Category: Fajar.co.id Politik

  • Endus Upaya Mengacak-acak Internal Jelang Kongres V, Ronny Talapessy Sebut PDIP Siaga Satu

    Endus Upaya Mengacak-acak Internal Jelang Kongres V, Ronny Talapessy Sebut PDIP Siaga Satu

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kongres V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) baru akan digelar pada 2025. Namun menjelang momentum penting itu, kini mulai terendus upaya untuk memecah partai tersebut.

    Setidaknya kondisi tersebut telah diendus pengurus DPP PDIP. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu disebut-sebut ingin diacak-acak internalnya.

    Karena alasan itu pula, DPP PDI Perjuangan dalam posisi siaga satu. Hal demikian terungkap saat Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy melaksanakan konferensi pers di kantor partainya, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).

    Ronny mengatakan belakangan muncul baliho dan spanduk yang berisi fitnah terhadap PDIP dan ketum partainya Megawati Soekarnoputri.

    “Dengan beredarnya baliho dan spanduk yang sifatnya menghasut, telah menciptakan kondisi siaga satu di internal PDIP,” kata eks pengacara Bharada Richard Eliezer itu, Kamis.

    Ketua dan kader DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus serta Alvon Kurnia Palma diketahui turut hadir dalam konferensi pers yang sama. Ronny mengatakan pemasangan baliho oleh pihak lain yang berisi hasutan menjadi upaya merusak legitimasi kepengurusan partai di mata publik menjelang pelaksanaan Kongres V PDIP pada 2025.

    “Adanya upaya mengawut-awut PDIP menjelang Kongres PDIP, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri,” lanjut pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

    Ronny melanjutkan serangan berupa pemasangan baliho yang menghasut Megawati dan partai membuat kader PDIP marah. “Memicu kemarahan anggota dan kader Partai seluruh Indonesia,” katanya.

  • Diskusi Interaktif AMPi Talks, Sarmuji Tekankan Pentingnya Peran Kader Muda

    Diskusi Interaktif AMPi Talks, Sarmuji Tekankan Pentingnya Peran Kader Muda

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dalam upaya mempererat hubungan antara kader muda dan kepemimpinan Partai Golkar, Angkatan Muda Partai Golkar (AMPi) menggelar acara bertajuk AMPi Talks Q&A dengan tema “Kenal Lebih Dekat dengan Sekjen DPP Partai Golkar.”

    Acara ini berlangsung di Gedung DPP Partai Golkar dengan menghadirkan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Sarmuji, sebagai pembicara utama. Suasana diskusi berlangsung hangat dan interaktif, membangun antusiasme di kalangan peserta.

    Pada kegiatan ini menghadirkan 4 panelis muda seperti, Andi Hendra, Jerry Sambuaga, Rizky Maulana, dan Sekar Tandjung. Panelis ini menghadirkan beragam perspektif segar terkait dinamika kepartaian dan peran Partai Golkar di masa depan.

    Sarmuji membuka diskusi dengan menjelaskan visi dan misi kepemimpinannya sebagai Sekjen, menyoroti pentingnya keterlibatan kader muda dalam membangun partai yang modern dan relevan.

    “Kader muda adalah energi utama Partai Golkar. Forum seperti ini adalah wadah untuk mendengarkan aspirasi, memperkuat koneksi, dan mewujudkan Golkar yang progresif,” ungkap Sarmuji dengan penuh semangat.

    Berbagai isu strategis menjadi bahan diskusi, mulai dari penguatan kaderisasi di tingkat akar rumput, digitalisasi politik, hingga tantangan generasi muda dalam menyongsong Pemilu 2024.

    Sarmuji juga menekankan pentingnya Golkar beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai fundamentalnya.

    Ratusan kader muda dari berbagai daerah hadir dengan penuh antusias. Mereka tidak hanya mendengarkan, tetapi juga aktif mengajukan pertanyaan dan berbagi pandangan.

  • Mafia Disebut Bikin Demokrasi di Indonesia Jadi Kotor, Wacana Prabowo Solusi Terbaik?

