Tiket Konser G-Dragon 2025 Jakarta Masih Bisa Dibeli, Ini Harga, Link dan Cara Dapatkannya
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
— Bagi penggemar G-Dragon yang belum berhasil mendapatkan tiket saat presale, masih ada peluang untuk menyaksikan konser sang legenda K-pop di Jakarta.
Penjualan umum atau general sale pada tiket konser bertajuk 2025 World Tour:
Ubermensch
resmi dibuka Kamis (12/6/2025) pukul 14.00 WIB.
Dikutip dari beberapa artikel
Kompas.com
, konser akan digelar pada 26 Juli 2025 di Indonesia Arena, Jakarta.
Ini menjadi momen kembalinya G-Dragon ke panggung internasional setelah vakum, dan Jakarta menjadi salah satu kota dalam tur dunia yang dimulai dari Tokyo.
Tiket hanya bisa dibeli secara daring melalui situs resmi, yakni
https://g-dragoninjakarta.com
Langkah-langkah pembelian:
Berikut daftar harga dan benefitnya:
Harga belum termasuk pajak dan biaya layanan. Semua penjualan bersifat final dan tidak dapat dibatalkan.
Tiket presale sebelumnya ludes dalam hitungan menit.
Kini penjualan general sale adalah kesempatan terakhir bagi fans di Indonesia. Siapa cepat, dia dapat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/06/12/684a5f7ad4d1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiket Konser G-Dragon 2025 Jakarta Masih Bisa Dibeli, Ini Harga, Link dan Cara Dapatkannya Megapolitan 12 Juni 2025
-
/data/photo/2025/03/21/67dcd2de16139.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto: Makin Tinggi Jabatan, Makin Rumit Bahasanya
Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto: Makin Tinggi Jabatan, Makin Rumit Bahasanya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Di
sidang Hasto Kristiyanto
, ahli bahasa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, menyebut seseorang dengan jabatan tinggi akan menyampaikan pesan dalam bahasa yang rumit.
Keterangan ini Frans sampaikan saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang dugaan suap dan
perintangan penyidikanHarun Masiku
yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P tersebut.
Pada persidangan itu, Frans mengaku memiliki pengalaman yang cukup panjang menyangkut bahasa yang digunakan dalam suatu perkara pidana. Ia pernah menjadi ahli perkara korupsi eks Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham.
“Saya waktu itu bisa menjelaskan arti kalimat-kalimat itu, dan yang paling, dan yang saya alami dalam kasus-kasus korupsi adalah, atau pengalaman saya, teks-teks itu penuh teka-teki, tidak transparan, tidak lugas seperti percakapan biasa,” kata Frans di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
Menurut Frans, teks yang digunakan menyangkut tema politik, sosial, dan korupsi tidaklah sederhana sehingga harus diteliti lebih jauh.
Jaksa lantas mendalami, apakah tingkat kerumitan bahasa, misalnya dalam komunikasi WhatsApp, juga dipengaruhi tingkat pengetahuan dan jabatan seseorang.
Frans lalu menjelaskan bahwa tingkat jabatan seseorang menentukan kerumitan bahasa yang mereka gunakan.
Misalnya, dalam bahasa politik ketika seorang menteri mengatakan “akan diamankan” hal itu tidak berarti harfiah bahwa sesuatu akan aman, melainkan akan diteruskan atau dihentikan.
“Kalau pengalaman saya, semakin tinggi jabatan, semakin berusaha untuk menyampaikan sesuatu secara rumit. Jadi harus dianalisis,” ujar Frans.
Frans menuturkan bahasa politik penuh dengan makna konotatif atau bukan yang sebenarnya. Oleh karena itu, suatu pesan harus dipahami dalam konteks tertentu.
Dalam disiplin ilmu bahasa, kata dia, pihaknya mempelajari kapan pesan bisa ditafsirkan secara harfiah dan ditafsirkan secara kontekstual.
“Seperti konteks sosial, konteks politik, seperti itu,” tutur Frans.
