penanganan yang baik, bisa jadi wilayah itu akan menjadi wilayah yang ramah untuk anak,” imbuh dia.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswa SD berinisial Y diduga melecehkan sejumlah anak laki-laki di bawah umur.
Para korban mayoritas di bawah usia terduga pelaku. Salah satu korban berinisial C (7).
“Awalnya setahu saya korbannya ada empat, dan belum lama saya tahu korban sekarang ada sembilan,” kata ibu C, RW (33) saat dikonfirmasi, Senin (9/6/2025).
RW mengetahui putranya menjadi korban dugaan pelecehan seksual setelah mendapat laporan dari putrinya pada 22 Mei 2025.
Putrinya melapor ke ibunya setelah sang adik membenarkan telah menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh pelaku. Hanya saja, korban saat itu enggan bercerita karena trauma.
Tak lama, putranya kembali menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh pelaku. Bahkan, tindakan pelaku kali ini sempat disaksikan tiga rekannya.
Mereka pun melaporkan perbuatan pelaku ke sang kakak dan ibu korban.
Tak lama setelah menerima informasi tersebut, ibu korban langsung mendatangi kediaman pelaku dengan didampingi ketua RW lingkungan rumahnya.
Dalam pertemuan tersebut, ibu pelaku disebut telah mengetahui tindakan putranya.
“Kalau ayah pelakunya awalnya ada rasa percaya dan tidak percaya, tapi kalau dari ibunya sudah mengetahuinya dari setelah kejadian itu (22 Mei 2025),” ucap ibu korban.
Setelah menemui keluarga pelaku, ibu korban sempat mendatangi Polres Metro Bekasi Kota untuk membuat laporan dengan didampingi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi.
Terpisah, Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan bahwa kasus tersebut tengah ditangani anak buahnya.
“Sudah ditangani di Reskrim ya,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2015/02/25/0502424shutterstock-234987970780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Umumkan Gaji Hakim Naik, Berapa Kenaikan pada Era Jokowi?
Prabowo Umumkan Gaji Hakim Naik, Berapa Kenaikan pada Era Jokowi?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo Subianto
resmi mengumumkan, kenaikan gaji
hakim
yang sesuai dengan golongannya.
Ia menyatakan, gaji tertinggi akan diberikan kepada hakim yang paling junior dengan kenaikan hingga 280 persen.
“Di mana kenaikan tertinggi mencapai 280 persen dan golongan yang naik tertinggi adalah golongan junior, paling bawah,” ujar Prabowo di acara pengukuhan calon hakim di
Mahkamah Agung
(MA), Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Sebelum pernyataan Prabowo pada Kamis (12/6/2025), kenaikan
gaji hakim
ditetapkan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (
Jokowi
) lewat Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas
Hakim
yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.
PP yang ditandatangani pada Jumat (18/10/2024) tersebut terbit setelah hakim di berbagai daerah menggelar mogok kerja dengan cuti massal pada 7-11 Oktober 2024.
Terbitnya PP Nomor 44 Tahun 2024 membuat hakim golongan III dengan masa kerja kurang dari satu tahun mendapat gaji sebesar Rp 2.785.700 hingga Rp 3.154.400.
Sementara hakim golongan IV dengan masa kerja 31-32 tahun mendapat gaji sebesar Rp 5.399.900 hingga Rp 6.373.200.
Berikut rincian
gaji hakim di Indonesia
yang naik pada era Jokowi:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/11/684988000772a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Jukir Resmi Minimarket di Surabaya Disatroni Preman, Eri Cahyadi: "Ojo Wedi", Kita Lawan! Surabaya
Jukir Resmi Minimarket di Surabaya Disatroni Preman, Eri Cahyadi: “Ojo Wedi”, Kita Lawan!
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Wali Kota Surabaya,
Eri Cahyadi
meminta kepada para juru parkir (jukir) resmi minimarket, untuk melawan para preman yang memaksa meminta lahan.
Diketahui, Eri meminta seluruh minimarket di Surabaya, agar menggunakan jukir dengan rompi perusahaan.
Akan tetapi, kelompok preman mengintimidasi para petugas resmi tersebut.
“Kemarin petugas parkir (resmi)
iki diparani
(ini didatangi) preman, ditekan untuk mereka menggantikan tempat jukirnya. Saya bilang lawan,” kata Eri, di salah satu minimarket, Kamis (12/6/2025).
