Category: Gelora.co

  • Jarang Ngantor, Seringnya Rapat via Zoom

    Jarang Ngantor, Seringnya Rapat via Zoom

    GELORA.CO –  Kelakuan Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah, organisasi relawan Presiden ke-7 RI Jokowi, diungkap pegawai ID Food.

    Seperti diketahui, Silfester menjabat posisi komisaris independen di BUMN bidang pangan.

    Namun, kedudukannya itu menjadi polemik.

    Pasalnya, ia diangkat menjadi komsiaris dalam kondisi suda divonis 1,5 tahun atas kasus penghinaan terhadap Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).

    Namun, eksekusi terhadap Silfester Matutina dimana perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkraht sejak 2019, hingga kini belum terlaksana. 

    Profil Silfester Matutina sebagai komisaris independen terpampang di situs ID Food hingga kini.

    Dikutip dari situs resmi ID Food, pada Jumat (15/8/2025), Silfester Matutina ditetapkan sebagai Komisaris Independen PT RNI (Persero) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. SK-58/MBU/03/2025, tanggal 18 Maret 2025.

    Kantor ID Food  berlokasi di Waskita Rajawali Tower, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur.

    Sutarman (nama disamarkan), seorang pegawai PT ID Food mengaku tidak pernah melihat Silfester berkantor di Waskita Rajawali Tower.

    Hal itu dikarenakan ruang kerjanya berbeda lantai dengan Silfester.

    “Beda lantai. Kantor (PT ID Food) di lantai 1. Pimpinan kantornya di sini juga. Tapi saya belum pernah ketemu,” kata Sutarman.

    Ia kemudian mengatakan, beberapa pekan lalu, terdapat surat edaran di lingkungan pegawai PT ID Food yang menyatakan Silfester sudah tidak menjadi bagian dari perusahaan tersebut.

    Sutarman mengatakan, dia tidak bisa menunjukkan salinan surat edaran tersebut dalam format softcopy. 

    Sebab, surat tersebut berbentuk fisik surat memo.

    “Kayaknya sih (Silfester) udah enggak (menjabat Komisaris Independen). Berapa minggu lalu ada surat edaran sudah enggak (berwenang) menandatangani apapun lagi,” ujar Sutarman.

    “Kalau secara legal sih kita enggak tahu. Tapi kalau surat edaran resmi dari perusahaan sudah ada. Itu surat memo biasa,” sambungnya.

    Ia menambahkan, kewenangan penerbitan surat keputusan (SK) untuk Komisaris PT ID Food merupakan wewenang Kementerian BUMN.

    Tribunnews.com sudah mencoba untuk mengonfirmasi informasi tersebut kepada pihak PT ID Food maupun Kementerian BUMN. 

    Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons dari kedua institusi tersebut.

    Diketahui, Tribunnews.com melakukan penelusuran di kantor ID Food, BUMN yang bergerak dalam bidang Pertanian dan Agroindustri, Peternakan dan Perikanan, serta Perdagangan dan Logistik.

    Berdasarkan pantauan langsung, pada Jumat, keramaian tampak terasa di dalam kompleks Waskita Rajawali Tower.

    Hal itu dikarenakan gedung perkantoran ini ditempati beberapa perusahaan BUMN.

    Adapun PT ID Food menempati lebih dari tiga lantai di Waskita Rajawali Tower. Pengamanan di gedung ini cukup ketat.

    Ada beberapa sekuriti yang aktif menemui pengunjung dan menanyakan maksud serta tujuannya datang ke Waskita Rajawali Tower.

    Selain itu, untuk menggunakan lift akses menuju ke setiap lantai perkantoran diperlukan kartu akses khusus.

    Ruang pelayanan publik ID Food tersedia di lantai dasar Waskita Rajawali Tower.

    Aktivitas di ruangan ini cukup sepi karena kantor utama berada di sejumlah lantai lain.

    Sekuriti bernama Zulkarnain (bukan nama sebenarnya) yang berjaga di lobi gedung membenarkan Silfester Matutina sempat datang ke gedung tersebut beberapa kali.

    Ia mengetahui Silfester Matutina termasuk jajaran Komisaris di PT ID Food dan namanya tengah viral dalam pemberitaan hingga di media sosial beberapa waktu belakangan imbas kasusnya.

    Bahkan, dia menyebut, sempat ada aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah masyarakat sipil di depan Waskita Rajawali Tower dalam rangka menuntut Silfester Matutina dieksekusi sebagaimana vonis kasasi terkait kasus pidana umum yang menjeratnya.

    Namun, katanya, Silfester cenderung jarang berkantor di gedung tersebut. 

    Sekuriti itu mengaku tak mengetahui secara jelas alasannya.

