Marcell Siahaan: Musisi Bisa Dikriminalisasi meski Sudah Bayar Royalti karena Kegagalan UU Hak Cipta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Departemen Hukum Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (Pappri),
Marcell Siahaan
, mengatakan ada kegagalan penerapan norma Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang saat ini terjadi.
Hal ini menyebabkan para penyanyi bisa dikriminalisasi meskipun sudah membayar royalti kepada pencipta lagu.
Argumen tersebut diungkapkan Marcell saat menjadi pihak terkait dalam perkara 28/PUU-XXIII/2025 terkait
UU Hak Cipta
yang diajukan Nazril Irham (
Ariel Noah
) dan 28 musisi, yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (10/7/2025).
“Kami juga perlu menegaskan bahwa saat ini telah terjadi kegagalan dalam penerapan norma hukum hak cipta, khususnya terhadap pelaku pertunjukan akibat keberadaan sejumlah ketentuan yang multitafsir dan diterapkan secara represif,” kata Marcell.
Dia menjelaskan, sejumlah pasal dalam undang-undang hak cipta, khususnya yang mengatur penggunaan ciptaan dalam pertunjukan dan mekanisme pembayaran royalti, telah gagal memenuhi unsur kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
“Lalu berikutnya, membuka ruang kriminalisasi meskipun royalti telah dibayar melalui sistem yang resmi,” kata Marcell.
Dia juga menyebut, pasal-pasal multitafsir di UU Hak Cipta mengaburkan tanggung jawab hukum antara pelaku pertunjukan dan penyelenggara acara.
UU Hak Cipta yang multitafsir, kata Marcell, juga melemahkan otoritas Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dibentuk dan diakui oleh negara.
Sebagai informasi, Ariel bersama 28 musisi lainnya melakukan uji materi UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
Ada beragam permintaan Ariel Cs kepada MK yang didasari kasus tuntutan pencipta lagu kepada musisi yang marak terjadi belakangan.
Salah satu permohonan mereka adalah meminta MK membolehkan penyanyi membawakan lagu tanpa izin pencipta lagu, asalkan membayar royalti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Metropolitan
-
/data/photo/2025/07/10/686f637bcd6a3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Marcell Siahaan: Musisi Bisa Dikriminalisasi meski Sudah Bayar Royalti karena Kegagalan UU Hak Cipta Nasional
-
/data/photo/2023/02/05/63dfdc060198c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Sidang Mobil Esemka, Produsen Tolak Pemeriksaan Pabrik Regional
Sidang Mobil Esemka, Produsen Tolak Pemeriksaan Pabrik
Tim Redaksi
SOLO, KOMPAS.com
— Sidang gugatan wanprestasi atas gagalnya produksi massal mobil
Esemka
kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah, Rabu (9/7/2025).
Penggugat menyampaikan permohonan agar pengadilan memeriksa
pabrik Esemka
di Boyolali.
Namun permohonan itu ditolak oleh pihak produsen, PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK).
Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 96/Pdt.G/2025/PN Skt diajukan oleh Aufaa Luqmana Re A, warga Jebres, Solo.
Pihak tergugat mencakup Presiden ke-7 Joko Widodo, Wakil Presiden ke-13 Ma’ruf Amin, dan PT SMK sebagai produsen mobil Esemka.
Kuasa hukum penggugat, Sigit N. Sudibyanto, menjelaskan bahwa permohonan pemeriksaan lapangan bertujuan untuk membuktikan apakah aktivitas produksi mobil Esemka masih berjalan atau tidak.
“Walaupun ini gugatan wanprestasi, tapi berkaitan dengan janji produksi massal mobil. Maka kami merasa perlu untuk dilakukan sidang PS ini,” jelas Sigit, Kamis (10/7/2025).
Ia juga menyampaikan enam bukti surat dalam persidangan, termasuk kliping pemberitaan yang menyoroti janji produksi massal mobil Esemka dan kondisi pabrik yang disebut-sebut tidak aktif.
