Category: Kompas.com Metropolitan

  • Bubarkan Tawuran, Anggota Karang Taruna di Cikarang Tewas Ditikam Pelajar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juni 2025

    Bubarkan Tawuran, Anggota Karang Taruna di Cikarang Tewas Ditikam Pelajar Megapolitan 16 Juni 2025

    Bubarkan Tawuran, Anggota Karang Taruna di Cikarang Tewas Ditikam Pelajar
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Seorang anggota Karang Taruna bernama Adi (30) tewas saat mencoba membubarkan aksi tawuran antarpelajar di Jalan Raya Citarik, Desa Jatireja, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, pada Kamis (12/6/2025) dini hari.
    Tak lama setelah kejadian, polisi menangkap empat orang pelaku di rumah masing-masing yang berada tak jauh dari lokasi tawuran. Penangkapan dilakukan pada Jumat (13/6/2025).
    “Empat pelaku IAM, DPK, RR, dan RS,” ujar Kanit Jatanras Polres Metro Bekasi, AKP Kukuh Setio Utomo, dalam keterangannya yang dikutip
    Kompas.com,
    Senin (16/6/2025).
    Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, keempat pelaku diketahui masih berstatus sebagai pelajar aktif, baik di tingkat SMP maupun SMA.
    “Mereka merupakan pelajar yang membawa senjata tajam dalam aksi tawuran tersebut,” jelas Kukuh.
    Dalam penangkapan itu, polisi turut menyita 12 senjata tajam berbagai jenis yang diduga digunakan saat tawuran berlangsung.
    Atas perbuatannya, keempat pelaku dijerat dengan Pasal 180 KUHP tentang kekerasan bersama-sama yang menyebabkan kematian. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.
    Tak hanya itu, polisi juga menetapkan enam pelajar lain sebagai buronan dan memasukkan mereka ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
    “Kami akan kejar semua pelaku hingga tuntas dan proses sesuai hukum,” tegas Kukuh.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkot Jaksel Buat Ribuan Sumur Resapan, Dimulai dari Cilandak Timur
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juni 2025

    Pemkot Jaksel Buat Ribuan Sumur Resapan, Dimulai dari Cilandak Timur Megapolitan 16 Juni 2025

    Pemkot Jaksel Buat Ribuan Sumur Resapan, Dimulai dari Cilandak Timur
    Penulis
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Kota
    Jakarta Selatan
    mulai membuat
    sumur resapan
    dalam sebagai langkah antisipasi banjir.
    Proyek perdana dilakukan dengan pembangunan dua sumur resapan di RW 09, Jalan NIS,
    Cilandak Timur
    , Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
    “Pembuatan sumur resapan dalam, dengan kedalaman tergantung kontur tanah, yakni antara 25 hingga 28 meter,” ujar Wali Kota Jakarta Selatan, M. Anwar, dalam keterangannya yang diterima Senin (16/6/2025).
    Anwar mengatakan, kedalaman sumur resapan ditentukan oleh kontur tanah, khususnya lapisan pasir dan karang yang dinilai dapat mempercepat penyerapan air.
    Pembangunan sumur ini merupakan program lanjutan yang sebelumnya telah dilakukan di Jakarta Timur, termasuk wilayah Cipinang dan Pulo, yang kini disebut Anwar sudah tidak mengalami banjir.
    Anwar menargetkan pembangunan sumur resapan dilakukan secara masif di seluruh Jakarta Selatan.
    “Tahun ini saya jatahkan satu kecamatan 200 sumur. Ada 10 kecamatan, berarti 2.000 sumur,” kata eks Wali Kota Jakarta Timur.
    Setiap sumur resapan yang dibuat diklaim mampu menyerap hingga 10.000 liter air dalam waktu setengah jam.
    Pemerintah juga akan meluncurkan gerakan “Menabung Air” di seluruh wilayah Jakarta Selatan pada bulan depan.
    “Insya Allah Pak Gubernur akan hadir di 65 kelurahan dan 10 kecamatan,” ucap Anwar.
    Terkait aspirasi warga yang lebih memilih pembangunan turap atau sheet pile dibandingkan sumur resapan, Anwar menyebut hal itu menjadi kewenangan pemerintah pusat dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).
    “Masalahnya, koordinasi dengan pemerintah pusat agak makan waktu. Tapi kita tetap cari solusi agar warga tidak terdampak lebih besar,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Luhut Ungkap MBZ Tertarik Bangun Resor di Pulau Singkil, tapi Tertunda
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juni 2025

    Luhut Ungkap MBZ Tertarik Bangun Resor di Pulau Singkil, tapi Tertunda Megapolitan 16 Juni 2025

