Category: Fajar.co.id Politik

  • Debat Panas dengan Dedy Nur PSI, John Sitorus: Seperti Memancing Kelompok Agama dan Memecah Belah

    Debat Panas dengan Dedy Nur PSI, John Sitorus: Seperti Memancing Kelompok Agama dan Memecah Belah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, John Sitorus menyorot tajam cuitan dari kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedy Nur Palakka.

    Dalam cuitannya itu, Dedy Nur Palakka bicara terkait kepercayaan dan iman kepada tuhan.

    “Allah yang selama ini dipercaya sebagai oleh umat muslim sebenarnya cuma ‘angan-angan’ yang sama ketika nabi akhir zaman juga pertama kali membangun angan-angan nya soal tuhan bernama allah,”

    “Jadi kalau ada yang kontradiktif dalam konteks ini jelas sudah pas,” tulisnya.

    Cuitan ini yang kemudian disorot tajam oleh John Sitorus dengan menyebut hal ini sudah keterlaluan dan jatuhnya ke penistaan agama.

    “Tweet ini juga sudah keterlaluan bro @DedynurPalakka . Bisa masuk delik penistaan agama dan menghasut,” tulis John Sitorus dikutip Kamis (12/6/2025).

    “Bagaimana bisa kau sebut Allah yang selama ini dipercaya sebagai Tuhan oleh umat Muslim cuman angan-angan?” Tambahnya.

    “Lalu Nabi Akhir zaman siapa yang anda maksud?,” sebutnya.

    Ia menaruh curiga ada kesegajaan dari Dedy Nur Palakka untuk memancing kemarahan kelompok agama tertentu.

    Dan menaruh John ada tujuan dibalik hal tersebut dengan maksud tentunya untuk memecah belah.

    “Sepertinya anda sengaja memancing kemarahan kelompok agama tertentu dan memecah belah,” tuturnya.

    “Saya ga peduli apa agama anda, tapi sepertinya anda emang sengaja ‘NANTANGIN,” terangnya.

    “Semoga sudah diklarifikasi agar tidak menimbulkan polemik,” pungkasnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Kader PSI Dedy Nur Palakka Sebut Jokowi Layak Jadi Nabi, Jhon Sitorus: Lalu Siapa Tuhan Kalian?

    Kader PSI Dedy Nur Palakka Sebut Jokowi Layak Jadi Nabi, Jhon Sitorus: Lalu Siapa Tuhan Kalian?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader Partai Silidaritas Indonesia (PSI) Dedy Nur Palakka menyebut Presiden ke-7 Jokowi layak disebut nabi. Pernyataan ini menuai protes dari berbagai pihak.

    Salah satunya dari Pegiat Media Sosial Jhon Sitorus. Jhon dan Deddy terlibat perdebatan di media sosial X.

    Usai Deddy menyebut Jokowi layak disebut nabi politik, Jhon membantahnya bahwa Jokowi tak pernah menerima wahyu. Ia pun meminta Deddy menunjukkan bukti bahwa Jokowi layak dikatakan nabi.

    Ada tiga argumentasi Deddy menjawab bantahan Jhon. Salah pertama, mengatakan memang nabi orang yang menerima wahyu jika diartikan secara bahasa. Tapi berbeda dalam konteks filsafat.

    “Namun, dalam perbincangan filsafat, sastra, dan tafsir sosial, kata nabi juga sering digunakan secara kiasan atau simbolik,” tulis Deddy.

    “Tidak ada satu pun manusia yang mengatakan Jokowi memiliki sifat kenabian, kecuali Anda sendiri.”

    Kedua, Deddy membantah argumentasi Jhon yang menyebut hanya dirinya yang menjuluki Jokowi sebagai nabi. Menurutnya, tidak perlu banyak orang untuk mengawali pemikiran.

    “Dulu orang menganggap Nelson Mandela pengacau, sebelum akhirnya disebut pembawa cahaya rekonsiliasi. Mahatma Gandhi dulu dianggap aneh dengan strategi ahimsa, sebelum dunia menyebutnya nabi tanpa senjata,” ujar Deddy.