    “Pak Silfester kan memang Komisaris Independen, ada kantornya tapi memang jarang ke sini,” kata Zulkarnain, saat ditemui Tribunnews.com, pada Jumat siang.

    Zulkarnain juga mengungkapkan, kalaupun ada rapat pimpinan PT ID Food, Silfester kerap menghadiri pertemuan itu secara virtual.

    “Kalau rapat via Zoom kebanyakan,” ucapnya.

    Di sisi lain, Zulkarnain menuturkan, tak banyak kesempatan dia bertemu dengan Silfester.

    “Ya kantornya ada di sini, tapi jarang ke sini. Kalau datang sih menyapa biasa. Saya sekuriti, dia kan Komisaris, jadi ya enggak begitu komunikasi,” imbuhnya.

    Pengaruh Geng Solo

    Sedangkan, Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang juga kuasa hukum dari Roy Suryo mengendus adanya intervensi politik dibalik belum dieksekusinya Silfester Matutina oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Terkait hal ini, Anggota tim Advokasi yang juga kuasa hukum dari Roy Suryo, Ahmad Khozinudin bahkan tak segan menyebut bahwa mandeknya eksekusi terhadap Silfester ada pengaruh dari kekuasaan tertentu.

    “Yang jelas kita meyakini bahwa masalah utama lambannya eksekusi kasus Silfester Matutina ini adalah masalah politik,” kata Khozinudin di Gedung Kejagung RI, Jumat (15/8/2025).

    “Dan saya berulang kali menyatakan bahwa ini mengkonfirmasi masih ada pengaruh Geng Solo, pengaruh Jokowi terhadap kekuasaan,” sambungnya.

    Sehingga menurut Khozinudin, hal ini menjadi salah satu penyebab kenapa Kejaksaan tidak langsung melaksanakan eksekusi terhadap Silfester sebagaimana tugasnya sebagai Jaksa penuntut sekaligus eksekutor.

    Lebih jauh dia juga menganggap lambannya proses eksekusi terhadap Silfestee ini bukan ditenggarai adanya persoalan hukum semata.

    Pasalnya menurut dia, salinan putusan terhadap Silfester sudah dikirimkan Mahkamah Agung (MA) kepada Kejari Jakarta Selatan di tahun 2019.

    “Jadi dalangnya itu bukan yuridis (hukum), kalau yuridis sudah selesai. Bukan karena gak dapat salinan putusan, bukan karena belum inkrah. Tinggal satu yakni masalah politik,” katanya.

    Ahmad Khozinudin pun mengirimkan surat ke tiga pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung), buntut Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan tidak kunjung mengeksekusi Silfester Matutina yang hingga sekarang belum juga dieksekusi.

    “Hari ini kami mengirimkan surat kepada pejabat di Kejaksaan Agung, pertama kita kirimkan kepada Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin, ada tiga atensi yang kita minta melalui surat kami,” ungkapnya, Jumat (15/8/2025), dikutip dari YouTube Refly Harun.

    Ahmad mengatakan, dalam surat tersebut, pihaknya meminta kepada Jaksa Agung agar memerintahkan Kejari Jakarta Selatan untuk mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung.

    Putusan Mahkamah Agung terkait Silfester itu telah inkrah sejak 2019, tetapi eksekusi penahanan terhadap Silfester belum juga dilakukan hingga Agustus 2025 ini, artinya sudah enam tahun berlalu. 

    “Pertama, kepada Jaksa Agung agar segera memerintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung yang sudah inkrah, jadi tidak ada alasan putusan itu hari ini sedang diadakan PK karena PK tidak bisa menghalangi atau menunda eksekusi,” jelas Ahmad.

    Lebih lanjut, Ahmad juga mengatakan bahwa pihaknya meminta Jaksa Agung memerintahkan Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan untuk melakukan pembinaan terkait kinerja Kejari Jakarta Selatan.

    “Kedua, atensi kami kepada Jaksa Agung adalah segera memerintahkan kepada Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan untuk segera melakukan pembinaan yang berkaitan dengan kinerja Kejari Jakarta Selatan.”

    “Bagaimana mungkin ada satu putusan yang sudah inkrah tidak segera dieksekusi, ini kan jelek dari sisi manajerial dan perencanaan,” ungkapnya.

    Selain soal kinerja Kejari Jakarta Selatan, pihak Roy Suryo juga meminta agar Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan melakukan audit keuangan Kejari Jakarta Selatan.

    “Ketiga, kami juga meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan ke Jaksa Agung bidang Pengawasan, ya inspektoratnya lah kira-kira begitu, untuk melakukan 2 hal, terutama ini menjadi bagian dari Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan dalam membantu Jaksa Agung, yakni melakukan audit kinerja dan audit keuangan terhadap kinerja dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Ahmad.

