Category: Fajar.co.id

  • Analisis Peneliti Citra Institute soal Pertemuan Presiden Prabowo dengan Jokowi di Kertanegara

    Analisis Peneliti Citra Institute soal Pertemuan Presiden Prabowo dengan Jokowi di Kertanegara

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kertanegara menuai banyak spekulasi dari sejumlah pihak. Asumsi itu cukup wajar di tengah sorotan terhadap Jokowi dan keluarganya.

    Diketahui, sorotan masyarakat terhadap Jokowi hingga putranya yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka cukup ramai. Hal yang paling disoroti publik adalah terkait masalah ijazah keduanya.

    Peneliti senior Citra Institute, Efriza ikut angkat suara. Dia menilai pertemuan Jokowi dengan Presiden Prabowo bukan sekedar balasan silaturahmi politik.

    Ada dugaan, pembicaraan dalam pertemuan itu tidak sekadar urusan negara. Sebab, Mensesneg Prasetyo Hadi tidak memerinci isi pembicaraan.

    “Kuat dugaan ada pula pembicaraan pribadi utamanya dari Jokowi yang bertemu dengan Presiden Prabowo,” kata Efriza dilansir JPNN.com, Senin (6/10).

    Tak bisa dipungkiri, lanjut Efriza, beberapa minggu ini berbagai isu yang mencuat di publik tidak bisa dilepaskan dari Jokowi dan keluarganya maupun Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

    “Jokowi bertemu dua jam diperkirakan, banyak spekulasi isi pertemuannya, diyakini dia banyak menjelaskan pandangannya, sikapnya, sekaligus upayanya mempengaruhi pemerintahan,” lanjutnya.

    Dia menegaskan pembicaraan keduanya diperkirakan hal penting, tetapi lebih banyak subjektifitas diri Jokowi, karena banyak persoalan politik yang sedang hangat di publik karena komunikasi dan perilaku eks Gubernur DKI Jakarta itu.

    “Ditenggarai Jokowi juga memungkinkan membicarakan persoalan dirinya dan keluarganya yang sedang disorot banyak kasus, seperti Jokowi terkait kasus ijazah palsu, begitu juga persoalan ijazah Gibran yang sedang berproses di pengadilan negeri,” jelasnya.

  • Ekonom: Ada Indikasi Ancaman Peningkatan Inflasi pada Bulan-bulan Mendatang

    Ekonom: Ada Indikasi Ancaman Peningkatan Inflasi pada Bulan-bulan Mendatang

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ekonom dari Bright Institute Profesor Awalil Rizky beri peringatan untuk dunia ekonomi.

    Peringatan tersebut terkait adanya ancaman peningkatan inflasi ke depannya.

    Awalil Rizky menyampaikan prediksinya ini melalui cuitan di akun media sosial X pribadinya.

    Ia menyebut untuk inflasi tahun ini bisa mencapai sebesar 2,65% pada September 2025.

    Angka ini disebutnya relatif tinggi jika diambil perbandingan dari bulan September beberapa tahun terakhir.

    “Inflasi tahunan (y-on-y) sebesar 2,65% pada September 2025. Relatif tinggi dibanding inflasi tahunan pada bulan september beberápa tahun terakhir,” tulisnya dikutip Senin (6/10/2025).

    “Hanya lebih rendah dibanding September 2022,” lanjut dia.

    Kedepannya, Awalil memberikan peringatan terkait ancaman ke inflasi ke depannya.

    Ia menyebut ancaman inflasi ini bisa datan untuk beberapa bulan ke depannya.

    “Meski demikian, ada indikasi ancaman peningkatan inflasi pada bulan-bulan mendatang,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Pendaftaran Magang Nasional Dibuka 7 Oktober 2025, Peserta Dapat Uang Saku Rp3,3 Juta per Bulan

    Pendaftaran Magang Nasional Dibuka 7 Oktober 2025, Peserta Dapat Uang Saku Rp3,3 Juta per Bulan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah memastikan program magang nasional untuk fresh graduate resmi dibuka pada 7 Oktober 2025. Kabar baiknya, peserta yang lolos bakal menerima uang saku sebesar Rp3,3 juta per bulan.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, mengatakan seluruh persiapan sudah hampir rampung. Mulai dari regulasi, sistem pendaftaran, hingga anggaran, semuanya telah disetujui dan siap dijalankan.