    Ketiga, Deddy menjawab argumentasi bahwa Jokowi adalah nabi umat agama apa. Baginya, bagi bukan hanya milik satu agama.

    “Faktanya, hampir semua peradaban punya tokoh ‘kenabian’ — dalam pengertian pembawa nilai luhur, kebijaksanaan, dan pencerahan,” terang Deddy.

  • Zulhas Hanya Punya Satu Pilihan, Nego atau Tersapu

    Zulhas Hanya Punya Satu Pilihan, Nego atau Tersapu

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik internal Partai Amanat Nasional (PAN) terus memanas. Kali ini datang dari Jengiskan, salah satu kader muda PAN dari Banten.

    Ia melontarkan kritik pedas terhadap Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, yang menurutnya lebih mengandalkan pendekatan transaksional ketimbang ideologis dalam membangun partai.

    “Zulkifli Hasan bukan politisi biasa. Ia bukan orator hebat, bukan pemikir murni, dan bukan juga teknokrat tulen. Tapi ia paham satu hal, membaca peta kekuasaan dengan insting dagang,” ujar Jengiskan dikutip dari laman sulsel.fajar.co.id, Rabu (11/6/2025).

    Dikatakan Jengiskan, Zulkifli Hasan atau Zulhas adalah figur politikus yang lihai berdagang pengaruh.

    Ia menggambarkan Zulhas sebagai pedagang politik yang piawai, yang menjual loyalitas ke atas dan merajut pengaruh ke bawah, dengan harga yang menyesuaikan pembelinya.

    Dalam analisisnya yang berbasis pada data internal, Jengiskan menyebut bahwa kekuatan Zulhas tidak bersumber dari gagasan atau ide-ide besar, melainkan pada kemampuannya membangun dan mengatur jaringan distribusi kekuasaan di dalam tubuh partai.

    “Zulhas tak membangun partai. Ia membangun pasar. Dan PAN adalah kiosnya,” tegasnya.

    Data internal yang diungkapnya menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen struktur partai di daerah dikendalikan oleh loyalis Zulhas, bukan berdasarkan kapasitas kepemimpinan atau gagasan, tetapi karena hubungan transaksional dan loyalitas struktural.

    Lebih lanjut, ia menyoroti gaya manajemen konflik yang diterapkan Zulhas, yang menurutnya bersifat pragmatis dan jangka pendek.

  • Zulhas Kembali Disentil Kadernya: Bukan Bangun Partai, tapi Pasar

    Zulhas Kembali Disentil Kadernya: Bukan Bangun Partai, tapi Pasar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik internal Partai Amanat Nasional (PAN) terus memanas, kali ini datang dari Jengiskan, salah satu kader muda PAN dari Banten.

    Ia melontarkan kritik pedas terhadap Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, yang menurutnya lebih mengandalkan pendekatan transaksional ketimbang ideologis dalam membangun partai.

    “Zulkifli Hasan bukan politisi biasa. Ia bukan orator hebat, bukan pemikir murni, dan bukan juga teknokrat tulen. Tapi ia paham satu hal, membaca peta kekuasaan dengan insting dagang,” ujar Jengiskan dalam keterangannya (11/6/2025).

    Dikatakan Jengiskan, Zulkifli Hasan atau Zulhas adalah figur politikus yang lihai berdagang pengaruh.

    Ia menggambarkan Zulhas sebagai pedagang politik yang piawai, yang menjual loyalitas ke atas dan merajut pengaruh ke bawah, dengan harga yang menyesuaikan pembelinya.

    Dalam analisisnya yang berbasis pada data internal, Jengiskan menyebut bahwa kekuatan Zulhas tidak bersumber dari gagasan atau ide-ide besar, melainkan pada kemampuannya membangun dan mengatur jaringan distribusi kekuasaan di dalam tubuh partai.

    “Zulhas tak membangun partai. Ia membangun pasar. Dan PAN adalah kiosnya,” tegasnya.