    Alasan Ahmad meminta hal itu karena pihaknya meyakini bahwa kinerja Kejari Jakarta Selatan bermasalah, karena tidak segera mengeksekusi Silfester, padahal putusan vonis itu sudah dikirim oleh Mahkamah Agung (MA).

    “Karena patut diduga, bahkan diyakini ini ada masalah dari sisi kerja. Putusan itu (vonis Silfester) administrasinya sudah dikirim oleh Mahkamah Agung, sehingga tidak ada alasan tidak memiliki salinan putusan untuk bisa dieksekusi,” ujarnya.

    Ahmad juga mengatakan, pihaknya khawatir jika anggaran negara yang dialokasikan ke Kejari Jakarta Selatan disalahgunakan karena kinerjanya bermasalah itu.

    Hal tersebut, menurut Ahmad, sudah bisa dianggap merugikan negara yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

    “Kita minta diaudit, tentu saja audit keuangan, kami khawatir ada anggaran negara yang sudah dialokasinya tapi kinerjanya tidak ada, ini sama saja merugikan keuangan negara. Merugikan keuangan negara itu salah satu indikator adanya Tipikor, tindak pidana korupsi,” tuturnya.

    “Merugikan keuangan negaranya apa? Ya negara sudah mengalokasikan anggaran untuk menggaji kinerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tapi kinerjanya kok nggak ada, jadi sia-sia kita membayar jaksa, itu juga korupsi, merugikan keuangan negara,” tambahnya.

    Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017. Ia dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.

    Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian pada situasi bangsa.

    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester pada Senin (29/5/2017) silam.

    Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

    Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.

    Klaim sudah damai

    Silfester Matutina mengaku hubungannya dengan Jusuf Kalla baik-baik saja. Relawan Jokowi itu mengaku urusannya dengan Jusuf Kalla sudah selesai dengan cara perdamaian.

    “Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.

    Karena itu, Silfester mengklaim bahwa tak ada lagi masalah antara dia dengan Jusuf Kalla.

    Meskipun demikian, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tetap akan mengeksekusi Silfester Matutina ke dalam bui meskipun ia mengklaim sudah berdamai dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).

    Kejari Jakarta Selatan pun disebut telah menunjuk Jaksa eksekutor guna mengeksekusi Silfester Matutina.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna mengatakan bahwa perintah untuk mengeksekusi Silfester Matutina sudah pernah dikeluarkan.

    Dia mengatakan, bahwa perintah eksekusi terhadap Silfester dikeluarkan dirinya yang pada saat itu menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan periode 2019-2021.

    Anang menyebut bahwa perintah eksekusi itu telah dikeluarkan tak lama sejak adanya vonis 1,5 tahun penjara yang diputus Mahkamah Agung (MA) terhadap Silfester di tahun 2019 lalu.

    Namun kata dia, pelaksanaan eksekusi terhadap Silfester urung dilakukan karena terbentur dengan berbagai faktor, salah satunya pandemi Covid-19.

    “Kita sudah lakukan, sudah inkrah. Saat itu sempat dieksekusi karena sempat hilang, kemudian keburu covid, jangankan memasukkan orang (ke dalam penjara) yang di dalam saja harus dikeluarkan,” kata Anang kepada wartawan, Kamis (14/8/2025) petang.

    Anang pun menegaskan, bahwa dirinya pada saat itu telah memerintahkan Jaksa eksekutor untuk melakukan eksekusi terhadap Silfester.

    Bahkan ia juga meminta agar publik untuk mengecek surat perintah yang pernah diterbitkannya terkait proses eksekusi Silfester.

    “Sudah (keluarkan perintah) silakan cek,” kata dia.

    Selain itu Anang juga membantah bahwa belum terlaksananya eksekusi terhadap Silfester karena adanya tekanan politik.

    “Gak ada (tekanan politik). (Saya pindah) setelah covid,” ujarnya. 

  • Keberanian KPK Jerat Bobby Nasution Kembali Ditagih

    Keberanian KPK Jerat Bobby Nasution Kembali Ditagih

    GELORA.CO –  Keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum juga menjerat otak pelaku korupsi proyek jalan di Sumatera Utara kembali dipertanyakan. Sudah terang benderang mengarah kepada sosok tertentu namun terus-turusan bermain sandiwara.

    “Dugaan sandiwara KPK terus berlanjut. Jelas mengarah pada lingkaran dekat Gubernur Bobby Nasution tapi tidak disentuh,” ujar Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan melalui pesan elektronik kepada RMOL di Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025. 

    Baru-baru ini KPK memeriksa puluhan saksi di antaranya Letnan Dalimunthe, mantan Sekda dan Pj Wali Kota Padangsidimpuan serta Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Bupati Mandailing Natal yang dikenal memiliki kedekatan politik dengan Bobby Nasution.