Permohonan pemeriksaan pabrik ditolak oleh kuasa hukum PT Solo Manufaktur Kreasi, Sundari.
Ia menyatakan bahwa objek gugatan bukan berupa tanah atau lokasi fisik, sehingga pemerkiksaan dianggap tidak relevan.
“Kasus kita bukan mengenai objek tanah, tapi soal tergugat 1 yang dianggap tak menepati janji. Sehingga untuk PS kami tolak,” ujarnya.
Sundari juga menegaskan bahwa pabrik Esemka adalah properti tergugat 3, sehingga pihaknya memiliki hak penuh untuk menolak sidang lapangan di lokasi tersebut.
Sidang akan berlanjut dengan agenda pembuktian dari kedua belah pihak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/10/686f3be03548d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Johanis Tanak Marahi Pejabat Pemda yang Ngaku Gaji Tak Cukup: Berhenti Saja, Pak, Masih Banyak yang Mau Nasional
Johanis Tanak Marahi Pejabat Pemda yang Ngaku Gaji Tak Cukup: Berhenti Saja, Pak, Masih Banyak yang Mau
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
)
Johanis Tanak
marah di hadapan para pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) karena mengetahui para pejabat merasa tak cukup dengan
gaji
yang diterimanya.
Peristiwa tersebut terjadi saat Johanis berpidato dalam Rapat Koordinasi KPK-Pemerintah Daerah di Kawasan Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Awalnya, Johanis mengaku heran tersangka kasus korupsi banyak berasal dari
pejabat Pemda
.
Kemudian, dia menanyakan terkait gaji yang diterima para pejabat tersebut.
“Berapa anggota DPRD saya (KPK) tangkap, dan saya tahan. Itu karena apa? Permintaan-permintaan (suap) semua. Apa tidak cukup dengan gaji yang sudah diberikan?” tanya Johanis.
“Tidak cukup,” jawab beberapa pejabat daerah.
“Tidak cukup ya? Tidak cukup?” tanya Johanis lagi.
“Kalau bapak-bapak merasa tidak cukup, berhenti saja jadi pegawai. Tidak usah jadi pegawai, masih ada yang lain yang suka,” kata Johanis dengan nada tinggi.
Johanis merasa heran para pejabat Pemda yang merasa tidak cukup dengan gajinya.
Padahal, kata dia, pejabat Pemda diberikan sejumlah fasilitas seperti mobil, rumah, dan anggaran.
“Kalau bapak bilang tidak cukup, bapak sudah diberikan mobil, bapak sudah diberikan rumah, bapak sudah diberikan anggaran dan lain-lain, masih banyak rakyat kita yang jelata. Jangan bapak cuma melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah,” ujarnya.
Johanis mengingatkan kehadiran para pejabat di daerah adalah sebagai pemimpin untuk membangun, bukan untuk memperkaya diri sendiri.
“Kenapa bapak-bapak memaksakan diri untuk duduk juga di situ dengan gaji yang rendah? Kalau tidak mau mundur, nanti yang lain banyak yang mau yang suka, Pak,” tuturnya.
Johanis menyoroti hasil penelitian KPK terkait serangan fajar yang marak terjadi di daerah.
Dia menyindir pejabat yang menggunakan praktik serangan fajar untuk menduduki posisi di Pemda, namun saat ini mengeluhkan gaji kecil.
“Makanya jangan pakai-pakai serangan fajar untuk menduduki jabatan itu. Pakai iman, integritas yang berkaitan dengan iman,” kata Tanak.