    Data internal yang diungkapnya menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen struktur partai di daerah dikendalikan oleh loyalis Zulhas, bukan berdasarkan kapasitas kepemimpinan atau gagasan, tetapi karena hubungan transaksional dan loyalitas struktural.

    Lebih lanjut, ia menyoroti gaya manajemen konflik yang diterapkan Zulhas, yang menurutnya bersifat pragmatis dan jangka pendek.

  • Pemakzulan Gibran, Pakar: Harus Dibuktikan Secara Hukum, Bukan Sekadar Tekanan Politik

    Pemakzulan Gibran, Pakar: Harus Dibuktikan Secara Hukum, Bukan Sekadar Tekanan Politik

    Yance menjelaskan, secara teoretis hal tersebut bisa dikaitkan ke dalam impeachment clauses, terutama jika terbukti terdapat intervensi kekuasaan dalam proses pencalonan. Aspek ini membutuhkan penyelidikan hukum yang cermat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela atau penghilangan syarat konstitusional.

    “Kalau memang Gibran atau orang tuanya, mantan Presiden Jokowi, terlibat dalam manipulasi proses persidangan MK atau di KPU, itu bisa dijadikan dasar untuk melihat ada manipulasi yang sudah terjadi dan sebenarnya Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon Wakil Presiden,” paparnya.

    Ia juga menekankan bahwa batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam UUD 1945 adalah 40 tahun. Dalam kasus Gibran, persoalan usia menjadi titik krusial, mengingat ia dilantik sebagai Wakil Presiden saat usianya belum mencapai batas minimal tersebut.

    Hal ini membuka ruang bagi interpretasi konstitusional yang lebih luas, terutama jika proses hukum membuktikan bahwa syarat tersebut memang dilanggar secara sistematis dan disengaja.

    Menurutnya, wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak dapat dipisahkan dari pertimbangan konstitusional yang ketat.

    Menurut Yance, pendekatan hukum yang sahih justru harus dimulai dari DPR melalui pembentukan panitia angket atau lewat gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dasar pencalonan yang dianggap tidak sah. Kedua jalur ini memungkinkan terbukanya ruang pembuktian atas dugaan manipulasi dan pelanggaran syarat usia dalam pencalonan Gibran.

  • Mendagri Pindahkan 4 Pulau dari Aceh Jadi Wilayah Sumatera Utara, Pengamat Ingatkan Prabowo

    Mendagri Pindahkan 4 Pulau dari Aceh Jadi Wilayah Sumatera Utara, Pengamat Ingatkan Prabowo

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025, menjadikan empat pulau yang sebelumnya masuk wilayah Aceh kini berubah status jadi wilayah Sumatera Utara.

    Masing-masing pulau itu adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek.

    Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian yang memindahkan empat pulau dari Provinsi Aceh ke Sumatera Utara (Sumut) itu kini menuai sorotan tajam.

    Pengamat politik Andi Yusran menyarankan agar keputusan tersebut ditinjau ulang demi menjaga stabilitas politik nasional.

    “Permendagri yang memasukkan empat pulau yang sebelumnya bagian dari Kabupaten Aceh, lalu diubah menjadi wilayah Sumatera Utara, perlu ditinjau ulang untuk menjaga kondusifitas politik dalam negeri,” ujar Andi melansir kantor berita politik RMOL, Selasa, 9 Juni 2025.

    Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menimbulkan ketegangan antarprovinsi. Khususnya antara Aceh dan Sumut, serta antara Aceh dan pemerintah pusat.

    Keputusan tersebut tidak hanya memicu kekecewaan di kalangan masyarakat Aceh, tetapi juga membuka ruang bagi potensi perpecahan sosial dan politik yang lebih luas.