    Tim penyidik KPK juga telah memeriksa AKBP Yasir Ahmadi, perwira menengah Polri yang disebut sebagai teman dekat Bobby, serta sejumlah aparat penegak hukum dari Kejaksaan.

    Pengungkapan kasus bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 26 Juni 2025. Tiga dari lima orang yang ditangkap dan ditetapkan tersangka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang di kalangan Pemkot Medan dan Pemprov dipanggil ‘ketua kelas’, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar, serta PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto.

    Namun, kata Sutrisno, KPK malah fokus memeriksa ASN pemerintah kabupaten/kota yang merupakan pelaksana instruksi, serta pihak swasta. Sementara orang yang diduga sebagai sutradara, aktor intelektual dan aktor utama pemberi arahan, petunjuk dan perintah terkait proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar di Sumut tidak disentuh.

    “OTT di Kolaka Timur dan PT Inhutani V menyasar pimpinan tertinggi lembaga, tapi OTT di Sumut berhenti di kepala dinas. Kepala dinas dijadikan tumbal. KPK membangun narasi seolah permintaan fee proyek adalah inisiatif dia, atau pihak swasta. Padahal ada pihak berkuasa yang diduga memberi perintah langsung tapi tidak pernah dipanggil,” demikian kata Sutrisno Pangaribuan.

  • Kejari Jaksel Dilaporkan ke Jaksa Agung Buntut Kelamaan Eksekusi Silfester

    Kejari Jaksel Dilaporkan ke Jaksa Agung Buntut Kelamaan Eksekusi Silfester

    GELORA.CO – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) dilaporkan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) pada Jumat, 15 Agustus 2026.

    Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis melaporkan Kejari Jaksel buntut dari belum dieksekusinya Silfester Matutina di kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. 

    “Kami mengirimkan surat kepada tiga pejabat di Kejaksaan Agung. Pertama kepada Pak Jaksa Agung ST Burhanuddin, kedua juga ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Jambin,” kata salah satu anggota Tim Advokasi, Ahmad Khozinudin kepada wartawan di Jakarta, Jumat malam, 15 Agustus 2025.

    Khozinudin pun mendesak Burhanuddin agar mengawasi kinerja Kajari terkait lamanya waktu eksekusi terhadap Silfester.

    “Kami meminta agar Jaksa Agung memerintahkan Jamwas, inspektoratnya lah, untuk melakukan kinerja dan audit keuangan terhadap kinerja dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” jelasnya.

    Silfester merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, organ relawan Joko Widodo. Dalam kasus ini, ia divonis bersalah karena menghina mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

    Ia menuding JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.

    Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara yang dibacakan pada 30 Juli 2018. Putusan itu kemudian dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. 

    Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester Matutina menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. 

    “Dijatuhkan kepada terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500,00,” bunyi putusan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal Andi Samsan Nganro pada Senin, 16 September 2019.

  • Licin! Silfester Lolos Eksekusi 1,5 Tahun Penjara di 3 Mantan Kajari Jaksel yang Kini jadi Petinggi Kejaksaan

    Licin! Silfester Lolos Eksekusi 1,5 Tahun Penjara di 3 Mantan Kajari Jaksel yang Kini jadi Petinggi Kejaksaan

    GELORA.CO – Hingga saat ini Kejaksaan Negeri Jakarta Seletan (Kejari Jaksel) belum juga mengeksekusi Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

    Meskipun putusannya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht sejak tahun 2019 atau enam tahun lalu, kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melalui jaksa eksekutor belum juga menjebloskan garis keras pendukung Jokowi itu ke penjara. 

    Seharusnya dia menjalani hukuman 1,5 tahun penjara terkait kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagaimana telah diputus hakim mulai tingkat pertama pada pengadilan negeri, banding pada Pengadilan Tinggi hingga tingkat kasasi pada Mahkamah Agung.

    Mantan Anang Supriatna saat menjadi orang nomor satu di Kejari Jaksel itu mengatakan sudah menerbitkan surat perintah eksekusi kepada Silfester. 

    Anang menjabat sebagai Kajari Jaksel saat putusan Silfester berkekuatan hukum tetap pada 2019. 

    “Sudah, tapi pada saat itu kemudian tidak bisa dilakukan karena sempat hilang dan keburu Covid,” kata Anang, Kamis (14/8/2025).

    Anang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. 

    Setelah Anang, Kajari dipimpin oleh Nurcahyo Jungkung Madyo yang kini menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung.

    Selanjutnya, Kajari Jaksel dijabat oleh Haryoko Ari Prabowo, yang saat ini ia menjabat Asisten Tindak Pidana Khusus atau Asipidsus Kejaksaan Tinggi DK Jakarta. 

    Haryoko hingga kini belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com. Sementara Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto mengatakan bahwa soal eksekusi merupakan kewenangan penuntut umum.

