Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tersangka kasus perintangan penyidikan dan penuntutan kasus ekspor
crude palm oil
(CPO), Timah, dan kasus importasi gula,
Marcella Santoso
, menyampaikan permintaan maaf karena telah membuat sejumlah konten dan narasi negatif terhadap institusi
Kejaksaan Agung
.
Marcella, yang merupakan pengacara dari terdakwa beberapa kasus ini, mengaku tidak memeriksa semua kasus yang dibuat oleh tim atas arahannya.
“Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” ujar Marcella melalui tayangan video yang diputar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Dalam video yang ditayangkan ini, Marcella mengaku membuat konten dan narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung, baik menyerang institusi maupun pribadi para penyidik.
“Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella.
Marcella juga mengakui bahwa ada beberapa narasi negatif yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjatuhkan dan menghalangi kerja penyidik.
“Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjut wanita berambut pendek itu.
Dalam kesempatan itu, Marcella mengatakan dirinya tidak punya masalah pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pribadi para penyidik.
“Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” lanjutnya.
Marcella mengatakan, dalam satu percakapannya dengan rekannya, ia justru memuji kinerja penyidik.
“Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
Atas perbuatannya, Marcella meminta maaf dan berharap agar pintu maaf kepadanya dibukakan.
“Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” katanya lagi sambil terisak.
Diberitakan, Pengacara Marcella Santoso (MS) ditetapkan sebagai tersangka untuk ketiga kalinya oleh Kejaksaan Agung.
Kali ini, Marcella dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Bahwa penyidik pada jajaran Jampidsus sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap dan gratifikasi, juga ditetapkan tersangka dalam TPPU tindak pidana pencucian uang, yaitu saudara MS, yang ditetapkan sejak tanggal 23 April 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Senin (5/5/2025).
Adapun dua kasus sebelumnya, Marcella Santoso telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas alias onslag perkara crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi.
Kemudian, tersangka dalam kasus perintangan terkait penyidikan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam kasus dugaan TPPU terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dua tersangka lainnya adalah advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).
Keduanya sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 17 April 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com
-
/data/photo/2025/06/17/68511924b641c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung
-
/data/photo/2025/06/17/6851041c49dbe.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group Nasional
Kejagung Sita Rp 11,8 Triliun Uang yang Dikembalikan Wilmar Group
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
menyita Rp 11.880.351.802.619, yang merupakan penyerahan dari lima terdakwa korporasi dalam
Wilmar Group
terkait kasus korupsi ekspor
crude palm oil
(CPO).
“Bahwa dalam perkembangan lima terdakwa korporasi tersebut mengembalikan uang kerugian negara yang ditimbulkannya, yaitu Rp 11.880.351.802.619,” ujar Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Sutikno mengatakan, uang yang dikembalikan oleh Wilmar Group ini langsung disita oleh penyidik dan dimasukkan ke rekening penampungan Jampidsus.
Uang yang dikembalikan ini merupakan hasil kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Barang bukti yang telah disita juga dimaksudkan ke memori kasasi karena perkara ini tengah berproses di Mahkamah Agung.
Pada 19 Maret 2025, tiga korporasi yang terlibat dalam korupsi pemberian fasilitas ekspor
crude palm oil
(CPO) Januari 2021 sampai dengan Maret 2022, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan kalau para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai yang didakwakan oleh JPU.
Namun, perbuatan para terdakwa ini dinyatakan bukan suatu tindak pidana atau
ontslag
. Para terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan JPU, baik primair maupun sekunder.
Sementara, dikutip dari keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU menuntut para terdakwa untuk membayarkan sejumlah denda dan denda pengganti.
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
Jika uang ini tidak dibayarkan, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap Tenang Parulian dikenakan subsidiair pidana penjara 19 tahun.
Terdakwa Permata Hijau Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26.
Jika uang ini tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali lima korporasi di dalam Permata Hijau Group dapat disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsidair penjara selama 12 bulan.