    Mafia Disebut Bikin Demokrasi di Indonesia Jadi Kotor, Wacana Prabowo Solusi Terbaik?

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Wacana Presiden Prabowo Subianto untuk mengganti mekanisme Pilkada langsung menjadi tidak langsung melalui DPRD menuai pro dan kontra.

    Isu ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan elite politik, memunculkan diskusi tentang arah demokrasi di Indonesia.

    Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Andi Ali Armunanto, menyampaikan pandangannya.

    Ia menilai wacana tersebut seharusnya disambut dengan positif, karena memiliki potensi untuk memperbaiki sistem pemerintahan daerah.

    “Dengan dikembalikan ke DPRD, artinya kita juga mengembalikan fungsinya sebagai perwakilan rakyat,” ujar Ali kepada fajar.co.id, Kamis (19/12/2024).

    Dikatakan Ali, jika DPRD dianggap tidak representatif, mestinya publik memikirkan ulang bahwa mereka adalah pilihan rakyat.

    “Toh kita harus percaya bahwa mereka sangat representatif. Karena mereka dipilih langsung masyarakat,” tukasnya.

    Logikanya, kata Ali, dalam demokrasi perwakilan, perwakilan sejatinya menunjukkan orang-orang yang diwakili dalam hal ini rakyat.

    “Kalau ada juga ahli yang berpendapat bahwa pemilihan di DPRD itu tidak menunjukkan preferensi publik, loh mereka itu orang-orang yang dipilih preferensi publik,” cetusnya.

    Menurut Ali, asumsi tersebut merupakan kebodohan dalam bentuk uang lain. Sebab, terkesan tidak paham mengenai demokrasi representatif.

    “Demokrasi langsung itu adalah yang sebenarnya paling kuno. Walupun paling efektif, tapi dengan jumlah penduduk yang sangat besar saat ini demokrasi langsung itu menjadi sumber pemborosan terbesar,” Ali menuturkan.

  • Ketimbang Naikkan Pajak, Ganjar Pranowo Tawarkan Pendapatan Negara dari berbagai Sektor Ini

    Ketimbang Naikkan Pajak, Ganjar Pranowo Tawarkan Pendapatan Negara dari berbagai Sektor Ini

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kader PDIP Ganjar Pranowo menyebut pajak memang sumber pendapatan negara. Namun ia menyoroti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

    “Semuanya tahu melalui pajak. Negara mampu membiayai layanan publik, seperti pendidikan kesehatan, infrastruktur dan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan,” kata Ganjar dikutip dari YouTUbe pribadinya, Kamis (19/12/2024).

    Namun menurutnya, pajak mesti dikelola dengan baik. Jika tidak maka hanya jadi beban.

    “Tanpa pajak yang dikelola secara bijak, negara akan bergantung pada utang atau sumber pendanaan tak berkelanjutan yang justru membebani masa depan di generasi
    mendatang,” jelasnya.

    Di tengah situasi ekonomi saat ini, Ganjar menyebut diperlukan kita kebijakan perpajakan yang tepat yang mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan daya beli rakyat atau menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Tapii hal tersebut, kata dia memang tidak mudah dan butuh dukungan dari semua pihak. Salah satunya, ia menyebut pajak kekayaan yang menarget mereka yang memiliki aset besar bisa menghasilkan kurang lebih 81,6 triliun.

    “Ini mengurangi ketimpangan, tanpa membebani kelompok miskin. Lalu ada windfall tax dari sektor tambang dan kelapa, dengan potensi yang kurang lebih ya kita bisalah dapat penerimaan negara 300 triliun,” terangnya.

    Selain itu, ia juga memaparkan sumber pendapatan lainnya selain pajak.

    “Lalu ada pajak karbon yang tidak hanya mendatangkan pendapatan tetapi juga menyelamatkan lingkungan kita kebijakan-kebijakan ini di samping meningkatkan penerimaan negara juga memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” pungkasnya. (Arya/Fajar)

  • Pengamat Nilai Pilkada Melalui DPRD Selamatkan Masyarakat dari Pembodohan

    Pengamat Nilai Pilkada Melalui DPRD Selamatkan Masyarakat dari Pembodohan

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Andi Ali Armunanto, menyebut bahwa sejauh ini di Indonesia tidak ada Pilkada yang betul-betul menghadirkan pilihan rakyat.