Eri mengatakan, para preman tersebut melakukan intimidasi karena berusaha menguasai lahan parkir minimarket.
Oleh karena itu, dia mengajak
jukir resmi
untuk melawan bersama.
“Kenapa petugas parkir
iki
ditekan? Ya karena ingin menguasai lahan minimarket ini. Tapi saya sampaikan,
ojok wedi
(jangan takut) mas,
awakdewe
(kita) lawan preman itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Eri, preman tersebut tidak tergabung dalam organisasi masyarakat (ormas) manapun di Surabaya.
Mereka kelompok yang hanya ingin mencari lahan untuk parkir liar.
“Jadi preman itu bukan orang ormas. Kalau ormas sukunya macam-macam, tapi semuanya menjaga,
nek ono sing
(kalau ada yang) premanisme itu berarti bukan ormasnya Surabaya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa jukir resmi di sejumlah minimarket mengaku didatangi preman untuk meminta lahan parkir.
Yakni jukir resmi di minimarket di Jalan Kartini dan Jalan Dharmahusada, Kota Surabaya.
Jukir resmi
salah satu minimarket Jalan Kartini, Hadi Purwanto mengatakan, awalnya didatangi oleh beberapa preman yang meminta lahan parkir di lokasi itu, Kamis(5/6/2025) malam.
“Pertama datang sekitar satu sampai dua orang, setelah itu datang gerombolan kurang lebih 8 sampai 9 orang. (Minta) jaga sini, minta diambil alih,” kata Hadi, di lokasi, Rabu (11/6/2025).
Sedangkan, Hadi mengaku, tidak mengetahui sejumlah preman tersebut berasal dari kelompok mana.
Sebab, beberapa orang tersebut sama sekali tidak menjawab ketika ditanya.
“Kalau ditanyai nggak ngaku, takut mungkin,
enggak
dari organisasi masyarakat (ormas) intinya segerombolan orang. Logatnya ya umum, kita enggak bisa bilang satu ras,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Hadi, sekelompok orang yang datang tersebut mengintimidasi dan mengancamnya.
Namun, dia tak menjelaskan secara detail ucapan yang dilontarkan beberapa preman itu.
“Intimidasi
kayak
biasa kayak minta lahan, minta tempat buat untuk makan sehari-hari begitu. (Omongan) kerasnya ya minta lahan, bahwasanya lahan sini punya saya, bilang begitu,” ujarnya.
”
Enggak
,
enggak
ada kekerasan fisik, (ancaman) senjata tajam masih belum, kalau ancaman sih ya memang iya. Untuk sampai saat ini
enggak
ada kekerasan, bentak-bentak iya,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/684a52393785e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto Sebut Sidangnya Bawa Berkah bagi Pedagang di Sekitar Pengadilan
Hasto Sebut Sidangnya Bawa Berkah bagi Pedagang di Sekitar Pengadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto
menyatakan, sidang kasus suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya memberikan berkah bagi banyak pihak, terutama para pedanga.
Pasalnya, menurut Hasto, pendapatan pedagang di sekitar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) meningkat karena persidangannya selalu ramai pengunjung.
Hal ini disampaikan Hasto lewat secarik kertas yang dibacakan oleh politikus PDI-P
Guntur Romli
di
Pengadilan Tipikor
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
“Persidangan ini membawa berkah kepada pedagang UMKM, warung-warung makanan, penjual minuman, para pedagang keliling, hingga kantin di PN Jakarta Pusat yang omzet dan pendapatan penjualannya naik pada saat persidangan Sekjen PDI Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto,” kata Guntur, Kamis.
Di sisi lain, Hasto juga menyampaikan apresiasi kepada simpatisan dan pendukung yang hadir dalam persidangan, termasuk pasukan Satgas Cakrabuana dari PDI-P yang dikenal militan.
“Mengingat di dalam persidangan ini dihadiri oleh begitu banyak simpatisan dan pendukung, termasuk Satgas Cakrabuana yang militan, kami mengucapkan terima kasih kepada Satgas yang ikut membantu mengatur lalu lintas,” ujar Guntur membacakan surat tersebut.
Hasto juga menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan dan seluruh jajaran Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas situasi yang menimbulkan keramaian dan ketidaknyamanan di lingkungan pengadilan.