    “Sistem informasi Ayomagang untuk pendaftaran juga sudah dipersiapkan. Pembiayaan dan anggaran juga telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jadi pada intinya, persiapan sudah sangat baik,” ujarnya dalam keterangannya, dikutip Senin (6/10/2025).

    Afriansyah menargetkan sebanyak 20.000 peserta dapat bergabung dalam program ini. Sementara itu, jumlah perusahaan yang ikut serta masih terus dikonsolidasikan oleh pemerintah.

    Lebih lanjut, ia menyebut total anggaran yang disiapkan untuk program magang mencapai Rp199,71 miliar.

    “Uang saku yang diterima peserta per orang dan per bulan secara rata-rata mencapai Rp3,3 juta,” katanya.

    Program ini tak hanya berlangsung sampai akhir tahun, tapi juga akan diteruskan pada 2026 dengan jumlah peserta yang lebih banyak.

    “Akan direncanakan program magang dengan target peserta lebih besar lagi ke depannya,” jelas Afriansyah.

    Hingga Minggu (5/10/2025), tercatat 549 perusahaan sudah terdaftar sebagai penyelenggara magang di laman maganghub.kemnaker.go.id. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah karena pendaftaran masih dibuka hingga 7 Oktober 2025.

  • Prabowo dan Jokowi Bertemu Empat Mata, Pengamat Singgung Gibran Capres 2029

    Prabowo dan Jokowi Bertemu Empat Mata, Pengamat Singgung Gibran Capres 2029

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan empat mata antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025) masih menyisakan tanda tanya besar mengenai topik pembahasan keduanya. Prabowo dan Jokowi menggelar pertemuan tertutup selama dua jam.

    Pertemuan ini sontak menepis segala spekulasi publik dan narasi liar bahwa hubungan dua tokoh bangsa ini retak. Kenyataannya, Prabiowo dan Jokowi semakin terang-terangan mempertontonkan keakraban.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan, keduanya membahas soal isu kebangsaan dan arah pemerintahan ke depan.

    “Tentu banyak hal yang dipercakapkan mengenai masalah-masalah kebangsaan. Termasuk memberikan masukan ke depan sebaiknya seperti apa untuk beberapa hal,” jelas Prasetyo Hadi usai acara peringatan HUT ke-80 TNI di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (5/10).

    Pengamat politik Jamiluddin Ritonga menganalisa bahwa pertemuan tertutup ini membahas dua topik penting.

    Menurutnya, Jokowi menjadi pihak yang berinisiatif untuk bertemu Prabowo kemungkinan untuk meminta izin secara kepada Prabowo karena Jokowi absen ke acara HUT ke-80 TNI.

    “Ya, sebagai orang Jawa, Jokowi tampaknya ingin menyampaikan langsung ke Prabowo mengenai pertimbangan ketidakhadirannya pada acara itu,” kata Jamiluddin di Jakarta, Senin (6/10/2025).

    Kenyataannya Jokowi memang tidak hadir dalam acara kenegaraan tersebut dikarenakan masih dalam proses pemulihan, dan dianjurkan agar tidak mengikuti kegiatan di luar ruangan yang terkena langsung panas matahari.

  • Kaum Menengah Disebut Kelas Paling Menderita: Tak Cukup Miskin untuk Ditolong, Tak Cukup Kaya untuk Bertahan

    Kaum Menengah Disebut Kelas Paling Menderita: Tak Cukup Miskin untuk Ditolong, Tak Cukup Kaya untuk Bertahan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dokter Kebidanan dan Kandungan, dr. Yohan Pamuji Marbun, Sp.OG menyampaikan pernyataan yang menarik.