    Luhut Ungkap MBZ Tertarik Bangun Resor di Pulau Singkil, tapi Tertunda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Dewan Energi Nasional (DEN)
    Luhut Binsar Pandjaitan
    mengungkapkan Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA),
    Mohamed bin Zayed
    (MBZ), sempat berencana berinvestasi membangun resor di pulau-pulau kecil di Singkil, Aceh.
    Hal ini disampaikan Luhut saat dimintai tanggapan mengenai polemik empat pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
    “Kalau Singkil itu kan saya sudah pergi sana ya. Memang waktu itu MBZ (Mohamed bin Zayed), Royal Highness dari Abu Dhabi pengin ada satu resor di daerah Singkil,” ujar Luhut usai menghadiri acara LPS Monas Half Marathon di Jakarta, Minggu (15/6/2025).
    Menurut Luhut, rencana investasi tersebut sudah memasuki tahap serius, namun akhirnya tertunda karena sejumlah alasan yang tidak dijelaskan secara rinci.
    “Mereka sudah begini jauh. Tapi kemudian agak tertunda karena satu dan lain hal. Dan waktu itu saya sampaikan pada Gubernur Aceh supaya diakomodasi lah begitu,” katanya.
    Luhut menjelaskan, MBZ secara khusus menginginkan resor pribadi yang bisa ditinggali.
    Singkil dipilih karena menawarkan lanskap alam yang menarik dan keanekaragaman fauna yang masih terjaga.
    “Itu memang resornya, pulaunya bagus dan di situ ada kawasan seperti rawa. Tapi yang bagus, yang macam-macam binatang masih tumbuh di sana,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Luhut membantah polemik empat pulau yang kini mencuat kembali terkait potensi minyak dan gas bumi (migas) di sekitar wilayah kerja Offshore West Aceh (OSWA).
    “Oh enggak (bukan migas). Sampai hari ini kami belum tahu soal migas. Mungkin saja ada, tapi yang saya pastikan di situ memang bagus. Ada berapa pulau itu,” ujarnya.
    Sebelumnya, sengketa wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali mencuat setelah pemerintah pusat menetapkan empat pulau yang sebelumnya masuk wilayah Aceh kini menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
    Keempat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Pendaftaran SPMB Jakarta 2025 Dibuka Hari Ini, Simak Jalur dan Tata Caranya
                        Megapolitan

    6 Pendaftaran SPMB Jakarta 2025 Dibuka Hari Ini, Simak Jalur dan Tata Caranya Megapolitan

    Pendaftaran SPMB Jakarta 2025 Dibuka Hari Ini, Simak Jalur dan Tata Caranya
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pendaftaran Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Jakarta 2025 resmi dibuka hari ini, Senin (16/6/2025).
    Sejumlah jalur masuk
    sekolah
    dari jenjang SD hingga SMA/SMK mulai bisa diakses oleh calon peserta didik yang sudah mengantongi akun terverifikasi melalui laman daring https://spmb.jakarta.go.id.
    Menurut pengumuman Dinas Pendidikan Jakarta melalui Instagram resmi @Disdikdki, para pendaftar diimbau untuk segera mengaktifkan akun agar bisa memilih sekolah tujuan sesuai jalur yang dibuka.
    Adapun jalur yang mulai dibuka hari ini mencakup:
    Beberapa jalur tersebut akan ditutup pada 18 Juni 2025 pukul 14.00 WIB, sehingga peserta diminta segera menyelesaikan seluruh tahapan administratif tepat waktu.
    Jadwal pendaftaran berdasarkan jenjang
    SD
    SMP/SMA/SMK
    SPMB Bersama Jenjang Swasta (SMP, SMA, SMK)
    Calon peserta mengakses situs SPMB, mengisi data kependudukan, memilih lokasi verifikasi, mengunggah dokumen pendukung (KK, rapor, ijazah, dll), lalu mencetak bukti pengajuan akun.
    Dilakukan lewat laman yang sama menggunakan nomor peserta dan token.
    Setelah verifikasi disetujui, peserta mengganti PIN/Token dengan password untuk bisa login dan memilih sekolah.
    Peserta memilih sekolah dan mencetak bukti pemilihan.
    Hasil seleksi bisa dipantau di laman resmi berdasarkan jenjang dan jalur yang diikuti.
    Jika dinyatakan lolos, peserta melakukan daftar ulang secara daring dan mencetak bukti pendaftaran ulang.
    Masyarakat diimbau untuk memahami seluruh proses dan jadwal agar tidak ketinggalan. Segala informasi resmi dapat diakses langsung melalui situs https://spmb.jakarta.go.id.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998: Salah, Luka, dan Lupa
                        Nasional

    8 Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998: Salah, Luka, dan Lupa Nasional