“Kami mohon maaf kepada pimpinan dan seluruh jajaran PN Jakarta Pusat atas berbagai dukungan yang terjadi sehingga merepotkan pihak-pihak di PN Jakarta Pusat,” kata dia.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, untuk memuluskan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Ia juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan penghancuran alat komunikasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/11/68493a0abbc79.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa
Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa
Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar
SENGKETA
wilayah maritim antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara bukanlah sekadar persoalan administrasi biasa.
Polemik ini mengungkapkan kompleksitas yang melekat dalam pengelolaan batas wilayah di Indonesia, serta bagaimana sejarah, budaya, dan politik saling bertautan dalam setiap inci Tanah Air.
Konflik atas Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang menjadi contoh nyata ketegangan yang lebih dalam dari sekedar garis batas di atas peta.
Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengalihkan empat pulau ini ke wilayah administratif Sumatera Utara menuai kontroversi tajam, terutama di kalangan masyarakat Aceh yang melihatnya sebagai bentuk pengabaian atas klaim historis dan identitas budaya mereka.
Di balik putusan administratif tersebut, terbentang narasi panjang yang mencerminkan dilema antara kepastian administratif dengan keadilan historis dan emosional.
Bagi Aceh, empat pulau ini bukan sekadar wilayah geografis, tetapi simbol harga diri, identitas, dan warisan leluhur yang tidak bisa diukur semata dengan garis batas spasial atau analisis teknokratis semata.
Kontroversi ini menghadirkan pertanyaan mendalam: sejauh mana keputusan administratif pemerintah pusat dapat menghargai aspek historis dan emosional yang begitu kuat melekat dalam sengketa kewilayahan?
Sengketa ini berakar dari klaim historis Aceh yang mendasarkan kepemilikannya pada dokumen agraria tahun 1965 serta Peta Topografi TNI Angkatan Darat tahun 1978, yang jelas menunjukkan pulau-pulau tersebut sebagai wilayah Aceh.
Dokumen-dokumen ini telah menjadi dasar bagi Aceh untuk membangun berbagai infrastruktur penting di pulau-pulau tersebut, seperti dermaga, musala, dan tugu batas.
Infrastruktur ini bukan sekadar fasilitas fisik, tetapi juga simbol nyata penguasaan dan pengelolaan efektif Aceh atas wilayah tersebut selama bertahun-tahun.
Langkah-langkah pembangunan ini mencerminkan komitmen kuat Aceh dalam mempertahankan integritas teritorialnya serta menunjukkan kehadiran administratif yang aktif dan konsisten di wilayah sengketa.
Namun, meski berbagai upaya nyata dan bukti historis tersebut telah dikemukakan secara jelas, keputusan administratif pemerintah pusat tidak memberikan bobot yang memadai terhadap argumentasi Aceh.
Sebaliknya, keputusan tersebut cenderung lebih memprioritaskan pendekatan geografis yang secara spasial menempatkan pulau-pulau ini lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Analisis geografis ini, meskipun valid dari sudut pandang administratif semata, tampaknya tidak sepenuhnya mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya yang melekat erat dalam klaim kewilayahan Aceh.
Keputusan pemerintah pusat yang lebih mengutamakan pendekatan geografis ini bukan hanya sekadar menimbulkan kontroversi administratif, tetapi juga berdampak serius terhadap dimensi sosial-budaya dan emosional masyarakat Aceh.
Pengabaian aspek historis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan mendalam yang berpotensi menciptakan konflik berkepanjangan dan rasa ketidakadilan historis.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah pusat untuk tidak sekadar berpijak pada analisis teknokratis semata tetapi juga mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh implikasi jangka panjang dari keputusan yang diambil, khususnya dalam hal menjaga keharmonisan sosial dan stabilitas regional.
Di balik sengketa administratif ini, muncul spekulasi kuat tentang adanya potensi sumber daya alam strategis, terutama minyak dan gas bumi (migas), yang diduga melimpah di sekitar wilayah empat pulau tersebut.
Isu ini bukan hanya menambah kompleksitas narasi sengketa, tetapi juga menjadikan keputusan administratif ini memiliki dimensi ekonomi-politik yang penting.