    “Kalau eksekusi itu kewenangan penuntut umum,” singkat Yanto kepada Monitorindonesia.com.

    Adapun sejak Juli 2025, Kajari Jaksel dijabat oleh Iwan Catur Karyawan. 

    Nah, tiga kali berganti kepemimpinan, sampai hari ini eksekusi terhadap Silfester Matutina belum dijalankan. Licin bukan?

    Menyoal itu pakar telematika Roy Suryo yang terus mempersoalkan ijazah Jokowi bersama Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis mendesak Kejaksaan Agung agar segera mengambil tindakan. Pada akhirnya kubu Roy Suryo melapor ke Kejagung.

    Salah satu kuasa hukum Roy Suryo, Abdul Gafur Sangaji, menjelaskan bahwa laporan ini adalah langkah terakhir setelah upaya mereka menemui pihak Kejari Jaksel tidak membuahkan hasil.

    “Kita pernah ke Kejari Jakarta Selatan. Enggak ada respons sampai hari ini, sama sekali,” kata Abdul Gafur di Kejaksaan Agung, Jumat (15/8/2025).

    Tim Advokasi juga berharap laporan yang ditujukan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambid) ini dapat memicu pengawasan dan pembinaan terhadap Kejari Jakarta Selatan. 

    Tujuannya jelas, agar proses hukum berjalan sesuai aturan dan Silfester Matutina segera dieksekusi.

    Roy Suryo menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, terlepas dari siapa pun orangnya. 

    Menurutnya, meskipun Silfester dikenal dekat dengan Presiden ke-6 RI Joko Widodo alias Jokowi, hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan vonis yang telah berkekuatan hukum tetap.

    “Yang bersangkutan sudah harus dieksekusi oleh kejaksaan dan masuk ke dalam ruang penahanan atau lembaga pemasyarakatan. Kalau sudah inkracht, harus dieksekusi,” tegasnya.

    Sekadar tahu, bahwa kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika Silfester Matutina melontarkan dua tuduhan serius terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

    Dia menuduh kemiskinan disebabkan oleh korupsi yang dilakukan oleh keluarga JK.

    Bahkan, dia memfitnah JK telah menggunakan isu agama dan masjid untuk memenangkan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI.

    Setelah melalui proses hukum yang panjang hingga tingkat kasasi, Silfester divonis 1,5 tahun penjara. 

    Namun, selama lima tahun terakhir, ia tetap bebas berkeliaran.

    Di sisi lain, Silfester Matutina mengklaim bahwa persoalan hukum dengan Jusuf Kalla telah selesai secara damai. 

    “Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian,” katanya. 

    Ia bahkan menyebut telah beberapa kali bertemu dengan JK dan memiliki hubungan yang baik.

    Namun, pernyataan ini dibantah oleh desakan eksekusi yang datang dari Roy Suryo dan Tim Advokasi, yang menganggap proses hukum harus tetap berjalan. 

    Situasi ini menunjukkan adanya ketegangan antara klaim damai di luar hukum dengan tuntutan penegakan hukum yang telah berkekuatan tetap. Dengan adanya laporan ke Kejaksaan Agung, publik kini menanti langkah tegas dari institusi penegak hukum.

  • Kisah Tragis Nazwa Warga Deli Serdang, Pamit Interview Kerja di Bank Malah Berakhir Tewas di Kamboja

    Kisah Tragis Nazwa Warga Deli Serdang, Pamit Interview Kerja di Bank Malah Berakhir Tewas di Kamboja

    GELORA.CO –  Seorang gadis asal Sumatra Utara (Sumut) yang baru tamat sekolah menengah atas (SMA), meninggal dunia di Kamboja.

    Nazwa Aliya (19) warga Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVl, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang, merupakan lulusan SMK Telkom 2 Medan.

    Ia memang berkeinginan setelah tamat sekolah ingin bekerja di luar negeri. Namun, keinginan itu ditentang oleh ibunya.

    Lanniari Hasibuan (53), ibunda Nazwa Aliya, menolak keras permintaan anaknya untuk bekerja di luar negeri.

    Apalagi, tujuan negara yang ingin dikunjungi anaknya adalah Kamboja, yang merupakan zona merah (berbahaya) untuk didatangi.

    Meski ditentang, Nazwa bersikukuh merantau ke luar negeri. Ia pun membuat sejumlah alasan agar bisa berangkat ke Kamboja. 

    “Alasan pertama anak saya buat yaitu ingin study tour tetapi saya tolak. Terus kedua, anak saya meminta izin untuk interview di salah satu bank, saya izinkan dia interview di situ,” katanya Lanniari Hasibuan saat ditemui Tribun Medan, Jumat (15/8/2025).

    Kemudian, Nazwa minta izin untuk berangkat interview di salah satu kantor cabang bank swasta di Kota Medan selama dua hari.

