Category: Gelora.co

  • Sopir Rantis Brimob yang Lindas Affan Ojol tak Dipecat, Ini Penjelasan Kompolnas

    Sopir Rantis Brimob yang Lindas Affan Ojol tak Dipecat, Ini Penjelasan Kompolnas

    GELORA.CO – Keputusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk menjatuhkan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun untuk Bripka Rohmat, sopir kendaraan taktis (rantis) yang melindas Affan Kurniawan (21), menimbulkan pertanyaan.

    Tak seperti Kompol Cosmas K Gae yang dijatuhi sanksi pemecatan, Bripka Rohmat justru dijatuhi sanksi lebih ringan.

    Komisioner Kompolnas, Ida Oetari Poernamasasi menjelaskan ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan meringankan dalam putusan tersebut. Ida menyebutkan salah satu hal yang meringankan keputusan bahwa Bripka Rohmat ada di bawah kendali Kompol Cosmas.

    “Tentu saja ketua komisi sudah mempertimbangkan beberapa hal. Termasuk hal-hal yang meringankan, di mana salah satunya adalah terduga pelanggar atau sekarang sudah diputuskan, salah satunya hanya melaksanakan tugas atau di bawah kendali dari Kompol Kosmas. Sehingga ada beberapa hal juga berkenaan dengan kondisi dia saat melakukan mengendarai,” kata Ida, di TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Lebih lanjut, Ida menegaskan Bripka Rohmat juga memiliki sertifikasi dan keahlian dalam mengoperasikan kendaraan taktis. Namun, terdapat faktor teknis dan psikologis yang menjadi bahan pertimbangan sidang.

    Selain itu, Ida mengatakan, faktor lain yang meringankan adalah kondisi saat kejadian, di mana kendaraan taktis (rantis) memiliki titik buta (blind spot). Hal itu membuat pengemudi tidak dapat melihat dengan jelas apa pun yang ada di sekelilingnya.

    “Dan pada saat melaksanakan tugasnya ada beberapa kondisi di mana yang bersangkutan tidak bisa melihat kondisi riil di lapangan termasuk karena adanya blind spot di rantis itu sendiri,” ucapnya.

    “Termasuk kondisi psikologis di dalam ruang rantis itu sendiri. Itu beberapa hal yang dipertimbangkan sehingga yang bersangkutan diputus untuk demosi sampai yang bersangkutan, saudara Bripka R itu mengakhiri dinas di Kepolisian Negara Republik Indonesia,” jelasnya menambahkan.

    Sehari sebelumnya, Polri telah menjatuhkan hukuman PTDH terhadap Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Polri, Kompol Cosmas K Gae.

    Kompol Cosmas juga merupakan anggota Polri yang duduk di depan sebelah kiri pengemudi Bripka Rohmat. Keduanya pun sudah dinyatakan melakukan pelanggaran berat. Itu mencuat berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tujuh orang anggota Brimob yang ada di dalam rantis pelindas Affan Kurniawan hingga tewas pada Kamis (28/8/2025).

    Sementara itu, lima orang lainnya yang ada di belakang rantis dinyatakan melakukan pelanggaran sedang. Kelimanya antara lain, Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana Edi & Baraka Yohanes David.

    Sidang terhadap lima anggota tersebut dijadwalkan digelar setelah sidang Bripka Rohmat.

  • DPR Soroti Anggaran KPU Capai Rp3,5 Triliun Padahal Sudah tak Ada Pemilu

    DPR Soroti Anggaran KPU Capai Rp3,5 Triliun Padahal Sudah tak Ada Pemilu

    GELORA.CO – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mempertanyakan besarnya anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mencapai Rp3,5 triliun dalam pagu anggaran tahun ini. 

    Ia menilai lonjakan anggaran tersebut berpotensi menimbulkan kecemburuan di antara kementerian dan lembaga (K/L) lainnya.

    “Anggaran KPU ini agak menyakitkan perasaan K/L yang lain, agak jauh jaraknya,” ujar Rifqi di ruang rapat Komisi II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).

    Rifqi juga menyebut kemungkinan timbul pertanyaan dari publik maupun anggota DPR, mengingat pemilu telah usai. “Kenapa masih triliun-triliun,” kata dia.