Jika spekulasi mengenai keberadaan migas benar, maka keputusan pemerintah pusat dapat diinterpretasikan tidak semata tentang urusan administratif, tetapi juga tentang perebutan kontrol atas aset strategis yang memiliki nilai ekonomi signifikan.
Meskipun pihak Kementerian Dalam Negeri secara resmi menyatakan bahwa keputusan mereka murni berdasarkan pertimbangan geografis dan administratif, tetap saja publik Aceh menyimpan kecurigaan mendalam.
Hal ini diperparah adanya informasi bahwa rencana investasi besar, yang diduga terkait dengan eksplorasi migas, mungkin telah menjadi salah satu pertimbangan tersembunyi dalam sengketa ini.
Situasi ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik Aceh terhadap netralitas dan objektivitas proses pengambilan keputusan pemerintah pusat.
Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik merupakan aspek penting yang perlu dijaga, terutama dalam keputusan-keputusan yang berdampak luas seperti ini.
Klaim pemerintah pusat mengenai ketidakpahaman mereka terhadap potensi ekonomi wilayah tersebut terlihat problematis.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai apakah proses pengambilan keputusan benar-benar transparan dan jujur.
Publik Aceh menuntut agar proses pengambilan keputusan tidak hanya jelas secara administratif, tetapi juga secara moral dan etis mempertimbangkan seluruh implikasi jangka panjangnya.
Keputusan administratif ini tidak hanya berdampak pada hubungan antar-provinsi, tetapi juga memengaruhi tata kelola pemerintahan daerah secara keseluruhan.
Konflik ini menunjukkan pentingnya mekanisme yang lebih baik dalam penyelesaian sengketa batas wilayah yang tidak hanya mengandalkan intervensi pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan proses dialogis yang lebih inklusif dan partisipatif.
Mekanisme dialog yang efektif antara Aceh dan Sumatera Utara menjadi sangat krusial agar konflik semacam ini tidak terus berulang.
Di sisi lain, kasus ini menjadi preseden penting bagi sengketa wilayah lainnya di Indonesia. Penyelesaian yang tidak sensitif terhadap sejarah dan klaim emosional masyarakat lokal berpotensi memicu konflik yang lebih besar di masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu mempertimbangkan ulang pendekatan yang digunakan, lebih mengakomodasi klaim historis, dan mengedepankan dialog antar-daerah yang lebih intensif.
Pada akhirnya, drama empat pulau ini menegaskan bahwa sengketa wilayah bukan sekadar persoalan administratif yang bisa diselesaikan dengan garis batas di atas peta.
Pemerintah pusat harus lebih jeli melihat aspek-aspek historis, emosional, dan ekonomi yang tersembunyi di balik sengketa administratif.
Hanya dengan pendekatan yang lebih empatik dan inklusif, keadilan yang sejati bisa tercapai, dan integritas serta keutuhan wilayah Indonesia tetap terjaga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/06/68198da0655af.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Kemendagri soal 4 Pulau Aceh Masuk Sumut: Kronologi, Siap Digugat dan Pertemukan 2 Gubernur Nasional
Kemendagri soal 4 Pulau Aceh Masuk Sumut: Kronologi, Siap Digugat dan Pertemukan 2 Gubernur
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri
) menjelaskan perihal keputusan pemerintah pusat menetapkan empat pulau wilayah Provinsi
Aceh
masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi
Sumatera Utara
.
Penetapan itu berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Keempat pulau yang statusnya dialihkan ke wilayah
Sumut
tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang.
Kemendagri memberikan penjelasan karena keputusan tersebut direspons beragam kedua daerah. Sebab, konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menjelaskan bahwa polemik status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada 2008.
Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.
“Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal di Kantor Kemendagri, Rabu (11/6/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Hasil verifikasi tersebut, pada 4 November 2009, mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri dari 260 pulau.
Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar; Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil; Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Lampiran tersebut juga menyertakan perubahan koordinat untuk keempat pulau tersebut.
“Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujar Safrizal.
Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada 2008, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.
“Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian; Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian; Pulau Lipan, koordinat sekian; dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” kata Syafrizal.
Pada 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau yang kini disengketakan.
Namun, setelah Kemendagri melakukan konfirmasi koordinat, keempat pulau yang diusulkan dengan titik koordinat masing-masing tidak menunjukkan posisi yang dimaksud.