Terdakwa Musim Mas Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika uang ini tidak dibayarkan, harta milik para pengendali Musim Mas Group, yaitu Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama dan sejumlah pihak lainnya akan disita untuk dilelang, apabila tidak mencukupi maka terhadap personel pengendali dipidana dengan pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diyakini melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/17/68510d3dc2423.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Jaksa Disoraki Pengunjung Sidang Tom Lembong saat Sebut Rini Soemarno Ada Acara Keluarga Nasional
Jaksa Disoraki Pengunjung Sidang Tom Lembong saat Sebut Rini Soemarno Ada Acara Keluarga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Jaksa penuntut umum dari
Kejaksaan Agung
(Kejagung) disoraki pengunjung sidang perkara Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Peristiwa ini terjadi saat persidangan berlangsung tegang lantaran tim kuasa hukum tidak terima hakim mempersilakan jaksa membacakan keterangan Menteri BUMN 2014-2019,
Rini Soemarno
di tahap penyidikan.
Rini disebut sudah empat kali dipanggil sebagai saksi namun tak kunjung hadir di sidang dengan berbagai alasan.
“Kalau majelis hakim berpendapat bahwa itu tetap dibacakan, lalu untuk apa kami hadir di sini?” ujar kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, marah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian menyilakan kuasa hukum menyampaikan keberatannya dalam nota pembelaan. Menurutnya, sudah terdapat banyak saksi yang diperiksa.
Adapun Rini, kata Hakim Dennie, sudah dipanggil empat kali secara patut namun mantan menteri itu tidak juga menghadiri sidang.
“Sudah empat kali dipanggil namun sampai sekarang juga tidak hadir. Ini adalah buktinya dan sudah diterima oleh sekretaris yang bersangkutan,” tutur Hakim Dennie.
Majelis hakim lalu menanyakan kepada jaksa apakah mereka tetap akan membacakan keterangan Rini meskipun pengacara keberatan.
Jaksa lalu menjelaskan, Pasal 162 KUHAP mengatur bahwa saksi yang sudah memberikan keterangan di tahap penyidikan lalu meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak bisa hadir di sidang, maka keterangannya itu bisa dibacakan.
Menurutnya, hal itu menjadi norma dalam pasal KUHAP tersebut.
“Ayat duanya, jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi yang di bawah sumpah,” jelas jaksa.
“Pertanyaannya saksinya sudah meninggal belum?” timpal Ari.
Jaksa mengatakan, pihaknya menggunakan dasar ketentuan bahwa saksi yang berhalangan secara sah setelah dipanggil secara patut keterangannya bisa dibacakan di sidang.
Hakim Dennie lalu meminta jaksa menjelaskan maksud berhalangan secara sah tersebut.
“Dari surat tersebut saksi, ada acara di Jawa Tengah. Di surat-surat sebelumnya pun saksi sedang berada di luar negeri,” tutur jaksa.
Mendengar jawaban jaksa, pengunjung sidang bersorak dan mengungkapkan kekecewaan.
“Wuuu,” kata pengunjung sidang bersorak.
“Lah itulah halangannya nanti kita tetap membalikan ke masing-masing untuk menilai,” kata Hakim Dennie.
Akhirnya, sidang tetap dilanjutkan dengan pembacaan keterangan Rini kepada penyidik.
Sementara, seluruh kuasa hukum
Tom Lembong
keluar meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas pembacaan keterangan saksi.
“Kalau begitu kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki!” tutur Ari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/20/682c61c9b64c7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Walk Out dari Sidang, Pengacara Tom Lembong: Silakan Nikmati Keadilan yang Kalian Miliki!
Walk Out dari Sidang, Pengacara Tom Lembong: Silakan Nikmati Keadilan yang Kalian Miliki!
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tim kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong walk out dari persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Pengacara Ari Yusuf Amir marah dan mengaku sudah lelah dengan keadilan yang berjalan di Indonesia.
Awalnya, Ari keberatan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tetap mengizinkan jaksa penuntut umum membacakan keterangan eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno di tahap penyidikan, Selasa (17/6/2025).