    Pernyataan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998: Salah, Luka, dan Lupa
    Odri Prince Agustinus D. Sembiring adalah mahasiswa Magister Ilmu Politik di Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada. Minat risetnya berfokus pada representasi politik, ekologi politik, dan peran masyarakat sipil dalam mendorong transisi menuju keberlanjutan. Saat ini, ia tengah melakukan penelitian tentang paradoks kebijakan lingkungan di Norwegia dengan menggunakan pendekatan teori representasi deliberatif dan psikoanalisis politik. Untuk memperdalam pemahaman mengenai pembangunan global dan tata kelola sumber daya alam, Odri akan melanjutkan studi di Departemen Geografi, Norwegian University of Science and Technology (NTNU), Norwegia. Di sana, ia akan mengikuti sejumlah mata kuliah seperti Diskursus Pembangunan dan Globalisasi, Jaringan Produksi Global, Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, serta Lanskap dan Perencanaan: Konsep, Teori, dan Praktik.
    PERNYATAAN
    yang dilontarkan Menteri Kebudayaan,
    Fadli Zon
    , mengenai kerusuhan Mei 1998 baru-baru ini, telah menyulut kembali bara luka lama yang tak kunjung sembuh.
    Dalam wawancara pada 9 Juni 2025, Fadli dengan tegas menyangkal terjadinya pemerkosaan massal terhadap perempuan, khususnya keturunan Tionghoa, menyebutnya sekadar “rumor” belaka.
    Klaim ini, sayangnya, bukan hanya opini, melainkan dusta publik yang secara keji mengoyak perasaan para korban dan keluarga yang telah bertahun-tahun menanggung trauma.
    Koalisi pegiat hak asasi manusia segera mengecam, melihatnya sebagai upaya sistematis untuk menghapus jejak pelanggaran HAM berat yang mencoreng era Orde Baru.
     