    Secara terpisah, Sekretaris Jenderal KPU RI, Bernad Dermawan Sutrisno, menjelaskan bahwa pagu anggaran KPU sebesar Rp3,5 triliun terdiri dari dua program utama, yakni program dukungan manajemen sebesar Rp3,4 triliun dan program penyelenggaraan pemilu sebesar Rp87 miliar. Ada tambahan anggaran sebesar Rp770 miliar dari pagu indikatifnya sebesar Rp2,76 triliun.

    Dari total anggaran tersebut, belanja operasional pegawai mencapai Rp2,2 triliun, belanja operasional kantor Rp1,1 triliun, dan belanja non-operasional Rp167 miliar. Berdasarkan satuan kerja, KPU RI mengelola Rp1 triliun, 38 KPU provinsi sebesar Rp514 miliar, serta 514 KPU kabupaten/kota sebesar Rp1,9 triliun.

    “Kemudian berdasarkan program, kami melaporkan program dukungan manajemen Rp3,4 triliun untuk membiayai 10 kegiatan dan juga untuk program penyelenggaraan pemilu Rp87 miliar untuk membiayai 4 kegiatan,” kata Bernad.

  • Banyak Ular Berkepala Dua di Lingkaran Kekuasaan Prabowo

    Banyak Ular Berkepala Dua di Lingkaran Kekuasaan Prabowo

    GELORA.CO – Analis Politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, menyebut banyak ular berkepala dua di lingkaran kekuasaan Presiden Prabowo Subianto.

    “Prabowo harus diingatkan bahwa banyak ‘ular berkepala dua’ di lingkaran kekuasaan,” kata Selamat dalam sinear Forum Keadilan Tv pada Kamis, 4 September 2025.  

    Ia menyebut demikian menanggapi siapa dalang di balik aksi demonstrasi pada 25 Agustus 2025 kemarin.

    Selamat menyebut banyak pihak yang diduga berkepentingan atas aksi demonstrasi yang berujung ricuh (chaos) tersebut.

    Ia mengatakan, mutasi para perwira tinggi di tubuh Polri tidak menutup kemungkinan juga menjadi bibit konflik sehingga aksi demonstrasi tak terkendali.

    “Oh sangat [menimbulkan bibit konflik] menurut saya,” ucapnya.

    Ia mencontohkan, pengangkatan kembali Eddy Hartono selaku kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). 

    “Sudah pensiun dilantik lagi, belum pernah terjadi,” katanya.

    Kemudian Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang pergantiannya dinilai kurang lembut (smooth) sehingga dapat menimbukan konflik.

    Menurutnya, Komjen Pol Marthinus Hukom sedang dalam perjalanan mau ke luar negeri, tiba-tiba diganti.

    “Ini ada situasi-situasi yang tidak normal, sampai muncul konflik antara Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan Karyoto, Kapolda Metro Jaya yang dipromosikan, ternyata bukan menjadi Kabareskrim tapi Kabaharkam,” ujarnya.

    Ia menegaskan, ini bukan hanya soal ulah Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob), Kompol Cosmas Kaju Gae, yang harus dipecat karena kendaraan taktis (rantis) yang dinaikinya menewaskan driver ojol, Affan Kurniawan.

    “Harus diperiksa Kabaintelkam, Kaharkam Polri. Dia gagal mendeteksi itu. Mendeteksi bahwa demo 25 akan pecah di 28, 29, 30. Siapa atasan Kabaintel, Kabaharkam segala macam? Ya sudah Kapolri,” katanya.

    Lebih lanjut Selamat menyebut partai poltik yang menjadi anggota koalisi pemerintahan Prabowo. Menurutnya, mereka juga bisa saja menjadi musuh dalam selimut.

    “Mana dukungan 58 persen pada Pilpres kemarin? Mana Golkar? Mana Demokrat? Mana partai-partai yang lain mendukung Prabowo itu? Demo dong, berikan dukungan,” ujarnya.

    Ia menyebut bahwa dukungan partai-partai koalisi di parlemen kepada Prabowo juga sumir.