Sebagai informasi, dalam persidangan Hasto jaksa membuka dan memutar berbagai percakapan pihak-pihak yang terkait dengan Harun Masiku.
Namun, dalam percakapan-percakapan itu tidak disampaikan menggunakan bahasa yang lugas.
Dalam komunikasi telepon eks kader PDI-P Saeful Bahri dengan pengacara Donny Tri Istiqomah misalnya, Saeful mengaku tidak bisa menjelaskan pekerjaan melalui WhatsApp.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/684a59c46ba28.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Musyawarah Warga Jadi Kendala Pembangunan Tanggul Rob di Muara Angke Megapolitan 12 Juni 2025
Musyawarah Warga Jadi Kendala Pembangunan Tanggul Rob di Muara Angke
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Gubernur DKI Jakarta
Pramono Anung
mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama dalam
pembangunan tanggul rob
di kawasan pesisir Jakarta, khususnya di
Muara Angke
, Jakarta Utara, adalah proses musyawarah dan pendekatan kepada warga yang terdampak.
Hal itu diungkapkan Pramono usai meninjau langsung progres pembangunan tanggul
mitigasi banjir
rob di Muara Angke, Jakarta Utara, Kamis (12/6/2025).
“Kendala utamanya sebenarnya salah satunya adalah musyawarah dengan warga. Karena saya selalu menyampaikan kepada jajaran Balai Kota, pendekatan ke warga itu betul-betul harus dilakukan, walaupun capek, tapi terus menerus dan waktunya memang tidak gampang,” ujar Pramono di lokasi.
Namun begitu, ia bersyukur bahwa kini telah terjadi kesepakatan antara pemerintah dan warga.
“Pak Lurah, Pak Camat dan juga ada hadir wali kota Jakarta Utara sudah menyampaikan bahwa ini sudah clear. Artinya segera dilakukan pembangunan,” kata Pramono.
Pembangunan tanggul sepanjang 1,4 kilometer dengan ketinggian 2,5 meter itu ditargetkan rampung pada Desember 2025.
Tanggul ini dirancang untuk menahan naiknya air laut yang diperkirakan bisa mencapai elevasi 2,5 meter, lebih tinggi dari kondisi eksisting kawasan yang berada pada angka 1,8 meter.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Ika Agustin, menjelaskan bahwa pembangunan tanggul ini akan berdampak pada 282 rumah warga di area seluas 120 hektare.
“Saat ini sudah clear,” ujar Ika.
Tahun depan, Pemprov DKI juga merencanakan pembangunan tanggul lanjutan sepanjang 1 kilometer. Sehingga, total panjang tanggul mencapai 2,4 kilometer.
Pramono menyampaikan apresiasinya kepada warga yang telah bersepakat, serta mengingatkan agar tidak ada oknum yang mencoba memanfaatkan situasi dengan mendirikan bangunan baru di area terdampak.
“Mohon ketika pembangunan sudah dilakukan jangan kemudian ada penambahan warga-warga baru yang kemudian memanfaatkan situasi ini. Karena ini bukan pekerjaan yang gampang,” kata Pramono.
Ia juga menegaskan bahwa pembangunan tanggul ini merupakan langkah awal untuk penanganan banjir rob jangka menengah, sebelum proyek jangka panjang NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) dilanjutkan oleh pemerintah pusat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/14/682488cd4131c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Dilimpahkan ke Polda Metro karena Atensi Publik Tinggi Megapolitan 12 Juni 2025
Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Dilimpahkan ke Polda Metro karena Atensi Publik Tinggi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Penanganan kasus tuduhan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), yang sebelumnya ditangani Polres Metro Jakarta Selatan, kini resmi dilimpahkan ke
Polda Metro Jaya
.
Penggabungan dilakukan karena kasus tersebut dinilai memiliki atensi publik yang tinggi.
Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Murodih mengatakan, keputusan itu diambil atas pertimbangan dampak sosial dan politik dari kasus tersebut.
“Dasarnya karena ada pertimbangan perkara tersebut merupakan atensi publik,” ujar Murodih saat dikonfirmasi, Kamis (12/6/2025).