    Komnas Perempuan bahkan menegaskan bahwa penyangkalan semacam ini, alih-alih menyembuhkan, justru menambah kepedihan dan melanggengkan impunitas bagi para pelaku.
    Ironisnya, sosok Fadli Zon, yang selama ini dikenal sebagai bagian dari aktivis Reformasi 1998, kini justru berbalik mengingkari fakta sejarah kelam yang dulu ia perjuangkan.
    Tragedi kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota besar meninggalkan catatan hitam berupa kekerasan berbasis etnis dan gender yang tak terhapuskan.
    Sebagai respons terhadap kegelapan itu, pemerintah pada 1998 membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
    Tim ini, dengan kerja kerasnya, berhasil mencatat setidaknya 85 kasus kekerasan seksual. Angka ini merinci 52 kasus perkosaan massal, 14 perkosaan yang disertai penganiayaan, 10 penyerangan seksual, dan 9 pelecehan seksual.
    Fakta-fakta ini, bukan sekadar ‘cerita’ tanpa dasar, didokumentasikan secara rinci di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.
    Banyak dari korban adalah perempuan Indonesia keturunan Tionghoa yang secara sistematis menjadi target kekerasan rasial.
    Laporan TGPF ini kemudian diserahkan langsung kepada Presiden saat itu, B.J. Habibie, yang pada masanya secara terbuka menyesali kekerasan tersebut dan mengesahkan pembentukan Komnas Perempuan sebagai wujud komitmen negara.
    Jelaslah, tragedi pemerkosaan massal pada Mei 1998, adalah fakta sejarah yang tercatat resmi, bukan sekadar bisik-bisik tanpa bukti.
    Era pasca-Reformasi memang membawa angin segar berupa pengakuan formal negara terhadap pelanggaran HAM berat dalam Tragedi 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun, pengakuan ini sayangnya kerap berhenti di atas kertas.
    Lebih dari dua dekade berlalu, ironi keadilan masih nyata: nyaris tak ada satu pun pelaku yang berhasil diseret ke meja hijau, dan para penyintas masih jauh dari kata adil.
    Kekosongan penegakan hukum ini, mau tak mau, membuka ruang bagi narasi revisi sejarah yang berani meragukan, bahkan menyangkal kebenaran.
    Pernyataan Fadli Zon adalah contoh terbaru dari pola penyangkalan institusional yang sebenarnya bukan hal baru dalam perjalanan bangsa ini.
    Pada awal pasca-1998, pernah muncul gelombang penolakan terhadap laporan perkosaan dengan dalih bahwa tak ada korban yang bersedia bersaksi secara terbuka, seolah mengabaikan betapa dalamnya trauma, stigma, dan intimidasi yang membayangi para korban.
    Galuh Wandita, seorang pengamat, mencatat adanya ancaman terhadap saksi dan disinformasi yang terorganisir, yang bertujuan mendiskreditkan laporan.
    Budaya bungkam inilah yang secara kejam membuat korban enggan muncul ke permukaan, yang kemudian dipelintir seolah ketiadaan kesaksian publik berarti ketiadaan kejadian.
    Sebuah paradoks yang menyakitkan dalam penanganan kekerasan seksual: korban terpaksa bungkam demi keamanan, lantas negara seolah-olah berhak untuk abai.
    Pernyataan Fadli Zon ini dengan jelas memperlihatkan betapa rapuhnya ingatan kolektif bangsa ini, yang kini terancam oleh mereka yang memiliki kuasa untuk menyusun narasi sejarah.
    Ia bahkan disinyalir berencana merevisi narasi sejarah nasional menjelang HUT RI ke-80, untuk menonjolkan sisi ‘positif’ semata.
    Pendekatan semacam ini sangat mengkhawatirkan, karena berpotensi besar menghapus fakta kelam demi narasi yang konon ‘menyatukan’.
    Namun, Komnas Perempuan telah mengingatkan dengan tegas: laporan TGPF 1998 adalah dokumen resmi negara; menyangkalnya sama saja dengan mengingkari kerja kolektif bangsa dalam mencari kebenaran dan keadilan yang telah susah payah diupayakan.
    Secara politis dan moral, mengabaikan atau menyangkal kekerasan seksual adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Ada beberapa alasan mendasar mengapa kebungkaman dan penyangkalan oleh tokoh berkuasa justru berpihak pada ketidakadilan:
    Pertama, ini memperkuat ketimpangan kuasa. Membungkam suara korban adalah bentuk kontrol sosial yang keji.
    Ketika pejabat menolak mengakui kesaksian korban, itu memperteguh posisi dominan pelaku dan penguasa, sekaligus merampas hak suara korban.
    Seperti dicatat Courtney E. Ahrens (2006), “untuk bisa berbicara dan didengar berarti memiliki kuasa atas hidup sendiri; sebaliknya dibungkam berarti kuasa itu dirampas”.
    Kedua, ini melanggengkan impunitas dan mengirimkan pesan berbahaya kepada pelaku. Ketika pejabat meragukan atau menyangkal kekerasan seksual, pesan yang sampai kepada publik dan, yang lebih berbahaya, kepada para pelaku, adalah bahwa kejahatan mereka tidak serius.
    Institusi negara, yang seharusnya menjadi ‘gatekeeper’ keadilan, justru mengirim sinyal impunitas.
    Akibatnya, para penyintas merasa sia-sia untuk melapor, sementara pelaku mendapat lampu hijau untuk terus berbuat kejahatan. Ini melanggengkan impunitas struktural yang telah lama menjadi borok di negara ini.
    Ketiga, penyangkalan ini memupuk budaya diam yang menguntungkan pelaku. Korban seringkali enggan melapor karena berbagai alasan: malu, trauma yang mendalam, takut disalahkan, atau ketakutan akan pembalasan. Ini adalah lahan subur bagi para pelaku.
    Ketika wakil pemerintah memperkuat budaya diam ini dengan menyangkal peristiwa yang terdokumentasi dengan jelas, ia secara terang-terangan berpihak pada kepentingan pelaku.
    Keempat, hambatan terhadap keadilan adalah kekerasan struktural itu sendiri. Berbagai hambatan yang dialami korban dalam mencari keadilan—seperti ketidakpercayaan, stigma sosial, atau proses hukum yang berbelit—adalah bentuk kekerasan struktural.
    Kegagalan negara melindungi korban dan memproses pelaku adalah bentuk kekerasan tidak langsung. Pengingkaran yang dilakukan pejabat publik adalah bagian integral dari kekerasan struktural itu sendiri.
    Kelima, ini menunjukkan krisis pengakuan dan empati. Teori politik pengakuan menegaskan bahwa keadilan menuntut adanya pengakuan publik atas penderitaan korban.
    Penyangkalan kekerasan seksual adalah penolakan untuk mengakui kemanusiaan dan derita korban, sebuah kegagalan etis yang mendalam dari seorang pejabat publik.
    Seorang menteri seharusnya menjadi teladan empati, melindungi warga, bukan justru membuka kembali trauma lama.
    Singkatnya, ketidaktahuan yang disengaja atau penyangkalan oleh pejabat mengenai kasus kekerasan seksual adalah tindakan politis yang berdampak sistemik dan merusak tatanan keadilan.
    Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih menegaskan bahwa penyangkalan semacam itu hanya akan memperpanjang impunitas pelaku dan mengabaikan jeritan korban.
    Silence is violence
    —diamnya korban adalah akibat kekerasan, dan diamnya penguasa terhadap kebenaran adalah bentuk kekerasan baru yang tak kalah menyakitkan.
    Ironisnya, pernyataan Fadli Zon muncul di tengah upaya Indonesia membangun pijakan hukum yang lebih progresif dalam menangani kekerasan seksual: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
    Undang-undang ini mencakup definisi kekerasan seksual yang lebih luas dan mekanisme perlindungan korban yang kuat.
    Aparat penegak hukum diwajibkan menangani laporan secara sigap, dengan prosedur yang ramah korban.
    UU ini juga menetapkan sanksi pidana tegas dan fokus pada rehabilitasi pelaku. Secara filosofis, UU ini lahir dari pemahaman bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa yang merendahkan martabat manusia dan harus ditangani secara serius.
    Namun, hukum yang tertulis, seprogresif apa pun, bergantung sepenuhnya pada mentalitas aparatur dan elite yang mengimplementasikannya.
    Mentalitas lama, yang merupakan warisan era Orde Baru yang menyangkal pelanggaran HAM, masih membayangi.
     