    Kemudian juga soal Kejaksaan Agung (Kejagung) yang belum jua mengeksekusi loyalis Jokowi, Silfester Matutina ke dalam penjara, meski lembaga ini sudah di-backup TNI.

    “Ini Kejaksaan antek-antek siapa?” ucapnya.***

  • Bentuk Tim Pencari Fakta Independen

    Bentuk Tim Pencari Fakta Independen

    GELORA.CO – Harus dibentuk tim pencari fakta gabungan Independen untuk mengungkap kecurigaan apakah Polri juga ikut menunggangi aski demonstrasi akhir Agustus kemarin.

    “Herus dibentuk tim pencari fakta gabungan Independen,” kata Selamat Ginting, Analis Politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, dalam sinear Forum Keadilan Tv pada Kamis, 4 September 2025.

    Ia medalilkan demikian karena mutasi para perwira tinggi di tubuh Polri tidak menutup kemungkinan juga menjadi bibit konflik sehingga aksi demonstrasi tak terkendali.

    “Oh sangat [menimbulkan bibit konflik] menurut saya,” ucapnya.

    Ia mencontohkan, pengangkatan kembali Eddy Hartono selaku kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

    “Sudah pensiun dilantik lagi, belum pernah terjadi,” katanya.

    Kemudian Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang pergantiannya dinilai kurang lembut (smooth) sehingga dapat menimbukan konflik.

    Menurutnya, Komjen Pol Marthinus Hukom sedang dalam perjalanan mau ke luar negeri, tiba-tiba diganti.

    “Ini ada situasi-situasi yang tidak normal, sampai muncul konflik antara Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan Karyoto, Kapolda Metro Jaya yang dipromosikan, ternyata bukan menjadi Kabareskrim tapi Kabaharkam,” ujarnya.

    Ia menegaskan, ini bukan hanya soal ulah Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob), Kompol Cosmas Kaju Gae, yang harus dipecat karena kendaraan taktis (rantis) yang dinaikinya menewaskan driver ojol, Affan Kurniawan.

    Peristiwa nahas tersebut kian menyulut amarah massa dan rakyat sehingga aksi demonstrasi kian meluas dan melibatkan entitas baru, yakni kalangan ojol.

    “Harus diperiksa Kabaintelkam, Kaharkam Polri. Dia gagal mendeteksi itu. Mendeteksi bahwa demo 25 akan pecah di 28, 29, 30. Siapa atasan Kabaintel, Kabaharkam segala macam? Ya sudah Kapolri,” katanya.***

  • KPK: Penyelidikan Korupsi Google Cloud Tetap Berproses meski Nadiem Ditahan Kejagung

    KPK: Penyelidikan Korupsi Google Cloud Tetap Berproses meski Nadiem Ditahan Kejagung

  • Nadiem Makarim Tersangka Kasus Korupsi Laptop, Kerugian Negara Tembus Rp1,98 Triliun

    Nadiem Makarim Tersangka Kasus Korupsi Laptop, Kerugian Negara Tembus Rp1,98 Triliun

  • Kejagung Ungkap Peran Nadiem Makarim dalam Kasus Korupsi Laptop

    Kejagung Ungkap Peran Nadiem Makarim dalam Kasus Korupsi Laptop

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim (NAM) dalam korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook. Adapun, Nadiem menerbitkan Permendikbud yang mengunci spesifikasi ChromeOS untuk meloloskan produk dari Google tersebut.

    “NAM pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud nomor 5 tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS,” ucap Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo kepada wartawan, Kamis (4/9/2025).

    Nurcahyo menambahkan, perbuatan yang dilakukan Nadiem selaku Mendikbudristek pada Februari 2020, melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan produk Google. 

    Produknya, program Google for Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan Kementerian, terutama pada peserta didik. 

    “Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan, NAM dengan pihak Google telah disepakati produk dari Google, yaitu ChromeOS dan Chrome Device Management atau CDM akan dibuat proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi atau TIK,” kata dia.

    Dia menerangkan, dalam mewujudkan kesepakatan antara Nadiem dengan pihak Google Indonesia, pada 6 Mei 2020 Nadiem mengundang jajarannya, yaitu H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Ditbang Kemenbud Ristek, JT dan Eva selaku staf khusus menteri. 