    “Instabilitas di kawasan Sumatera jika tidak direspons segera dapat berdampak kepada posisi politik Presiden Prabowo,” tegas Andi mengingatkan. (rmol/fajar)

  • Balas Pernyataan Jhon Sitorus, Kader PSI: Tidak Berlebihan Jika Jokowi Disebut Layak Jadi Nabi

    Balas Pernyataan Jhon Sitorus, Kader PSI: Tidak Berlebihan Jika Jokowi Disebut Layak Jadi Nabi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Biro Ideologi dan Kaderisasi, Dedy Nur, membalas pernyataan Jhon Sitorus yang menyerang dirinya setelah memuji habis mantan Presiden Jokowi.

    Pada kolom komentar cuitan Jhon, Dedy mengatakan bahwa apa yang disebutnya tentang Jokowi memenuhi syarat menjadi nabi tidak berlebihan.

    “Ngga ada yang berlebihan dalam ruang idea bro Jhon Sitorus,” kata Dedy, @DedynurPalakka (10/6/2025).

    Dikatakan anak buah Kaesang Pangarep ini, orang selain Jokowi juga bisa menjadi nabi. Tidak terkecuali Jhon Sitorus.

    “Kalau saya menulis bahwa Jhon juga bisa jadi nabi baru apa yang saya langgar, ini pikiran bebas saya saja,” timpalnya.

    Dedy bilang, apa yang dia katakan soal Jokowi tidak perlu diperdebatkan. Sebab, baginya Presiden dua periode itu memang sudah mendapat tempat di hati rakyat.

    “Cuman reaksi Jhon dkk ternyata lumayan bersemangat, jadi mari kita lanjutkan narasi ini sampai benar-benar kejadian,” tandasnya.

    Sebelumnya, Pegiat Medsos, Jhon Sitorus, menilai pernyataan itu sangat berlebihan dan berpotensi menimbulkan kontroversi.

    “Hati-hati kalo bicara soal Nabi bro Dedy,” ujar Jhon di X @jhonsitorus_19 (10/6/2025).

    Ia mempertanyakan maksud Dedy dalam menyebut Jokowi sebagai nabi.

    Bagi Jhon, perlu dijelaskan secara spesifik umat agama mana yang dimaksud agar tidak menimbulkan salah tafsir di publik.

    “Jokowi jadi Nabi umat agama mana yang kau maksud? Harus diperjelas agar tidak menimbulkan polemik,” lanjutnya.

    Jhon menyatakan bahwa ia memahami semangat loyalitas Dedy terhadap Jokowi, namun menyamakan presiden dengan nabi bukanlah pernyataan yang tepat.

  • Pilkada Palopo Digugat ke MK!

    Pilkada Palopo Digugat ke MK!

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR –  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan memastikan diri siap mendampingi Bawaslu Kota Palopo dalam menghadapi sengketa Pilkada Kota Palopo yang kini dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Gugatan diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso–Andi Tenri Karta (RMB–ATK), terhadap paslon nomor urut 4, Naili Trisal–Akhmad Syarifuddin (Ome), usai pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 24 Mei 2025 lalu.

    “Kami sudah siap mendampingi teman-teman Bawaslu Kota Palopo untuk memberikan keterangan di MK, karena ini tanggung jawab kami sebagai pemberi keterangan, bukan sebagai saksi dan semacamnya,” tegas Andrias Duma, Anggota Bawaslu Sulsel, Selasa (10/6) di Makassar.

    Dua Dalil, Bukan Sengketa Suara

    Andrias menjelaskan bahwa pokok gugatan bukan soal perolehan suara karena sudah melebihi batas ambang 2 persen, melainkan menyangkut proses pencalonan.

    “Dalil yang disampaikan di MK itu ada dua, dalil terkait dengan mantan narapidana Wakil Wali Kota Palopo nomor 4, Pak Ome (Akhmad Syarifuddin), kemudian yang kedua terkait dengan SPT tahunan dari calon Wali Kota Palopo (Naili) yang digugat,” ungkap Andarias.

    Bawaslu Sulsel kini tengah menyusun draft keterangan tertulis dan bukti-bukti pengawasan yang akan direview internal sebelum diserahkan ke Bawaslu RI untuk kemudian digunakan dalam sidang MK. Saat ini, mereka masih menunggu jadwal resmi dari MK.