    Penerapan UU TPKS menghadapi berbagai tantangan: mulai dari kendala pelaporan, hambatan birokrasi, hingga resistensi budaya patriarkal yang masih kuat.
    Proses hukum yang panjang pun berpotensi kembali menimbulkan trauma bagi korban. Pekerjaan rumah penegakan keadilan masih sangat banyak, dan membutuhkan dukungan penuh dari pejabat publik.
    Pernyataan Fadli Zon jelas-jelas bertolak belakang dengan semangat dan jiwa UU TPKS. Alih-alih mendukung langkah maju yang telah diperjuangkan, ia justru memutar balik narasi ke era penyangkalan.
    Sikap ini tidak hanya melukai para penyintas, tetapi juga secara fundamental melemahkan semangat penegakan hukum yang progresif.
    Efektivitas UU TPKS membutuhkan peningkatan pelatihan aparat, perubahan norma sosial, dan mekanisme pelaporan yang lebih mudah diakses.
    Dukungan pimpinan politik menjadi sangat krusial; penyangsian yang datang dari seorang menteri berpotensi besar mengendurkan semangat reformasi dan keadilan yang baru tumbuh.
    Tragedi pemerkosaan massal 1998 bukan hanya sekadar deretan angka statistik; di baliknya ada manusia-manusia yang menanggung trauma mendalam seumur hidup mereka.
    Negara, sebagai pelindung rakyat, semestinya hadir untuk mengakui dan menyembuhkan luka itu, bukan malah menuangkan garam dengan menyangkalnya.
    Berdamai dengan masa lalu hanya mungkin dicapai dengan keterbukaan, kejujuran, dan pertanggungjawaban yang nyata. Penolakan Fadli Zon atas fakta sejarah ini patut dikecam dengan keras.
    Komnas Perempuan telah mengingatkan, menyangkal temuan TGPF 1998 sama saja dengan mengingkari kerja keras bangsa dalam mengejar kebenaran dan keadilan.
    Seluruh upaya advokasi dan pemulihan bagi korban bisa menjadi sia-sia jika ingatan kolektif kita dihapus atau dimanipulasi.
    Di era ketika payung hukum sudah jauh lebih baik dan kesadaran publik tentang kekerasan seksual semakin meningkat, tidak ada ruang lagi bagi penyangkalan semacam ini.
    Fadli Zon—dan siapa pun pemangku kuasa—seharusnya meminta maaf secara tulus dan belajar dari suara korban serta data faktual yang telah tercatat.
    Mengakui kebenaran pahit adalah satu-satunya cara bagi bangsa ini untuk bersatu dan melangkah maju, agar tragedi serupa tak terulang kembali.
    Menyusun sejarah yang ‘positif’ dengan menutupi borok lama hanya akan memperpanjang siklus impunitas dan ketidakpercayaan yang telah lama membelenggu.
    Ketidakpedulian terhadap penderitaan korban adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan dan nilai-nilai reformasi yang dulu diperjuangkan. Suara para penyintas yang sekian lama dibungkam, berhak untuk didengar dan diakui.
    Tugas negara dan kita semua adalah memastikan tidak ada lagi penyangkalan atas kekerasan seksual.
    Sejarah kelam harus diakui apa adanya, sebagai pengingat abadi bahwa kita memiliki pekerjaan moral yang besar untuk memastikan keadilan ditegakkan.
    Dengan mengutuk tegas pernyataan Fadli Zon, kita menegaskan kembali komitmen bersama: kebenaran dan empati kepada korban harus selalu menjadi arus utama dalam setiap kebijakan dan narasi bangsa.
    Negara yang beradab tidak boleh melupakan air mata dan jeritan warganya. Sudah saatnya luka 1998 benar-benar dipulihkan dengan pengungkapan yang jujur, penyesalan tulus, dan tindakan nyata—bukan dengan penyangkalan yang menyesatkan dan melukai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Siapa Wakapolri Pengganti Komjen Ahmad Dofiri? Pengamat Ungkap Kriterianya
                        Nasional