Koordinat yang berada dalam surat gubernur Aceh berada di wilayah Kecamatan Pulau Banyak, bukan di wilayah Kecamatan Singkil Utara.
Kemendagri melihat ada kejanggalan nama pulau dengan titik koordinat yang berbeda. Karena empat pulau yang dimaksud berjarak 78 kilometer dari titik koordinat yang diberikan Aceh.
Kemendagri kemudian melakukan rapat pembahasan melakukan analisa spasial terhadap empat pulau yang menjadi konflik, dan hasilnya pada 8 November 2017, Dirjen Bina Adwil Nomor Nomor 125/8177/BAK menegaskan empat pulau masuk dalam cakupan Provinsi Sumatera Utara.
Aceh kemudian kembali mengeluarkan surat merevisi koordinat empat pulau tersebut yang semula titiknya berada di Pulau Banyak berpindah ke Singkil Utara.
Dalam surat itu juga dijelaskan bahwa koordinat yang semula dicantumkan adalah milik pulau Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo dan Panjang yang berada di Pulau Banyak.
Namun, setelah rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritime dan Investasi (Kemenkomarves) , KKP, dan berbagai lembaga/kementerian pada 2020 disepakati empat pulau itu masuk wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Pada 13 Februari 2022, kembali dibahas empat pulau tersebut bersama dengan Pemda Aceh dan Pemda Sumut, namun tidak terjadi kesepakatan.
Sehingga pada 14 Februari 2022, Kemendagri menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 tentang pemutakhiran kode, data wilayah administrasi yang memasukkan empat pulau tersebut masuk ke wilayah Sumut.
Keputusan ini disomasi Gubernur Aceh yang akhirnya kembali difasilitasi survei faktual ke empat wilayah pada 31 Mei-4 Juni 2022.
Dari hasil survei dijelaskan, empat pulau tidak berpenduduk, ditemukan tugu yang dibangun pemerintah
aceh
dan makam aulia yang sering dikunjungi masyarakat unutk berziarah.
Pulau Lipan hanya ada pasir putih dan dalam kondisi tenggelam. Kemduian beberapa dokumen baru disampaikan pemerintah Aceh yang menjadi pertimbangan lanjutan.
Konflik ini terus berlanjut hingga akhirnya pada 16 Juli 2022 Pemda Sumut menyampaikan empat pulau tersebut sebagai bagian dari mereka.
Konflik yang berkepanjangan ini membuat Pemerintah Pusat mengambil tindakan.
Dari hasil konfirmasi kepada Gubernur Aceh beserta hasil konfirmasi Gubernur Sumatera Utara saat itu beserta hasil pelaporan pada PBB tahun 2012 dan pemerintah pusat kemudian menetapkan status empat pulau menjadi wilayah Sumatera Utara.
Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang saat ini menjadi bagian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.
Safrizal mengatakan, empat pulau itu dialihkan karena lokasinya lebih dekat ke Sumut.
Dia menyebut, jarak geografis antara empat pulau dengan dua provinsi yang sedang berebut wilayah ini menjadi dasar keputusan Kemendagri.
“Empat pulaunya persis di hadapan pantai Tapanuli Tengah,” kata Safrizal
Menurut Safrizal, batas wilayah darat menjadi patokan pengambilan keputusan karena wilayah laut antara Aceh dan Sumut belum ditentukan hingga saat ini.
“Jadi kalau batas ini sudah disepakati bersama antara pemerintah Aceh dan pemerintah Sumatera Utara, batas laut masih belum ditegaskan atau diputuskan oleh Mendagri karena masih komplain soal empat pulau ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, penetapan empat pulau di Aceh yang kini masuk wilayah Sumut telah melewati proses yang panjang dan melibatkan banyak instansi.
“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” ujar Tito saat ditemui di Kompleks Istana Negara pada 10 Juni 2025.
Dia juga menyebut, batas wilayah darat sudah disepakati oleh pemerintah daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Namun, untuk batas wilayah laut, kedua pemerintah daerah belum menyepakati hal tersebut. Oleh karenanya, keputusan mengenai status empat pulau diambil oleh pemerintah pusat.
“Tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito Karnavian.
Lebih lanjut, Safrizal mengatakan, Kemendagri siap menghadapi gugatan Pemprov Daerah Istimewa Aceh jika tidak menerima keputusan yang menyatakan empat pulau dialihkan statusnya ke wilayah Sumatera Utara.