Ia juga menyebutkan perkara ini memiliki dampak luas, tidak hanya secara sosial, tetapi juga berkaitan dengan tokoh publik.
“(Perkara) berdampak besar terhadap sosial dan politik serta ada kaitannya dengan tokoh publik,” tambahnya.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Polda Metro Jaya terkait kelanjutan proses hukum kasus ini.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu, Ade Darmawan, mengungkapkan laporan mereka yang semula diproses di Polres Jakarta Selatan telah ditarik untuk digabungkan dengan laporan serupa di Polda Metro Jaya.
“Jadi hari ini kami diperiksa dua kali. Yang tadinya itu ada penarikan dari Polres Jakarta Selatan ke Polda Metro Jaya, dan semua laporan terkait Pasal 160 KUHP dikumpulkan menjadi satu,” kata Ade kepada wartawan, Selasa (10/6/2025), sebelum menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Dengan penggabungan laporan ini, Ade mendesak agar penyidik segera menaikkan status perkara ke tahap penyidikan, mengingat bukti-bukti yang diajukan sudah dianggap lengkap.
“Kami tidak ingin kasus ini berlarut-larut. Jangan hanya klarifikasi di media, karena itu justru memperkeruh suasana,” ujarnya.
“Klarifikasi tempatnya di pengadilan. Kalau alat buktinya sudah cukup, segera naik sidik,” tambah Ade.
Selain itu, timnya juga meminta penyidik untuk menambahkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam tuntutan hukum yang diajukan.
Peradi Bersatu sebelumnya melaporkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, serta empat orang lainnya berinisial RS, T, ES, dan K ke Polres Jakarta Selatan.
Kelima terlapor tersebut diduga menyebarkan informasi tidak benar melalui media sosial terkait ijazah Jokowi yang disebut palsu.
Laporan tersebut didaftarkan oleh Wakil Ketua Peradi Bersatu, Lechumanan, dengan nomor laporan LP/B/1387/V/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/
POLDA METRO JAYA
.
Mereka dituding melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2015/02/25/0502424shutterstock-234987970780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Umumkan Gaji Hakim Naik, Berapa Kenaikan pada Era Jokowi?
Prabowo Umumkan Gaji Hakim Naik, Berapa Kenaikan pada Era Jokowi?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo Subianto
resmi mengumumkan, kenaikan gaji
hakim
yang sesuai dengan golongannya.
Ia menyatakan, gaji tertinggi akan diberikan kepada hakim yang paling junior dengan kenaikan hingga 280 persen.
“Di mana kenaikan tertinggi mencapai 280 persen dan golongan yang naik tertinggi adalah golongan junior, paling bawah,” ujar Prabowo di acara pengukuhan calon hakim di
Mahkamah Agung
(MA), Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Sebelum pernyataan Prabowo pada Kamis (12/6/2025), kenaikan
gaji hakim
ditetapkan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (
Jokowi
) lewat Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas
Hakim
yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.
PP yang ditandatangani pada Jumat (18/10/2024) tersebut terbit setelah hakim di berbagai daerah menggelar mogok kerja dengan cuti massal pada 7-11 Oktober 2024.
Terbitnya PP Nomor 44 Tahun 2024 membuat hakim golongan III dengan masa kerja kurang dari satu tahun mendapat gaji sebesar Rp 2.785.700 hingga Rp 3.154.400.
Sementara hakim golongan IV dengan masa kerja 31-32 tahun mendapat gaji sebesar Rp 5.399.900 hingga Rp 6.373.200.
Berikut rincian
gaji hakim di Indonesia
yang naik pada era Jokowi:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/11/684988000772a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Jukir Resmi Minimarket di Surabaya Disatroni Preman, Eri Cahyadi: "Ojo Wedi", Kita Lawan! Surabaya
Jukir Resmi Minimarket di Surabaya Disatroni Preman, Eri Cahyadi: “Ojo Wedi”, Kita Lawan!
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Wali Kota Surabaya,
Eri Cahyadi
meminta kepada para juru parkir (jukir) resmi minimarket, untuk melawan para preman yang memaksa meminta lahan.