Keputusan itu membuat pihaknya tidak memiliki kesempatan untuk menggali keterangan dari Rini di muka sidang.
Perdebatan pun terjadi antara pengacara dengan jaksa.
“Kenapa tadi saya di-
stop?
Kenapa begitu mereka ngomong mereka tidak di-
stop?
Kita gantian ngomongnya, kita sudah capek dengan keadilan di negara ini!” ujar Ari dengan geram di ruang sidang.
Mendengar ini, pengunjung sidang ikut protes.
Mereka mendukung keberatan Ari.
“Betul, betul,” teriak pengunjung sidang.
Ari menuturkan, tujuan memeriksa saksi dalam persidangan adalah agar para pihak, yakni jaksa, hakim, dan kubu terdakwa bisa mengelaborasi dan mengeksaminasi keterangan saksi di tahap penyidikan.
“Kalau sekadar membacakan, kami bertanya kepada siapa? Apa gunanya pemeriksaan ini? Gimana cara berpikirnya?” ujar Ari.
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian menengahi perdebatan pengacara dengan jaksa.
Menurutnya, bagaimanapun persidangan harus tetap berjalan.
Ia mencoba menghindari perdebatan yang berlarut-larut.
“Itu sudah saya dulu ya, kalau dilanjutkan kami rasa tidak selesai juga. Persidangan harus tetap berjalan,” kata Hakim Dennie.
Akhirnya, sidang tetap dilanjutkan dengan pembacaan keterangan Rini kepada penyidik.
Sementara, seluruh kuasa hukum
Tom Lembong
keluar meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas pembacaan keterangan saksi.
“Kalau begitu kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki!” tutur Ari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/22/682f003f4396f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau
Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
Yusril Ihza Mahendra
menyebut
Perjanjian Helsinki
dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan status kepemilikan
empat pulau
di Aceh dan Sumatera Utara.
Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
“Sederhana saja. Perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara,” kata Yusril, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (17/6/2025).
Yusril menjelaskan bahwa
UU Nomor 24 Tahun 1956
hanya menyebutkan bahwa Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas, baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.
Dia mengatakan, Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956.
Keempat pulau itu juga tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 tersebut maupun dalam Perjanjian Helsinki.
Oleh karena itu, Yusril menilai, kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan.
Sementara itu, menurut Yusril, UU Nomor 24 Tahun 1956 itu bisa dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.
“Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah katapun disebutkan, baik dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 maupun dalam MoU Helsinki. Karena itu, saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan,” ujar dia.
Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah, baik darat maupun laut antar daerah, kini harus merujuk pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.
Dalam praktiknya, beberapa undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.
“Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja. Selanjutnya, UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri,” tutur dia.
Namun, hingga saat ini, belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dia mengatakan, saat ini hanya diatur dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) terkait kode wilayah administrasi yang mencantumkan keempat pulau tersebut dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Keputusan Mendagri (Kepmendagri) inilah yang memicu kehebohan beberapa hari terakhir ini. Saya berpendapat bahwa Kepmendagri ini nanti harus direvisi segera setelah terbitnya Permendagri yang mengatur tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah,” ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, empat pulau yang berada di dekat pesisir pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, menjadi sorotan karena diperebutkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Hal itu dipicu oleh Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara.
Pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Keputusan tersebut direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/17/6850e8a21d4a3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Ke Armuji, Warga Adukan Pajero yang Tabrak Tokonya hingga Rugi Rp 3 M tetapi Hanya Sanggup Ganti Rp 1 Juta Surabaya
Ke Armuji, Warga Adukan Pajero yang Tabrak Tokonya hingga Rugi Rp 3 M tetapi Hanya Sanggup Ganti Rp 1 Juta
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Wakil Wali Kota
SurabayaArmuji
kembali mendengar keluhan dan permasalahan masyarakat di Rumah Aspirasi pada Selasa (17/6/2025), mulai dari aduan soal gaji yang tidak dibayarkan hingga kasus mobil Pajero tabrak toko yang proses ganti ruginya diperumit.