“Bisa diajukan kepada pengadilan negeri pusat, tetapi jika lama bersidangnya misalnya karena banyak sekali diajukan ke pengadilan, maka dapat diajukan lewat pengadilan PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” kata Safrizal.
Selain PTUN, Pemprov Aceh juga bisa menggugat melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, ada beberapa sengketa terkait batas wilayah pemerintah daerah juga telah disidangkan oleh MK.
“Beberapa (sengketa) batas daerah juga mengajukan ke Mahkamah Konstitusi, ada yang ditolak karena di luar kewenangan, ada juga dibahas (bahkan diputus) oleh MK,” ujarnya.
Namun, Safrizal juga mengatakan, Kemendagri juga bakal menempuh upaya dialog dengan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Bahkan, menurut dia, Kemendagri dan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) bakal memfasilitasi pertemuan Gubernur Aceh dan Sumut terkait peralihan empat pulau di wilayah Tapanuli Tengah.
“Terbuka sekali kemungkinan gubernur difasilitasi oleh Kemenko (Polkam) dan Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) untuk bertemu dengan kedua gubernur dan Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi untuk memperoleh penjelasan,” kata Safrizal.
Namun, dia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait waktu pertemuan tersebut akan dilaksanakan. Sebab, masih menunggu arahan dari Mendagri.
“Jadi, kapan? Tunggu kami laporkan, kemarin pihak Kemenko Polkam sudah melaporkan kepada Pak Menko, saya melaporkan kepada Pak Mendagri. Kita tunggu nanti waktunya,” ujarnya.
Safrizal hanya mengatakan, pertemuan terebut juga menjadi ajang bagi Kemendagri menjelaskan pertimbangan memutuskan empat pulau masuk wilayah Sumut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/27/683536732773f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Alasan BP Haji Hendak Pakai 2 Syarikah Saja di Musim Haji Tahun Depan
Alasan BP Haji Hendak Pakai 2 Syarikah Saja di Musim Haji Tahun Depan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Pengelola Haji (
BP Haji
) berencana hanya menggunakan skema dua syarikah pada
musim haji 2026
, alasannya adalah menghindari permasalahan seperti yang terjadi pada musim haji tahun ini.
“Kemungkinan besar kami, badan penyelenggara haji, tahun depan akan memastikan tidak akan menggunakan multisyarikah. Paling banyak itu 2 syarikah supaya kemudian bisa fokus dan ada pembanding satu syarikah dengan syarikah yang lain,” ujar Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat ditemui di Kantor BP Haji, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025) malam.
Syarikah adalah perusahaan-perusahaan yang dilibatkan pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Dia menuturkan bahwa skema dua syarikah itu akan diterapkan agar syarikah sebagai perusahaan penyedia layanan haji dapat fokus memberi pelayanan bagi jemaah.
Rencana ini diterapkan setelah BP Haji menemukan sejumlah permasalahan serius dalam pelaksanaan haji pada tahun 2025 ini, terutama pada aspek ketidaksinkronan data jemaah.
“Nah ini sebenarnya puncak kekacauan tertukarnya jemaah, misalnya hotelnya tidak jelas, kemudian kamarnya tidak jelas, dan sebagainya. Itu juga berangkat dari kekacauan pendataan pihak kami di Indonesia,” kata Dahnil.
Dari hasil evaluasi di lapangan, kata Dahnil, banyak ditemukan wanprestasi syarikah.
Tahun ini, pemerintah Indonesia menggunakan skema multisyarikah.
Ketidakprofesionalan syarikah terlihat sejak pemberangkatan dari hotel ke Arafah, dari Arafah ke Muzdalifah, hingga Muzdalifah ke Mina.
“Banyak jemaah Indonesia yang terpaksa jalan ketika dari Muzdalifah ke Mina atau dari Arafah ke Muzdalifah, bahkan harus menunggu lama dari hotel ketika menuju ke Arafah. Itu terkait dengan banyaknya kejadian wanprestasi syarikah transportasi ini,” jelasnya.
Dahnil menyinggung bahwa pada tahun lalu, pemerintah hanya menggunakan satu syarikah, berbeda dengan tahun ini yang menjadi delapan syarikah.