    Pada hari Selasa tanggal 27 Mei 2025, saat hari pertama interview Nazwa, Lanniari sempat berkomunikasi dengan anaknya.

    Pada malam harinya Nazwa kembali minta izin kepada ibunya untuk menjalani interview ke-2. 

    Saat itu, sang ibu tidak mengetahui ternyata anaknya merencanakan sesuatu untuk pergi ke Kamboja.

    “Si Nazwa pergi interview pada tanggal 28 (Mei) sekitar pukul 05.00 WIB, udah pergi dari rumah. Saya sempat bangun tapi karena saat itu kondisi lelah dan mengantuk jadi saya sedikit acuh saat Nazwa pergi bekerja,” lanjutnya.

    Paginya, Lanniari mendapatkan kabar dari anaknya lewat WhatsApp. Isinya, “saya taruh kunci pintu rumah di jendela.”

    Siang harinya Nazwa tidak memberi kabar sama sekali, sehingga membuat Lanniari panik dan mencoba menghubungi putrinya tersebut.

    “Pagi gak saya telpon anak, habis makan siang sekitar jam 1 saya telepon terus anak saya bilang jangan menelpon. Dia bilang SMS saja,” ujarnya.

    Kemudian, pada 29 Mei 2025 sekitar pukul 18.00 WIB, Lanniari kembali menghubungi Nazwa dan mendapatkan kabar bahwa anaknya tersebut sudah berada di Bangkok, Thailand.

    “Saya sempat pingsan waktu itu, terus saya tanya lagi sama siapa pergi ke Bangkok, Nazwa mengatakan bersama temannya praktik kerja lapangan (PKL) nya. Itu pengakuan dari dia. Terus saya tanya kembali dia (jawab) pergi sendiri ke Bangkok tanpa kawan,” ungkapnya.

    Setelah itu, Nazwa bermalaman di salah satu penginapan di Hotel Center Point di Bangkok.

    “Waktu itu saya telpon dia, tak mau angkat. Kalau adik saya telpon dia mau angkat, tapi macam ada orang mengawasinya, sebentar-sebentar aja (percakapan di telepon),  padahal belum selesai sudah dimatikannya,” katanya.

    Lanniari panik dengan kondisi anak bungsu dari dua bersaudara. Ia pun sempat berupaya membuat laporan atas kehilangan anak di Mapolsek Medan Tembung.

    Namun, laporannya ditolak dengan alasan jika pihak keluarga telah mengetahui keberadaan Nazwa dan korban bukan lagi anak di bawah umur.

    “Malam itu juga saya datang ke Polsek Medan Tembung untuk buat laporan anak hilang, tapi ditolak karena saya sudah mengetahui keberadaan anaknya di Thailand,” jelasnya.

    Sementara itu, pada Kamis tanggal 7 Agustus 2025, Lanniari menerima kabar dari pihak KBRI di Phnom Penh, bahwa anaknya tengah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit State Hospital, yang ada di Provinsi Siemreap, Kamboja.

    Setelah empat hari mendapat perawatan, Nazwa dikabarkan meninggal dunia pada 12 Agustus 2025, kemarin.

    “Saya dapat kabar tanggal 7 Agustus 2025 kalau Nazwa lagi dirawat di RS, dan akhirnya kemarin tanggal 12 (Agustus) saya kembali dikabarkan kalau anak saya itu telah meninggal dunia,” pungkasnya.

  • PBB Naik hingga 1.000 Persen, Gerakan Rakyat Cirebon Siapkan Demo Besar-besaran

    PBB Naik hingga 1.000 Persen, Gerakan Rakyat Cirebon Siapkan Demo Besar-besaran

    GELORA.CO  – Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) mengumumkan rencana aksi demo besar-besaran pada 11 September 2025. Ribuan massa akan mengepung Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Cirebon sebagai bentuk penolakan terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang disebut mencapai 1.000 persen.

    Koordinator GRC, Reno menegaskan kebijakan itu sangat memberatkan warga, terutama dari kalangan menengah ke bawah.

    “Kami akan turun ke jalan melibatkan sekitar 10.000 orang. Ini bentuk perlawanan rakyat terhadap kebijakan yang tidak prorakyat. Kenaikan PBB hingga 1.000 persen jelas mencekik warga Kota Cirebon,” ujar Reno, Jumat malam (15/8/2025).

    Selain menolak kenaikan PBB, GRC juga mengecam tindakan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon yang menyebarkan selebaran digital berlabel hoaks terkait isu tersebut. Reno menilai langkah itu melukai perasaan warga dan mencederai etika pemerintahan.

    “Alih-alih membuka ruang dialog, BPKPD justru menggunakan pendekatan yang memprovokasi dan mengadu domba warga. Tidak ada transparansi terkait dasar penentuan NJOP maupun besaran kenaikan PBB,” kata Reno.