Sejak pukul 08.00 WIB, masyarakat sudah mengantre menunggu giliran untuk masuk menyampaikan aspirasi di Jalan Wali Kota Mustajab Nomor 78, Kota Surabaya kepada Armuji.
Salah satunya, Aldo yang melaporkan terkait penahanan ijazah oleh perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya, BNS.
Ia menceritakan, penahan ijazah sudah berlangsung sejak tahun 2013, atau saat pertama kali ia bekerja hingga diberhentikan pada tahun 2016.
“Saya sudah lapor ke Disperinaker (Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja) Surabaya, terus dilempar ke provinsi karena kantor pusatnya itu memang di Sidogiri, Kecamatan Kraton, Pasuruan, tapi saya kerjanya di cabang Surabaya. Katanya seminggu bakal selesai, tapi ini sampai dua bulan masih belum ada jawaban,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut,
Cak Ji
pun berjanji akan melakukan sidak ke perusahaan terkait.
“Ya sudah nanti kita sidak saja ke sana,” kata Cak Ji.
Ada juga aspirasi dari pemilik CIDO (Citra Document Solution) Printing, Gena yang ingin mencari solusi lebih lanjut terkait kasus mobil Pajero yang menabrak tokonya bulan Februari lalu.
Akibat kejadian tersebut, dia mengalami kerugian hingga Rp 3 miliar karena alat-alat percetakannya hancur total, serta beberapa infrastruktur bangunan juga rusak.
“Kasusnya ini waktu itu viral Pak, terus sampai diproses di Polrestabes Surabaya, sudah masuk ke pengadilan tapi putusannya itu pelakunya enggak ditangkap dan orangnya setiap kali saya ajak mediasi untuk ganti rugi juga menghindar terus,” ujarnya.
“Sempat orangnya bilang mau ganti rugi tapi hanya mampu Rp 1 juta, sedangkan kerugian saya sampai Rp 3 miliar, padahal pelakunya punya mobil Pajero, CRV. Saya sampai datangi rumahnya tapi selalu anaknya yang bilang kalau bapaknya keluar gatau kemana,” katanya.
Ia berencana melakukan gugatan secara perdata, tetapi pihak pelaku selalu sulit untuk diajak proses mediasi.
Cak Ji pun mendengarkan setiap keluhan dan mencatat poin-poin yang ada.
Menurut dia, jika kasus tersebut sudah berupa putusan pengadilan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak bisa melakukan intervensi apapun.
“Itu kan sebenarnya masalah perorangan, enggao ada sangkut-pautnya dengan Pemkot, apalagi kalau sudah ada putusan pengadilan ya kita gak bisa ngapa-ngapain lagi,” ucap Armuji.
Selanjutnya, Wicaksono, warga Kedung Anyar, Surabaya mewakili sembilan karyawan yang dua bulan lebih gajinya tidak dibayarkan oleh salah satu perusahaan di Sidoarjo.
“Kita sudah ke Disperinaker (Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja) Provinsi Jatim, tapi katanya enggak bisa dipaksa kalau (perusahaannya) memang enggak punya uang,” ujar Wicaksono.
Menurut dia, semua karyawan yang menjadi korban merupakan warga Surabaya, tetapi perusahaannya berada di Sidoarjo.
Armuji pun menyarankan pelapor untuk ikut menemui Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana di Rumah Dinas pukul 11.00 WIB.
“
Sampeyan
(Anda) nanti ikut langsung lapor saja ke Bu Mimik di Rumah Dinas Wabup Sidoarjo,” kata Cak Ji.
Kegiatan di Rumah Aspirasi ini merupakan upaya pemerintah kota untuk mendekatkan diri dengan warga dan menyelesaikan permasalahan secara langsung.