“Tahun yang lalu itu hanya satu syarikah, kemudian tahun ini 8 syarikah. Sehingga menyebabkan banyak kekacauan, ada persaingan yang tidak sehat, dan layanan masing-masing syarikah juga bermasalah,” kata dia.
Untuk itu, BP Haji yang akan bertugas sepenuhnya dalam pelaksanaan ibadah haji pada 1446 Hijriah atau tahun 2026, akan mengubah
skema syarikah
menjadi maksimal dua perusahaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/05/684127034b4ae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menag Sebut Banyak Negara Puji Jemaah Haji Indonesia: Dinilai Sabar dan Tertib
Menag Sebut Banyak Negara Puji Jemaah Haji Indonesia: Dinilai Sabar dan Tertib
Penulis
KOMPAS.com
– Menteri Agama (
Menag
)
Nasaruddin Umar
mengatakan, banyak negara memuji kedisiplinan dan keteraturan
jemaah haji
Indonesia selama rangkaian ibadah
haji
1446 Hijriah di Tanah Suci.
Nasaruddin menyebut, pujian tersebut datang langsung dari para menteri agama negara sahabat, termasuk India, Pakistan, dan Filipina.
“Mereka bahkan ingin belajar ke Indonesia,” kata Nasaruddin di Mekkah, Rabu (11/6/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Menurut Menag, negara-negara itu ingin meniru sistem haji Indonesia. Sebab, Indonesia dilihat punya jemaah terbanyak, tetapi paling teratur.
“Menteri Agama India dan Pakistan mengatakan bahwa Indonesia sangat menginspirasi,” ujar Nasaruddin.
Nasaruddin juga menyebut bahwa Mesir dan Yordania turut memberi apresiasi kepada
jemaah haji Indonesia
.
Menang bahkan mengungkapkan, Menteri Agama Yordania secara khusus memuji kesabaran jemaah Indonesia.
“Kita dinilai sabar, tertib, dan patut diacungi jempol,” kata Nasaruddin.
Menurut
menag
, pujian juga datang dari pemerintah Arab Saudi. Setiap tahun, Indonesia mendapat penghargaan dari Kerajaan Saudi. Pemerintah Saudi menilai operasional haji Indonesia berjalan baik.
“Saudi sangat mengapresiasi kita, tiap tahun selalu dipuji,” ujar Nasaruddin.
Dalam kesempatan itu, Menag juga menyampaikan apresiasi kepada Kerajaan Arab Saudi. Sebab, perhatian yang diberikan Saudi terhadap jemaah Indonesia sangat luar biasa.
“Perhatian khusus selalu diberikan kepada jemaah kita,” katanya.
Nasaruddin mengungkapkan, salah satu contoh perhatian khusus Kerajaan Saudi yakni dukungan layanan kesehatan.
“Tak ada ambulans lain yang bisa masuk ke tenda, kecuali Indonesia. Sekali lagi terima kasih kepada pemerintah Arab Saudi,” ujarnya.
Keberadaan ambulans dinilai sangat efektif saat puncak haji di Arafah.
Lebih lanjut, Menag menegaskan bahwa hal ini berkat kerja sama lintas sektor yang solid.
Dia menyebut operasional haji Indonesia didukung seluruh elemen bangsa, termasuk petugas haji, pemerintah, dan lembaga terkait lainnya. Sinergi itu dinilai menjadi kunci sukses pelayanan haji Indonesia.
Menag juga memuji kesadaran jemaah dalam menaati aturan haji yang sudah ditetapkan.
“Tanpa kedisiplinan jemaah, semua tak bisa berjalan baik,” kata Nasaruddin.
Kemudian, Menag berharap penghargaan dari negara lain jadi motivasi. Bahkan, dia ingin layanan haji terus ditingkatkan pada masa mendatang.
“Ini menjadi tanggung jawab dan amanah yang besar,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, operasional haji 1446 Hijriah atau 2025, memasuki tahap pemulangan jemaah dari Tanah Suci ke Tanah Air.
Proses pemulangan jamaah haji gelombang pertama berlangsung pada 11-25 Juni 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/6849dad249633.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Tanahnya Diduga Diserobot, Lansia di Tangerang Malah Jadi Tersangka Megapolitan
Tanahnya Diduga Diserobot, Lansia di Tangerang Malah Jadi Tersangka
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Seorang perempuan lanjut usia (lansia), Li Sam Ronyu (68), ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen terkait
sengketa tanah
di kawasan Kampung Nangka, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, Charles Situmorang, menyampaikan keberatan atas penetapan tersangka terhadap kliennya. Dia menduga ada keterlibatan mafia tanah dalam kasus tersebut.