Diketahui, Eri meminta seluruh minimarket di Surabaya, agar menggunakan jukir dengan rompi perusahaan.
Akan tetapi, kelompok preman mengintimidasi para petugas resmi tersebut.
“Kemarin petugas parkir (resmi)
iki diparani
(ini didatangi) preman, ditekan untuk mereka menggantikan tempat jukirnya. Saya bilang lawan,” kata Eri, di salah satu minimarket, Kamis (12/6/2025).
Eri mengatakan, para preman tersebut melakukan intimidasi karena berusaha menguasai lahan parkir minimarket.
Oleh karena itu, dia mengajak
jukir resmi
untuk melawan bersama.
“Kenapa petugas parkir
iki
ditekan? Ya karena ingin menguasai lahan minimarket ini. Tapi saya sampaikan,
ojok wedi
(jangan takut) mas,
awakdewe
(kita) lawan preman itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Eri, preman tersebut tidak tergabung dalam organisasi masyarakat (ormas) manapun di Surabaya.
Mereka kelompok yang hanya ingin mencari lahan untuk parkir liar.
“Jadi preman itu bukan orang ormas. Kalau ormas sukunya macam-macam, tapi semuanya menjaga,
nek ono sing
(kalau ada yang) premanisme itu berarti bukan ormasnya Surabaya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, beberapa jukir resmi di sejumlah minimarket mengaku didatangi preman untuk meminta lahan parkir.
Yakni jukir resmi di minimarket di Jalan Kartini dan Jalan Dharmahusada, Kota Surabaya.
Jukir resmi
salah satu minimarket Jalan Kartini, Hadi Purwanto mengatakan, awalnya didatangi oleh beberapa preman yang meminta lahan parkir di lokasi itu, Kamis(5/6/2025) malam.
“Pertama datang sekitar satu sampai dua orang, setelah itu datang gerombolan kurang lebih 8 sampai 9 orang. (Minta) jaga sini, minta diambil alih,” kata Hadi, di lokasi, Rabu (11/6/2025).
Sedangkan, Hadi mengaku, tidak mengetahui sejumlah preman tersebut berasal dari kelompok mana.
Sebab, beberapa orang tersebut sama sekali tidak menjawab ketika ditanya.
“Kalau ditanyai nggak ngaku, takut mungkin,
enggak
dari organisasi masyarakat (ormas) intinya segerombolan orang. Logatnya ya umum, kita enggak bisa bilang satu ras,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Hadi, sekelompok orang yang datang tersebut mengintimidasi dan mengancamnya.
Namun, dia tak menjelaskan secara detail ucapan yang dilontarkan beberapa preman itu.
“Intimidasi
kayak
biasa kayak minta lahan, minta tempat buat untuk makan sehari-hari begitu. (Omongan) kerasnya ya minta lahan, bahwasanya lahan sini punya saya, bilang begitu,” ujarnya.
”
Enggak
,
enggak
ada kekerasan fisik, (ancaman) senjata tajam masih belum, kalau ancaman sih ya memang iya. Untuk sampai saat ini
enggak
ada kekerasan, bentak-bentak iya,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/684a52393785e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hasto Sebut Sidangnya Bawa Berkah bagi Pedagang di Sekitar Pengadilan
Hasto Sebut Sidangnya Bawa Berkah bagi Pedagang di Sekitar Pengadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
Hasto Kristiyanto
menyatakan, sidang kasus suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya memberikan berkah bagi banyak pihak, terutama para pedanga.
Pasalnya, menurut Hasto, pendapatan pedagang di sekitar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) meningkat karena persidangannya selalu ramai pengunjung.
Hal ini disampaikan Hasto lewat secarik kertas yang dibacakan oleh politikus PDI-P
Guntur Romli
di
Pengadilan Tipikor
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
“Persidangan ini membawa berkah kepada pedagang UMKM, warung-warung makanan, penjual minuman, para pedagang keliling, hingga kantin di PN Jakarta Pusat yang omzet dan pendapatan penjualannya naik pada saat persidangan Sekjen PDI Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto,” kata Guntur, Kamis.