Pernyataan Johanis tersebut langsung disambut tepuk tangan dari seluruh pegawai dan pejabat Pemda yang hadir.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/05/6841270303848.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Istri Makelar Judol Kominfo Nikmati Uang Haram: Dapat Mobil Mewah hingga Bulanan Rp 500 Juta Megapolitan
Istri Makelar Judol Kominfo Nikmati Uang Haram: Dapat Mobil Mewah hingga Bulanan Rp 500 Juta
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa
Darmawati
, istri dari
Muhrijan
alias Agus yang juga menjadi terdakwa kasus beking situs judi online (judol) Kominfo menikmati uang haram yang didapat dari sang suami.
Hal ini terungkap saat Darmawati yang masuk dalam klaster tindak pidana pencucian uang (TPPU) menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di ruang sidang tiga, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2025).
Dalam sidang, terungkap bahwa Darmawati menerima tiga unit mobil mewah, yakni BMW X7, Lexus, dan Toyota Fortuner. Ketiga mobil tersebut dibeli menggunakan uang hasil beking situs judol yang diterima Muhrijan.
Hal ini diungkapkan saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Darmawati.
“Di pemeriksaan sebelumnya bahwa saudara itu mendapatkan uang dari suami saudara. Kemudian ada yang dibelikan beberapa aset. Contohnya seperti tiga unit mobil. 1 Lexus, 1 Fortuner, 1 lagi BMW X7,” kata jaksa.
Menanggapi pertanyaan jaksa, Darmawati mengaku bahwa kondisi keuangan suaminya berubah drastis pada 2024.
Pada tahun itu, Muhrijan yang berperan sebagai makelar situs judol, membelikan tiga mobil mewah untuk istrinya. Uang tersebut diperoleh dari kerja sama dengan sejumlah oknum pegawai Kominfo agar situs-situs judol tidak diblokir.
“Berubah drastisnya di 2024. Sebelumnya sih sama ya, kayak biasa-biasa saja. Penampilannya enggak jauh berbeda dari sebelumnya,” ungkap Darmawati.
Sebelum terlibat dalam beking situs judol, Muhrijan bekerja di bidang ekspor-impor barang.
Dalam sidang, Darmawati mengaku menerima uang bulanan senilai ratusan juta rupiah dari suaminya.
Mulanya jaksa menanyakan jumlah uang yang diterimanya dari Muhrijan setiap bulan sebelum tahun 2024.
“Ke saya sekitar Rp 500 juta,” ujar Darmawati.
Mendengar hal itu, jaksa kembali mempertegas total uang yang diterima Darmawati. Namun, keterangan terdakwa berubah.
“Ya Rp 300 (juta) sampai Rp 400 (juta),” kata Darmawati.
Sehari-hari Darmawati tidak bekerja. Ia hanya menjalankan hidup sebagai ibu rumah tangga (IRT). Ia dan suami masih tinggal di rumah kontrakan dengan biaya sewa Rp 3,5 juta per bulan.
Darmawati mengaku menggunakan uang haram dari suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk biaya sekolah anak.
Mendengar jawaban tsrsebut, jaksa terkesan kesal karena yang Darmawati dinilai tidak mau menjelaskan secara rinci uang hasil beking situs judol tersebut. Jaksa akhirnya melemparkan pertanyaan kelakar kepada Darmawati.
“Kebutuhan sehari-harinya apa? Beli nasi goreng?” tanya jaksa.
“Bayar sekolah, beli perhiasan,” jawab Darmawati singkat.
Menanggapi hal itu, jaksa menyebut Darmawati terkesan berkelit.
“Maksudnya gini, kejujuran di sini masih ada nilainya. Kami juga bisa menilai. Makanya, kalau saudara mau berkelit, enggak apa-apa, mau mempersulit diri, enggak apa-apa,” tegas jaksa.
Jaksa lalu mengungkap sejumlah barang yang Darmawati belanjakan dari uang yang diterima Muhrijan.
Keterangan ini jaksa terima berdasarkan hasil BAP Darmawati saat masih menjalani proses penyidikan di Polda Metro Jaya.