    Pernyataan tersebut disampaikannya melalui unggahan di akun Threads pribadinya.

    Yohan Pamuji menyampaikan situasi yang saat ini sulit dan bahkan menderita di Indonesia.

    Menurutnya berdasarkan kelas dari segi ekonomi, posisi sulit dan menderita di tempati oleh Middle class.

    “Siapa yang paling menderita di negeri ini?
    Yup… Middle Class,” tulisnya dikutip Senin (6/10/2025).

    “Bagaikan berdiri di tepi jurang, tak cukup miskin untuk ditolong, tak cukup kaya untuk bertahan,” ungkapnya.

    Lanjut, ia menyebut middle class harus terus berjuang setiap harinya walau dalam keadaan sulit.

    Ditambah lagi kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah mulai dari kenaikan harga hingga pajak.

    “Setiap hari berjuang agar tampak ’baik-baik saja”, padahal dalam hati terus berteriak,” sebutnya.

    “Harga naik, pajak naik, harapan turun.
    Tidak minta belas kasihan, cuma ingin napas sedikit lega,” jelasnya.

    “Kelas yang katanya stabil, tapi sesungguhnya rapuh dan lelah luar biasa.
    Kelas yang paling gampang untuk diperas.
    Ohhh.. btw I am Middle class,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar).

  • Dorong Gerakan ‘Adili dan Tangkap Jokowi’ Diproses di Pengadilan, Rocky Gerung: Mereka Bukan Perusuh

    Dorong Gerakan ‘Adili dan Tangkap Jokowi’ Diproses di Pengadilan, Rocky Gerung: Mereka Bukan Perusuh

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tuntutan adili dan tangkap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dari berbagai elemen masyarakat diprediksi bakal meluas ke sejumlah daerah setelah Jakarta. Jokowi dirongrong dengan berbagai tuduhan kasus tindak pidana korupsi.

    Pekan lalu, Kamis 2 Oktober 2025, ratusan massa yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Lintas Aliansi Adili Koruptor (Gladiator) menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan.

    Pengamat Politik, Rocky Gerung menyebut tuntutan tersebut sudah dilakukan secara benar berdasarkan undang-undang di jalur demokrasi.

    “Tulisan ‘adili Jokowi’ itu adalah hak publik untuk terus mengucapkan sesuatu yang menjadi ganjalan di dalam demokrasi,” kata Rocky Gerung dikutip pada Senin (6/10/2025).

    Akademisi ini menilai tuntutan di depan gedung KPK tersebut perlu diproses oleh DPR bahkan dibawa ke pengadilan.

    “Itu artinya harus ada proses entah itu dimulai di DPR atau dimulai di meja pengadilan,” ujarnya.

    Rocky menuturkan tuntutan seperti ini jangan disalahartikan sebagai perusuh karena para demonstran melakukannya secara benar di depan kantor KPK.

    Rocky mengatakan, gerakan adili dan tangkap Jokowi ini akan terus menjadi isu yang akan mengganggu konsentrasi pemerintah. Karena baik Jokowi maupun Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah membuat gelisah bagi mereka yang ngotot melancarkan pembersihan dari unsur-unsur yang merusak demokrasi

    “Jangan dituduh bahwa mereka yang menuntut pengadilan pak Jokowi itu adalah para perusuh, karena mereka lakukan itu dengan cara yang beradab datang di depan KPK,” tegasnya.

  • Pernah Mati-matian Bela Jokowi tapi Kini Berubah Arah, Guru Besar Unair Ungkap Hal Mengejutkan

    Pernah Mati-matian Bela Jokowi tapi Kini Berubah Arah, Guru Besar Unair Ungkap Hal Mengejutkan

    Ia menilai, saat itu berbagai keberhasilan pembangunan fisik seperti infrastruktur telah membuat masyarakat, termasuk dirinya, enggan berpikir negatif.