Di sisi lain, Hasto juga menyampaikan apresiasi kepada simpatisan dan pendukung yang hadir dalam persidangan, termasuk pasukan Satgas Cakrabuana dari PDI-P yang dikenal militan.
“Mengingat di dalam persidangan ini dihadiri oleh begitu banyak simpatisan dan pendukung, termasuk Satgas Cakrabuana yang militan, kami mengucapkan terima kasih kepada Satgas yang ikut membantu mengatur lalu lintas,” ujar Guntur membacakan surat tersebut.
Hasto juga menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan dan seluruh jajaran Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas situasi yang menimbulkan keramaian dan ketidaknyamanan di lingkungan pengadilan.
“Kami mohon maaf kepada pimpinan dan seluruh jajaran PN Jakarta Pusat atas berbagai dukungan yang terjadi sehingga merepotkan pihak-pihak di PN Jakarta Pusat,” kata dia.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, untuk memuluskan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Ia juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan penghancuran alat komunikasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/11/68493a0abbc79.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa
Aceh-Sumut: Ketika Empat Pulau Memantik Bara Sengketa
Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar
SENGKETA
wilayah maritim antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara bukanlah sekadar persoalan administrasi biasa.
Polemik ini mengungkapkan kompleksitas yang melekat dalam pengelolaan batas wilayah di Indonesia, serta bagaimana sejarah, budaya, dan politik saling bertautan dalam setiap inci Tanah Air.
Konflik atas Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang menjadi contoh nyata ketegangan yang lebih dalam dari sekedar garis batas di atas peta.
Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengalihkan empat pulau ini ke wilayah administratif Sumatera Utara menuai kontroversi tajam, terutama di kalangan masyarakat Aceh yang melihatnya sebagai bentuk pengabaian atas klaim historis dan identitas budaya mereka.
Di balik putusan administratif tersebut, terbentang narasi panjang yang mencerminkan dilema antara kepastian administratif dengan keadilan historis dan emosional.
Bagi Aceh, empat pulau ini bukan sekadar wilayah geografis, tetapi simbol harga diri, identitas, dan warisan leluhur yang tidak bisa diukur semata dengan garis batas spasial atau analisis teknokratis semata.
Kontroversi ini menghadirkan pertanyaan mendalam: sejauh mana keputusan administratif pemerintah pusat dapat menghargai aspek historis dan emosional yang begitu kuat melekat dalam sengketa kewilayahan?
Sengketa ini berakar dari klaim historis Aceh yang mendasarkan kepemilikannya pada dokumen agraria tahun 1965 serta Peta Topografi TNI Angkatan Darat tahun 1978, yang jelas menunjukkan pulau-pulau tersebut sebagai wilayah Aceh.
Dokumen-dokumen ini telah menjadi dasar bagi Aceh untuk membangun berbagai infrastruktur penting di pulau-pulau tersebut, seperti dermaga, musala, dan tugu batas.
Infrastruktur ini bukan sekadar fasilitas fisik, tetapi juga simbol nyata penguasaan dan pengelolaan efektif Aceh atas wilayah tersebut selama bertahun-tahun.
Langkah-langkah pembangunan ini mencerminkan komitmen kuat Aceh dalam mempertahankan integritas teritorialnya serta menunjukkan kehadiran administratif yang aktif dan konsisten di wilayah sengketa.
Namun, meski berbagai upaya nyata dan bukti historis tersebut telah dikemukakan secara jelas, keputusan administratif pemerintah pusat tidak memberikan bobot yang memadai terhadap argumentasi Aceh.
Sebaliknya, keputusan tersebut cenderung lebih memprioritaskan pendekatan geografis yang secara spasial menempatkan pulau-pulau ini lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Analisis geografis ini, meskipun valid dari sudut pandang administratif semata, tampaknya tidak sepenuhnya mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya yang melekat erat dalam klaim kewilayahan Aceh.