Cak Armuji menunjukkan komitmennya untuk mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan warga demi meningkatkan kualitas pelayanan publik di Surabaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/17/6850e2d87220f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri PPPA Terima 11.850 Kasus Kekerasan Sepanjang 2025, Korban Didominasi Perempuan
Menteri PPPA Terima 11.850 Kasus Kekerasan Sepanjang 2025, Korban Didominasi Perempuan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan telah menerima laporan 11.850
kasus kekerasan
sepanjang Januari hingga 12 Juni 2025.
Korban kasus kekerasan yang masuk ke dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (
Simfoni PPA
) ini mencapai sekitar 12.000 orang.
“Data Simfoni dari kementerian kami, dari Januari – 12 Juni 2025 sudah terlaporkan sebanyak 11.850 kasus kekerasan yang korbannya adalah 12.000 sekian,” kata Arifah di Gedung Heritage, Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Arifah menuturkan, korban didominasi oleh perempuan yang mencapai sekitar 10.000 orang. Sedangkan sisanya, sekitar 2.000 korban adalah laki-laki.
“Dari jumlah kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual, lokasi terbanyak ada dalam ranah rumah tangga,” ucap dia.
Kekerasan terhadap perempuan juga terbukti dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2024, yang menunjukkan satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
Menurut Arifah, kondisi ini perlu menjadi perhatian saat pemerintah mendorong pembangunan dan pemberdayaan keluarga tangguh.
Lebih lanjut ia menyampaikan, kekerasan juga terjadi karena penggunaan gadget untuk anak-anak yang tidak bijaksana.
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2024 mengungkap, satu dari dua anak Indonesia pernah mengalami kekerasan.
Hal ini dibarengi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2024 yang menunjukkan sebanyak 39,71 persen anak dalam usia dini sudah menggunakan telepon seluler dan 35,57 persen sudah menggunakan akses internet.
“Penyebab kekerasan terjadi karena pola asuh dalam keluarga sangat mendominasi. Kedua adalah penggunaan gadget yang tidak bijaksana, dan yang ketiga adalah faktor lingkungan,” jelas Arifah.
“Jadi faktor keluarga ini mempunyai peran yang sangat penting bagaimana anak-anak kita, keluarga-keluarga kita bisa terhindar dari kekerasan baik dalam rumah tangga maupun di ranah publik,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/17/6850dc4260545.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Mari Bertindak Nyata
Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Mari Bertindak Nyata
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Sosial (
Kemensos
) menggelar retreat 53 Kepala
Sekolah Rakyat
Tahap 1 di Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) Marga Guna, Gandaria Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
Dari pengamatan Kompas.com di lokasi, retreat
Kepala Sekolah Rakyat
ini dihadiri oleh Menteri Sosial (Kemensos) Saifullah Yusuf (
Gus Ipul
) dan Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono.
Tampak 53 Kepala Sekolah Rakyat mengenakan seragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL), celana cargo berwarna
army
, serta dilengkapi topi dengan warna senada.
Para Kepala Sekolah Rakyat terlihat fokus mendengarkan arahan dari Gus Ipul untuk menjalankan tugas mereka sebagai pemimpin dalam satuan pendidikan.
“Anda yang lolos adalah pilihan dari banyak kandidat. Ini hasil proses seleksi, sekarang bersyukur sudah diberi kesempatan, mari kita bertindak nyata, agar kerja kita benar-benar berdampak,” ujar Gus Ipul, saat memberikan pesan kepada 53 Kepala Sekolah Rakyat di lokasi, Selasa.
Gus Ipul mengatakan, menjadi kepala
sekolah rakyat
bukan hanya sekadar jabatan, tetapi pengabdian besar.
”
Sekolah rakyat
merupakan gagasan presiden, amanah besar untuk kita, kepala sekolah adalah perpanjangan tangan dari niat mulia tersebut,” imbuh dia.
Gus Ipul mengatakan, membangun sekolah rakyat adalah membangun peradaban untuk bertransformasi menuju Indonesia Emas 2045.
“Jangan takut susah mengurusi orang susah, karena di situlah kita menjadi manusia. Jadilah pemimpin yang menghidupkan harapan, setiap siswa adalah titipan negara, kita harus hadir utuh, lahir dan batin,” imbuh Gus Ipul, disambut riuh tepuk tangan.