    Nadiem bersama pejabat Kemendikbudristek menggelar rapat tertutup melalui Zoom Meeting dan mewajibkan para peserta menggunakan handset atau alat sejenisnya untuk membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook.

    “Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai, untuk meloloskan Chromebook produk Google, Kemendikbud sekitar awal tahun 2020, Nadiem selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud,” ucapnya.

    Padahal, kata dia, sebelumnya surat Google tersebut tidak dijawab oleh menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy. Pasalnya, uji coba pengadaan Chromebook tahun 2019 gagal dan tidak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar tertinggal terdalam, 3T.

    “Atas perintah NAM dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis, juklap yang spesifikasinya sudah mengunci Chrome OS. Selanjutnya, tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS,” kata dia.

    Dia menambahkan, Nadiem pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud nomor 5 tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS

  • KPK Ditantang Periksa Bobby Nasution dan Erni Sitorus

    KPK Ditantang Periksa Bobby Nasution dan Erni Sitorus

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera memanggil dan memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution dan Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus untuk mempertanggungjawabkan penggunaan APBD Pemprov (Pemprov) Sumut.

    Desakan itu disampaikan puluhan orang yang tergabung dalam organisasi Jaringan Pergerakan Masyarakat Bawah (Jaga Marwah) saat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 4 September 2025.

    Ketua Umum Jaga Marwah, Edison Tamba alias Edoy mengatakan, KPK harus memanggil Bobby Nasution dan Erni Sitorus untuk mempertanggungjawabkan penggunaan APBD karena terbukti terjadinya KKN yang berujung terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) KPK belakangan ini.

    “Dalam kasus OTT mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting, terdengar informasi pergeseran anggaran signifikan ke Dinas PUPR mencapai Rp1,3 trilun, yang salah satu mata anggaran proyek jalan wilayah Tabagsel yang terbukti KKN. Bobby Nasution sebagai penanggung Jawab serta Erni sebagai pengawas dinilai bobol dengan adanya OTT yang dilakukan KPK,” kata Edoy saat berorasi di atas mobil komando.

    Selain terkait pergeseran anggaran, kata Edoy, hubungan mesra legislatif dengan eksekutif memperkuat dugaan praktik KKN yang merugikan rakyat, serta kerap mengabaikan tugas dan fungsi para anggota DPRD Sumut lainnya.

    Bahkan, kata Edoy, sejumlah anggota DPRD Sumut sudah menyuarakan bahwa pemanggilan terhadap mantan Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai pergeseran anggaran tersebut tidak pernah terlaksana dikarenakan Topan Ginting merasa di-backup Bobby Nasution dan Erni Sitorus.

    “Kita juga mendapat informasi, aparat penegak hukum seperti tim Korsupgah KPK mengaku merasa kesulitan untuk mendapatkan data soal penggunaan dan pengelolaan APBD Pemprov Sumut di masa kepemimpinan Bobby Nasution dan Erni Sitorus. Sehingga kuat dugaan kami, faktor kesulitan berkomunikasi itu jadi penguat terjadinya OTT KPK,” terang Edoy.

    Selain itu, Edoy juga mengingatkan kepada KPK terkait track record Erni Sitorus yang diduga menerima gratifikasi satu unit mobil Alphard yang sudah disita KPK pada Oktober 2021 lalu.

    Penyitaan mobil mewah tersebut terkait kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) di masa kepemimpinan terpidana Khairudinsyah Sitorus alias Buyung, yang juga merupakan ayah kandung Erni Sitorus.

    “Erni Sitorus merupakan anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar saat itu. Meski ayah dan anak, secara jabatan eksekutif membelikan mobil atas nama anggota legislatif, jelas itu gratifikasi. Untuk itu kita minta KPK, ungkap kembali dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap Erni Sitorus,” tegas Edoy.

    Mirisnya lagi, kata Edoy, Erni Sitorus terpilih menjadi anggota DPRD Sumut dengan Dapil Kabupaten Labuhanbatu Raya yang salah satu kabupatennya yaitu Labura tempat Buyung berkuasa. Edoy menduga bahwa terpilihnya Erni Sitorus menjadi anggota DPRD Sumut tak lepas dari perananan Buyung.