    “Informasi negatif tentangnya jadi tak nampak karena kebaikan dan hasil-hasil pembangunan yang nyata di depan mata,” lanjutnya.

    Namun seiring waktu, Prof. Henri menyadari bahwa citra kesederhanaan tersebut tidak sejalan dengan realitas politik dan kebijakan ekonomi yang dijalankan.

    “Keburukan dan ketidakjujuran pemimpin itu tak bisa disembunyikan selamanya,” tegasnya.

    Ia mencontohkan, persoalan hutang tersembunyi atau hidden debt akhirnya muncul ke permukaan dan membebani pemerintahan berikutnya.

    “Politik ijon yang dilakukan dengan mengambil semua hasil dan keuntungan di depan saat berkuasa, dengan risiko dibayar di belakang, terungkap juga. Itu nyata, hutang dilakukan gila-gilaan untuk politik pencitraan,” Henri menuturkan.

    Kata Henri, proyek-proyek besar dan bantuan sosial yang dulu digembar-gemborkan sebagai bentuk keberpihakan rakyat, ternyata berujung pada beban keuangan negara yang berat.

    “Membangun sarana fisik tanpa perhitungan dan gelontoran bansos ke rakyat agar sepakat. Tapi di balik itu, beban bunganya jadi tanggungan pemerintah berikutnya,” jelasnya.

    Ia menyebut praktik seperti itu sebagai bentuk korupsi politik tersembunyi yang dibumbui janji dan kebohongan.

    Henri juga menyinggung perubahan sikap Jokowi terhadap keluarganya yang kini terjun ke politik, padahal dulu mengaku hanya berbisnis.

    “Pernah bilang anaknya tidak tertarik politik, hanya bisnis martabak dan pisang, ternyata anak dan mantunya didorong jadi penguasa,” terangnya.

  • Akademisi UI: Jokowi Bukan Lagi Presiden, Jangan Cawe-cawe Pemerintahan Prabowo

    Akademisi UI: Jokowi Bukan Lagi Presiden, Jangan Cawe-cawe Pemerintahan Prabowo

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan empat mata antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Jokowi di Kertanegara terus menjadi perbincangan publik belakangan ini.

    Akademisi Universitas Indonesia (UI), Ronnie H. Rusli, misalnya, ia menilai seharusnya Presiden Prabowo tidak perlu mengikuti saran atau arahan apa pun dari mantan kepala negara tersebut.

    Dikatakan Ronnie, masa jabatan Jokowi telah berakhir dan secara etika politik, tidak semestinya ia masih terlibat dalam pengambilan keputusan di pemerintahan yang baru.

    “Sewajarnya Presiden Prabowo tidak melaksanakan apa yang dikatakan mantan Presiden,” ujar Ronnie di X @Ronnie_Rusli (6/10/2025).

    Ronnie juga menyinggung bahwa kredibilitas Jokowi kini tengah diragukan publik, terutama setelah muncul kembali perdebatan soal keaslian ijazahnya.

    “Terlebih-lebih ijazahnya saja diragukan,” katanya menegaskan.

    Ia menambahkan, posisi mantan Presiden seharusnya cukup menjadi simbol kenegaraan, bukan penasihat yang terus mencampuri kebijakan pemerintahan baru.

    “Dia sudah selesai sebagai Presiden, bukan lanjut menjabat sebagai penasehat Presiden,” tandasnya.

    Sebelumnya, Muhammad Said Didu menyoroti pertemuan empat mata antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Jokowi yang berlangsung di Kertanegara, Sabtu (4/10/2025), kemarin.

    Pertemuan yang disebut berlangsung tertutup selama dua jam itu memunculkan beragam spekulasi publik.

    Said Didu pun ikut memberikan analisanya terkait isi pembicaraan antara keduanya.

    “Karena tertutup dan empat mata selama dua jam maka diperkirakan yang dibahas adalah meminta pengamanan geng SOP (Solo-Oligarki-Parcok),” ujar Said Didu di X @msaid_didu (5/10/2025).