    Hal ini diungkapkan Ali sebagai respons terhadap wacana Presiden Prabowo Subianto mengganti mekanisme Pilkada langsung menjadi pilkada tidak langsung melalui DPRD.

    “Tidak banyak kemudian Pilkada yang menghadirkan pilihan-pilihan rakyat,” ujar Ali kepada fajar.co.id, Kamis (19/12/2024).

    Ali kemudian menarik contoh kasus pada Pilkada DKI Jakarta dan Toraja mengenai pasangan calon yang maju tanpa dukungan Partai atau independen.

    “Tarolah misalnya di Jakarta ada calon independen, di Toraja calon independen pernah menang. Tapi kita hitung secara presentasi, itu nol koma sekian aja hal seperti itu bisa muncul,” ucapnya.

    Blak-blakan, Ali menuturkan bahwa ongkos politik yang terbilang sangat mahal membuat mereka yang punya potensi dikalahkan oleh lingkaran oligarki.

    “Karena ongkos politik untuk masuk ke situ sengaja dibikin besar oleh Partai Politik karena ia juga yang membuat aturan. Misalnya aturan travel dan semacamnya, itukan yang buat aturan di DPR,” terangnya.

    Berangkat dari aturan yang dibuat, kata Ali, maka memungkinkan Partai-partai Politik melakukan praktek kartel.

    “Tidak banyak orang yang bisa membiayai proses independen. Itulah yang terjadi,” sesalnya.

    Mengenai asumsi bahwa wacana Prabowo mematikan demokrasi, Ali justru memiliki pandangan berbeda.

    “Keliru sekali, ini sebenarnya untuk menyelamatkan masyarakat dari pembodohan yang selama ini dianggap demokrasi,” Ali menuturkan.

  • Gibran Singgung Dipecat dari PDIP Bersama Gusma, Gun Romli: Wapres Kok Bohong

    Gibran Singgung Dipecat dari PDIP Bersama Gusma, Gun Romli: Wapres Kok Bohong

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyinggung pemecatannya sebagai kader PDIP. Hal itu menuai kritik.

    Pasalnya, Gibran menyebut dipecat dari PDIP bersama Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Gusma. Itu dipersoalkan kader PDIP Muhammad Guntur Romli.

    Ia menyebut anak dari Presiden ke-7 Jokowi itu berbohong. Gun Romli pun menyorot sikap Gibran yang berbohong padahal sebagai Wapres.

    “Wapres kok bohong,” kata Gun Romli dikutip dari unggahannya di X, Kamis (19/12/2024).

    Gusma, kata Gun Romli beda dengan Gibran. Gibran dipecat, sedangkan Gusma mengundurkan diri.

    “Tidak ada nama Gusma di 27 orang yang dipecat itu. Gusma bersama Maruarar bukan dikeluarkan tapi mengundurkan diri dari PDI Perjuangan sejak Januari 2024,” terangnya.

    Dua eks kader PDIP itu, Gusma dan Maruarar, disebutnya masih bersikap tahu diri. Tidak seperti Jokowi dan keluarganya.

    “Mereka masih tau diri & malu, tidak seperti Joko Widodo, Gibran & Bobby yang harus dipecat,” pungkasnya.

    Adapun pernyataan Gibran itu disampaikan saat pelantikan pengurus baru Pemuda Katolik di Jakarta, Selasa (17/12) malam.

    “Selamat kepada ketua dan jajarannya yang baru saja dilantik malam ini. Jadi, sebenarnya Mas Gusma ini senasib dengan saya, baru saja dikeluarkan dari partai,” kata Gibran saat memberikan sambutan pada acara pelantikan Pengurus Pusat Pemuda Katolik di Gedung Konferensi Wali Gereja (KWI).

    Gibran dan Gusma pun sama-sama mantan kader PDIP yang saat ini tak lagi menjadi bagian dari partai.