Dalam BAP tersebut, Darmawati tercatat pernah menyetorkan uang ke bank dalam jumlah besar, yaitu Rp 100 juta, Rp 1,090 miliar, Rp 800 juta, Rp 2,3 miliar, Rp 190 juta, Rp 250 juta, Rp 2 miliar, dan Rp 150 juta.
“Kemudian saudara rincikan di bawahnya ada pembelian-pembelian barang-barang berharga. Contoh, yang saudara serahkan ada iPhone 16 Promax, Macbook Pro, iPad Pro, Samsung Flip, uang tunai Rp 2 miliar, 2 cincin LV. LV di sini itu Louis Vuitton,” ujar jaksa.
Tak hanya itu, Darmawati juga menerima sejumlah barang mewah dan uang tunai dari Muhrijan. Di antaranya, satu jam tangan Louis Vuitton senilai Rp 1 miliar, lima gelang emas, delapan cincin emas, dua liontin, satu kacamata merek Dior, satu koper LV, sandal, tas LV, dan pouch LV.
Selain itu, tercatat ada transfer uang sebesar Rp 150 juta kepada seseorang bernama Salman dan Rp 30 juta kepada Adhi Kismanto, satu tas Chanel warna pink, uang tunai Rp 10 juta, serta pembelian seekor sapi. Darmawati juga membayar uang kontrakan sebesar Rp 3,5 juta per bulan.
Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol. Para terdakwa yang baru diketahui adalah Rajo Emirsyah, Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Atas perbuatannya, Darmawati diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/05/6841270303848.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Uang Bulanan Ratusan Juta tapi Masih Ngontrak: Potret Cuci Uang Kasus Judol Kominfo
Uang Bulanan Ratusan Juta tapi Masih Ngontrak: Potret Cuci Uang Kasus Judol Kominfo
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com —
Fakta mencengangkan terungkap dalam sidang kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait praktik perlindungan
situs judi online
(
judol
) agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kominfo
) atau kini Kementerian
Komdigi
.
Terdakwa Darmawati, yang merupakan istri dari terdakwa Muhrijan alias Agus, mengaku menerima uang bulanan dalam jumlah fantastis, hingga ratusan juta rupiah.
Pengakuan tersebut disampaikan Darmawati saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di ruang sidang tiga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (9/7/2025).
Dalam kesaksiannya, Darmawati menyebut, bahwa sebelum tahun 2024, ia rutin menerima uang bulanan dari suaminya, yang disebut bekerja di bidang ekspor-impor.
“Ke saya sekitar Rp 500 juta,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Namun, saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertegas jumlah uang yang diterima, Darmawati merevisi keterangannya.
“Ya Rp 300 juta sampai Rp 400 juta,” tambahnya.
Meski mengaku menerima uang ratusan juta setiap bulan saat itu, Darmawati menyebut ia dan suaminya masih tinggal mengontrak.
“Masih mengontrak,” ujar Darmawati.
Fakta ini menjadi bagian dari dugaan pencucian uang yang menjerat Darmawati dalam klaster keempat kasus besar judol Kominfo.
Ia didakwa sebagai penampung aliran dana hasil tindak pidana terkait perlindungan situs judol.
Kasus ini sendiri terbagi ke dalam empat klaster besar, sesuai dengan peran masing-masing kelompok terdakwa:
1. Klaster Koordinator:
2. Klaster Eks Pegawai Kominfo:
3. Klaster Agen Situs Judol:
4. Klaster TPPU (Penampung Uang):
Atas perbuatannya, Darmawati dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga pasal tersebut pada intinya mengatur ancaman pidana terhadap setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membelanjakan, menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.
Jaksa menilai, fakta penerimaan uang dalam jumlah besar tanpa penjelasan sumber yang sah, serta kondisi hidup yang tidak mencerminkan tingkat pemasukan tersebut (seperti masih mengontrak rumah), menjadi indikasi kuat bahwa dana tersebut disamarkan melalui pola konsumsi pribadi.
(Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Akhdi Martin Pratama)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e622ccedc5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kakek di Lumajang Perkosa Anak Tetangganya Usia 5 Tahun
Kakek di Lumajang Perkosa Anak Tetangganya Usia 5 Tahun
Tim Redaksi
LUMAJANG, KOMPAS.com
– Seorang kakek berusia 71 tahun di Kabupaten
Lumajang
, Jawa Timur memperkosa tetangganya yang berusia 5 tahun.
Kakek itu berinisial S, warga Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Ia diduga memperkosa korban empat kali. Mirisnya, aksi bejat ini tidak hanya dilakukan di dalam rumah S.
Kapolres Lumajang AKPB Alex Siregar mengatakan, dua dari empat kali tindakan asusila ini dilakukan tersangka di luar ruangan.
Namun, lokasinya masih di sekitar rumah tersangka dan korban.
“Pelaku melakukan aksi pelecehan terhadap korban dua kali di kamar. Dua kali juga di luar ruangan, tapi masih di sekitar rumah tersangka,” ucap Alex di Mapolres Lumajang, Rabu (9/7/2025).
Aksi bejat ini berawal ketika kakek S melihat korban sedang bermain di halaman rumahnya. Kemudian, ia memanggil korban dan mengajaknya masuk ke rumah.
Saat itulah kakek ini melancarkan aksi bejatnya terhadap korban di dalam kamarnya.
“Modusnya, pelaku mengajak korban ke kamar, kemudian di sanalah aksi pelecehan dilakukan,” kata Alex.
Menurut Alex, tidak ada iming-iming atau ancaman dari tersangka kepada korban.
Usia korban yang masih kecil membuatnya tidak mengetahui apa yang tengah dilakukan pelaku.
“Iming-iming tidak ada karena usianya juga masih 5 tahun jadi tidak tahu apa yang sedang dialami,” ucap dia.
Aksi kejahatan
pedofilia
ini terbongkar setelah korban bercerita ke temannya yang kemudian disampaikan ke orangtua korban.
Dari laporan tersebut, orangtua korban mengonfirmasi hingga akhirnya terbongkar aksi bejat kakek tersebut.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
“Pelaku terancam hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara,” kata Alex.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e7ab832e4b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Muat Konten Pornografi dan LGBT, 3 Film Gagal Lulus Sensor LSF, Termasuk “Kramat Tunggak”
Muat Konten Pornografi dan LGBT, 3 Film Gagal Lulus Sensor LSF, Termasuk “Kramat Tunggak”
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
—
Lembaga Sensor Film
(LSF) Republik Indonesia mencatat sebanyak tiga film dinyatakan tidak mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) selama periode 2024 hingga pertengahan 2025.
Ketiganya dinilai memuat unsur yang bertentangan dengan norma hukum dan budaya di Indonesia, seperti
pornografi
,
LGBT
, kekerasan ekstrem, hingga tindakan kanibalisme.
Ketua Subkomisi Publikasi LSF Nusantara, Husnul Khatim Mulkan, mengungkapkan bahwa dari tiga film tersebut, dua merupakan film impor dan satu merupakan film produksi dalam negeri berjudul “
Kramat Tunggak
.”
“Dari tiga film yang tidak lolos sensor itu, dua filmnya impor (dari luar negeri), dan satu dari Indonesia,” ujar Husnul usai kegiatan Literasi Layanan Penyensoran Film dan Iklan Film di Hotel Horison Ultima, Semarang, Rabu (9/7/2025).
Menurutnya, film pertama yang tidak lolos sensor mengangkat tema pasangan LGBT dan menampilkan konten pornografi secara berlebihan. Kandungan tersebut dinilai melanggar norma-norma yang berlaku di Indonesia.
Film kedua disebut mengandung unsur sadisme dan kanibalisme, yakni menampilkan adegan pembunuhan berantai di mana pelaku kejahatan memakan daging korbannya. Selain itu, film ini juga memuat banyak adegan seksual eksplisit.