    10 Siapa Wakapolri Pengganti Komjen Ahmad Dofiri? Pengamat Ungkap Kriterianya Nasional

    Siapa Wakapolri Pengganti Komjen Ahmad Dofiri? Pengamat Ungkap Kriterianya
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Posisi
    Wakapolri
    akan segera kosong mengingat
    Komjen Ahmad Dofiri
    memasuki masa pensiun pada Juni 2025.
    Indonesia Police Watch (
    IPW
    ) mengungkap sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh
    Wakapolri baru
    pengganti Ahmad Dofiri.
    Pertama, sosok tersebut harus mampu mendampingi dan sejalan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
    “Kriteria pertama, Wakapolri adalah jenderal bintang tiga yang seiring dan sejalan dengan Pak Kapolri,” ujar Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (14/6/2025).
    Selain itu, sosok Wakapolri yang baru juga harus mendukung program-program yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
    Ia mencontohkan andil Polri dalam mendukung program ketahanan pangan nasional, lewat penanaman jagung di berbagai daerah yang diprediksi akan menghasilkan panen antara 1,7 juta hingga 2,54 juta ton pada kuartal kedua.
    “Ini program strategis pemerintah yang harus terus didukung oleh kepemimpinan Polri, termasuk Wakapolri,” ujar Sugeng.
    Kriteria berikutnya, sosok Wakapolri yang baru harus memiliki komitmen terhadap penegakan hukum yang adil kepada masyarakat.
    Menurutnya, Wakapolri yang ideal adalah figur yang dapat mengawal penegakan hukum secara berkeadilan dan menjadi jembatan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
    Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai, Wakapolri yang baru haruslah sosok yang dapat menerjemahkan visi dari Listyo Sigit.
    “Perannya (Wakapolri) adalah menerjemahkan visi misi Kapolri menjadi kebijakan harian. Jadi, kalau ada kebijakan Kapolri yang tidak tepat, itu terjadi karena Wakapolrinya juga lemah,” ujar Bambang saat dihubungi, Jumat (13/6/2025).
    Bambang menilai, posisi Wakapolri krusial untuk menentukan arah Polri sebagai suatu organisasi. Ia menyinggung sejumlah nama yang pernah mengisi posisi tersebut, seperti Adang Daradjatun, Jusuf Manggabarani, Makbul Padmanegara, hingga Oegroseno.
    Lanjutnya, pengganti Ahmad Dofiri haruslah seorang personel senior di Polri yang diharapkan dapat melakukan konsolidasi internal dengan cepat.
    “Dibutuhkan sosok senior dan bijak sehingga bisa melakukan konsolidasi dengan cepat,” ujar Bambang.
    Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan, Polri tengah menyiapkan sejumlah nama yang sudah berbintang tiga untuk mengisi posisi Wakapolri yang akan ditinggalkan Komjen Ahmad Dofiri.
    “Wakapolri bulan ini memang memasuki masa pensiun dan saat ini sedang dipersiapkan calon-calon terbaik yang sudah berpangkat bintang 3 atau yang memenuhi syarat untuk menggantikan Wakapolri,” ujar Sandi di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
    Sandi sendiri belum bisa mengungkap nama-nama polisi bintang 3 yang akan mengisi posisi Wakapolri.
    “Saat ini sedang dalam proses. Nama yang disusun nanti Pak Kapolri akan menyampaikan,” ujar Sandi.
    Sebagai informasi, Komjen Ahmad Dofiri merupakan Wakapolri ke-3 pada era Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menjabat sebagai Wakapolri sejak 11 November 2024.
    Sebelum Ahmad Dofiri, terdapat dua nama yang pernah mengisi posisi Wakapolri pada era Listyo Sigit, yakni Agus Andrianto dan Gatot Eddy Pramono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Sengketa Empat Pulau, Bobby: Mau Diserahkan atau Kembali ke Aceh, Kami Ikut
                        Medan

    5 Sengketa Empat Pulau, Bobby: Mau Diserahkan atau Kembali ke Aceh, Kami Ikut Medan

    Sengketa Empat Pulau, Bobby: Mau Diserahkan atau Kembali ke Aceh, Kami Ikut
    Tim Redaksi
    PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com
    – Gubernur
    Sumatera Utara