    Gusma pada Januari 2024 mengumumkan pengunduran dirinya sebagai bagian dari kepengurusan dan kader PDIP karena dia saat itu memilih untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

  • Ali Armunanto: Selama Ini Kita Ditipu Elite dengan Pilkada Langsung

    Ali Armunanto: Selama Ini Kita Ditipu Elite dengan Pilkada Langsung

    Hanya saja, diungkapkan Ali, itu merupakan opsi politik elite yang diframing seakan-akan demokratis dengan pemilihan langsung.

    “Jadi tidak ada opsi di masyarakat.Kita lihat siapa sih calon yang muncul dari keinginan rakyat? Di Makassar tidak ada yang muncul dari keinginan rakyat,” imbuhnya.

    Ia melihat bahwa semua calon yang maju selama proses Pilkada muncul dari kepentingan politik elite.

    “Di Sulsel juga begitu. Jadi Pilkada langsung itu adalah seperti praktek money laundryng. Uang kejahatan yang dicuci dalam praktek demokratis supaya kesannya bersih dan legal,” terangnya.

    “Tapi praktek-praktek pencalonan itu semuanya ilegal. Semuanya melalui proses yang kita telusuri, anti demokratis,” sambung dia.

    Ali bilang, jika publik diperhadapkan dengan wacana seperti itu, maka sudah seharusnya memberikan respons yang baik.

    “Ini adalah upaya untuk menyadarkan masyarakat bahwa sebenarnya selama ini kita ditipu para elite, Partai Politik dengan Pilkada langsung,” kuncinya.

    Sebelumnya diketahui, melalui sambutannya dalam perayaan Puncak HUT ke-60 Partai Golkar di SICC, Bogor, pada Kamis (12/12/2024), Presiden Prabowo Subianto menegaskan perlu perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.

    Hal tersebut disetujui Prabowo saat mendengar pernyataan dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.

    “Kita semua merasakan demokrasi yang kita jalankan ada suatu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama,” kata Prabowo dilansir dari akun youtube Kabar Golkar, Jumat (13/12/2024).

    Presiden mengatakan, tidak perlu malu untuk mengakui sistem demokrasi di Indonesia terlalu mahal. Dia menggambarkan meski menang pilkada, para calon tampak lesu karena telah mengeluarkan biaya yang besar.

  • Dino Patti Djalal: Jika PDIP Saja Disakiti Jokowi, Apalagi Demokrat

    Dino Patti Djalal: Jika PDIP Saja Disakiti Jokowi, Apalagi Demokrat

    “Walaupun satu koalisi, etos politik SBY sangat beda dari Jokowi,” tandasnya.

    Dino juga blak-blakan menyebut bahwa pemecatan dirinya beserta anak dan menantu sebagai bentuk karma politik bagi Jokowi.

    “Pemecatan dari PDIP mungkin adalah karma politik bagi Jokowi,” timpalnya.

    Dikatakan Dino, tindakan PDIP terhadap Jokowi bisa jadi merupakan akibat dari konspirasi yang pernah dilakukan oleh pihak Istana terhadap Partai Demokrat.

    “Karena dulu dari Istana pernah ada konspirasi untuk secara tidak syah mengambil alih Partai Demokrat,” sentilnya.

    Ia menyinggung bahwa meski Demokrat berhasil menggagalkan upaya pengambilalihan tersebut, partai itu tidak membalas dendam.

    “Demokrat, setelah berhasil mengalahkan upaya take over ini, tidak pernah membalas,” terangnya.

    Hanya saja, Dino menilai bahwa karma akhirnya datang dalam bentuk lain kepada Jokowi dan keluarganya setelah masany sebagai Presiden selesai.

    “Karma terjadi dalam bentuk lain,” pungkasnya.

    Sebelumnya, DPP PDIP resmi SK pemecatan terhadap Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

    SK pemecatan untuk Jokowi terdaftar dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, sedangkan SK pemecatan Gibran Rakabuming Raka memiliki nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024.