“Kandungan sadismenya cukup tinggi, selain itu juga pornografinya yang cukup banyak,” jelas Husnul.
Sementara film ketiga, yakni “Kramat Tunggak”, dinyatakan tidak sesuai dengan acuan tema dan dinilai mengandung unsur pornografi, sehingga turut dinyatakan tidak lulus sensor.
“Tidak bisa untuk dilanjutkan karena memang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum maupun norma yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Husnul menjelaskan bahwa sesuai Permendikbud Nomor 14 Tahun 2019, film dan iklan film di Indonesia diberi klasifikasi usia: Semua Umur, 13+, 17+, dan 21+.
LSF tetap memberikan ruang bagi film dengan konten dewasa, selama penyesuaian dilakukan dan konten tidak melanggar hukum atau kesusilaan.
Ia mencontohkan, satu film bertema LGBT pernah lolos sensor setelah melalui revisi terhadap dialog dan diklasifikasikan hanya untuk penonton usia 21 tahun ke atas.
Lebih jauh, LSF mendorong pelaku industri film melakukan sensor mandiri sebagai bentuk tanggung jawab sebelum mengajukan film untuk ditinjau. Dalam mendukung proses itu, LSF telah menyediakan layanan daring e-SIAS (Sistem Informasi Aplikasi Sensor).
“Dengan aplikasi ini, semua proses sensor bisa dilakukan secara online. Surat tanda lulus sensor atau STLS paling lambat kami keluarkan dalam tiga hari,” ujar Husnul.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e7a594c115.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
17 Alat Bantu Pernapasan di RSUD Soekarno Bangka Hilang, 3 Orang Ditangkap Polisi
17 Alat Bantu Pernapasan di RSUD Soekarno Bangka Hilang, 3 Orang Ditangkap Polisi
Tim Redaksi
PANGKALPINANG, KOMPAS.com
– Kasus hilangnya belasan alat kesehatan (alkes) jenis
ventilator
milik
RSUD Soekarno
Bangka Belitung mulai mengerucut pada terduga pelaku.
Kepala Bidang Humas
Polda Bangka Belitung
Kombes Fauzan Sukmawansyah mengatakan, sebanyak tiga terduga pelaku telah diamankan guna proses hukum lebih lanjut.
“Informasi yang kami terima barusan, Ditreskrimum berhasil mengungkap kasus yang sempat viral, yakni dugaan hilangnya alat kesehatan jenis ventilator di rumah sakit provinsi,” kata Fauzan dalam keterangannya, Rabu (9/7/2025) malam.
Fauzan menuturkan, mulai terungkapnya kasus ini setelah penyidik melakukan olah TKP dan pengecekan di rumah sakit, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pihak.
Penyidik kemudian melakukan penangkapan terhadap sejumlah orang yang dicurigai melakukan aksi pencurian alat bantu pernapasan pasien gawat darurat itu.
“Untuk pelaku yang diamankan ini berjumlah tiga orang. Saat ini sudah berada di Mapolda untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap Fauzan.
“Untuk perkembangan lainnya akan disampaikan kembali. Sementara berikan waktu penyidik untuk bekerja menyelesaikan kasus ini,” ucap Fauzan.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa RSUD Soekarno mengalami kehilangan 17 unit ventilator yang hingga kini belum ada kejelasan mengenai penyebabnya.
Tim inspektorat daerah telah melakukan pemeriksaan, tetapi hingga saat ini belum ada pihak yang dinyatakan bertanggung jawab.
Polda Bangka Belitung telah melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan hilangnya alat kesehatan itu.
Penyelidikan dilakukan oleh Subdit III Ditreskrimum Polda usai menerima laporan ke Mapolda pada 3 Juli 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/09/686e004956707.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/08/686c61994cb67.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)