“Retreat ini bukan pembuktian, tapi titik awal, mari kita sama-sama bersihkan hati, kuatkan niat, dan bulatkan tekad,” tambah dia.
Retreat Kepala Sekolah Rakyat ini akan digelar dalam dua tahap.
Para kepala sekolah akan menjalani pembekalan selama lima hari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/08/681cacded228a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh
Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kematian warga sipil Kampung Yuguru, Distrik Meborok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Abral Wandiko, yang dimutilasi masih tertutup tabir.
Abral tewas mengenaskan dengan luka parah di area wajah.
Sementara itu, kakinya melepuh dan tangannya terikat.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia (
TNI
), Mayjen
Kristomei Sianturi
, menyebut, Abral sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (
OPM
) yang melarikan diri dan jatuh ke jurang setelah sempat ditahan prajurit.
“Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu, justru yang melakukan kebiadaban seperti itu adalah gerombolan OPM selama ini,” kata Kristomei, kepada Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Pihaknya menduga Abral dibunuh kelompoknya sendiri karena membocorkan lokasi persembunyian senjata.
Abral disebut bersedia menunjukkan di mana honai yang digunakan untuk menyembunyikan senjata kepada prajurit TNI.
“Lalu tudingan diarahkan ke prajurit TNI, karena yang terakhir membawa Abral sebelum melarikan diri adalah prajurit TNI,” ujar dia.
Kristomei mengeklaim, Abral ditangkap dengan profesional dan terukur.
Ia diduga anggota Kelompok Operasi Kodap III/Ndugama OPM.
Dalam pemeriksaan terhadap Abral, TNI menemukan dua pucuk senjata rakitan dan beberapa catatan milik pria itu yang identik dengan unggahan di media sosialnya.
“Bukti bahwa
Abral Wandikbo
alias Almaroko Nirigi, anggota Pok OPM, sangat jelas, terbukti dengan adanya foto yang bersangkutan sambil membawa senjata M-16 A2,” ungkap dia.
Menurut Kristomei, Abral sempat menjalani interogasi dan mau menunjukkan lokasi persembunyian senjata di Kampung Kwit.
Namun, di tengah perjalanan, ia memberontak dan melarikan diri meski prajurit TNI telah melepaskan tembakan peringatan.
Pria itu kemudian melompat ke jurang dan lepas dari penahanan tentara.
“Saat itu, aparat TNI tidak melanjutkan upaya pengejaran dan memastikan kondisi yang bersangkutan dikarenakan faktor keamanan yang memiliki risiko tinggi bagi keselamatan pasukan apabila melanjutkan gerakan,” terang dia.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Hak Asasi Manusia (HAM) membantah bahwa Abral adalah anggota OPM.
Mereka menyebut, Abral merupakan warga biasa dari Kampung Yuguru yang juga bekerja dengan aparat.
“Justru sebaliknya, almarhum dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru, demi memfasilitasi mobilitas masyarakat,” bunyi keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM, dikutip pada hari Senin.
Menurut Koalisi, aparat TNI menangkap Abral tanpa bukti yang sah pada 22 Maret 2025.
Ia dituding sebagai anggota OPM. Selang tiga hari kemudian, Abral ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan.
“Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Ironisnya, sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian menyebarkan narasi menyesatkan bahwa korban melarikan diri,” ujar Koalisi.
Mencium kejanggalan dalam kematian Abral, Koalisi Masyarakat Sipil dan Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) menggelar audiensi dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM pada 13 Juni.
Mereka melaporkan dan menduga kematian Abral sebagai pelanggaran HAM berat.
“Hak korban untuk hidup, tidak disiksa, dan hak untuk merasa aman jelas-jelas dilanggar. Begitu pula hak korban untuk mendapat pendampingan hukum ketika ditangkap juga diabaikan begitu saja oleh aparat yang menangkapnya,” bunyi keterangan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.