    Menurutnya, bangunan yang sudah habis umur ekonomis tidak seharusnya dinilai sama dengan bangunan baru. Begitu pula wilayah komersial dan non-komersial, tidak bisa disamaratakan hanya karena berada dalam zonasi administrasi yang sama.

    Reno menegaskan pihaknya akan membawa kasus penyebaran flyer hoajs tersebut ke ranah hukum, mulai dari laporan pidana, gugatan perdata hingga menggunakan UU ITE.

    Senada, Adji Priatna dari GRC menyebut penyebaran flyer oleh oknum ASN BPKPD melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Dia juga menyinggung potensi pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 (Perubahan UU ITE) dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

    “ASN adalah wajah pemerintah di mata rakyat. Meluruskan informasi harus dilakukan dengan cara profesional, transparan dan menghormati martabat warga,” ujar Adji.

    GRC mendesak BPKPD menghentikan pola komunikasi yang dianggap memojokkan masyarakat. Mereka menuntut agar pemerintah kota membuka ruang dialog terbuka, transparan dalam menentukan NJOP serta memprioritaskan pelayanan publik yang “memanusiakan rakyat

  • Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya

    Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya

    GELORA.CO  – Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis.

    Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur.

    Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025).

    Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim.

    Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. 

    Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ.

    Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan.

    “Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya,” ucapnya dilansir TribunJatim.com.

    “Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu,” imbuhnya. 

    Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri.

    Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak.

    Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024.

    Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12).

    Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius.

    Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan.

    “Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil,” ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com.

    Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban.

    Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen.

    Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar.

    Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati.

    Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta.

    Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang.

    Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya.

    Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya.

    Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali.

    Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa.

    “Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang),” ungkapnya.

    Kronologi Pembunuhan

    Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024).

    Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB.

    Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar.

    Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu.

    Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa.

    Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan.

    Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam.

    Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025).

    Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati,” kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.

  • Keluarga Terkaya di Dunia Punya Kekayaan Fantastis, Nilainya 16 Kali Lipat dari Kerajaan Inggris

    Keluarga Terkaya di Dunia Punya Kekayaan Fantastis, Nilainya 16 Kali Lipat dari Kerajaan Inggris

    GELORA.CO – Status keluarga terkaya di dunia ternyata milik keluarga kerajaan yang berkuasa di Arab Saudi, Keluarga Saud. Diperkirakan kekayaan tersebut memiliki kekayaan bersih mencapai 1,4 triliun dolar AS atau setara Rp22,63 kuadriliun (kurs Rp16.165 per dolar).

    Angka tersebut bahkan melampaui kekayaan yang dimiliki keluarga kerajaan Inggris yang diperkirakan memiliki harta mencapai 88 miliar dolar AS atau setara Rp1,42 kuadriliun.

    Kekayaan mereka terutama berasal dari kepemilikan real estate dan merek keluarga. Aset berharga mereka meliputi Kadipaten Cornwall dan Lancaster yang sangat menguntungkan, Hotel Savoy yang bergengsi, dan Somerset House senilai 755,4 juta dolar AS atau setara Rp12,21 triliun.

    Adapun, kekayaan pribadi Raja Charles III diperkirakan mendekati 772 juta dolar AS setara Rp12,47 triliun, menjadikannya orang terkaya ke-258 di Britania Raya.

    Melansir Sarajevo Times, harta yang dimiliki keluarga kerajaan terkaya di dunia, Keluarga Saud juga bahkan melampaui orang-orang terkaya di dunia, termasuk Elon Musk, Larry Ellison hingga Mark Zuckerberg. 

    Orang terkaya di dunia, Elon Musk memiliki kekayaan bersih sebesar 416 miliar dolar AS atau setara Rp6.724 triliun, pundi-pundi Larry Ellison mencapai 291 miliar dolar AS atau setara Rp4.704 triliun, serta harta Mark Zuckerberg senilai 269 miliar dolar AS atau setara Rp4.348 triliun, menurut data Forbes.

    Kekayaan Keluarga Saud yang luar biasa sebagian besar berasal dari cadangan minyak yang melimpah, kumpulan istana megah, jet pribadi, kapal pesiar mewah, dan koleksi seni yang sangat berharga.

    Monarki Timur Tengah tersebut mengalami peningkatan kekuasaan dan kekayaan yang eksponensial selama 50 tahun terakhir.

    Keluarga kerajaan Saudi diperkirakan memiliki hampir 15.000 anggota, dengan sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di antara 2.000 kerabat. Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud, yang telah memerintah sejak 2015, merupakan kepala resmi keluarga kerajaan. 

    Putra dan pewarisnya yang paling terkemuka, Mohammed bin Salman Al Saud, menjabat sebagai penguasa de facto Arab Saudi.