Keputusan pemerintah pusat yang lebih mengutamakan pendekatan geografis ini bukan hanya sekadar menimbulkan kontroversi administratif, tetapi juga berdampak serius terhadap dimensi sosial-budaya dan emosional masyarakat Aceh.
Pengabaian aspek historis ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan mendalam yang berpotensi menciptakan konflik berkepanjangan dan rasa ketidakadilan historis.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah pusat untuk tidak sekadar berpijak pada analisis teknokratis semata tetapi juga mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh implikasi jangka panjang dari keputusan yang diambil, khususnya dalam hal menjaga keharmonisan sosial dan stabilitas regional.
Di balik sengketa administratif ini, muncul spekulasi kuat tentang adanya potensi sumber daya alam strategis, terutama minyak dan gas bumi (migas), yang diduga melimpah di sekitar wilayah empat pulau tersebut.
Isu ini bukan hanya menambah kompleksitas narasi sengketa, tetapi juga menjadikan keputusan administratif ini memiliki dimensi ekonomi-politik yang penting.
Jika spekulasi mengenai keberadaan migas benar, maka keputusan pemerintah pusat dapat diinterpretasikan tidak semata tentang urusan administratif, tetapi juga tentang perebutan kontrol atas aset strategis yang memiliki nilai ekonomi signifikan.
Meskipun pihak Kementerian Dalam Negeri secara resmi menyatakan bahwa keputusan mereka murni berdasarkan pertimbangan geografis dan administratif, tetap saja publik Aceh menyimpan kecurigaan mendalam.
Hal ini diperparah adanya informasi bahwa rencana investasi besar, yang diduga terkait dengan eksplorasi migas, mungkin telah menjadi salah satu pertimbangan tersembunyi dalam sengketa ini.
Situasi ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik Aceh terhadap netralitas dan objektivitas proses pengambilan keputusan pemerintah pusat.
Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik merupakan aspek penting yang perlu dijaga, terutama dalam keputusan-keputusan yang berdampak luas seperti ini.
Klaim pemerintah pusat mengenai ketidakpahaman mereka terhadap potensi ekonomi wilayah tersebut terlihat problematis.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai apakah proses pengambilan keputusan benar-benar transparan dan jujur.
Publik Aceh menuntut agar proses pengambilan keputusan tidak hanya jelas secara administratif, tetapi juga secara moral dan etis mempertimbangkan seluruh implikasi jangka panjangnya.
Keputusan administratif ini tidak hanya berdampak pada hubungan antar-provinsi, tetapi juga memengaruhi tata kelola pemerintahan daerah secara keseluruhan.
Konflik ini menunjukkan pentingnya mekanisme yang lebih baik dalam penyelesaian sengketa batas wilayah yang tidak hanya mengandalkan intervensi pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan proses dialogis yang lebih inklusif dan partisipatif.
Mekanisme dialog yang efektif antara Aceh dan Sumatera Utara menjadi sangat krusial agar konflik semacam ini tidak terus berulang.
Di sisi lain, kasus ini menjadi preseden penting bagi sengketa wilayah lainnya di Indonesia. Penyelesaian yang tidak sensitif terhadap sejarah dan klaim emosional masyarakat lokal berpotensi memicu konflik yang lebih besar di masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu mempertimbangkan ulang pendekatan yang digunakan, lebih mengakomodasi klaim historis, dan mengedepankan dialog antar-daerah yang lebih intensif.
Pada akhirnya, drama empat pulau ini menegaskan bahwa sengketa wilayah bukan sekadar persoalan administratif yang bisa diselesaikan dengan garis batas di atas peta.
Pemerintah pusat harus lebih jeli melihat aspek-aspek historis, emosional, dan ekonomi yang tersembunyi di balik sengketa administratif.
Hanya dengan pendekatan yang lebih empatik dan inklusif, keadilan yang sejati bisa tercapai, dan integritas serta keutuhan wilayah Indonesia tetap terjaga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2019/11/19/5dd363e742ca3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2013/06/09/1906056-ilustrasi-pencurian-780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)