    “Saat ini, Bupati Labura turun ke dinasti anaknya bernama Hendrik Sitorus, yang tidak lain adik kandung Erni Sitorus, sehingga aroma KKN dan rekam jejak buruk korupsi seakan tidak tersentuh hukum hingga saat ini,” tutur Edoy.

    Untuk itu, Edoy meminta agar KPK berani mengikuti perintah Presiden Prabowo Subianto untuk berani melawan para koruptor, serta tidak tebang pilih dalam mengusut tuntas kasus korupsi.

    “Kepada Ketua KPK, kami yakin tudingan dan opini liar di publik mengenai piimpinan KPK dicap sebagai Termul oleh masyarakat dan netizen, karena terkesan tidak berani memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Ketua DPRD Sumut Erni Sitorus tidak benar. Jadi segera lah panggil pimpinan eksekutif dan legislatif dalam hal keseriusan mengusut tuntas kasus korupsi OTT KPK di Sumut,” pungkas Edoy.

  • Mendes Yandri Dikabarkan Dirawat di RSPAD

    Mendes Yandri Dikabarkan Dirawat di RSPAD

  • Ekonom Desak Srimul Dipecat Imbas Kinerja Jeblok

    Ekonom Desak Srimul Dipecat Imbas Kinerja Jeblok

    GELORA.CO -Kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2025 dinilai semakin memburuk dari tahun-tahun sebelumnya.

    Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan, Sri Mulyani selayaknya dicopot dari jabatannya karena gagal menjaga penerimaan negara, belanja pendidikan, hingga defisit fiskal.

    “Kalau kita lihat di tahun 2025, penyerapan penerimaan negara dan penyerapan anggaran itu sama-sama jeblok. Pertumbuhan penerimaan negara lebih rendah dibandingkan tahun 2022, 2023, maupun 2024. Begitu juga dengan pajak yang hingga Mei masih minus,” kata Huda dalam konferensi pers pada Kamis 4 September 2025.

    Huda menjelaskan, realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2025 hanya mencapai 31,21 persen. Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang bisa tembus 38 persen pada periode yang sama, bahkan tahun 2022 sempat mencapai 48 persen. 

    “Realisasi belanja yang mengalami penurunan, ada efisiensi di sini ya. Ini menunjukkan bahwa kinerja dari Sri Mulyani itu tahun ini jelek. Padahal kalau kita lihat, di tahun depan pajak itu penerimaan pepajakan itu naik 13 persen,” kata Huda.

    Kondisi ini disebut sebagai dampak dari hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi perpajakan, hingga aplikasi pajak yang belum maksimal.

    “Ini kenapa terjadi? Ada masalah Coretax di sini. Ada masalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi pajak. Nah ini yang menyebabkan pertumbuhan pajak sampai Mei (2025) itu masih minus,” kata Huda.

    Selain penerimaan negara, Huda juga menyoroti masalah pengalokasian anggaran pendidikan. Menurutnya, klaim pemerintah bahwa anggaran pendidikan naik 9,8 persen pada 2026 menjadi Rp757,8 triliun tidak sepenuhnya benar. 

    Pasalnya, sekitar Rp223,6 triliun atau 30 persen dari pos anggaran pendidikan itu dialokasikan untuk program MBG yang justru melanggar Undang-Undang Sisdiknas.

    “Kalau dihitung tanpa MBG, anggaran pendidikan justru turun menjadi Rp534,2 triliun, atau kurang dari 20 persen dari total belanja negara. Ini perampokan dana pendidikan yang dilakukan oleh Sri Mulyani,” ujar Huda.

    Ia juga memperingatkan bahaya defisit APBN yang berpotensi melebar pada 2026. Dengan penerimaan negara yang terus melemah, dividen BUMN yang dialihkan ke Danantara, beban utang semakin berat, sementara belanja negara terus membengkak.

    “Artinya, untuk bayar utang kita harus berutang lagi. Itu membuat fiskal kita tidak sustain. Inilah kinerja buruk yang harus jadi alasan kuat Sri Mulyani harus dievaluasi bahkan diicopot dari kursi Menteri Keuangan,” pungkas Huda