Atas keberatan itu, tim kuasa hukum mengajukan surat permohonan penundaan pemeriksaan tersangka kepada penyidik, Rabu (11/6/2025).
“Kedatangan kami ke Polres Metro Tangerang Kota hari ini dalam rangka menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan atas klien kami, Li Sam Ronyu, yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka,” ujar Charles di Polres Metro Tangerang Kota, Kota Tangerang, Rabu.
Charles menjelaskan, perkara ini bermula dari jual beli tanah pada tahun 1994 antara Li Sam Ronyu dan seseorang berinisial S. Saat itu kliennya membeli tanah dengan ditandai Akta Jual Beli (AJB) sebagai bukti.
Sejak saat itu, Li Sam Ronyu menguasai lahan seluas 3,2 hektar tersebut dan rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga tahun 2024.
Bahkan, pada 2007, sebagian lahan milik Li Sam Ronyu dibeli oleh pemerintah untuk digunakan sebagai proyek jalan umum, sehingga dia mendapatkan ganti rugi sekitar Rp 3,2 juta.
“Kalau 2007 pemerintah tidak melakukan verifikasi terhadap objek tersebut, bagaimana mungkin klien kami yang diminta hadir dan menerima uang ganti rugi? Ini kan pakai uang negara, tentu ada audit dan verifikasi,” kata dia.
Li Sam Ronyu juga diketahui telah mengajukan peningkatan status dari AJB ke sertifikat hak milik (SHM) pada tahun 2021.
Namun, selama proses pengajuan berlangsung, Li Sam Ronyu justru mendapat kabar bahwa dirinya dilaporkan ke polisi pada 22 Agustus 2024.
Lalu, status kasus naik ke penyidikan dan Li Sam Ronyu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu pun menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tidak adil.
Oleh sebab itu, mereka membuat laporan ke Divisi Propam Polri dan Biro Wassidik. Atas laporan tersebut, kata Charles, telah dilakukan gelar perkara khusus yang menghasilkan kesimpulan bahwa belum ditemukan alat bukti cukup untuk menetapkan peristiwa pidana.
“Sayangnya, rekomendasi Biro Wassidik untuk melengkapi pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan menyita enam AJB induk belum dijalankan penyidik. Tapi klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ini yang kami pertanyakan,” jelas dia.
Tim kuasa hukum juga mengatakan, muncul pihak lain yang mengaku sebagai ahli waris S dan menjual tanah yang sama ke pihak lain menggunakan dokumen AJB yang disebut sempat hilang.
Padahal, kata mereka, keenam AJB asli masih dipegang oleh Li Sam Ronyu dan bukti transaksi pembelian juga lengkap.
“Bagaimana mungkin ada AJB baru jika AJB asli masih dipegang klien kami? Bukti jual beli lengkap, termasuk giro dan dokumentasi fotonya,” ujar tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, Marshel Setiawan.
Ia menyatakan, pelapor dalam kasus ini merupakan perwakilan dari pembeli tanah yang membeli dari pihak yang mengaku ahli waris.
Marshel juga mempertanyakan keabsahan dokumen jual beli tersebut karena kliennya telah lebih dulu menguasai tanah selama tiga dekade.
“Tanahnya diserobot, klien kami justru ditersangkakan. Ini bentuk penindasan terhadap warga lansia dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Marshel.
Dengan adanya permasalahan itu, pihak kuasa hukum selanjutnya akan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu.
Mereka juga meminta perhatian Kapolri, Kejaksaan Agung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Satgas Mafia Tanah untuk turut turun tangan.
“Kami menduga kuat ada peran mafia tanah dalam kasus ini. Kami juga sudah mengirimkan permohonan audit investigasi gabungan ke Irwasum, Propam, dan Biro Wasidik Polri,” kata Charles.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Polres Metro Tangerang Kota atas pernyataan tim kuasa hukum dari pihak yang melaporkan Li Sam Ronyu ke polisi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2019/11/19/5dd363e742ca3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2013/06/09/1906056-ilustrasi-pencurian-780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)