  • Dian Sandi PSI: Tuduhan Ijazah Gibran Palsu Bisa Rusak Hubungan Indonesia-Singapura

    Dian Sandi PSI: Tuduhan Ijazah Gibran Palsu Bisa Rusak Hubungan Indonesia-Singapura

    Dikatakan Dian, upaya menggugat keaslian dokumen pendidikan tokoh nasional bukan hanya berpotensi mencoreng kredibilitas lembaga pendidikan di dalam negeri, tetapi juga menyeret nama institusi akademik luar negeri.

    “Kemarin menghina institusi pendidikan dalam negeri, sekarang menghina institusi pendidikan luar negeri,” ucap Politisi muda PSI ini.

    Ia menegaskan, tindakan tersebut dapat berdampak negatif terhadap hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain, termasuk Singapura, tempat Gibran menempuh studi.

    “Singapura itu negara kecil, kampus di sana sedikit, mereka bertahan karena integritas,” jelasnya.

    Dian menegaskan, menuding lembaga pendidikan di Singapura seolah bisa disuap atau dibeli sama saja dengan merusak hubungan antarnegara yang telah lama terjalin baik.

    “Orang Indonesia yang menghina-hina seolah mereka bisa dibeli, bisa membuat hubungan kedua negara menjadi buruk,” tandasnya.

    Ia juga mengingatkan bahwa bukti kelulusan Gibran dapat dilihat secara terbuka melalui dokumentasi resmi kampus luar negeri.

    “Kalian meragukan ijazah yang mereka keluarkan, kalian ragukan Gibran yang photo wisudanya terpampang di kampus. Apa itu tidak namanya menjelekkan institusi pendidikan mereka?” kuncinya.

    Sebelumnya, pakar telematika Roy Suryo kembali blak-blakan latar belakang pendidikan Gibran Rakabuming.

    Ia menilai, isu yang beredar bukan sekadar perdebatan di dunia maya, melainkan berkaitan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

    Roy mengacu pada UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf r serta Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023, yang menyebutkan bahwa calon presiden dan wakil presiden minimal harus menamatkan pendidikan setingkat SMA.

  • Denny Indrayana: Cawe-cawe adalah Pelanggaran Etika Politik Hukum yang Paripurna

    Denny Indrayana: Cawe-cawe adalah Pelanggaran Etika Politik Hukum yang Paripurna

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menyampaikan argumennya terkait cawe-cawe. Menurutnya, cawe-cawe melanggar etika polisi hukum.

    “Cawe-cawe adalah pelanggaran etika politik hukum yang paripurna,” tulis Indrayana dalam akun Threads privasinya, Senin, (6/10/2025).

    Secara bahasa, cawe-cawe artinya ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani.

    Istilah cawe-cawe ramai digunakan setelah Jokowi secara terbuka akan cawe-cawe di Pemilu 2024 silam.

    Denny Indrayana menyatakan, cawe-cawe bukan hanya melanggar fatsoen politik, dimana Presiden atau mantan Presiden harusnya bersandar pada politik negara-bangsa, bukan politik keluarga.

    Cawe-cawe juga mempunyai potensi pelanggaran hukum pidana karena cenderung koruptif dan merusak tatanan ekonomi dan ekologi.

    “Cawe-cawe harus diberi sanksi hukum, agar tidak kebablasan menjadi konvensi politik yang dianggap benar dan wajar, ” ujarnya. 

    Diketahui, cawe-cawe berasal dari bahasa Jawa, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.

    Istilah “cawe-cawe” dalam konteks bahasa dan politik di Indonesia mengandung makna intervensi atau keterlibatan dalam urusan yang biasanya bukan tanggung jawab langsung seseorang.

    Secara etimologis, frasa ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti “ikut campur,” sering kali dengan konotasi positif atau netral, bergantung pada konteksnya.

    Dalam lingkup politik, “cawe-cawe” sering digunakan untuk menggambarkan tindakan aktor politik yang campur tangan dalam situasi tertentu demi kepentingan publik atau pribadi.