    Bobby Nasution
    menanggapi sengketa empat pulau antara
    Aceh
    dan
    Sumut
    .
    Bobby Nasution mengatakan, penyelesaian sengketa ini tengah ditangani
    pemerintah pusat
    dan pemerintah provinsi siap mengikuti keputusan.
    Empat pulau tersebut, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir, kini masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
    “Kalau solusi antara empat pulau itu, kami menunggu arahan dari pemerintah pusat,” kata Bobby seusai meninjau kondisi Gedung IV Pasar Horas yang berlokasi di Jalan Merdeka, Kota Pematangsiantar, Minggu (15/6/2025) sore.
    “Ya kalau mau diserahkan, kembali ke mana pun, kembali ke Aceh, ya, kami pasti ikut,” ucapnya menambahkan.
    Menurut Bobby, Pemprov Sumut tidak punya kewenangan untuk menahan empat pulau itu, apalagi mengambilnya.
    “Enggak ada urusan kami mau menahan, mau meminta, mau mengambil, enggak ada urusan kami,” ucapnya mengakhiri.
    Sebelumnya, Kemendagri menetapkan empat pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah Aceh kini masuk ke dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
    Keputusan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Yusril Sebut Pulau Aceh Masuk Sumut Belum Final, Kepmendagri Baru Atur Pengkodean
                        Nasional

    3 Yusril Sebut Pulau Aceh Masuk Sumut Belum Final, Kepmendagri Baru Atur Pengkodean Nasional

    Yusril Sebut Pulau Aceh Masuk Sumut Belum Final, Kepmendagri Baru Atur Pengkodean
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com-
     Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    menyatakan, belum ada keputusan final dari pemerintah untuk memindahkan empat pulau dari Aceh menjadi masuk wilayah Sumatera Utara (Sumut).
    Yusril menyebutkan, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang sudah terbit sebatas mengatur pemberian kode-kode di pulau-pulau yang ada di Indonesia, bukan berarti memutuskan keempat pulau masuk wilayah Sumut,
    “Pemerintah pusat sampai hari ini, seperti saya katakan tadi, belum mengambil keputusan final mengenai status empat pulau itu masuk ke wilayah Provinsi Aceh atau Sumatera Utara. Yang ada barulah pemberian kode pulau-pulau, yang memang tiap tahun dilakukan,” kata Yusril kepada 
    Kompas.com
    , Minggu (15/6/2025).
    Yusril menjelaskan, penentuan batas wilayah daerah harus dituangkan dalam bentuk Peraturan Mendaaagri, bukan Kepmendagri.
    Ia menyebutkan, berhubung batas wilayah antara Aceh dengan Sumut dan batas antara Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya mengenai empat pulau belum selesai dan belum disepakati, maka ini menjadi tugas Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut untuk menyelesaikan dan menyepakatinya.
    Atas dasar kesepakatan itulah nantinya Mendagri akan menerbitkan Permendagri mengenai batas darat dan laut antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
    “Memang secara geografis letak pulau-pulau tersebut lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dibandingkan dengan Kabupaten Singkil. Tetapi faktor kedekatan geografis bukan satu-satunya ukuran untuk menentukan pulau tersebut masuk ke wilayah kabupaten yang paling dekat,” kata Yusril.
    Pakar hukum tata negara ini memaparkan, permasalahan batas wilayah darat, laut dan status pulau-pulau relatif banyak terjadi di era Reformasi seiring dengan terjadinya pemekaran daerah.
    Pada masa lalu undang-undang yang membentuk provinsi, kabupaten, dan kota dirumuskan secara sederhana tanpa batas-batas yang jelas, apalagi menggunakan titik koordinat seperti yang digunakan sekarang.
    Untuk menghadapi ketidakjelasan itu, pemerintah pusat biasanya menyerahkan kepada daerah untuk bermusyawarah dalam menentukan sendiri batas-batas itu, meski pihak pusat kerap memfasilitasi penyelesaian masalah tapal batas daerah.
    “Hal yang sama juga dilakukan terhadap empat pulau yang jadi masalah antara Aceh dengan Sumut ini. Permasalahan ini sudah sejak lama diserahkan kepada daerah untuk diselesaikan. Karena belum terdapat titik temu, maka mereka menyerahkannya kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikannya. Namun sampai saat ini, pemerintah pusat belum mengambil keputusan apapun terkait status keempat pulau itu,” kata Yusril.
    Oleh karena itu, Yusril juga meminta semua pihak untuk tenang dan sabar menyikapi persoalan ini karena menurut dia pemerintah tengah mencari solusi terbaik.
    “Saya mengajak para politisi, akademisi, para ulama, aktivis, dan tokoh-tokoh masyarakat agar menyikapi permasalahan ini dengan tenang dan penuh kesabaran agar permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik,” ujar dia.
    Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
    Keputusan ini direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Belakangan, Presiden Prabowo Subianto disebut akan turun tangan dan segera mengambil keputusan untuk mengakhiri masalah sengketa
    4 pulau Aceh masuk Sumut
    tersebut.
    “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Sabtu (14/6/2025).
    “Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” ujar Dasco melanjutkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Respons Pernyataan Atlet MMA asal Pematangsiantar, Wali Kota: Panggil Atletnya ke Sini
                        Medan