    Terkait status hukum Akhmad Syarifuddin (Ome) sebagai eks narapidana, Andrias menyebut pihaknya telah melakukan klarifikasi sejak awal.

  • Bandingkan dengan Dua Calon Wapres, Teddy Gusnaidi: Belum ada Alasan untuk Makzulkan Gibran

    Bandingkan dengan Dua Calon Wapres, Teddy Gusnaidi: Belum ada Alasan untuk Makzulkan Gibran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Garuda, Teddy Gusnaidi angkat bicara terkait pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 tertanggal 26 Mei 2025, perihal Usulan Pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke MPR dan DPR.

    “Dengan ini kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian petikan surat Selasa (3/6).

    Lewat cuitan sekaligus unggahan video di media sosial X pribadinya, Teddy Gusnaidi bicara soal pemakzulan ini.

    Ia membandingkan Wapres saat ini, Gibran Rakabuming Raka dengan dua calon Wapres di Pemilu 2024.

    Mereka adalah Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD.

    Teddy menyebut dari kedua calon Wapres sebelumnya, putra dari Mantan Presiden Jokowi Widodo itu lebih berkompeten.

    “Kalau dibandingkan dengan Calon Wakil Presiden lain, dibandingkan dengan Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar,” katanya.

    “Tentu Gibran yang sangat berkompeten,” ujarnya.

    Menurutnya Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD tidak memiliki pengalaman jika dibandingkan dengan Gibran.

    “Mahfud MD dan Muhaimin tidak punya pengalaman dibandingkan dengan Gibran,” tambahnya.

    Teddy kemudian melemparkan pertanyaan dengan meminta jawaban terkait pelanggaran hukum yang pernah dilakukan oleh Gibran.

    Karena itu menurutnya, sampai saat ini belum ada alasan yang tepat untuk memakzulkan Gibran.

    “Pertanyaan saya, sebutkan 1 saja pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Gibran sehingga dia mau di makzulkan,” tuturnya.

  • Heru Subagia: Zulkifli Hasan Tak Butuh Kader Pintar, tapi Artis Papan Atas

    Heru Subagia: Zulkifli Hasan Tak Butuh Kader Pintar, tapi Artis Papan Atas

    “Pak Zul, kami curiga, anda mungkin telah membaca ‘Mein Kampf’ atau paling tidak, memahami spiritnya. Sentralisasi mutlak, loyalitas tak berbantah, dan penghancuran oposisi internal,” tandasnya.

    Ia menggambarkan bagaimana forum-forum partai kini berubah menjadi ritual simbolik semata, tempat kader datang hanya untuk sekadar minum kopi, makan, lalu pulang dengan uang transport, tanpa ada ruang pertukaran ide.

    “Kader dijadikan bebek, bukan partner berpikir,” sindirnya.

    Dalam suratnya, Malik juga menegaskan bahwa kritik ini bukan ditujukan kepada pribadi Zulkifli Hasan secara langsung, melainkan kepada arah kelembagaan partai yang menurutnya telah melenceng dari cita-cita awal reformasi.

    “Kami bukan pemberontak. Kami bukan benalu. Kami adalah penjaga warasnya partai,” tegas Malik.

    Ia juga menekankan bahwa suara-suara kritis kader muda lahir dari rasa cinta terhadap partai, bukan kebencian terhadap kekuasaan.

    “Pak Ketum, dengarkanlah, kader muda ini tidak sedang nyinyir. Kami sedang membunyikan alarm. Karena cinta kami pada partai lebih besar dari rasa takut kami pada kursi kekuasaan,” imbuhnya.

    Malik kemudian memberikan peringatan, jika ruang berpikir dan berdialektika tidak diberikan, sejarah akan mencatat Zulhas bukan sebagai pembaru, melainkan sebagai penutup zaman gagasan di tubuh PAN.

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Zulhas yang juga merupakan Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia atas surat terbuka tersebut. (Muhsin/fajar)