    Sementara itu, SK pemecatan Bobby Nasution teregistrasi dengan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024.

    Keputusan ini juga disertai dengan larangan bagi ketiganya untuk melakukan kegiatan politik atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.

    Dengan demikian, Jokowi, Gibran, dan Bobby tidak lagi memiliki hubungan struktural maupun kegiatan politik di bawah naungan partai berlambang banteng tersebut.

  • Jokowi Merapat ke Demokrat? Dino Patti Djalal Singgung Etos Politik SBY

    Jokowi Merapat ke Demokrat? Dino Patti Djalal Singgung Etos Politik SBY

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Dino Patti Djalal menyebut kans Joko Widodo diterima masuk Partai Demokrat hanya 0,01 persen.

    “Saya bukan orang Demokrat, tapi analisa saya sebagai political scientist: kans Jokowi diterima masuk Partai Demokrat 0,01 %,” kata Dino Patti Djalal, dalam akun X, Kamis, (19/20/2024). 

    Hal ini kata dia tidak terlepas dari trauma upaya Istana yang mencoba menggulingkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

    “Mengapa? trauma dari upaya Istana yang dengan kasar coba menggulingkan Ketum Demokrat tahun 2021 masih membekas dalam,” ungkapnya.

    Kedua kata dia, sikap Jokowi terhadap PDI Perjuangan yang telah membesarkannya dari Wali Kota Solo hingga jadi Presiden.

    “Kekhawatiran kalau Jokowi bisa tega menyakiti PDIP yang selalu setia membesarkannya dari Walkot Solo sampai menjadi Presiden, apalagi terhadap parpol lain,” jelasnya. 

    Menurutnya, etos politik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat jauh berbeda meski saat ini satu koalisi dengan Jokowi.

    “Walaupun satu koalisi, etos politik SBY sangat beda dari Jokowi,” tandasnya. 

    Sebelumnya, Jokowi dan Wapres yang sekaligus putranya sendiri Gibran Rakabuming Raka beserta Gubernur Sumatera Utara terpilih, Bobby Afif Nasution yang juga menantunya dipecat secara resmi dari PDI Perjuangan. (selfi/fajar) 

  • Jokowi hingga Mantunya Dipecat PDIP, Dino Patti Djalal: Mungkin Karma Politik

    Jokowi hingga Mantunya Dipecat PDIP, Dino Patti Djalal: Mungkin Karma Politik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, melontarkan pernyataan kontroversial terkait isu pemecatan mantan presiden Joko Widodo dan keluarganya dari PDIP.

    Dino blak-blakan menyebut hal ini sebagai bentuk karma politik bagi Jokowi.

    “Pemecatan dari PDIP mungkin adalah karma politik bagi Jokowi,” ujar Dino dalam keterangannya di aplikasi X @dinopattidjalal (17/12/2024).

    Dikatakan Dino, tindakan PDIP terhadap Jokowi bisa jadi merupakan akibat dari konspirasi yang pernah dilakukan oleh pihak Istana terhadap Partai Demokrat.

    “Karena dulu dari Istana pernah ada konspirasi untuk secara tidak syah mengambil alih Partai Demokrat,” sentilnya.

    Ia menyinggung bahwa meski Demokrat berhasil menggagalkan upaya pengambilalihan tersebut, partai itu tidak membalas dendam.

    “Demokrat, setelah berhasil mengalahkan upaya take over ini, tidak pernah membalas,” terangnya.

    Hanya saja, Dino menilai bahwa karma akhirnya datang dalam bentuk lain kepada Jokowi dan keluarganya setelah masany sebagai Presiden selesai.

    “Karma terjadi dalam bentuk lain,” tandasnya.

    Sebelumnya, DPP PDIP resmi SK pemecatan terhadap Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

    SK pemecatan untuk Jokowi terdaftar dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, sedangkan SK pemecatan Gibran Rakabuming Raka memiliki nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024.

    Sementara itu, SK pemecatan Bobby Nasution teregistrasi dengan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024.

    Keputusan ini juga disertai dengan larangan bagi ketiganya untuk melakukan kegiatan politik atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.