    2 Respons Pernyataan Atlet MMA asal Pematangsiantar, Wali Kota: Panggil Atletnya ke Sini Medan

    Respons Pernyataan Atlet MMA asal Pematangsiantar, Wali Kota: Panggil Atletnya ke Sini
    Tim Redaksi
    PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com –

    Wali Kota Pematangsiantar
    , Wesly Silalahi, menanggapi tudingan dari atlet Mixed Martial Arts (MMA) asal Pematangsiantar,
    Ronald Mastrana Siahaan
    , yang menyebut dirinya tidak peduli terhadap nasib atlet.
    Wesly menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak benar, mengingat dirinya memiliki latar belakang sebagai mantan pengurus olahraga di tingkat nasional.
    “Panggil atletnya ke sini, benar nggak aku ngomong begitu. Jangan ngomong saja. Saya nggak pernah, saya ini Bendahara KONI enam tahun, saya pendukung atlet. Jadi lihat latar belakang saya, saya juga (mantan) Bendahara Gulat Nasional,” kata Wesly saat diwawancarai di depan Gedung IV Pasar Horas, Jalan Merdeka, Kota Pematangsiantar, Minggu (15/6/2025).
    Wesly menegaskan bahwa tudingan tersebut bertolak belakang dengan apa yang telah ia jalani selama bertahun-tahun sebelum menjabat sebagai Wali Kota.
    “Menurut saya sangat bertolak belakang. Cek latar belakang saya, saya mantan Bendahara KONI dan pengurus Gulat Nasional. Delapan tahun, loh,” ujar Wesly.
    “Jadi kalau dibilang saya tidak peduli dengan atlet, sangat sangat bertentangan dengan apa yang saya kerjakan,” tambahnya.
    Sebelumnya, Ronald Mastrana Siahaan menyampaikan kekecewaannya usai bertanding melawan Alan Darmawan Lolo di ajang One Pride MMA yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (14/6/2025) malam.
    Dalam pernyataannya di atas ring, Ronald mengungkapkan bahwa salah satu juniornya pernah meminta dukungan kepada Wali Kota Pematangsiantar, namun justru disuruh berhenti menjadi atlet karena alasan finansial.
    “Bahwasanya Bapak menyuruh atlet itu berhenti, karena tidak ada uang jadi atlet katanya. Tolong pak, kata0kata bapak yang harus dicabut dalam dalam,” kata Ronald, yang kemudian viral di media sosial.
    Ia juga menyuarakan rasa kecewa terhadap kurangnya dukungan kepada para atlet dari daerahnya.
    “Kalian tidak tahu kami berdarah-darah di sini. Kami bertemu karena bangga dengan kepala daerah kami. Tapi bapak bilang, tidak ada atlet jadi kaya, mending kalian (atlet) kerja di rumah saya, saya gaji,” ucapnya menambahkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Babi Hutan yang Berkeliaran di Pejaten Akan Dilepasliarkan di Bandung
                        Megapolitan

    8 Babi Hutan yang Berkeliaran di Pejaten Akan Dilepasliarkan di Bandung Megapolitan

    Babi Hutan yang Berkeliaran di Pejaten Akan Dilepasliarkan di Bandung
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta, Hasudungan Sidabalok, mengatakan,
    babi hutan
    yang sempat berkeliaran di permukiman warga di Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (14/6/2025), sudah ditangkap.
    Selanjutnya, babi hutan itu akan dibawa ke Bandung, Jawa Barat, untuk dilepasliarkan.
    “Sekarang sudah berhasil ditangkap dan akan dibawa ke Bandung untuk dilepasliarkan di hutan,” ujar Hasudungan saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Minggu (15/6/2025).
    Hasudungan menjelaskan, babi hutan itu merupakan penghuni Pejaten Shelter yang lepas dari kandang.

    Babi hutan
    yang lepas merupakan hewan hasil rescue dari Pejaten Shelter. Sempat lepas karena berhasil menjebol kandang,” kata dia.
    Meski sempat kabur, babi hutan itu dipastikan tidak mengganggu warga sekitar.
    “Tidak, tidak ada yang diganggu,” tutupnya.
    Sebelumnya diberitakan, seekor babi hutan berkeliaran di wilayah Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (14/6/2025).
    Kejadian tersebut viral di media sosial usai sebuah video diunggah ulang oleh akun Instagram @jabodetabek24info.
    Dalam video yang beredar, terlihat seekor babi hutan berlarian di area parkir mobil rumah warga.
    Sejumlah warga dan seorang pengemudi ojek online (ojol) pun tampak berusaha menangkap babi tersebut.
    “Menurut penggunggah video, puluhan tahun di Jakarta baru pertama kali lihat babi hutan di Jakarta” tulis keterangan unggahan tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.