    Menurut laporan, Saudi telah sangat aktif dalam beberapa tahun terakhir dalam memperluas aset mereka. Mereka mengakuisisi Chateau Louis XIV Prancis senilai 300 juta dolar AS, lukisan Leonardo da Vinci, Salvator Mundi, seharga 450 juta dolar AS, dan beberapa kapal pesiar senilai 500 juta dolar AS. Angka tersebut tampak kecil mengingat total kekayaan keluarga kerajaan yang melimpah.

  • Nikita Mirzani Ngamuk Data Keuangannya Dibuka, Razman Nasution Beri Komentar Menohok

    Nikita Mirzani Ngamuk Data Keuangannya Dibuka, Razman Nasution Beri Komentar Menohok

    GELORA.CO  – Pengacara Razman Arif Nasution mengomentari sidang kasus dugaan pencemaran nama baik serta dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Nikita Mirzani. Di mana Nikita sempat mengamuk karena bank membuka data rekening miliknya di pengadilan.

    “Kalau person to person, non institusi resmi yang bukan penegak hukum itu tidak boleh, tapi kalau pengadilan yang perintahkan dan atau ada permintaan dari penegak hukum, boleh,” ujar Razman kepada wartawan, Jumat (15/8/2025).

    Menurutnya, soal pernyataan Nikita yang menyebutkan uang sebesar Rp4 miliar dari Reza Gladys itu hal kecil baginya dan sesumbar bisa memberikan uang lebih dirinya heran. Nikita justru menerima uang tersebut. Dia menilai uang itu berjumlah besar.

    “Kalau dia bilang Rp4 miliar kecil bagi gua, ya kalau kecil jangan terima gitu kan. Tapi bagi manusia yang pikirannya sehat Rp4 miliar itu gede, buktinya gede (bisa beli mobil, bisa cicil rumah,” katanya.

    Dia juga mengomentari tentang sidang terbatas Nikita Mirzani terjadi tak lepas dari kegaduhan yang dilakukan pendukung Nikita sendiri. Namun, dengan kegaduhan itu menjadikan kekuatan opini publik terhadap Nikita menjadi berkurang.

    “Sebenarnya, karena mereka  bergaduh di situ kemarin, menjadi kekuatan opini publiknya berkurang karena sudah enggak bisa masuk lagi,” ujar Razman

  • Meninggal akibat Kanker, Intip Koleksi Mobil Mpok Alpa Hasil Kerja Kerasnya

    Meninggal akibat Kanker, Intip Koleksi Mobil Mpok Alpa Hasil Kerja Kerasnya

    GELORA.CO  – Kabar duka datang dari dunia hiburan. Nina Carolina atau biasa dikenal Mpok Alpa meninggal dunia Jumat (15/8/2025). Wanita berusia 38 tahun itu wafat akibat penyakit kanker.

    “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kehilanganmu begitu terasa, sahabat. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik untukmu dan memberi kekuatan bagi kami yang ditinggalkan,” bunyi keterangan unggahan Instagram @raffinagita1717.

    Sebagai informasi, Mpok Alpa dikenal sebagai komedian dan presenter yang memulai kariernya dari dasar. Sebelum menjalani dunia sebagai artis, dia merupakan penyanyi dangdut sebelum video curhatannya yang ingin diajak ke mini market viral di media sosial.

    Meniti karier dari bawah, Mpok Alpa berhasil mengumpulkan pundi-pundi uang yang mengubah kehidupannya dan keluarga. Hasil kerja kerasnya berhasil membangun rumah megah dan sejumlah mobil mewah.

    Diketahui, Mpok Alpa membeli Toyota Fortuner yang dijadikannya sebagai mobilitas harian. Mobil tersebut dipilih karena dapat melibas berbagai medan dan memiliki bagasi besar untuk membawa perlengkapan syuting.

    Fortuner berwarna hitam tersebut kerap diperlihatkan Mpok Alpa di media sosial. Ini menjadi kebanggaan bagi dirinya yang berhasil mencapai titik kesuksesan melalui kerja kerasnya.

    Selain itu, Mpok Alpa juga baru memamerkan Honda Civic RS generasi ke-10 berwarna merah. Civic RS. Mobil ini dipersenjatai mesin bensin empat silinder 1.500cc DOHC VTEC turbo.

    Selain itu, Mpok Alpa juga sempat memamerkan Toyota Vellfire berwarna putih. Memiliki platform yang sama dengan Alphard A30, diduga MPV premium tersebut versi facelift yang dirilis, pada 2021.

    Desain eksteriornya dibuat lebih futuristis, terutama pada bagian depan. Grill besar menyatu dari sisi kanan ke kiri dengan lubang udara berbentuk horizontal. Lampu utamanya dengan projektor LED dibuat lebih sipit